• Tidak ada hasil yang ditemukan

THERAPIN: APLIKASI VIRTUAL REALITY DENGAN GAMIFIKASI UNTUK MEMBANTU TERAPI ACROPHOBIA BERBASIS ANDROID

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "THERAPIN: APLIKASI VIRTUAL REALITY DENGAN GAMIFIKASI UNTUK MEMBANTU TERAPI ACROPHOBIA BERBASIS ANDROID"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

THERAPIN: APLIKASI VIRTUAL REALITY DENGAN

GAMIFIKASI UNTUK MEMBANTU TERAPI ACROPHOBIA

BERBASIS ANDROID

1

Fawwaz Ali Akbar,

2

Retno Mumpuni,

3

Junio Bagus Kurniawan

1,2,3Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Jalan Raya Rungkut Madya Gunung Anyar Surabaya

Email: 1fawwaz_ali.fik@upnjatim.ac.id, 2retnomumpuni.if@upnjatim.ac.id, 3juniobagus@gmail.com

Abstrak. Acrophobia atau phobia terhadap ketinggian merupakan salah satu phobia yang banyak ditemui

dalam masyarakat. Ada beberapa metode untuk mengatasi phobia ini, salah satunya adalah Exposure Therapy. Namun exposure therapy memiliki resiko yang berbahaya jika seseorang memiliki tingkat phobia yang tinggi. Sebagai alternatif exposure therapy, dapat menggunakan metode lain yaitu Virtual Reality Exposure Therapy (VRET), dengan menggunakan metode Virtual Reality Exposure Therapy yaitu menggunakan Virtual Reality sebagai teknologi pembantu, Virtual Reality Exposure Therapy akan dapat mengurangi resiko yang terdapat pada exposure therapy dan juga dapat menambahkan fitur-fitur lain agar proses terapi dapat dilakukan dengan lebih nyaman. Pada penelitian ini mencoba membuat aplikasi berbasis VRET dengan mengombinasikan dengan konsep gamifikasi. Tujuan memasukkan konsep gamifikasi adalalah agar proses terapi lebih menyenangkan dan dapat membuat seseorang lebih lama menggunakan aplikasi sehingga membantu memudahkan dalam proses terapi. Aplikasi ini akan dikembangkan dengan metode MDLC, dengan Unity Engine dan berbasis Android.

Kata Kunci: Acrophobia, Android, MDLC, Virtual Reality, Virtual Reality, Exposure Therapy

Salah satu phobia yang sering dijumpai dan dialami oleh banyak orang adalah Acrophobia (phobia terhadap ketinggian). Mereka yang mengidap acrophobia akan menghindari tempat-tempat tinggi seperti pegunungan, jembatan, dan bangunan tinggi. Jika seseorang mengalami acrophobia, gejala yang mungkin dapat muncul adalah pusing, vertigo, keringat dingin, dan perasaan ingin pingsan saat berada di ketinggian tertentu. Acrophobia secara tidak langsung akan berdapak pada kehidupan orang yang mengidapnya, pengidap acrophobia akan terbatasi oleh rasa takut terhadap ketinggian (tergantung pada tingkat acrophobia yang dialami). Oleh karena itu mengatasi phobia tersebut dianggap perlu untuk membantu mengurangi dampak yang muncul dari acrophobia (seperti: pusing, vertigo, keringat dingin, pingsan) [1].

Dari beberapa metode yang ada Exposure therapy[2] merupakan metode yang efektif, karena metode tersebut memaksakan seseorang pada situasi yang ditakutinya dan harus melawan ketakutan tersebut. Namun metode ini tentunya memiliki beberapa hambatan, seperti metode ini tidak dapat diterapkan dimana saja,

dan juga mengingat dengan datang ketempat yang tinggi merupakan aktifitas yang berbahaya.

Dengan kemajuan teknologi saat ini, teknologi dapat menciptakan suatu dunia virtual dengan bantuan Virtual Reality, Virtual Reality saat ini merupakan teknologi yang paling berkembang dengan pesat, Virtual Reality adalah simulasi komputer yang dihasilkan dari lingkungan tiga dimensi, yang tampaknya sangat nyata kepada orang yang pernah mencoba teknologinya [2]. Tujuan dari virtual reality adalah untuk mencapai rasa yang kuat hadir di lingkungan virtual. Pengguna teknologi Virtual Reality menggunakan alat seperti kacamata untuk melihat adegan stereoscope tiga dimensi. Pengguna dapat melihat sekitar dengan menggerakkan kepalanya dan berjalan-jalan dengan menggunakan kontrol tangan atau sensor gerak. Pengguna terlibat dalam suatu pengalaman yang seolah - olah ada di dunia virtual. [2].

Saat ini Virtual Reality bukanlah suatu teknologi yang mahal seperti dahulu, dengan adanya Google Cardboard, kita dapat

(2)

menggunakan teknologi tersebut hanya dengan Smartphone kita, maka dari itu kita harus dapat memanfaatkan teknologi ini untuk sesuatu yang bermanfaat[2].

Virtual Reality dapat digunakan sebagai media terapi untuk menghilangkan fobia seseorang. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa virtual reality memberikan hasil yang positif untuk pasien yang memiliki fobia. Penelitian yang dilakukan oleh Hoffman dkk [3] menghasilkan bahwa Virtual Reality terbukti efektif dalam menangani fobia laba-laba dibandingkan pengontrolan kondisi, dibuktikan dari kuisioner pada penderita fobia. Total 83% pasien yang menggunakan Virtual Reality memperlihatkan secara klinis peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan pasien yang tidak menggunakan Virtual Reality, membuktikan Virtual Reality dapat secara efektif mengatasi fobia[3].

Selain itu ada Virtual Reality Exposure Therapy atau disingkat VRET adalah sebuah teknik yang menggunakan teknologi Virtual Reality untuk kepentingan Psikologis, khususnya untuk menangani kelainan psikologi, seperti PTSD, Phobia. VRET digunakan sebagai alternatif dari Exposure therapy, dimana pasien bisa berinteraksi dengan lebih aman melalui dunia virtual untuk merepresentasikan stimuli trauma demi mengurangi respon ketakutan yang berlebih. Virtual Reality Exposure Therapy (VRET) ini telah dikembangkan oleh banyak peneliti sebagai usaha menangani PTSD dan umumnya mereka bekerja sama dengan pakar psikologis dan psikiater sebagai operator aplikasi VRET tersebut [4].

Pada penelitian ini mencoba membuat aplikasi berbasis VRET dengan fokus untuk terapi acrophobia dengan mengombinasikan dengan konsep gamifikasi. Tujuan memasukkan konsep gamifikasi adalalah agar proses terapi lebih menyenangkan dan dapat membuat seseorang lebih lama menggunakan aplikasi sehingga membantu memudahkan dalam proses terapi. Aplikasi yang dibangun untuk terapi acrophobia ini dinamakan “Therapin”.

Permasalahan

Dari uraian latar belakang permasalahan terkait dengan phobia acrophobia dan metode terapinya. Dalam penelitian ini berfokus

bagaimana membangun

Aplikasi Virtual

Reality untuk terapi Acrophobia dengan

menambahkan gamifkasi di dalamnya.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada penelitian ini adalah agar dapat membantu masyarakat khususnya para penderita acrophobia dengan mengembangkan aplikasi Virtual Reality untuk terapi Acrophobia. Selain itu aplikasi ini ditambahkan konsep gamifikasi agar penggunaan aplikasi ini lebih menyenangkan.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan media alternatif untuk mengatasi phobia ketinggian (Acrophobia) dengan menggunakan Virtual Reality yang didalamnya diberikan gamifikasi. Tujuan gamifikasi ini adalah membuat pengguna lebih nyaman dan tertarik menggunakan secara berulang sehingga dapat mengurangi phobia ketinggian.

I. Metodologi

Penelitian ini akan menggunakan MDLC (Multimedia Development Life Cycle) sebagai metode perancangan aplikasi. Multimedia Development Life Cycle adalah metode pengembangan khusus untuk sistem multimedia yang dibagi menjadi enam tahapan yaitu: concept, design, material collecting, assembly, testing, dan distribution[5].

Dalam pengembangan aplikasi atau sistem, pertama diperlukan dahulu melakukan analisis untuk menghasilkan konsep yang sesuai dengan permasalahan yang ada. Analisis masalah adalah langkah awal untuk mengetahui permasalahan apa saja yang terjadi pada sistem yang telah berjalan saat ini.

Aplikasi Therapin ini memiliki konsep dengan pengguna memasuki Virtual World (Dunia Virtual) lalu pengguna dapat berjalan dan berinteraksi dengan objek yang ada di Virtual World. Di dalam Virtual World pengguna harus dapat menyelesaikan objektif dengan mengumpulkan semua objek yang harus dikumpulkan. Pengguna juga memiliki obstacles (Halangan) yaitu pengguna harus dapat melewati jalan yang sempit dan sangat tinggi, maka dari itu pengguna harus dapat melawan rasa takutnya akan ketinggian, dan

(3)

jika pengguna gagal / terjatuh maka pengguna harus mengulang dari awal.

Gambar 2. Usecase Aplikasi Therapin Gambar 2 menunjukkan diagram usecase dari aplikasi yang dibangun. Ada 6 usecase utama dalam aplikasi Therapin yaitu Mulai scene pertama dan kedua, membuka halaman panduan, membuka halaman tentang dan keluar aplikasi.

Tahap kedua adalah desain, tahapan ini meliputi perancangan struktur navigasi, dan storyboard. Aplikasi akan di desain dengan tampilan yang sederhana agar mudah digunakan oleh pengguna awam sekaligus. Untuk simulasi yang akan digunakan, akan di desain sesuai dengan penelitian – penelitian yang telah sukses sebelumnya dan dimodifikasi agar lebih baik dari sebelumnya, juga dari saran psikolog yang memahami tentang kasus ini. Materi – materi desain simulasi tersebut dikumpulkan dari penelitian sebelumnya [6]. Aplikasi ini akan memiliki struktur navigasi seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Yaitu menu mulai, menu tentang, menu panduan, dan menu keluar.

Gambar 3. Struktur Navigasi

Aplikasi yang dibuat menerapkan konsep gamifikasi agar aplikasi terapi ini lebih menarik untuk digunakan. Konsep gamifikasi yang diterapkan adalah memberikan poin (dalam bentuk coin) di setiap jalan yang dilalui. Koin-koin diletakkan di beberapa area yang berbeda agar memotivasi pengguna untuk menjelajahi semua area sehingga memudahkan proses terapi dalam aplikasi.

Tahap ketiga adalah pengumpulan material aplikasi. Materi terapi Acrophobia yang berupa desain dan cara menyajikan simulasi didapat dari penelitian – penelitian sebelumnya juga dari psikolog. Beberapa materi – materi lain sepertu suara, dan objek 3D didapat dari internet juga di buat dengan Aplikasi Blender. Setelah materi terkumpul, lalu memasuki tahapan pembuatan aplikasi. Pembuatan aplikasi ini akan dibuat pada Aplikasi Unity. Konsep, desain dan materi – materi yang telah terkumpul akan dikumpulan dan ditata sesuai strukturnya, agar mempermudah proses pengembangan aplikasi. Setelah itu akan dilakukan pengimplementasian desain sesuai konsep yang telah diberikan, seperti pembuatan level – level dan juga proses gamifikasinya. Setelah desain terimplementasikan, dilanjutkan dengan proses pengkodean, yaitu untuk menambahkan logika – logika yang telak dikonsepkan sebelumnya.

Adapun kebutuhan

perangkat lunak yang digunakan disajikan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Hardware dan Software Perangkat Keras PC atau Laptop

Smartphone dengan fitur Gyroscope Google Cardboard Perangkat Lunak Unity

OS Windows 10 Adobe Photoshop Google Chrome Android 4.4 “Kitkat” Google VR SDK Setelah Aplikasi dibuat, tahap selanjutnya adalah tahap pengujian, tahap pengujian merupakan proses mengeksekusi aplikasi dengan maksud untuk menemukan bug atau kesalahan dari suatu perangkat lunak yang dibuat. Metode pengujian yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan metode Black

(4)

Box Testing, pengujian ini dilakukan untuk menunjukkan apakah output aplikasi sesuai dengan yang diharapkan.

Selain pengujian jalannya aplikasi atau pengujian bug aplikasi, diperlukan juga pengujian dalam bagaimana aplikasi Theraphin dapat memberikan efek pada pengguna yang memiliki acrophobia atau ketakutan akan ketinggian, apakah aplikasi ini menghasilkan hasil yang efektif, atau tidak. Setelah Aplikasi lolos pengujian, dan tidak ada bug yang berarti, Aplikasi dapat didistribusikan. Aplikasi ini akan didistribusikan secara pribadi kepada psikolog dan pasien.

Gambar 4. Alur testing efektifitas penelitian Seperti dilihat pada flowchart diagram / alur yang ditunjukkan pada Gambar 4. Pengujian efektifitas penelitian yang digunakanan pada aplikasi ini akan didampingi oleh ahli, yaitu psikolog. Dimana penulis akan mencari seseorang yang memiliki indikasi ketakutan akan ketinggian, lalu penderita acrophobia yang telah dipilih akan berdiskusi dan diberi arahan oleh penulis dan ahli, yaitu psikolog, tentang metode terapi yang akan diterapkan.

II. Hasil dan Pembahasan

Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu hasil implementasi aplikasi dan hasil pengujian Aplikasi Therapin pada orang yang memiliki acrophobia.

Hasil Aplikasi Therapin

Halaman yang muncul pertama kali merupakan halaman menu utama, halaman ini berisikan tentang menu – menu yang dapat dipilih sesuai kebutuhan pengguna, seperti menu mulai, menu tentang, menu panduan, dan menu keluar. Halaman ini ditunjukkan pada gambar 5.

Gambar 5. Tampilan Menu Utama Selanjutnya adalah halaman mulai, yang merupakan halaman mulai, halaman ini merupakan halaman inti dari aplikasi ini, yang merupakan halaman untuk simulasi terapi Acrophobia dilakukan. Halaman ini akan dimulai dengan simulasi level pertama (Gambar 6), dan jika simulasi level pertama telah dapat diselesaikan oleh pengguna, halaman ini akan menampilkan simulasi level kedua (Gambar 7).

Pada Gambar 6 diatas menunjukkan konsep gamifikasi pada aplikasi yang dibangun agar aplikasi terapi ini lebih menarik untuk digunakan. Konsep gamifikasi yang diterapkan adalah memberikan poin (dalam bentuk coin) di setiap jalan yang dilalui. Koin-koin diletakkan di beberapa area yang berbeda agar memotivasi pengguna untuk menjelajahi semua area. Semakin tinggi poin yang didapatkan berarti semakin luas area yang dijelajahi. Semakin luas area yang dijelajahi dapat mengindikasikan efektifitas terapi acrophobia yang dilakukan. Selanjutnya adalah halaman petunjuk (Gambar 8), halaman ini menampilkan petunjuk tentang

(5)

cara penggunaan simulasi dari Aplikasi Therapin. Halaman ini akan tampil ketika pengguna memilih Menu Petunjuk pada Menu Utama.

Gambar 6. Tampilan Simulasi Level 1

Gambar 7. Tampilan Simulasi Level 2

Gambar 8. Tampilan Menu Petunjuk

Gambar 9. Tampilan Menu Tentang Halaman selanjutnya adalah Halaman Tentang (Gambar 9), halaman ini berisikan tentang

pengembang aplikasi, halaman ini dapat tampil setelah pengguna memilih Menu Tentang pada Menu Utama.

Hasil Pengujian dan Analisa

Tahap pengujian selanjutnya adalah tahap pengujian Experts, yaitu pengujian yang dilakukan untuk menguji keefektivitas metode ini. Apakah metode ini dapat secara efektif membantu para pasien dalam proses terapi untuk menyembuhkan Acrophobia mereka, atau mengurangi rasa takut mereka akan ketinggian. Pengujian ini akan dilakukan selama beberapa kali kepada 3 pengguna atau pasien yang memiliki indikasi rasa ketidaknyamanan terhadap ketinggian. Dengan dilakukannya pengujian terhadap beberapa pengguna diharapkan peneliti dapat mendapatkan feedback yang lebih banyak dan bermanfaat bagi penilitian ini Masing – masing orang akan diuji selama 15 menit atau hingga menyelesaikan seluruh level. Setiap orang atau pengguna atau pasien akan diuji selama tiga kali percobaan, dan pada setiap kali percobaan, pengguna atau pasien akan diberi waktu untuk beristirahat selama 15 menit untuk mengisi kuisioner yang telah diberikan, begitupun setelah mengisi kuisioner pengguna diberi waktu untuk beristirahat sebelum melakukan percobaan selanjutnya. Pasien akan diuji dengan cara pasien mengisi kuisioner yang telah diberikan. Kuisioner dan kriteria untuk menentukan tingkat ketidaknyamanan terhadap ketinggian ini berdasarkan dari penilitian yang dilakukan oleh Huppert dkk [7]. Nama dan hasil dari pengujian tersebut akan ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengujian Partisipan 1 Pengujian Severity Score Diagnosis of Acrophobia Pengujian Pertama / Pre-test 10 Yes

Pengujian Kedua 9 Yes Pengujian Ketiga 8 Yes Pengujian Keempat 8 Yes

Partisipan 2 Pengujian Severity Score Diagnosis of Acrophobia Pengujian Pertama / Pre-test 7 Yes

(6)

Pengujian Kedua 6 Yes Pengujian Ketiga 6 Yes Pengujian Keempat 5 Yes

Partisipan 3 Pengujian Severity Score Diagnosis of Acrophobia Pengujian Pertama / Pre-test 13 Yes

Pengujian Kedua 12 Yes Pengujian Ketiga 12 Yes Pengujian Keempat 11 Yes

Cara perhitungan nilai – nilai tersebut dapat

dilihat

pada

jurnal

penelitian

yang

dilakukan oleh Huppert dkk [7]. Dari hasil

pengujian tersebut dapat dilihat bahwa

terdapat perubahan yang terjadi sebelum

menggunakan metode VRET dari Aplikasi

Therapin dan setelah menggunakan VRET

namun penurunan itu tidaklah terlalu

signifikan

yaitu

rata

– rata nilai

penurunannya sebesar 2 tingkat atau

15.38%. Hal ini terjadi dikarenakan proses

terapi yang dilakukan dengan proses dan

waktu yang minimal, yaitu sekali putaran

percobaan, yang notabene proses terapi

merupakan proses yang panjang dan

memerlukan konsistensi. Mungkin ini dapat

digunakan sebagai penelitian lebih lanjut

untuk

meniliti

bagaimana

cara

memanfaatkan metode VRET yang efektif.

III. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Aplikasi ini dapat menjadi media alternatif untuk terapi acrophobia dengan metode Virtual Reality Exposure Therapi (VRET). 2. Berdasarkan pengujian experts yang dilakukan, terdapat penurunan yang terjadi dari sebelum menggunakan metode VRET dengan Aplikasi Therapin dan setelah

menggunakan metode VRET, namun penurunan tersebut tidaklah terlalu signifikan, rata – rata hanya turun sebesar 2 tingkat atau 15.38%. Metode ini akan lebih efektif jika dilakukan secara berkala, rutin dan konsisten seperti terapi pada umumnya.

IV. Daftar Pustaka

[1] Rudystina, Adinda. 2017. Mengatasiphobia ketinggian takut ketinggian,

https://hellosehat.com/hidup- sehat/psikologi/mengatasiphobia-ketinggian-takut-ketinggian/ (di akses tanggal 10 Maret 2019).

[2] Linowes, Jonathan. 2018. Unity Virtual Reality Projects Second Edition, Birmingham: Packt Publishing Ltd. [3] Weghorst, Suzanne, Eric Seibel, Peter

Oppenheimer et al. 2008. Medical interface research at the HIT Lab. Springer-Verlag London Limited 2008. [4] Bruce, M. and Regenbrecht, H., 2009,

March. A virtual reality claustrophobia therapy system-implementation and test. In 2009 IEEE Virtual Reality Conference (pp. 179-182). IEEE. [5] Binanto, Iwan. 2010. Multimedia

Digital Dasar Teori +

Pengembangannya. Yogyakarta: CV Andi Offset.

[6] Cosma, C., Bãlan, O., Moldoveanu, A., Morar, A., Moldoveanu, F. and Taslitchi, C., 2017. TREATING ACROPHOBIA WITH THE HELP OF VIRTUAL REALITY. In The International Scientific Conference eLearning and Software for Education (Vol. 2, p. 458). " Carol I" National Defence University.

[7] Huppert, D., Grill, E. and Brandt, T., 2017. A new questionnaire for

estimating the severity of visual height intolerance and acrophobia by a metric interval scale. Frontiers in neurology, 8, p.211.

Gambar

Gambar 2. Usecase Aplikasi Therapin  Gambar  2  menunjukkan  diagram  usecase  dari  aplikasi  yang  dibangun
Gambar 4. Alur testing efektifitas penelitian  Seperti  dilihat  pada  flowchart  diagram  /  alur  yang  ditunjukkan  pada  Gambar  4
Gambar 6. Tampilan Simulasi Level 1

Referensi

Dokumen terkait

Misalnya, peserta 1 memutuskan untuk menyerahkan bayinya kepada keluarga angkat kerana menyedari masa depannya sendiri yang tidak pasti, “saya bagi bayi dekat

Secara kualitatif terdapat perbedaan an- tara model pembelajaran tematik terpadu bila di- bandingkan dengan model pembelajaran lainnya, yaitu dalam hal sifatnya yang akan memandu

TAPM yang berjudul "Efektifitas Penggunaan Bantuan Operasional Sekolah {BOS Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Daerah Terpencil Di Kecamatan Bonegunu Kabupaten Buton

Jadi persamaan dispersi yang dihasilkan sama dengan persamaan dispersi dari teori gelombang linier pada amplitudo gelombang yang sangat kecilc.

Pembuatan butik online pada Rumahbunda boutique bertujuan untuk media informasi serta media untuk melakukan pemesanan barang secara online, sehingga konsumen

73 Dokumen Pelaksanaan Anggaran Tahun 2018 Dokumen Pelaksanaan Anggaran Dinas Komunikasi dan Informatika Prov.Kaltim Tahun 2018 Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika

Saran pada penelitian berikutnya adalah perlu mempertimbangkan faktor lain dari subjek seperti tingkat kecenderungan presence, tingkatan kecemasan terhadap lingkungan sosial,

Maintenance adalah sebuah usaha–usaha atau tindakan-tindakan reparasi yang dilakukan untuk menjaga performance dari sebuah unit, selalu dalam kondisi dan performance