STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. D
DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG MAESPATI RSJD
SURAKARTA
DI SUSUN OLEH:
AGUS WAHYU MUKTI UTOMO
NIM. P.09001
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. D
DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG MAESPATI RSJD
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
AGUS WAHYU MUKTI UTOMO
NIM. P.09001
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
SURAT PERYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Agus Wahyu Mukti Utomo NIM : P.09001
Program studi : D III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn.D DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, April 2012 Yang Membuat Peryataan
AGUS WAHYU MUKTI UTOMO NIM. P.09061
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Agus Wahyu Mukti Utomo NIM : P.09001
Program studi : D III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn.D DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA.
Prodi D III Keperawan Stikes Kusuma Husada Surakarta.
Ditetapkan di : Hari/ Tanggal :
Pembimbing:Amalia Senja, S.Kep.,Ns. ( ) NIK. 2011189090
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Agus Wahyu Mukti Utomo NIM : P.09001
Program studi : D III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn.D DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA.
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan dewan penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi D III keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta.
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/ Tanggal : Selasa, 1 Mei 2012
DEWAN PENGUJI
Penguji I : Amalia Senja S.Kep.,Ns. (...) NIK. 201189090
Penguji II : Setiyawan S.Kep.,Ns (...) NIK. 201084050
Penguji III : Tyas Ardi Suminarsis, S.Kep., Ns (...) NIK. 201185077
Mengetahui
Ketua Program Studi D III Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta
Setiyawan, S.Kep.,Ns NIK. 201084050
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyalesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul: “Asuhan Keperawatan Dengan Resiko Perilaku Kekerasan Pada Tn. S Di Ruang Maespati Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”. Karya Tulis Ilmiah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat kelulusan Prodi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Setiyawan,S.Kep.,Ns, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
2. Erlina Windyastuti,S.Kep.,Ns, selaku Sekretaris Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Amalia Senja,S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Setiyawan S.Kep.,Ns selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Tyas Ardi S.Kep.,Nsselaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6. Semua dosen dan staf bidang pendidikan Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
7. Kedua orangtuaku yang selalu memberikan doa, dukungan dan kasih sayangnya serta menjadi inspirasi dan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan moril serta spiritualnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka saran demi kemajuan laporan studi kasus selanjutnya dan semoga Karya Tullis Ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, April 2012
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME... ii
LEMBAR PERSETUJUAN... iii
LEMBAR PENGESAHAAN... iv
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Tujuan Penulisan... 3
C. Manfaat Penulisan... 4
BAB II LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ... 6
B. Pengkajian...6
C. Perumusan Masalah Keperawatan... 8
D. Perencanaan Keperawatan...9
E. Implementasi Keperawatan...13
F. Evaluasi Keperawatan...14
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan...16
B. Simpulan...25
C. Saran...25 Daftar Pustaka
Lampiran
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar riwayat hidup Lampiran 2. Log book
Lampiran 3. Lembar konsultasi
Lampiran 4. Lembar format pendelegasian Lampiran 5. Asuhan Keperawatan
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Pohon Masalah……… 9
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan ekonomi yang sangat cepat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta situasi politik yang tidak menentu menyebabkan semakin tingginya angka pengangguran, kemiskinan dan perilaku kekerasan di masyarakat. Tingginya angka kemiskinan di Indonesia lebih dari 30 juta orang ditambah dengan pengangguran lebih dari 40 juta orang telah menyebabkan tingginya angka kriminalitas, tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga, banyaknya penggusuran, perebutan hak akan tanah, daya beli lemah, pendidikan rendah, lingkungan buruk, kurang gizi, kekebalan menurun dan infrastruktur yang masih rendah menyebabkan masyarakat mudah marah, mudah tersinggung dan sering menyelesaikan masalah dengan otot bukan dengan otak atau tidak mampu menggunakan cara musyawarah (Yosep, 2007).
Situasi ini dapat menyebabkan stress, cemas, krisis dan masalah psikososial lainnya sehingga meningkatkan angka gangguan jiwa di masyarakat Indonesia. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 – 0,8 % penderita skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak
yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004 dalam Carolina, 2008). Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006).
Salah satu masalah dari gangguan jiwa yang menjadi penyebab penderita di bawa ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba, 2008). Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba, 2008).
Perawat adalah tenaga kesehatan yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan pasien yang rawat inap dibandingkan dengan profesi kesehatan jiwa lain, sehingga perawat yang bekerja 24 jam lebih terlibat dalam pencegahan dan penanganan perilaku amuk dan lebih beresiko menjadi korban terhadap perilaku kekerasan oleh pasien. Berdasarkan kondisi tersebut diperlukan suatu pemahaman realita tentang perilaku kekerasan dan juga klien dengan gangguan jiwa harus diberi pengobatan secara medis yang teratur, tetapi pada kenyataannya di masyarakat berbeda dan kebanyakan klien yang berobat dengan cara alternative (dukun, orang pintar), itu hanya dapat menunda pengobatan. Sebaiknya itu semua bisa diubah dari persepsi
masyarakat dengan cara berobat yang tepat di Rumah Sakit dengan obat yang benar dan teratur.
Menurut kebutuhan Maslow, Maslow menentukan prioritas diagnosa yang akan direncanakan berdasarkan kebutuhan di antaranya kebutuhan fisiologi, keselamatan dan keamanan, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri. Kebutuhan mencintai dan dicintai meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi dalam kelompok, hubungan dengan teman , keluarga, teman sebaya, dan masyarakat. Sehingga pada perilaku kekerasan kebutuhan mencintai dan memiliki kurang terpenuhi. (Hidayat, 2008).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam membuat karya tulis ilmiah dengan judul “Studi kasus asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pada Tn.D dengan perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.”
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum
Penulis melaporkan kasus asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pada Tn. D dengan perilaku kekerasan di ruang Maespati RSJD Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis dapat melakukan pengkajian pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pada klien dengan perilaku kekerasan.
b. Penulis dapat menentukan masalah keperawatan pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pada klien dengan perilaku kekerasan.
c. Penulis dapat menyusun perencanaan keperawatan pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pada pasien dengan perilaku kekerasan.
d. Penulis dapat membuat implementasi pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pada klien dengan perilaku kekerasan. e. Penulis dapat mengevaluasi asuhan keperawatan pemenuhan
kebutuhan mencintai dan memiliki pada klien dengan perilaku kekerasan.
f. Penulis dapat menganalisa hambatan pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pada pasien dengan perilaku kekerasan.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam memberikan informasi tentang asuhan keperawatan jiwa khususnya masalah perilaku kekerasan.
2. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan penulis tentang asuhan keperawatan jiwa mengenai masalah perilaku kekerasan dan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dibangku kuliah serta pengalaman nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan masalah perilaku kekerasan.
3. Bagi Institusi
Menambah masukan dan sumber bacaan diperpustakaan khususnya mengenai asuhan keperawatan jiwa dengan masalah perilaku kekerasan.
BAB II LAPORAN KASUS
Dalam bab II laporan kasus penulis akan mengulas tentang asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pada klien dengan resiko perilaku kekerasan yang terdiri dari pengkajian pada klien, analisa dari data yang diperoleh, intervensi, implementasi keperawatan serta evaluasi dari hasil implementasi keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian penulis dilakukan pada tanggal 03 April 2012 dengan metode wawancara dan melihat status klien, dari pengkajian tersebut didapatkan data sebagai berikut klien dengan inisial Tn. D yang berusia 30 tahun, jenis kelamin laki-laki bertempat tinggal di Norogo 2/7, Pokoh kidul, Wonogiri. Klien beragama Islam, status klien belum kawin, klien tidak bekerja dan pendidikan terakhir STM mesin.Klien masuk RSJD Surakarta sudah 3 kali ini, klien masuk terakhir tanggal 29 Maret 2012. Keluarga yang bertanggung jawab atas klien adalah Ny. K yang merupakan Ibu kandung klien yang bertempat tinggal di Norogo 2/7, Pokoh kidul, Wonogiri.
Alasan klien masuk saat masuk rumah sakit klien sering marah dan jika ada ketidakcocokan dengan anggota keluarga yang lain klien marah dan ingin memukul selain itu klien juga mengalami perubahan sikap, contohnya sering diam, tampak bingung, mudah marah, sehingga klien dibawa ke IGD RSJD
Surakarta dan setelah dilakukan anamnesa klien di pindah ke ruang Amarta dan sekarang klien di tempatkan di ruang Maespati. Pada faktor predisposisi klien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa dan sudah 3 kali di rawat di RSJD Surakarta, pengobatan kurang berhasil dilihat dari klien yang sering kambuh karena klien tidak rutin kontrol, keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa dan klien juga tidak pernah melihat kekerasan fisik. Faktor presipitasinya klien mengatakan saat di rumah klien sering merasa tidak sesuai dengan apa yang dinginkannya. Pada psikososial khususnya genogram klien merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara dan klien tinggal serumah dengan adik-adiknya dan kedua orang tuanya, kakek klien sudah meninggal.
Dari pengkajian pada pola gordon dalam mekanisme koping toleransi stress pada saat pengkajian klien mengatakan masih merasa sering merasa kesal, apalagi jika ada ketidakcocokan dan rasa kesal itu akan hilang jika klien berdiam diri. Mekanisme koping adaptif klien adalah apabila ada masalah klien selalu sabar dalam menghadapinya.Sedangkan maladaptif klien mengatakan apabila sedang kesal dan marah klien ingin memukul dan mengamuk, ada beberapa stressor yang dialami terakhir ini seperti sering di tolak saat klien ingin melamar pekerjaan di perusahaan.keluarga klien mendukung sepenuhnya atas kesembuhan klien apalagi ibu nya, setiap ada msalah klien sering berdiskusi dengan ibunya untuk membantu memecahkan masalahnya.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil TD: 125/89 mmHg, Nadi: 98x/menit, Respirasi: 20x/menit, Suhu: 36,8˚C, Berat badan: 54 kg, Tinggi badan: 168 cm, bentuk kepala: meshocepal, rambut: pendek, hitam, dan bersih, mata: simetris antara kanan dan kiri, hidung: simetris, tidak ada polip, mulut: simetris, tidak ada sariawan, telinga: simetris antara kanan dan kiri, sedikit serumen, leher: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dada: dinding dada simetris kanan dan kiri, ekstremitas: kaki kanan dan kiri lengkap, tangan kanan kiri lengkap.
Dari penilaian klien dengan gangguan perilaku kekerasan dapat dinilai secara obyektif, meliputi bicara keras, bicara cepat, klien terlihat tegang, mata melotot, mata merah, pandangan tajam.
Data penunjang yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium hasilnya adalah GDS 90 mg/dl (normal < 130 mg/dl), Cholesterol 150 mg/dl (normal < 200 mg/dl), SGOT 32 U/L (normal <37 U/L), SGPT 26 U/L (normal < 42 U/L). Pada aspek medik, diagnosa medik skizofrenia paranoid, dan terapi medik yang diberikan Triheksipenidi 2 x2 mg dan Chlopramazine 1 x 100 mg.
B. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data tersebut diatas dapat ditegakkan diagnosa keperawatan antara lain diagnosa keperawatan prioritas adalah perilaku kekerasan, diagnosa keperawatan tersebut didukung dengan data subyektif klien mengatakan jika sedang bertengkar dengan keluarganya atau
ketidakcocokan saat berbicara pasien ingin memukul. Dari data obyektif terdapat data pada klien pandangan tajam dan klien tampak diam, serta nada keras saat bicara.
Dari ketiga diagnosa diatas dapat di buat pohon masalah dalam kasus ini dapat di simpulkan sebagai berikut resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sebagai akibat, resiko perilaku kekerasan sebagai care problem, Gangguan konsep diri : Harga diri rendah sebagai penyebab. Dari diagnosa tersebut dapat dijadikan prioritas diagnosa, prioritas yang pertama resiko perilaku kekerasan, gangguan konsep diri : Harga diri rendah, Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Pohon Masalah
Resiko menciderai diri Sendiri, orang Lain dan Lingkungan (Akibat)
Resiko perilaku kekerasan ( Core Problem)
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah (Etiologi) Gambar 2.1 Pohon Masalah
C. Intervensi keperawatan
Rencana keperawatan yang disusun Setelah memprioritaskan masalah keperawatan dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan. Tujuan umum : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan. Tujuan khusus 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteria evaluasi setelah 1 x
pertemuan klien menunjukkan : tanda – tanda percaya kepada perawat, wajah cerah dan tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata serta bersedia menceritakan perasaannya. Intervensi yang akan dilakukan Bina hubungan saling percaya dengan memberi salam setiap interaksi, perkenalkan nama dan nama panggilan perawat serta tujuan perawat berinteraksi, tanyakan dan panggilan nama kesukaan klien, tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi, tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi, buat kontak interaksi yang jelas, dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien.
TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya. Dengan kriteria evaluasi setelah 1 x pertemuan klien dapat menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya, menceritakan penyebab perasaan jengkel / kesal baik dari diri sendiri maupun lingkungan. Intervensi yang akan dilakukan bantu klien mengungkapkan perasaan masalahnya, motivasi klian untuk menceritakan penyebab rasa kesal, dengarkan tanpa menyela setiap ungkapan perasaan klien.
TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 1 x pertemuan klien menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan, tanda-tanda fisik mata merah, tangan mengepal, ekspresi wajah tegang, tanda emosional perasaan marah, jengkel, bicara kasar, tanda sosial bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku kekerasan. Intervensi yang akan dilakukan bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya, motivasi klien menceritakan
kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat terjadi perilaku kekerasan, motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-tanda sosial) saat perilaku kekerasan terjadi.
TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan. Dengan kriteria evaluasi setelah 1 x pertemuan klien menjelaskan jenis-jenis ekspresi kemarahan yang selama ini dilakukannya, perasaan saat melakukan kekerasan, efektifitas cara yang dipakai dalam menyelesaikan masalah. Intervensi yang akan dilakukan diskusikan dengnan klien perilaku kekerasan selama ini, motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini pernah dilakukannya, motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan terjadi, diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukan masalah yang dialami teratasi.
TUK 5 : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 1 x pertemuan klien menjelaskan akibat tindak kekerasan yang dilakukannya, diri sendiri (luka), orang lain (luka, tersinggung), lingkungan (rusak). Intervensi yang akan dilakukan diskusikan dengan klien akibat negatif cara yang dilakukan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasikan cara konstruktif mengungkapkan kemarahan. Dengan kriteria hasil setelah 1 x pertemuan klien menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan kemarahan. Intervensi yang akan dilakukan diskusikan dengan klien apakah klien mau mempelajari
cara baru untuk mengungkapkan marah yang sehat, jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan kemarahannya, jelaskan cara – cara sehat untuk mengungkapkan kemarahan, cara fisik : nafas dalam, pukul bantal, olahraga, verbal : mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal dengan orang lain, sosial : latihan asertif dengan orang lain, spiritual : sembahyang, zikir, meditasi, dan sebagainya, libatkan klien dalam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi mengontrol perilaku kekerasan sesi 2 (pukul bantal), 3 (membuat jadwal krgiatan), 4 (minum obat).
TUK 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 1 x pertemuan klien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan, fisik : tarik nafas dalam, memukul bantal / kasur, verbal : mengungkapkan perasaan kesal, jengkel pada orang lain tanpa menyakiti, spiritual : zikir / doa, meditasi, dan sebagainya sesuai dengan agamanya. Intervensi yang akan dilakukan diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien untuk memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan, latih klien memperagakan cara yang dipilih, peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih, jelaskan manfaat cara tersebut, anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan, anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah.
TUK 8 : Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 1 x pertemuan keluarga menjelaskan cara merawat klien dengan perilaku kekerasan, mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien. Intervensi yang akan dilakukan diskusikan
pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk mengatasi perilaku kekerasan, peragakan cara merawat klien, beri kesempatan pada keluarga untuk meragakan ulang, beri pujian pada keluarga, tanyakan perasaan keluarga.
TUK 9 : Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan. Dengan kriteria evaluasi setelah 1 x pertemuan klien menjelaskan manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama obat, bemtuk obat dan warna obat, dosis obat yang diberikan kepadanya, waktu pemakaian, cara pemakaian, dan efek yang dirasakan. Intervensi yang akan dilakukan jelaskan manfaat menggunakan obat dan kerugian jika tidak minum obat, jelaskan kepada klien jenis obat, nama, warna dan bentuk obat, dosis yang tepat untuk klien, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang akan dirasakan, anjurkan klien minta dan menggunakan obat tepat waktu, lapor ke perawat jika mengalami efek yang tidak biasa, beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.
D. Implementasi keperawatan
Berdasarkan rencana keperawatan yang sudah disusun pada tanggal 3-4 April 2012 dilakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan yang pertama Strategi Pelaksanaan I : bina hubungan saling percaya (BHSP) , mengidentifikasi penyebab perasaan penyebab perasaan marah, mengidentifikasi tanda dan gejala yang dirasakan, mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan, mengindentifikasi akibat perilaku kekerasan,
menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan, membantu klien mempraktekkan latihan cara mengontrol perilaku kekerasan nafas dalam, lanjut SP II (cara fisik / pukul bantal), kemudian dilanjutkan dengan SP II : mengevaluasi latihan nafas dalam, melatih cara fisik kedua pukul bantal / kasur, menganjurkan menyusun jadwal kegiatan harian.
E. Evaluasi keperawatan
Tindakan keperawatan dikatakan berhasil atau tidak dengan cara mengetahui perkembangan pada klien serta apakah masalah sudah teratasi maka perlu dilakukan evaluasi. Untuk diagnosa yang pertama SP I didapatkan data subyektif : klien mengatakan nama dan mau berjabat tangan, klien mengatakan marah jika mengalami ketidakcocokan pandapat saat berbicara, klien mengatakan jika marah dadanya berdebar – debar, klien menngatakan puas jika klien sudah memukul, klien mengatakan tidak peduli akibat yang dilakukannnya yang penting klien merasa puas, klien mengatakan mau menarik nafas dan manahannya sebentar kemudian mengeluarkan lewat mulut, klien mengatakan mau mencoba jika rasa marah timbul. Dari data obyektif : klien mau berkenalan dan berjabat tangan, klien tampak memperagakan bernafas dalam, pandangan tajam. Klien dapat mempraktekkan cara mengontrol marah dengan nafas dalam dan mampu mengungkapkan terjadinya perilaku kekerasan. Analisis : sehingga disimpulkan bahwa masalah sudah teratasi. Sehingga planning untuk klien anjurkan klien untuk mengontrol rasa marah dengan cara nafas dalam.
Sedangkan planning untuk perawat evaluasi SP I (nafas dalam) dan lanjut SP II (cara fisik 2).
Pada SP II didapatkan data subyektif : klien mengatakan telah mencoba cara mengontrol marah dengan nafas dalam jika marah muncul, klien mengatakan bersedia untuk diajari cara mengontrol marah dengan cara fisik 2 (pukul bantal dan kasur). Dari data obyektif : klien tampak tenang, klien mampu melakukan cara mengontrol marah dengan pukul bantal. Klien mau berlatih cara fisik 2 dengan cara pukul bantal / kasur. Analisis : sehingga disimpulkan masalah sudah teratasi. Sehingga planning untuk klien anjurkan klien untuk mengontrol rasa marah dengan cara fisik 2 (pukul bantal / kasur) jika timbul rasa marah. Sedangkan planning untuk perawat evaluasi SP 1 (nafas dalam) dan SP 2 (cara fisik 2).
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
Pada bab pembahasan penulis akan mencoba membahas mengenai kesenjangan
yang terdapat pada konsep dasar ( teori) dan studi kasus pada klien dengan resiko
perilaku kekerasan yang dimulai dengan membahas pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi.
A. Pembahasan
Menurut Stuart dan Laraia (dalam Keliat, 2005) pengkajian merupakan
tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri
atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien.Data yang
dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.Data
pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi,
faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan
koping yang dimiliki klien. Apabila di bandingkan dengan pengkajian pada kasus
perilaku kekerasan di ruang Maespati terdapat kesamaan, dapat diihat dari isi
pengkajian pada kasus perilaku kekerasan ini meliputi: identitas klien, alasan
masuk rumah sakit, riwayat kesehatan klien, pengkajian pola kesehatan
fungsional, pemeriksaan fisik, penilaian koping stress, pemeriksaan penunjang.
Dalam kasus ini pengkajian yang penulis lakukan di dalamnya sudah mencakup
presipitasi, penilaian terhadap stressor, pola koping stress, dan kemampuan
koping yang dimiliki klien.Hal ini disebabkan karena aspek pengkajian jiwa
tersebut sudah masuk ke dalam pola kesehatan fungsional yaitu pola koping
toleransi stress.
Pada riwayat kesehatan pada Tn. D meliputi faktor predisposisi klien
sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa dan sudah 3 kali di rawat di RSJD
Surakarta. Menurut Soerojo (2010), kekambuhan kembali mantan penderita
gangguan jiwa sebagian besar disebabkan oleh kurangnya perhatian dari
lingkungan dan bahkan keluarga sendiri tidak memberikan pengobatan sehingga
berakibat pada lambatnya proses penyembuhan. Berdasarkan pernyataan tentang
pengobatan diatas penulis melaporkan riwayat pengobatan klien kurang berhasil
dilihat dari klien yang sering kambuh karena klien tidak rutin kontrol, keluarga
klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa dan klien juga tidak pernah
melihat kekerasan fisik.Adapun faktor presipitasinya klien mengatakan saat di
rumah klien sering merasa tidak sesuai dengan apa yang dinginkannya. Faktor
presipitasi menurut Stuart dan Laria (2008), faktor pencetus dapat bersumber dari
lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Pada psikososial khususnya
genogram klien merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara dan klien tinggal
serumah dengan adik-adiknya dan kedua orang tuanya, kakek klien sudah
meninggal.
Dari pola koping toleransi stress pada saat Tn. D mengatakan masih merasa
Mekanisme koping adaptif klien adalah apabila ada masalah klien selalu sabar
dalam menghadapinya.Sedangkan maladaptif klien mengatakan apabila sedang
kesal dan marah klien ingin memukul dan mengamuk.Selama ini klien lebih
sering menggunakan koping maladaptif dalam menghadapi permasalahan.
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stresor yang dihadapi oleh
seseorang, yang ditunjukan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik
pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun
nonverbal yang bertujuan melukai orang lain secara fisik maupun psikologis
(Iyus, 2009). Teori di atas sama dengan kasus yang di angkat dilihat dari stressor yang mengakibatkan stress sehingga mengakibatkan perilaku kekerasan, sebab perilaku kekerasan itu adalah salah satu akibat dari koping toleransi stress yang tidak efektif.
Ada beberapa stressor yang dialami terakhir ini seperti sering di tolak saat
klien ingin melamar pekerjaan di perusahaan.Namun keluarga klien mendukung
sepenuhnya atas kesembuhan klien apalagi ibu nya, kadang-kadang setiap ada
masalah klien berdiskusi dengan ibunya untuk membantu memecahkan
masalahnya.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil TD: 125/89 mmHg, Nadi:
98x/menit, Respirasi: 20x/menit, Suhu: 36,8˚C, Berat badan: 54 kg, Tinggi
badan: 168 cm, bentuk kepala: meshocepal, rambut: pendek, hitam, dan bersih,
mata: simetris antara kanan dan kiri, hidung: simetris, tidak ada polip, mulut:
simetris, tidak ada sariawan, telinga: simetris antara kanan dan kiri, sedikit
kanan dan kiri, ekstermitas: kaki kanan dan kiri lengkap, tangan kanan kiri
lengkap. Dari pemeriksaan fisik pada klien dapat disimpulkan bahwa klien tidak
memiliki tanda- tanda fisik yang abnormal.
Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan yang muncul biasanya adalah
muka merah, mata melotot, mengepalkan tangan, jalan mondar-mandir bicara
keras, suara tinggi membentak dan berteriak, menyerang atau memukul benda,
menyerang orang lain, melukai diri sendiri, merusak lingkungan amuk (Iyus,
2009).Dari penilaian klien dengan gangguan perilaku kekerasan dapat dinilai
secara obyektif, meliputi bicara keras, bicara cepat, klien terlihat tegang, mata
melotot, mata merah, pandangan tajam.Bila dibandingkan dengan teori di atas
tidak ada kesenjangan antara teorri dan kasus yang di angkat penulis.
Dari pemeriksaan penunjang yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium
hasilnya adalah GDS 90 mg/dl (normal < 130 mg/dl), Cholesterol 150 mg/dl
(normal < 200 mg/dl), SGOT 32 U/L (normal <37 U/L), SGPT 26 U/L (normal <
42 U/L). Pada aspek medik, diagnosa medik skizofrenia paranoid, dan terapi
medik yang diberikan Triheksipenidi 2 x2 mg( indikasi untuk relaksasi) dan
Chlopramazine 1 x 100 mg.( indikasi untuk penenang).
Diagnosa keperawatan ialah suatu pertimbangan klinis tentang respon
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar
bagi pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi
Dalam pohon masalah dijelaskan bahwa yang menjadi core problem
adalah resiko perilaku kekerasan. Definisi resiko perilaku kekerasan adalah
keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan orang
lain, diri sendiri dan lingkungan serta penyebab dari resiko perilaku kekerasan
adalah harga diri rendah (Stuard dan Sudden, 2005). Dibandingkan dengan kasus
yang di angkat penulis ada sedikit perbedaan antara teori dan kasus yang di
angkat penulis dapat dilihat dari pohon masalah pada teori hanya ada resiko
perilaku kekerasan sebagai core problem dan harga diri rendah sebagai
etiologinya itu sedikit berbeda dengan pohon masalah pada kasus, sebab penulis
mencantumkan harga diri rendah sebagai etiologi, resiko perilaku kekerasan
sebagai core problem dan resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan sebagaiefek. Namun penulis menemukan teori Iyus. Menurut Iyus
(2005),pada pohon masalah yang menjadi core problem dari perilaku kekerasan
adalah resiko perilaku kekerasan, yang menjadi akibat adalah resiko menciderai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan, dan penyebab dari perilaku kekerasan
adalah gangguan harga diri rendah (HDR). Teori ini yang lebih padu bila di
bandingkan dengan pohon masalah yang di susun penulis.Maka dari itu penulis
lebih memilih teori dari Iyus, 2009 sebagai teori dalam panduan untuk
memadukan pohon masalah dalam kasus ini.
Pada saat dilakukan pengkajian mendapatkan data subyektif dan obyektif
menunjukkan bahwa masalah keperawatan pada Tn. D adalah resiko perilaku
pengkajian data subyektif: klien mengatakan jika sedang bertengkar dengan
keluarganya atau ketidakcocokan saat berbicara pasien ingin memukul. Dari data
obyektif: terdapat data pada klien pandangan tajam dan klien tampak diam, serta
nada keras saat bicara.
Menurut Santosa (2006),yang menjadi faktor resiko dalam diagnosa
keperawatan resiko perilaku kekerasan meliputi: ide bunuh diri, rencana bunuh
diri( kemampuan merusak diri orang lain), riwayat percobaan bunuh diri
multiple, petunjuk perilaku( menulis catatan untuk orang yang ditinggalkan),
status emosional( kemarahan, penolakan, cemas meningkat), kesehatan mental(
depresi berat, psikosis), pekerjaan( kehilangan atau kegagalan dalam
pekerjaan),status pernikahan, kesehatan fisik(penyakit kronis, terminal), konflik
interpersonal, manusia dengan tindakan seksual. Dalam hal ini pada kasus
terdapat faktor resiko yang sesuai dengan teori tersebut yaitu kemampuan
merusak diri orang lain,pekerjaan( kehilangan, kegagalan dalam pekerjaan).
Sehingga hal ini menjadi dasar penulis untuk mengangkat diagnosa resiko
perilaku kekerasan pada kasus.
Resiko perilaku kekerasan merupakan permasalahan yang dialami
seseorang yang tidak bisa merespon emosi secara adaptif sehingga akan
berpotensi untuk melakukan perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan itu sendiri
memiliki pengertian, respon terhadap stresor yang dihadapi oleh seseorang yang
yang ditunjukan dengan perilaku yang aktual yang berguna untuk mengontrol
kekerasan baik diri sendiri, lingkungan, orang lain, baik secara verbal, maupun
non verbal yang bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun
psikologis. Perasaan ingin dicintai dan mencintai adalah suatu keadaan dimana
seseorang memiliki tanggung jawab terhadap sesuatu yang menimbulkan rasa
cinta kasih serta keinginan untuk menjaga dan mempertahankannya (Hidayat,
2008). Dalam hal ini pada pasien perilaku kekerasan mencintai dan memiliki
kurang terpenuhi kebutuhan kurang terpenuhi sehingga untukselanjutnya penulis
akan menyusun perencanaan, implementasi, evaluasi untuk mengatasi core
problem yaitu resiko perilaku kekerasan diharapkan masalah resiko perilaku
kekerasan teratasi, kebutuhan mencintai dan memiliki dapat terpenuhi.
Rencana keperawatan ditulis atau dibuat setelah diagnosa
keperawatan.Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan
yang dapat mencapai tiap tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan
keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan
dan keperawatan klien dapat diatasi (Ali Z, 2002). Dalam kasus ini penulis
merencanakan 9 TUK tetapi yang terlaksana hanya TUK 1, TUK 2, TUK 3, TUK
5, TUK 6, dan TUK 7, karena ada beberapa hambatan yang pertama penulis
mengalami keterbatasan waktu sehingga tidak dapat menyelesaikan ke 9 TUK
yang di rencanakan dan yang ke dua penulis tidak dapat bertemu dengan
keluarga sehingga penulis tidak dapat berdiskusi dengan keluarga klien sebagai
Implementasi ialah tahap dimana perawat memulai kegiatan dan
melakukan tindakan – tindakan perawatan dalam mengatasi masalah klien, tugas
perawat pada saat ini adalah melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan
pada tahap pra interaksi dan melanjutkan tahap orientasi (Erlinafsiah,
2010).Penulis dapat menyelesaikan SP I dan SP II, Implementasi yang pertama
pada tanggal 03 April 2012, pada pukul 10.00 WIB. Penulis melakukan interaksi
dengan klien untuk melaksanakan SP 1 yang meliputi TUK 1: klien dapat
mengontrol perilaku kekerasan. TUK 2: Klien dapat mengidentifikasi penyebab
perilaku kekerasan yang dilakukannya. kesal TUK 3: Klien dapat
mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan. TUK 5: Klien dapat
mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. TUK 6: Klien dapat
mengidentifikasikan cara konstruktif mengungkapkan kemarahan, cara – cara
sehat untuk mengungkapkan kemarahan, cara fisik : nafas dalam. TUK 7 : Klien
dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik(
nafas dalam)
Implementasi pada hari terakhir tanggal 04 April 2012, pada pukul 10.00
WIB penulis melakukan interaksi dengan klien untuk melaksanakan SP 2 yang
masuk dalam TUK 6 Klien dapat mengidentifikasikan cara konstruktif
mengungkapkan kemarahan, cara – cara sehat untuk mengungkapkan kemarahan
dengan cara fisik cara fisik( pukul bantal/ kasur). TUK 7:Klien dapat
mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik(pukul
mengontrol marah yaitu dengan cara memukul bantal/ kasur (SP II).Dengan
memberi contoh terlebih dahulu dan memberi kesempatan klien untuk mencoba,
klien kooperatif dan penulis memberikan reinforcent positif kepada klien.
Sedangkan dalam implementasi pada kasus yang belum dapat dilaksanakan dari
intervensi di atas adalah TUK 4, 8 dan 9 yang mempunyai tujuan yaitu klien
mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan dan dapat
menggunakan obat dengan benar sesuai program pengobatan karena keterbatasan
waktu saat pengkajian sehingga penulis tidak dapat memberikan implementasi
sampai TUK 9, penulis hanya bias menylesaikan TUK 1, TUK2, TUK3, TUK5,
TUK6 , TUK 7 saja yang termasuk dalam SP 1 dan SP 2 yang dapat di selesaikan
penulis di rumah sakit jiwa daerah Surakarta.
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon
klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. (Keliat, 2005)
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai berikut: S:
Subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, O:
Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A: Analisa diatas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap muncul atau muncul masalah baru atau data – data yang
kontra indikasi dengan masalah yang ada. P: perencanaan atau tindak lanjut
berdasarkan hasil analisa pada respon klien.( Keliat, 2005). Pada evaluasi Tn. D
ketidakcocokan antara saudaranya sehingga klien ingin memukul. Secara
obyektif: Klien tampak mau berjabat tangan dan membina hubungan saling
percaya pada perawat, pasien tampak mau menyebutkan penyebab perilaku
kekerasannya muncul, pasien menjawab semua pertanyaan, ada kontak mata,
pasien mau menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan, pasien mengatakan
mau untuk diajari cara mengontrol marah dengan cara nafas dalam dan pukul
bantal dan pasien tampak mau mempraktekannya. Analisis: sehingga
disimpulkan masalah pada Tn.D sudah terpenuhi dan rencana selanjutnya
penulis menyerahkan tindak lanjut kepada perawat jaga yang berada di rumah
sakit agar melanjutkan SP III (membuat jadwal kegiatan).
B. SIMPULAN
Kesimpulan penulis setelah melakukan asuhan keperawatan pemenuhan
kebutuhan mencintai dan memiliki, dari pengkajian didapatkan data subyektif
dan data obyektif yang berfokus pada pola koping toleransi stress.Perumusan
diagnosa keperawatan pada tn. D adalah resiko perilaku kekerasan. Perencanaan
sesuai SOP (Standart Operasional Prosedur) yang telah di tetapkan ada 9 TUK
tetapi yang dapat terselesaikan penulis hanya TUK 1 sampai TUK 7, tidak dapat
diselesaikan semua karena keterbatasan waktu. Dari implementasi di atas penulis
dapat menyelesaikan 2 SP saja yaitu SP I(nafas dalam) dan SP II( pukul bantal/
cara nafas dalam dan pukul bantal/ kasur. Dari analisa pemenuhan kebutuhan
dasar mencintai dan memiliki pada kasus sudah terpenuhi.
C. SARAN
Penulis memberikan saran yang mungkin dapat diterima sebagai bahan
pertimbangan guna meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pemenuhan
kebutuhan mencintai dan memiliki pada klien dengan resiko perilaku kekerasan
berikut:
1. Bagi rumah sakit, hendaknya menyediakan dan memfasilitasi apa yang dibutuhkan oleh klien untuk penyembuhan, rumah sakit menyediakan tenaga
kesehatan yang profesional guna membantu penyembuhan pasien.
2. Bagi klien hendaknya selalu minum obat yang teratur dan bisa mengontrol marah dengan cara yang konstruktif seperti apa yang telah diajarkan oleh
perawat.
3. Bagi institusi untuk selalu memberikan motivasi dan menyediakan perpustakaan yang berguna untuk penulis sehingga dapat terselesaikan tugas
akhir karya tulis ilmiah jiwa.
4. Bagi keluarga berikan motivasi kepada klien dan kontrolkan secara rutin, belajar cara merawat klien pada anggota keluarga yang menderita gangguan
5. Bagi perawat untuk lebih profesional dalam merawat pasien dan lebih sabar dalam memberikan pelayanan guna peningkatan keadaan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Z. 2002. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press.
Erlinafsiah. 2010. Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta: CV
Trans Info Media.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Konsep Dasar Keperawatan Edisi 2. Salemba
Medika: Jakarta.
Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama: Bandung.
Julianto Saleh. 2003. Hirarki Kebutuhan Manusia. Menurut Abraham Maslow :
Aplikasi terhadap Klasifikasi Mad'u dalam Proses Dakwah. Al – Bayan, Vol
7 No 7. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/77035774.pdf jurnal. Diakses
tanggal 06 April 2012.
Keliat. 2005 . Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa (terjemahan). Jakarta EGC.
Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 – 2006 Definisi
Dan Klasifikasi. Bandung: Penerbit Prima Medika.
Stuart dan Sudden. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Townsend. M. C. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri. Penerbit Buku