• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - SITI AISAH BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - SITI AISAH BAB II"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli)

1. Uraian tanaman patah tulang

Tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli L) berasal dari Afrika tropis. Di Indonesia tanaman ini dijadikan sebagai tanaman pagar, tanaman liar ataupun tanaman hias didalam pot dan bisa dijadikan sebagai tanaman obat. Dapat ditemukan dari dataran rendah sampai tinggi 600 m dpl. Tanaman ini sangat menyukai tempat terbuka terutama yang terkena sinar matahari langsung. Tanaman ini merupakan tanaman perdu yang tegak dan mempunyai tinggi 2-6 m dengan pangkal berkayu, bercabang banyak dan bergetah seperti susu yang beracun. Tanaman patah tulang mempunyai ranting yang bulat silindris berbentuk pensil, beralur halus membujur dan berwarna hijau. Rantingnya setelah sekitar satu jengkal akan segera bercabang dua yang letaknya melintang, demikian seterusnya sehingga tampak seperti percabangan yang terpatah-patah. Daunnya jarang, terdapat pada ujung ranting yang masih muda, kecil-kecil, bentuknya lanset, panjang 7-25mm, dan cepat rontok. Bunga majemuk, tersusun seperti mangkuk, warnanya kuning kehijauan keluar dari ujung ranting. Jika masak buahnya melemparkan biji-bijinya (Dalimartha, 2003).

(2)

Sifat dan khasiat tanaman patah tulang yaitu bau lemah rasa mula-mula tawar, lama-kelamaan timbul rasa tebal dilidah. Getah beracun (toksik), perangsang muntah. Indikasi dari bagian-bagian tanaman patah tulang yaitu akar dan rating digunakan untuk nyeri lambung (gastristis), tukak rongga hidung, rematik, tulang terasa sakit, nyeri syaraf, wasir, dan sifilis. Bagian batang dan kayu digunakan untuk sakit kulit, kusta (Morbus Hansen), dan kaki dan tangan baal (Dalimartha, 2003).

3. Klasifikasi tanaman patah tulang

Tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli L) dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dalimartha, 2003) :

Nama Ilmiah : Euphorbia tirucalli L.

Nama Daerah : Sumatera Patah tulang, Jawa susuru (Sunda), kayu urip, pacing tawa, tikel balung (Jawa), kayu jalisa, kayu leso, kayu langtolangan, kayu tabar (Madyra, kayu potong (Kangean).

Nama Asing : Milk bush, finger ferr, Pptlood-plant(I), Lu san hu (C). Famili : Euphorbiaceae, Euphorbia media N. E. Br

Sinonim : E.rhipsalioides Lem, E.rhipsaloides N. E. Br, E. Scoparia N. E. Br

Nama Simplisia : Tirucalli Herba (Herba patah tulang)

B. Kulit

(3)

vitamin D, dan tempat terjadinya keratinisasi atau pengelupasan kulit mati dan pembentukkan sel kulit baru (Ellis H, 2010).

Adapun bagian-bagian kulit dari urutan yang paling luar adalah sebagai berikut :

1. Epidermis, lapisan kulit paling luar yang terdiri atas 5 lapisan, yaitu:

a. Stratum korneum

Merupakan lapisan kulit dimana kondisi sel-sel penyusunnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel (inti selnya juga sudah mati) dan mengandung zat keratin.

b. Stratum lusidum

Pada lapisan ini jaringan penyusun terdiri atas sel-sel berbentuk pipih.Sel-sel penyusun lapisan ini sudah banyak yang kehilangan inti. Butir-butir sel menjadi jernih dan tembus cahaya. Stratum lusidum hanya dapat ditemukan pada telapak tangan dan telapak kaki.

c. Stratum granulosum

Terdiri atas sel-sel pipih, sebagai mana sel penyusun stratum lusidum. Namun, pada lapisan granulosum, inti sel penyusun masih hidup. Di dalam sitoplasma dapat dilihat adanya butir-butir yang dinamakan keratobialin. Keratobialin merupakan salah satu fase yang terdapat dalam proses pembentukkan keratin.

d. Stratum spinosum/Stratum akantosum

Merupakan lapisan kulit penyusun epidermis yang jaringannya paling tebal.

e. Stratum basal/Germinativum

Merupakan lapisan yang akan menggantikan sel-sel di atasnya dan lapisan ini terdiri atas sel-sel induk.

2. Dermis

(4)

a. Stratum papilaris, lapisan bagian atas b. Stratum retikularis, lapisan bagian bawah

Kedua lapisan pada dermis terdiri atas jaringan-jaringan ikat longgar yang disusun dari serabut-serabut kolagen (serabut yang berfungsi memberi kekuatanpada kulit), serabut elastik (berfungsi memberi kelenturan pada kulit) dan seraput retikulus (terdapat paling utama di daerah sekitar kelenjar dan folikel rambut). Jaringan dermis mempunyai peran besar terhadap proses perubahan fisik seseorang terkait dengan faktor usia.

3. Subkutan, lapisan lanjut dari dermis

Lapisan ini tersusun oleh jaringan-jaringan ikat longgar yang berisi sel-sel lemak (Ellis H, 2010).

C. Luka bakar

1. Definisi dan Klasifikasi luka bakar

Luka bakar adalah suatu perlukaan jaringan yang berasal dari permukaan tubuh yang mengenai lapisan yang lebih dalam dengan berbagai dalam derajat kerusakan. Luka bakar dapat disebabkan oleh agen fisik yang menyebabkan luka bakar (panas, ultraviolet, radiograf, dan radiasi nuklir), listrik, dan kimia. Mekanisme terjadinya luka bakar adalah karena terjadi transfer energi yang abnormal yang mengenai jaringan, disebabkan oleh faktor suhu, hirupan asap panas dan terkena aliran listrik. Gambaran klinis yang timbul dan prognosis penyakit tergantung suhu, luas daerah yang terkena, lamanya terpapar dan ada/tidak adanya hubungan cidra dengan lain secara umur fisiologis penderita ( Suandi, 1998 ).

Luka bakar dibagi menurut dalamnya luka bakar dan luasnya luka bakar sebagai berikut :

a. Menurut dalamnya luka bakar diklasifikasikan menjadi 3 yakni: 1) Luka bakar derajat I : hanya mengenai lapisan permukaan kulit

(5)

2) Luka bakar derajat II : mengenai sebagian sebagian tebal kulit yakni epidermis dan korium.

3) Luka bakar derajat III : mengenai seluruh tebal kulit atau dermis kadang-kadang mengenai pola jaringan lemak, otot atau tulang. b. Berdasarkan luasnya luka bakar diklasifikasikan menjadi 3, yakni :

1) Luka bakar mayor :

a) Luka bakar derajat II, yang meliputi 25% luas permukaan pada tubuh dewasa atau >20% luas permukaan tubuh pada anak-anak.

b) Luka bakar derajat III, >10% luas permukaan tubuh

c) Luka bakar yang mengenai tangan, muka, telinga, kaki atau perineum.

d) Perlukaan akibat hirupan, listrik, luka bakar dengan komplikasi patah tulang atau cidera lainnya.

e) Luka bakar pada pasien yang keadaannya buruk. 2) Luka bakar moderat tanpa komplikasi :

a) Luka bakar derajat II, yang meliputi 15-25% dari luas tubuh dari dewasa dan 10-25% pada anak-anak.

b) Luka bakar derajat III, yang meliputi kurang dari 10% luas permukaan tubuh.

3) Luka bakar minor :

a) Luka bakar derajat II kurang dari 15% luas permukaan tubuh pada dewasa atau kurang dari 10% luas permukaan tubuh pada anak-anak.

b) Luka bakar derajat II kurang dari 2% luas permukaan tubuh ( Suandi, 1998 ).

2. Patofisiologi luka bakar

(6)

termal ,radiasi atau kimia. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat mengalami kerusakan karena luka bakar ekstrik atau kontak yang lama dengan agens penyebab (burning agent). Nakrosis dan kegagalan organ dapat terjadi. Dalamnya luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya lamanya kontak dengan agen tersebut. Sebagai contoh, pada kasus luka bakar tersiram air panas pada orang dewasa kontak dengan 1 detik dengan air yang panas dari shower dengan suhu 68,90C dapat menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis serta dermis sehingga terjadi cedera derajat-tiga (full-thickness injury).Pajanan selama 15 menit dengan air panas yang suhunya sebesar 56,10C mengakibatkan cedera full-thickness yang serupa.Suhu yang kurang dari 440C dapat ditolerasi dalam periode waktu yang lama tanpa menyebabkan luka bakar (Smeltzer, 2001).

3. Penyembuhan Luka Bakar

(7)

dan penyembuhan jaringan. Proses ini secara umum dapat berlangsung hingga 3 hari (Hrynyk, 2012).

Fase selanjutnya adalah proliferasi, dimana terjadi perbaikan jaringan yang rusak. Terjadi angiogenesis, deposisi kolagen, pembentukkan jaringan granulasi, dan reepitelisasi.Setelah debris-debris sel dibersihkan, fibroblas bemigrasi ke area cedera mengikuti sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan (PDGF, TGF-a, FGF, dsb). Hal ini mengakibatkan fibroblas berdiferensiasi menjadi matriks ekstraseluler (ECM) yang baru. ECM baru ini merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari campuran kolagen tipe I dan III, tenascin, fibronektin, proteoglikan dan neovaskuler. Disusul oleh migrasi sel-sel basal keratinosit pada tepi luka dan folikel-folikel rambut ke dalam matriks yang baru. Sel basal berproliferasi hingga terjadi reepitelisasi dan penutupan luka. Proses ini selesai dalam waktu sekitar 1-2 minggu setelah fase inflamasi (Hrynyk, 2012).

Proses penyembuhan luka ditutup dengan fase remodelling matriks/jaringan. Fase ini dapat berlangsung sampai beberapa minggu. Fase ini bertujuan menggantikan komponen-komponen ECM baru yang lemah dengan komponen komponen yang lebih kuat, seperti penggantian hyaluronan dengan proteoglikan tersilfatasi (decorin, byglycan, versican) yang dihasilkan oleh jaringan fibroblas matur, untuk menghasilkan jaringan dengan ketahanan lebih baik. Pasokan kolagen terus berlanjut bersama pembentukkan ikatan-ikatan silang yang lebih kompleks antar molekulnya. Dihasilkan miofibroblas yang menarik jaringan kulit yang normal dan adiposa ke defek luka (Hrynyk, 2012).

4. Faktor yang memperlambat penyembuhan luka

(8)

Supresi imun dan defisiensi pembekuan juga dapat mengganggu penutupan permukaan luka. Efek-efek stres tubuh sistemik ini karena cidera dan penyakit menghasilkan supresi imun, yang mengakibatkan pelambatan penyembuhan (Tambayong, 2000).

Faktor-faktor yang memperlambat penyembuhan luka antara lain (Tambayong, 2000).:

a. Faktor umum : 1) Usia

2) Status nutrisi ( defisiensi vitamin terutama A, D, C, K, tiamin, ribiflavin, dan asam pantotenat, penipisan protein )

3) Ketidak seimbangan cairan elektrolit (dehidrasi, kondisi edema, atau keduanya)

4) Obat-obatan (seperti : imunosupresif, glukokortikoid dan antikoagulan)

5) Penyakit (seperti : diabetes militus, hemofilia, dan keadaan sakit lain dimana nutrisi, ketidak seimbangan cairan elektrolit atau metode pengobatan menurunkan progresi normal penyembuhan luka bakar.

b. Faktor lokal :

1) Devitalisasi jaringan

2) Seroma atau hematoma, yang memberikan kondisi baik untu memberikan pertumbuhan bakteri

3) Infeksi bakteri

4) Tertahannya benda asing, termasuk materi yang terbenam dalam jahitan

5) kegagalan untuk menutup ruang kosong (dead space) 6) penutupan dibawah tegangan

(9)

D. Salep

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus cocok dan terdispersi secara homogen dalam dasar salep yang cocok (Depkes RI 1979). Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok (Depkes RI 1995) : 1. Dasar salep Hidrokarbon

Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak, antara lain vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair yang dapat dicampur kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. Contohnya : vaselin putih, vaselin kuning, campuran faselin dengan cera, paraffin cair, paraffin padat, minyak nabati.

2. Dasar salep serap

Dasar salep serap ini dibagi dalam 2 kelompok, kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (parafin hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep ini juga berfungsi sebagai emolien. Contohnya : adeps lanae, unguentum simpleks (cera flava : oleum sesami = 30 :70), hydrophilic petrolium (vaselin alba : cera alba : stearyl alkohol : kolesterol = 86 : 8 : 3 : 3).

3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air

(10)

menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini dari pada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik. Contohnya : dasar salep emulsi tipe m/a (seperti

vanishing cream), emulsifying ointment B.P, emulsifying wax,

hydrophilic ointment.

4. Dasar salep larut dalam air

Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air, seperti paraffin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel. Contohnya: Polyethylen glycol (PEG), campuran PEG, tragacant, gummi arabicum.

Referensi

Dokumen terkait

Ketua Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK) Ki Agus Ahmad Baharudi mengungkapkan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh pemilik Andika

Sakit Wirosaban atau Rumah Sakit Jogja merupakan Rumah Sakit Pemerintah yang berhasil melakukan pengolahan limbah dengan baik, sehingga perlu diekplorasi untuk

Dalam wacana promosi wisata, terdapat 2 komponen yang ada, yaitu deskripsi umum lokasi wisata belanja dan informasi mengenai wisata lain yang terdekat dari

Dengan mengucapkan puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta sholawat selalu tercurahkan

Hasil analisis uji t variabel pengetahuan ekonomi (X2) terhadap perilaku konsumsi siswa (Y) diperoleh nilai thitung (2,070) > rtabel (2,003), dan nilai probabilitas

Setelah beredarnya film Ada Apa Dengan Cinta, beberapa film drama romantis yang terkenal diantaranya Eiffel I’m in Love diproduksi tahun 2003, Heart diproduksi tahun

Ketiganya adalah (1) kearifan berbeda dengan karakteristik kepribadian lainnya karena di dalam konsep tersebut diintegrasikan aspek kognitif, afektif, dan motivasi, (2)

(1) Kepala KPP dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan Pengurangan, harus memberi suatu keputusan atas