• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat PEB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat PEB"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara mendasar dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh penatalaksanaan yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih menjadi kendala dalam penanganannya.1 Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.2

Preeklampsia dikelompokkan menjadi preeklampsia berat dan ringan. Preeklampsia ringan dipandang tidak memiliki resiko bagi ibu dan janin, tetapi tidaklah lepas dari kemungkinan terjadinya berbagai masalah akibat dari preeklampsia itu sendiri. Preeklampsia berat membawa resiko bagi ibu janin yang lebih besar yang membutuhkan penanganan medicinal atau bahkan sampai pada pertimbangan untuk terminasi kehamilan.1

Berbagai keadaan dapat membawa ibu atau janin menjadi keadaan yang lebih buruk dan membahayakan keduanya. Bagi ibu sendiri dapat terjadi ablation retina, DIC, gagal ginjal, pendarahan otak, edema paru atau gagal jantung. Sehingga dalam pengawasan menjadi hal terpenting untuk diperhatikan benar terhadap keluhan dan gejala ynag mengarah kepada keadaan di atas untuk mencegah komplikasi lebih buruk.1

(2)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFENISI

Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan, bahkan setelah 24 jam post partum.3

Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia, namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, karena pada wanita hamil umum ditemukan adanya edema, terutama di tungkai, karena adanya stasis pembuluh darah.4

Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan tekanan sistolik > 30 mmHg dari nilai normal atau mencapai 140 mmHg, atau kenaikan tekanan diastolik > 15 mmHg atau mencapai 90 mmHg dapat membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.4

Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.4

Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia, namun adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh harus teteap diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami kenaikan berat badan sekitar 0.5 kg per minggu. Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu dicurigai timbulnya pre-eklampsia.4

Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia, yang ditandai dengan timbulnya kejang atau konvulsi. Eklampsia dapat menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated intravascular coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ, sehingga eklampsia dapat berakibat fatal.4

(3)

Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan

timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.5-7

2.2. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO PREEKLAMPSIA

Preeklampsia dapat di temui pada sekitar 5-10% kehamilan, terutama kehamilan pertama pada wanita berusia di atas 35 tahun. Frekuensi pre-eklampsia pada primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama pada primigravida muda. Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia > 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia.4

Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan / preeklampsia /eklampsia.4

• Usia

Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat.

Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten

• Paritas

Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.

• Ras/golongan etnik

mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di banyak Negara

• Faktor keturunan

Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko meningkat sampai + 25%

• Faktor gen

Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin.

• Diet/gizi

Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.

(4)

• Iklim / musim

Di daerah tropis insidens lebih tinggi • Tingkah laku/sosioekonomi

Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih tinggi.

Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.

• Hiperplasentosis

Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.

• Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus

• Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan pre-eklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/vaskular primer akibat diabetesnya.

• Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan pre-eklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada pre-eklampsia.

• Riwayat pre-eklampsia.

• Kehamilan pertama

• Usia lebih dari 40 tahun dan remaja

• Obesitas

• Kehamilan multiple

• Diabetes gestasional

• Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis. 4

2.3. ETIOLOGI

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”.

(5)

1. Faktor Trofoblast

Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.1

2. Faktor Imunologik

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.1

Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :

a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek imun dalam serum.

b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.

Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada Preeklampsia-Eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia-Eklampsia.2

3. Faktor Hormonal

Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.1

4. Faktor Genetik

Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:

(6)

b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.

c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar mereka.8

5. Faktor Gizi

Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.1

6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.8

2.4. PATOGENESIS / PATOFISIOLOGI PRE EKLAMPSIA

Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis.

Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.9

Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.9

(7)

Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ. 9

Fungsi organ-organ lain

Otak

Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.4

Hati

Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang berhubungan dengan beratnya penyakit.4

Ginjal

Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein (”sindroma nefrotik pada kehamilan”).4

Sirkulasi uterus , koriodsidua

Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan.

(8)

1. Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.

2. hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.

3. karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.4

2.5. GEJALA KLINIS PEB

Gejala preeklampsia adalah : 1. Hipertensi

2. Edema 3. Proteinuria

4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.2

Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut : 1. TD ≥ 160 / 110 mmHg

2. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+ 3. Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam

4. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus 5. Nyeri kepala frontal atau gangguan penglihatan 6. Nyeri epigastrium

7. Edema paru atau sianosis

8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)

9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low Platelet Counts)

10. Koma 2,9

Diagnosis preeklampsia bisa ditegakkan jika terdapat minimal gejala hipertensi dan proteinuria.4

(9)

2.6. PEMERIKSAAN FISIK

• Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC

• Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion

• Edema pada muka yang memberat

• Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg per minggu atau peningkatan berat badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.4

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya preeklampsia superimpose.

Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.

Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.4

2.8. PROGNOSIS

Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.4

2.9. KOMPLIKASI

 Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.  Hipofibrinogenemia

 Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati pada penderita pre-eklampsia.

 Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.

(10)

 Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.

 Edema paru

 Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.

 Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).  Prematuritas

 Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.

 DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai tahap eklampsia.4

2.10. DIAGNOSIS BANDING

1) Kehamilan dengan sindrom nefrotik 2) Kehamilan dengan payah jantung5 3) Hipertensi Kronis 4) Penyakit Ginjal 5) Edema Kehamilan 6) Proteinuria Kehamilan1 2.11. PENATALAKSANAAN PEB 2.11.1. Penanganan di Puskesmas

Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut:

a) Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita. b) Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).

c) Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen, cairan infus dextrose/ringer laktat.

(11)

e) Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv, dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance drops.

Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang tongue spatel.2

2.11.2. Penanganan di Rumah Sakit

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:

1.Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal.

2.Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.7

1. Perawatan Aktif

a) Indikasi

• Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek • Adanya gejala-gejala impending eklampsia

• Adanya Sindrom Hellp

• Kehamilan aterm ( > 37 minggu) • Apabila perawatan konservatif gagal.5 b) Pengobatan Medisinal

1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL dari IGD.

2) Tirah baring miring ke satu sisi.

3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam. 4) Antasida.

5) Anti kejang:

a.Sulfas Magnesikus (MgSO4) Syarat-syarat pemberian MgSO4

- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.

(12)

- Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan (-) - Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).7 Cara Pemberian:

- Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM, jika tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4 menit (1 gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM. - Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal, dosis

ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan secara intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong kanan/kiri dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.7

Penghentian MgSO4 :

Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.

Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat - Hentikan pemberian magnesium sulfat

- Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit.

- Berikan oksigen.

- Lakukan pernapasan buatan.

Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 6 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).7

(13)

b) Diazepam

Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.8

6) Diuretika

Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.7

7) Anti hipertensi

Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.

Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.7 8) Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.7

9) Lain-lain

- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata.

- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.

- Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.

(14)

- Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.7

- Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)8 c) Pengobatan obstetrik

Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :

 Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.

 Seksio sesaria bila :  Fetal assesment jelek

 Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.

 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.7

Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu : Kala I

 Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.

 Fase aktif :  Amniotomi saja

 Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).7

Kala II

Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin dengan memberikan kortikosteroid.7,8

(15)

2. Perawatan Konservatif

a)Indikasi perawatan konservatif bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.

b) Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan.

c) Pengobatan obstetri :

• Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

• MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

• Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus diterminasi.

• Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.

d) Penderita dipulangkan bila :

• Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari.

• Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).7

2. PENCEGAHAN

1) Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.

2) Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya segera apabila ditemukan.

3) Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan.4

(16)

- Istirahat/isolasi - Diet rendah garam - Dauer kateter

- D5% 1 ltr + RL 500 cc - SM 4 gr (20%, 20 cc) - SM 4gr i.m

- Diulangi 4 gr tiap 4 jam

- Diberikan selama 1 x 24 jam (36 gr)

- Kriteria PE ringan - SM hentikan - PerawatanPeringan - Monitoring ibu/ janin

terus-menerus

Tidak ada perbaikan

Terminasi Kehamilan

- Belum PE ringan - SM teruskan 24 jam Ada

Perbaikan

Tidak ada perbaikan

SKEMA PENANGANAN P.E BERAT Kehamilan ≤ 37 minggu

(17)

SKEMA PENANGANAN P.E BERAT Kehamilan > 37 minggu

Istirahat/Isolasi Diet rendah garam

Dauer kateter 4 jam SM 4 gr D5% 1 ltr + RL 500 cc

SM 4 gr (20%, 20 cc) iv Terminasi kehamilan PE berat SM 8 gr i.m

Belum inpartu Inpartu

Drip oksitosin Pelvik skor ≥5 Kala I Kala II Tak terpenuhi

Fase laten Fase aktif Amniotomi

Drip oksitosin Amniotomi Amniotomi Drip Oksitosin Drip Oksitosin 12 anak belum lahir 6 jam belum 6 jam belum lengkap

fase aktif

Seksio sesaria Seksio sesaria

(18)

BAB III

KESIMPULAN

Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah : Faktor Trofoblast, Faktor Imunologik, Faktor Gizi, Faktor Genetik, Faktor Hormonal, Peran Prostasiklin dan Tromboksan. Jumlah Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.

Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut : TD ≥ 160 / 110 mmHg, proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+, Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam, peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus, nyeri kepala frontal atau gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, edema paru atau sianosis, pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR), HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low Platelet Counts) dan Koma.

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi : (1) Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal (segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL, tirah baring miring ke satu sisi, diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam, berikan anti kejang, anti hipertensi, dll) (2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan, edisi 3, Cetakan Kelima, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999 : 281 – 300

2. Sudhaberata, Ketut. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. UPF. Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Rumah Sakit Umum Tarakan Kalimantan Timur. Di unduh dari: http://www.sidenreng.com/2008/06/penanganan-preeklampsia-berat-dan-eklampsia/. Di akses pada tanggal 18 Mei 2010.

3. Cunningham FG, Gant F.G, et all, William Manual of Obstetrics, 21st Edition Boston, McGraw Hill, 2003 : 339 - 47.

4. Anonim. Preeklampsia Berat / Eklampsia. Di unduh dari : http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/24/preeklampsia-berateklamsia/. Di akses pada tanggal 18 Mei 2010.

5. Subianto, Teguh. Prosedur Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Berat. Di unduh dari: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/07/prosedur-penatalaksanaan-pre-eklampsia.html Di akses pada tanggal 18 Mei 2010.

6. Anonim. Preeklampsia. Di unduh dari: http://www.klikdokter.com/illness/detail/24. Di akses pada tanggal 18 Mei 2010.

7. Diyoyen. Preeklampsia Berat. Di unduh dari : http://diyoyen.blog.friendster.com/2008/11/preeklampsia-berat/. Di akses pada tanggal 18 Mei 2010.

8. Anonim. Penanganan Preeklampsia Berat. Di unduh dari: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenangananPreeklampsiaBerat.pdf/10_Penanga nanPreeklampsiaBerat.html. Di akses pada tanggal 18 Mei 2010.

(20)

STATUS PASIEN

Identitas Pasien : Nama : Ny. A S Usia : 26 tahun Nama Suami : Tn. I Usia : 28 tahun

Alamat : Pematang sulur, Rt. 06

Keluhan Utama : Keluar air lendir bercampur darah sejak 5 jam yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang :

Os masuk RS Radden Mattaher pada tanggal 8 Juni 2010, jam 21.45 WIB. Os merasa hamil 9 bulan, langsung datang ke RS dengan keluhan keluar lendir bercampur darah dari kemaluannya sejak 5 jam yang lalu, air-air belum keluar. Perut mulai terasa kencang dan nyeri yang menjalar ke pinggang sejak 6 jam yang lalu. Os tidak merasa pusing. Pandangan kabur (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), PJK (-), Malaria (-)

Riwayat Obstetri :

G1 P0 A0

HPHT : 03 – 09 – 2009 TP : 10 – 06 – 2010 UK : 39 – 40 minggu

Siklus haid 30 hari, lama haid 7 hari.

Minum obat-obatan/jamu (-), Merokok (-), Minum alkohol (-), Hewan peliharaan tidak ada. Riwayat TT lengkap.

(21)

Pemeriksaan Fisik :

TD : 150/90 mmHg Suhu : 36,5 oC

Nadi : 68x/i BB : 55 Kg

RR : 22x/i TB : 150 cm

Mata : Konjungtiva anemis -/-, skelra ikterik -/-, Pupil isokor +/+, RC +/+ Leher : DBN

Paru : Vesikuler +/+, Ronkhi , wheezing -/-Jantung : Murmur , gallop

-Abdomen : membesar, striae (+), tampak linea nigra, Ekstremitas : oedema (+)

Status Obsterikus :

Leopold I : TFUt : 32 cm, presentasi bokong Leopold II : Punggung kiri

Leopold III : Presentasi kepala Leopold IV : Penurunan 3/5 DJJ : 124x/i

HIS : 1 x 10’/20” TBJ : 3100 gram

PD : Portio tipis, Ø 5-6 cm, ketuban (+), presentasi kepala, kepala HII.

Pemeriksaaan Penunjang : Laboratorium : WBC : 9,1 x 103/mm3 RBC : 4,54 x 106/mm3 Hb : 11,7 g/dl Ht : 36,1 % PLT : 248 x 103/mm3 Proteinuria : +++ (positif 3) USG : -Diagnosis :

Ibu : G1 P0 A0, aterm, inpartu kala I fase aktif dengan PEB Bayi : JTH, Intrauterin, preskep

(22)

Penatalaksana : - IVFD RL 20 gtt/i - MgSO4 40% 20 CC boka-boki - Dower cateter - nifedipin 3 x 10 mg - dopamet 3 x 250 mg - Kala II VE Prognosis :

Ibu : dubia at bonam Bayi : dubia at bonam

Follow Up :

8/6/2010 Jam 23.15. Pemberian MgSO4 dihentikan Obat oral dilanjutkan

Obs. KU & TTV

Obs. HIS, DJJ & Kemajuan persalinan

9/6/2010 Jam 01.00. Ø lengkap, parturien tampak ingin mengejan, vulva dan anus terbuka.

Jam 01.30. Tampak kepala anak crowning di vulva, pimpin persalinan

Jam 01.50. Bayi lahir spontan, segera menangis, A/S : 8/9, JK : ♀, BB : 3100 gram, PB : 47 cm, anus (+), cacat (-).

Jam 02.00. Injeksi syntocinon 1 amp IV

Placenta dilahirkan dengan peregangan tali pusat terkendali, placenta dan selaput janin lahir lengkap, kontraksi uterus baik, perdarahan ± 100 cc, perineum ruptur ok episiotomi.

Jam 02.10. Inj. Lidocain 2 amp IM Ruptur perineum dijahit. Vulva hygiene

KU : sedang, TD : 130/90 mmHg, N : 72x/i, RR : 20x/i, S : 36,5oC Perdarahan (+) DBN

(23)

10/6/2010 Jam 08.00 Os mengeluh nyeri luka bekas episiotomy

KU : sedang, TD : 120/80 mmHg, N : 80x/i, RR : 20x/i, S : 36,5oC Th/ Asuhan sayang Ibu

Obs. KU & TTV

Anjurkan ibu cukup istirahat Anjurkan ibu makan gizi seimbang

Anjurkan ibu menyusui bayi sesering mungkin. Jam 11.00. OS pulang

Referensi

Dokumen terkait

Dengan metode Direct Torque Control (DTC) menggunakan Fuzzy Logi Controller (FLC) mampu untuk mengikuti kecepatan referensi yang dinamis dengan baik serta dapat menekan

Tujuan dari pelaksanaan kerja praktek pada CV Cita Nasional antara lain untuk mengetahui gambaran umum dari kondisi perusahaan dan proses pengolahan susu dari mulai bahan baku

Jika biaya yang ditimbulkan oleh pinjaman (cost of debt – kd) lebih kecil daripada biaya modal sendiri (cost of equity), maka sumber dana yang berasal

Analisis Biaya dan Titik Impas WTP Cihideung UF

Hal ini disebabkan karena adanya perubahan densitas di wilayah dasar perairan sehingga arus bergerak dari densitas tinggi dan densitas rendah, dengan kecepatan yang

berbagai jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat, misalnya : biji- bijian, buah-buahan, nira dan lain-lain; atau yang dibuat dengan cara distilasi hasil fermentasi yang

Perlu dicatat bahwa berdasarkan pengamatan jarang ditemui suatu hasil tes minat digunakan secara eksklusif dengan mengabaikan hasil pengukuran terhadap aspek kognitif dan aspek non

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif kualitatif, melalui beberapa tahap, yaitu: reduksi, display dan verifikasi.Pada