27
MODEL MEMBANGUN DESA MANDIRI
Budi Harjo
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung Email: naminabudi@gmail.com
Abstrak
Desa sebagai sebuah entitas yang sampai saat ini masih mengalami ketertinggalan dalam pembangunan sudah mendapat perhatian yang besar dari berbagai kalangan, baik pemerintah itu sendiri maupun kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi. Namun membangun desa yang selama ini dilakukan dengan asumsi bahwa “uang “ adalah faktor utama pembangunan, terbukti tidak berhasil mengangkat desa menjadi lebih sejahtera, dan mandiri, sehingga perlu upaya bersama, secara simultan, dari berbagai kalangan untuk berbagi peran dalam membangun desa, tentu dengan paradigm yang lain, yaitu desa membangun, sehingga asset desa menjadi faktor utama dalam membangun desa tersebut.
Kata kunci: model, membangun, desa
MODEL OF BUILDING AN INDEPENDENT VILLAGE
Budi Harjo
Lecturer of Faculty of Social Science and Political Science Lampung University Email: naminabudi@gmail.com
Abstract
The village as an entity that until now still lagging behind in development has received great attention from various circles, both the government itself and the Non-Governmental Organization and Higher Education. But building up the village that has been done with the assumption that "money" is the main factor of development, proved unsuccessful to raise the village to be more prosperous, and independent, so it is necessary joint efforts, simultaneously, from various circles to share roles in building the village, the other paradigm, the village build, so the village asset becomes the main factor in building the village.
Keywords: model, build, village
A. Pendahuluan
Pembangunan pada prinsipnya adalah suatu proses dan usaha yang dilakukan oleh suatu masyarakat secara sistematis untuk mencapai situasi atau kondisi yang lebih baik dari saat ini. Dilaksanakannya proses pembangunan ini tidak lain karena masyarakat merasa tidak puas dengan
keadaan saat ini yang dirasa kurang ideal. Namun demikian perlu disadari bahwa pembangunan adalah sebuah proses evolusi, sehingga masyarakat yang perlu melakukannya secara bertahap sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan masalah utama yang sedang dihadapi. Masalah pembangunan yang kita hadapi
28
terutama ada pada masyarakat di pedesaan, sehingga perlu lebih khusus memperhatikan bagaimana pembangunan di desa harus dilakukan.
Perhatian terhadap pentingnya memperkuat pembangunan desa dengan strategi membangun Indonesia dari pinggiran atau dengan konsep desa membangun, adalah untuk memperkecil disparitas sosial dan ekonomi yang ada, juga untuk mengangkat harkat dan derajat masyarakat desa yang selama ini dalam kondisi yang memprihatinkan, dan masih termarginalkan. Oleh karena itu, maka kebijakan pemerintah saat ini dengan konsep membangun Indonesia dari pinggiran dan dari desa patut mendapat dukungan. Salah satu konsep membangun Indonesia dari pinggiran adalah dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa). Pada UU Desa ini, pemerintah ingin memberikan arena yang memadai, dan leluasa untuk desa dapat berkembang dengan sistem demokrasi agar ia dapat meningkatkan kesejahteraannya, sehingga terciptanya kawasan pedesaan yang mandiri, berwawasan lingkungan, selaras, serasi, dan bersinergi dengan kawasan-kawasan lain melalui pembangunan holistik dan berkelanjutan untuk mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis,
berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera.
UU Desa merupakan instrumen hukum untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan kemandirian desa. Desa di sini dijelaskan sebagai berikut, “desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, (selanjutnya disebut desa), adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” UU Desa menyebut dengan jelas tentang pengertian desa, prinsip dan tujuan pembangunan desa yang mengedepankan posisi desa dengan kewenangannya berdasar hukum.
Dari empat (4) kewenangan desa, dua diantaranya dan utama adalah Kewenangan berdasar hak asal usul dan Kewenangan lokal berskala desa. Namun sampai saat ini, kondisi desa-desa di Indonesia masih sangat memprihatinkan, hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro bahwa, di Indonesia masih terdapat 26 persen desa yang masuk
29
kategori tertinggal. Lebih dari separuhnya berada di kawasan Timur Indonesia. Indikator tertinggal adalah desa yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi, memiliki mayoritas penduduk yang miskin, belum mandiri secara ekonomi pedesaan, lingkungan hidup yang tidak terkelola dengan baik dan masih kurangnya akses terhadap pelayanan dasar. Kita ingin menaikkan kelas desa-desa ini menjadi desa-desa berkembang," . Melalui dana desa yang tengah menjadi program prioritas pemerintah, Bambang berharap desa-desa ini terus meningkat menjadi desa yang mandiri. Desa mandiri berarti desa yang memiliki sumber daya ekonomi sendiri, seperti di sektor pertanian atau sumber ekonomi lainnya sehingga taraf kemiskinan di desa relatif kecil, serta akses pelayanan dasar sudah tersedia. Karena itu, Bambang mengusulkan kepada kementerian terkait agar mengutamakan ketersediaan sanitasi dan air bersih bagi desa tertinggal. (Bambang, 2016).
Berdasarkan pada kenyataan ini, maka perlu satu upaya untuk mendorong agar desa-desa kita dapat lebih berkembang, maju dan mandiri. Jika di identifikasi permasalahan yang ada di desa, maka ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian : 1. Masalah kelembagaan desa,
2. Masalah pemberdayaan masyarakat, 3. Masalah teknologi tepat guna.
B. Pembahasan 1. Desa Mandiri
Desa Mandiri adalah suatu kondisi yang mencerminkan kemauan masyarakat desa yang kuat untuk maju, dihasilkannya produk/karya desa yang membanggakan dan kemampuan desa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Dalam istilah lain, Desa Mandiri bertumpu pada Trisakti Desa yaitu; karsa, karya, sembada. Jika Trisakti Desa dapat dicapai maka desa itu disebut sebagai Desa berdikari. Karsa, karya, sembada desa mencakup bidang ekonomi, budaya dan sosial yang bertumpu pada tiga daya yakni berkembangnya kegiatan ekonomi Desa dan antar desa, makin kuatnya sistem partisipatif desa, serta terbangunnya masyarakat di desa yang kuat secara ekonomi dan sosial-budaya serta memiliki kepedulian tinggi terhadap pembangunan serta pemberdayaan desa. (Lendy W Wibowo).
Tiga daya tersebut selaras dengan konsep yang disampaikan Prof. Ahmad Erani Yustika selaku Dirjen PPMD Kemendes PDTT pada beberapa kesempatan, bahwa membangun Desa dalam konteks UU Desa setidaknya mencakup upaya-upaya
30
untuk mengembangkan keberdayaan dan pembangunan masyarakat desa di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan. Konsep tersebut dikenal dengan istilah “Jaring
Komunitas Wira Desa, Lumbung Ekonomi Desa, dan Lingkar Budaya Desa”, dapat di lihat gambar berikut :
Jaring Wira Desa adalah upaya menumbuhkan kapasitas manusia desa yang mencerminkan sosok manusia desa yang cerdas, berkarakter dan mandiri. Jaring wira Desa menempatkan manusia sebagai aktor utama sekaligus mampu menggerakkan dinamika sosial ekonomi serta kebudayaan di Desa dengan kesadaran, pengetahuan serta ketrampilan sehingga Desa juga melestarikan keteladanan sebagai soko guru kearifan lokal.
Lumbung ekonomi desa tidak cukup hanya menyediakan basis dukungan
finansial terhadap rakyat miskin, tetapi juga mendorong usaha ekonomi desa dalam arti luas. Penciptaan kegiatan-kegiatan yang membuka akses produksi, distribusi, dan pasar (access to finance, access to production, access to distribution and access to market) bagi rakyat desa dalam pengelolaan kolektif dan individu mesti berkembang dan
berlanjut. Pembangunan dan
pemberdayaan desa diharapkan mampu melahirkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
31
adalah konsep mengenai perkuatan dan kontribusi yang disumbangkan oleh sektor ekonomi riil. Sektor ekonomi riil yang tumbuh dan berkembang dari bawah karena dukungan ekonomi rakyat di desa. Pertumbuhan ekonomi dari bawah bertumpu pada dua hal pokok yakni memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pelaku ekonomi lokal untuk memanfaatkan sumberdaya milik lokal dalam rangka kesejahteraan bersama dan memperbanyak pelaku ekonomi untuk mengurangi faktor produksi yang tidak terpakai.
Lingkar Budaya Desa mengangkat kembali nilai-nilai kolektif desa dan budaya bangsa mengenai musyawarah mufakat dan gotong royong serta nilai-nilai manusia (desa) Indonesia yang tekun, bekerja keras, sederhana, serta
punya daya tahan. Selain itu lingkar budaya desa bertumpu pada bentuk dan pola komunalisme, kearifan lokal, keswadayaan sosial, teknologi tepat guna, kelestarian lingkungan, serta ketahanan dan kedaulatan lokal, hal ini mencerminkan kolektivitas masyarakat di desa.
2. Strategi Membangun Desa Mandiri
Untuk membangun desa menuju mandiri, maka kita harus melakukan langkah-langkah strategis, yang terencana, terarah, dan terukur, sehingga memudahkan bagi kita untuk mencermati kemajuan-kemajuannya. Langkah strategis membangun Desa Mandiri dapat dilihat melalui gambar berikut :
32
Berdasarkan gambar di atas, dapat dipahami bahwa strategi untuk mewujudkan desa mandiri adalah diawali dengan terbitnya UU Desa, yang memiliki paradigma baru dengan konsep desa membangun. Konsep desa membangun berarti bahwa kekuatan untuk membangun desa bersumber pada kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Berbeda dengan konsep
membangun desa berdasarkan
pengalaman sebelumnya, bahwa membangun desa dilakukan dengan menggunakan kekuatan-kekuatan supra desa. Pengaturan tentang desa berdasarkan UU Nomor 6 tahun 2014 ini harus menjadi pemahaman semua kalangan, baik pemerintah desa, masyarakat, termasuk supra desa itu sendiri. UU Desa memiliki tujuan :
1. Memberikan pengakuan dan
penghormatan atas desa yang sudah
ada dengan keberagamannya
sebelum dan sesudah terbentuknya
Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
2. Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam
sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia demi mewujudkan
keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia;
3. Melestarikan dan memajukan adat,
tradisi, dan budaya masyarakat desa; 4. Mendorong prakarsa, gerakan, dan
partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama;
5. Membentuk pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif,
terbuka, serta bertanggung jawab; 6. Meningkatkan pelayanan publik bagi
warga masyarakat desa guna
mempercepat perwujudan
kesejahteraan umum;
7. Meningkatkan ketahanan sosial
budaya masyarakat desa guna
mewujudkan masyarakat desa yang mampu memelihara kesatuan sosial
sebagai bagian dari ketahanan
nasional;
8. Memajukan perekonomian
masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan
pembangunan nasional; dan
9. Memperkuat masyarakat desa
sebagai subjek pembangunan
Memberikan pemahaman tentang substansi UU Desa kepada seluruh pemangku kepentingan yang sudah memiliki pemahaman sebelumnya, yaitu bahwa untuk membangun desa dilakukan oleh kekuatan supra desa adalah sesuatu yang tidak mudah, karena budaya lama sudah tertanam, sementara budaya baru
33
belum tertanam. Untuk itu maka perlu upaya-upaya persuasif dengan pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif ini penting dilakukan, yaitu untuk mendorong masyarakat desa terlibat aktif dalam perumusan kebijakan pembangunan desa. Pembangunan partisipatif dilakukan sebagai upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa dengan
mengedepankan kebersamaan,
kekeluargaan, dan kegotongroyongan. “strategi ini akan mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial,”(Marwan Jakfar:2016) Membangun keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan harus dilakukan
dengan merubah paradigma
“Membangun Desa” menjadi “ Desa Membangun”. Hal ini berarti ada aset desa yang harus di gali, di kembangkan, dan menjadi energi sosial yang sangat dahsyat serta bermanfaat bagi
masyarakat, yaitu
menumbuhkembangkan budaya dan nilai-nilai sosial desa seperti kegotong royongan, kerelawanan, kesetiakawanan, keswadayaan masyarakat.
Pentingnya partisipasi ini didasarkan kepada pandangan bahwa dengan partisipasi masyarakat maka:
a) lebih banyak hasil kerja yang dicapai;
b) ada nilai dasar yang berarti bagi masyarakat karena menyangkut harga diri;
c) pelayanan dapat diberikan dengan biaya yang murah;
d) katalisator untuk program selanjutnya;
e) mendorong tanggung jawab sosial; f) menjamin kebutuhan yang dirasakan
masyarakat telah dilibatkan;
g) pekerjaan dilaksanakan dengan arah yang benar;
h) menghimpun dan memenfaatkan berbagai pengetahuan yang ada dimasyarakat perpaduan keahlian;
i) membebaskan orang dari
ketergantungan terhadap keahlian orang lain;
j) lebih menyadarkan terhadap penyebab sehingga timbul kesadaran terhadap usaha untuk mengatasinya.
Penguatan kelembagaan desa (pemerintah desa, BPD, dan kelembagaan yang ada di desa lainnya, serta kader pemberdayaan masyarakat) yaitu memberikan kapasitas dan pemahaman tentang tugas dan tanggung jawab yang melekat pada setiap kelembagaan desa melalui sosialisasi pemahaman
34
atas substansi dan tujuan UU Desa dan peraturan pelaksananya, mendorong melakukan sistem perencanaan dan penganggaran desa yang responsif, partisipatif, akuntabel, dan transparan, memberikan pemahaman tentang perencanaan, pelaksanaan dan monitoring pembangunan desa, pengelolaan keuangan desa serta pelayanan publik melalui fasilitasi, pelatihan, dan pendampingan; menyiapkan data dan informasi desa yang digunakan sebagai acuan bersama perencanaan dan pembangunan desa.
Membangun kelembagaan ekonomi desa (Bumdes) yang mandiri
dan produktif berbasis
sumberdaya/potensi unggulan desa. Produk unggulan desa adalah komoditas yang ada di desa dan diupayakan secara sistematis dan terencana yang dilakukan oleh pemangku kepentingan desa atas produk-produk yang dimiliki atau dikuasai serta telah ditentukan dan disepakati bersama berdasasrkan kriteria-kriteria tertentu (daya tarik dan daya saing), untuk dikembangkan melalui keterkaitan dengan
unsur-unsur pendukungnya dan
diintegrasikan dalam manajemen mata rantai pasokan.
Mengembangkan kerjasama desa dalam rangka mendayagunakan sumberdaya/potensi yang ada; Membangun sistem informasi desa sebagai wujud keterbukaan informasi pembangunan termasuk informasi tentang komoditas dan pasar, peluang usaha dan sebagainya.
C. Penutup
Mewujudkan desa yang mandiri adalah tujuan yang ingin dicapai, sehingga perlu upaya yang terencana, terarah dan terukur yang dilakukan secara bertahap dan sabar. Desa mandiri yang ingin diwujudkan juga harus dilakukan dengan dukungan semua pihak, dengan menempatkan kekuatan internal desa sebagai faktor utama, dan supra desa sebagai pendorong. Desa mandiri yang sejahtera pada akhirnya menjadi pilar utama bagi Negara Indonesia yang kuat, maju dan sejahtera.
Daftar Pustaka
Abe, Alexander. 2005. Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta: Pustaka Jogja Mandiri.
Adi, Isbandia Rukminto. 2001. Pemberdayaa, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
35
Arif, Syaiful. 2006. Reformasi Birokrasi dan Demokratisasi Kebijakan. Malang: Averroes Cipta.
Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Pembangunan untuk Rakyat (Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan). Jakarta: CIDEAS. Ndraha, Talizuduhu. 1987. Pembangunan
Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta: PT. Bina Aksara.
Santoso R.A. 1988. Partisipasi, Komunilasi, Persuasi, dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional. Bandung: Alumni. Wrihatnolo, Randy R, dan Nugroho,
Riant. 2006. Manajemen Pembangunan Indonesia: Sebuah Pengantar Panduan. Jakarta:
Eleks Media Komputindo