• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN HIGH PULSED ELECTRIC FIELD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAN HIGH PULSED ELECTRIC FIELD"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI ULTRAVIOLET DAN HIGH PULSED ELECTRIC

FIELD (HPEF) TERHADAP REDUKSI Staphylococcus

aureus ATCC 25923 DAN Escherichia coli

ATCC 25922 PADA SUSU KAMBING

SKRIPSI

KASIH FEBRINA SUHERI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

RINGKASAN

Kasih Febrina Suheri. D14070116. 2012. Aplikasi Ultraviolet dan High Pulsed Electric Field (HPEF) terhadap Reduksi Staphylococcus aureus ATCC 25923

dan Escherichia coli ATCC 25922 pada Susu Kambing. Skripsi. Departemen Ilmu

Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA

Pembimbing Anggota : Ir. Budi Hariono, M.Si

Susu kambing memiliki keistimewaan karena tinggi kandungan protein dan vitamin A, memiliki jumlah laktosa yang lebih sedikit sehingga tidak menyebabkan diare, serta memiliki globula lemak susu yang lebih kecil dan seragam sehingga mudah diserap organ pencernaan. Masyarakat mempercayai bahwa susu kambing segar lebih berkhasiat bagi kesehatan, sementara hasil penelitian Taufik et al. (2008) menyatakan bahwa rendahnya kualitas mikrobiologis susu kambing segar yang beredar di pasaran.

Metode konvensional yang umum digunakan untuk menginaktivasi mikroorganisme patogen pada susu adalah metode termal. Proses termal tidak hanya membunuh mikroorganisme berbahaya, namun juga berpotensi mengakibatkan perubahan sensori seperti rasa, warna, tekstur, dan flavour dengan adanya cooked flavor (terlalu masak atau gosong), serta kehilangan sebagian kandungan nutrisi dan sifat fungsional susu. Alternatif teknologi nontermal yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan diantaranya adalah radiasi sinar ultraviolet (UV) dan High Pulsed Electric Field (HPEF). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas aplikasi kombinasi ultraviolet dan High Pulsed Electric Field dalam mereduksi bakteri patogen Gram positif Staphylococcus aureus dan Gram negatif Escherichia coli pada susu kambing, serta perubahan karakteristik fisik dan kimia yang diakibatkan oleh metode tersebut.

Penelitian ini terbagi atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi penentuan jumlah dosis UV yang optimal dengan taraf perlakuan penggunaan 1, 2, atau 3 reaktor UV berdasarkan karakteristik fisik, kimia dan reduksi TPC (Total Plate Count), dan dilanjutkan dengan penentuan frekuensi HPEF dengan taraf perlakuan frekuensi 10 Hz, 15 Hz, atau 20 Hz. Penelitian utama yaitu mengaplikasikan kombinasi dosis UV dan frekuensi HPEF terbaik untuk menginaktivasi Staphylococcus aureus atau Escherichia coli yang direkontaminasi dalam susu segar dengan populasi 105 cfu/ml. Spesifikasi dosis UV yang digunakan 2,27 kGy, sedangkan perangkat HPEF memiliki kuat medan listrik 31,67 kV/cm, kuat arus 0,11 mA, dan jarak antar elektroda 3 mm.

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk mempelajari pengaruh aplikasi kombinasi UV dan HPEF yang berbeda terhadap karakteristik fisik (berat jenis, pH, viskositas, konduktivitas, titik beku dan panas spesifik) dan kimia (kadar protein, lemak, dan laktosa) susu kambing segar, sedangkan penilaian pengaruh aplikasi UV dan HPEF terhadap kualitas mikrobiologis susu diinterpretasikan secara deskriptif. Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa penggunaaan jumlah reaktor UV maupun frekuensi HPEF yang berbeda tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap karakteristik fisik dan kimia susu kambing. Dosis UV terbaik untuk menekan pertumbuhan TPC

(3)

adalah 3 reaktor UV, dan frekuensi HPEF terbaik adalah 15 Hz. Perlakuan kombinasi radiasi sinar UV dan frekuensi HPEF mampu mereduksi Staphylococcus aureus ATCC 25923 sebesar 36,58% atau Escherichia coli ATCC 25922 sebesar 7,41%. Kata-kata kunci: susu kambing, ultraviolet, high pulsed electric field, Staphylococcus

(4)

ABSTRACT

The Application of Ultraviolet Light and High Pulsed Electric Field Method to reduce Staphylococcus aureus ATCC 25923 and

Escherichia coli ATCC 25922 in Goat Milk

Suheri, K. F., R. R. A. Maheswari, and B. Hariono

Milk is one of the important foods in human nutrition susceptible to pathogenic microorganisms, such as Staphylococcus aureus and Escherichia coli. The objective of this research was to observe the influence of combination treatment of ultraviolet (UV)-light and high pulsed electric field (HPEF) as non-thermal technologies to inactivate the pathogenic microorganisms in goat milk and to find the physical and chemical characteristics alteration out caused by both the two treatments. This research was devided into preliminary and primary section. The preliminary section was to find out the best number of UV reactor (which the factor levels were 1, 2, and 3 UV reactors) and the best frequency of HPEF (which the factor levels were 10 Hz, 15 Hz, and 20 Hz). The dose specification used of UV was 2,27 kGy, while the HPEF had electrical field strength of 31,67 kV/cm, current of 11 mA, and 3 cm distance of both electrodes. The primary treatment was to combine the best number of UV reactors and HPEF frequency to inactivate both Staphylococcus aureus ATCC 25923 and Escherichia coli ATCC 25922. The result data of physical and chemical characteristics of goat milk evaluated using complete random design through analysis of variance, while the microbe quality evaluated descriptively. The result showed that the treatment did not significantly effect the physical and chemical characteristics (P>0,05). The best number of UV reactor was 3 reactors of UV, while the best frequency of HPEF was 15 Hz. The combination treatment of UV light and HPEF could reduce Staphylococcus aureus ATCC 25923 up to 36,58%, while Escherichia coli ATCC 25922 was just 7,41%.

Keywords: ultraviolet light, high pulsed electric field, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, goat milk

(5)

APLIKASI ULTRAVIOLET DAN HIGH PULSED ELECTRIC

FIELD (HPEF) TERHADAP REDUKSI Staphylococcus

aureus ATCC 25923 DAN Escherichia coli ATCC

25922 PADA SUSU KAMBING

KASIH FEBRINA SUHERI D14070116

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(6)

Judul Skripsi : Aplikasi Ultraviolet dan High Pulsed Electric Field (HPEF) terhadap Reduksi Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922 pada Susu Kambing

Nama : Kasih Febrina Suheri

NIM : D14070116

Menyetujui,

Pembimbing Utama

(Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA) NIP. 19620504 198703 2 002

Pembimbing Anggota

(Ir. Budi Hariono, M.Si) NIP. 19660519 199202 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang dilahirkan pada tanggal 26 Februari 1989 di Tanjungbalai dari pasangan Bapak Budi Suheri dan Ibu Yuke Tiwi Budiarti. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 14 Cengkareng Timur, Jakarta Barat pada tahun 1995 yang diselesaikan pada tahun 2001 di SD Negeri 132406 (SD Negeri 5) Tanjungbalai, Sumatera Utara. Penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan pertama pada tahun 2004 di SLTP Negeri 1 Tanjungbalai dan pendidikan lanjutan menengah atas pada tahun 2007 di SMA Negeri 1 Tanjungbalai. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007 di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Penulis aktif di organisasi International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS) dan pernah menjadi anggota himpunan profesi Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (HIMAPROTER). Penulis menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak pada tahun ajaran 2010-2011 dan 2011-2012, serta Mata Kuliah Teknologi Pengolahan Susu pada tahun ajaran 2010-2011.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil’alamin, puji dan syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Aplikasi Ultraviolet dan High Pulsed Electric Field (HPEF)

terhadap Reduksi Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922 pada Susu Kambing” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat

dan salam kepada Rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabat dan semoga kepada kita sebagai umat-Nya yang istiqomah di jalan-Nya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini sebagai upaya dalam mengatasi masalah keamanan pangan susu kambing yang merupakan bahan pangan yang bergizi tinggi tetapi sangat sulit dalam penanganannya. Aplikasi metode ultraviolet (UV) dan High Pulsed Electric Field (HPEF) ini merupakan teknologi baru dalam pengolahan pangan yang sudah banyak dikembangkan di beberapa negara maju, namun masih tergolong baru di Indonesia. Metode ini sebagai alternatif metode konvensional (termal) dalam penanganan susu segar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas aplikasi kombinasi UV dan HPEF untuk menginaktivasi bakteri patogen Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada susu kambing, serta perubahan karakteristik fisik dan kimia yang diakibatkan oleh metode tersebut.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalasnya dengan yang lebih baik. Penulisan ini merupakan bentuk kepedulian terhadap masyarakat pada umumnya, serta petani-peternak dan industri rumah tangga pada khususnya, terkait penanganan susu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif pengembangan dan inovasi dalam pengolahan dan pengawetan pangan, terutama produk olahan susu.

Bogor, Maret 2012 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Susu Kambing ... 3

Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif ... 4

Bakteri Patogen ... 4

Staphylococcus aureus ... 5

Escherichia coli ... 6

High Pulsed Electric Field ... 6

Hasil Penelitian Penerapan HPEF pada Susu ... 9

Ultraviolet ... 10

MATERI DAN METODE ... 13

Lokasi dan Waktu ... 13

Materi ... 13

Bahan ... 13

Alat ... 13

Prosedur ... ... Error! Bookmark not defined. Persiapan Rangkaian Peralatan UV dan HPEF ... 13

Persiapan Bakteri Uji ... 15

Pewarnaan Gram ... 15

Penyegaran Bakteri Uji ... 16

Persiapan dan Rekontaminasi Susu Kambing ... 16

Tahapan Pengujian ... 16

Penelitian Pendahuluan ... 16

Penentuan Optimasi UV ... 16

Penentuan Jumlah Frekuensi HPEF ... 17

(10)

Aplikasi Kombinasi Jumlah Reaktor UV dan Frekuensi HPEF dalam Mereduksi Bakteri

Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 17

Aplikasi Kombinasi Jumlah Reaktor UV dan Frekuensi HPEF dalam Mereduksi Bakteri Escherichia coli ATCC 25922 ... 18

Perhitungan Jumlah Bakteri ... 18

Jumlah Lempeng Total Bakteri (Total Plate Count) ... 18

Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus ... 18

Jumlah Bakteri Escherichia coli ... 19

Analisis Karakteristik Fisik dan Kimia Susu Kambing ... 19

Pengujian Bilangan Peroksida (Metode Titrimetri) ... 20

Elektroforesis ... 20

Diagram Alir Proses Penelitian ... 22

Penelitian Pendahuluan ... 22

Penentuan Optimasi UV ... 22

Penentuan Frekuensi HPEF ... 23

Penelitian Utama ... 23

Rancangan dan Analisis Data ... 24

Peubah ... 24

Analisis Data ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Karakteristik Kultur Bakteri Uji Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922 ... 25

Bakteri Uji Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 25

Bakteri Uji Escherichia coli ATCC 25922 ... 26

Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang Berbeda terhadap Karakteristik Fisik Susu Kambing Segar ... 27

Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang Berbeda terhadap Karakteristik Kimia Susu Kambing Segar ... 30

Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang Berbeda terhadap Reduksi Lempeng Total Bakteri (TPC) pada Susu Kambing Segar ... 31

Pengaruh Aplikasi Kombinasi 3 Reaktor UV dan Frekuensi HPEF yang Berbeda terhadap Karakteristik Fisik Susu Kambing Segar ... 33

Pengaruh Aplikasi Kombinasi 3 reaktor UV dan Frekuensi HPEF yang Berbeda terhadap Karakteristik Kimia Susu Kambing Segar ... 34

Pengaruh Aplikasi Kombinasi 3 Reaktor UV dan HPEF Frekuensi yang Berbeda terhadap Reduksi Lempeng Total Bakteri (TPC) pada Susu Kambing Segar ... 34

Aplikasi Kombinasi 3 Reaktor UV dan HPEF Frekuensi 15 Hz terhadap Reduksi Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 36

Aplikasi Kombinasi 3 Reaktor UV dan HPEF Frekuensi 15 Hz terhadap Reduksi Escherichia coli ATCC 25922 ... 37

Kombinasi 3 Reaktor UV dan HPEF Frekuensi 15 Hz terhadap Rasio Reduksi Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922 ... 38

(11)

Elektroforesis ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

Kesimpulan ... 44

Saran ... 44

UCAPAN TERIMA KASIH ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Susu Kambing ... 3 2. Tingkat Kualitas Susu Kambing Segar Berdasarkan Karakteristiknya

(TAS 6006-2008) ... 4 3. Perbedaan Relatif Sifat Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif ... 4 4. Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang Berbeda terhadap

Karakteristik Fisik Susu Kambing Segar ... 27 5. Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang Berbeda terhadap

Karakteristik Kimia Susu Kambing Segar ... 30 6. Pengaruh Aplikasi Kombinasi 3 Reaktor UV dan Frekuensi HPEF

yang Berbeda terhadap Karakteristik Fisik Susu Kambing Segar ... 33 7. Pengaruh Aplikasi Kombinasi 3 Reaktor UV dan Frekuensi HPEF

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skematik Rangkaian Teknologi Pasteurisasi HPEF (Castro et al., 1993) ... 7

2. Elektroporasi Membran Sel (Barbosa-Cánovas et al., 1999) ... 8

3. Kerusakan Elektrik Sel (Barbosa-Cánovas et al., 1999) ... 8

4. Spektrum Radiasi Gelombang Elektromagnetik Cahaya UV (Tatiana et al., 2009) ... 10

5. Pengaruh Sinar Ultraviolet terhadap DNA Sel Hidup (Alcamo, 1984) ... 11

6. Struktur DNA Sebelum dan Setelah Penyerapan Energi dari Cahaya UV (Tatiana et al., 2009) ... 11

7. Rangkaian Alat HPEF (a) dan Treatment Chamber (b) ... 14

8. Bentuk Pulsa Frekuensi 10 Hz (a), 15 Hz (b), dan 20 Hz (c) ... 14

9. Kombinasi Rangkaian UV dan Peralatan HPEF ... 15

10. Diagram Alir Proses Penentuan Optimasi UV ... 22

11. Diagram Alir Proses Penentuan Frekuensi HPEF ... 23

12. Diagram Alir Aplikasi Kombinasi Metode UV dan HPEF ... 23

13. Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 25

14. Morfologi Bakteri Escherichia coli ATCC 25922 ... 26

15. Kurva Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang Berbeda terhadap Reduksi Lempeng Total Bakteri (TPC) ... 31

16. Kurva Aplikasi 3 Reaktor UV dan Frekuensi HPEF yang berbeda terhadap Reduksi Lempeng Total Bakteri (TPC) ... 35

17. Kurva Kombinasi 3 Reaktor UV dan HPEF Frekuensi 15 Hz terhadap Reduksi Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 36

18. Kurva Kombinasi 3 Reaktor UV dan HPEF Frekuensi 15 Hz terhadap Reduksi Escherichia coli ATCC 25922 ... 37

19. Kurva Kombinasi 3 Reaktor UV dan HPEF Frekuensi 15 Hz terhadap Rasio Reduksi Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922 ... 39

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang berbeda

terhadap Berat Jenis Susu Kambing Segar ... 52 2. Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor

UV yang berbeda terhadap pH Susu Kambing Segar ... 52 3. Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang berbeda

terhadap Viskositas Susu Kambing Segar ... 52 4. Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang berbeda

terhadap Konduktivitas Susu Kambing Segar ... 53 5. Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang berbeda

terhadap Titik Beku Susu Kambing Segar ... 53 6. Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang berbeda

terhadap Panas Spesifik Susu Kambing Segar ... 53 7. Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang berbeda

terhadap Kadar Berat Kering Susu Kambing Segar ... 53 8. Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang berbeda

terhadap Kadar Lemak Susu Kambing Segar ... 54 9. Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang berbeda

terhadap Kadar Protein Susu Kambing Segar ... 54 10. Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang berbeda

terhadap Kadar Laktosa Susu Kambing Segar ... 54 11. Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang berbeda

terhadap Kadar BKTL Susu Kambing Segar ... 54 12. Sidik Ragam Pengaruh Kombinasi 3 Reaktor UV dan Frekuensi HPEF

yang Berbeda terhadap Berat Jenis Susu Kambing Segar ... 55 13. Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Pengaruh Kombinasi 3 Reaktor UV

dan Frekuensi HPEF yang Berbeda terhadap pH Susu Kambing Segar ... 55 14. Sidik Ragam Pengaruh Kombinasi 3 Reaktor UV dan Frekuensi HPEF

yang Berbeda terhadap Viskositas Susu Kambing Segar ... 55 15. Sidik Ragam Pengaruh Kombinasi 3 Reaktor UV dan Frekuensi HPEF

yang Berbeda terhadap Konduktivitas Susu Kambing Segar ... 56 16. Sidik Ragam Pengaruh Kombinasi 3 Reaktor UV dan Frekuensi HPEF

yang Berbeda terhadap Titik Beku Susu Kambing Segar ... 56 17. Sidik Ragam Pengaruh Kombinasi 3 Reaktor UV dan Frekuensi HPEF

yang Berbeda terhadap Panas Spesifik Susu Kambing Segar ... 56 18. Sidik Ragam Pengaruh Kombinasi 3 Reaktor UV dan Frekuensi HPEF

(15)

xv 19. Sidik Ragam Pengaruh Kombinasi 3 Reaktor UV dan Frekuensi HPEF

yang Berbeda terhadap Kadar Lemak Susu Kambing Segar ... 57

20. Sidik Ragam Pengaruh Jumlah Kombinasi 3 Reaktor UV dan Frekeunsi HPEF yang Berbeda terhadap Kadar Protein Susu Kambing Segar ... 57

21. Sidik Ragam Pengaruh Kombinasi 3 Reaktor UV dan Frekuensi HPEF yang Berbeda terhadap Kadar Laktosa Susu Kambing Segar ... 57

22. Sidik Ragam Pengaruh Kombinasi 3 Reaktor UV dan Frekuensi HPEF yang Berbeda terhadap Kadar BKTL Susu Kambing Segar ... 57

23. Aplikasi Jumlah Reaktor UV yang Berbeda terhadap Reduksi Mikroba (TPC) Susu Kambing Segar ... 58

24. Aplikasi Kombinasi 3 Reaktor UV dan Frekuensi HPEF yang Berbeda terhadap Reduksi Mikroba (TPC) Susu Kambing Segar ... 58

25. Aplikasi Kombinasi 3 Reaktor UV dan HPEF Frekuensi 15 Hz terhadap Reduksi Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 58

26. Aplikasi Kombinasi 3 Reaktor UV dan HPEF Frekuensi 15 Hz terhadap Reduksi Escherichia coli ATCC 25922 ... 58

27. Kombinasi 3 Reaktor UV dan HPEF Frekuensi 15 Hz terhadap Rasio Reduksi Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922 ... 59

28. Gambar Hasil Uji Elektroforesis terhadap Komponen Protein Susu ... 60

29. Perhitungan Dosis UV ... 61

30. Hasil Uji Bilangan Peroksida ... 62

(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Permintaan konsumen terhadap produk peternakan terutama susu kambing semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi, pendidikan dan kesejahteraan manusia. Hal ini menyebabkan industri pengolahan pangan berbahan dasar susu semakin berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi dan permintaan tersebut.

Susu merupakan bahan pangan yang sangat mudah dicerna dan bergizi tinggi. Hal ini juga menyebabkan susu menjadi media tumbuh yang sangat baik bagi mikroorganisme, sehingga susu mudah rusak. Jenis bakteri patogen yang terdapat di dalam susu, diantaranya adalah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Bakteri ini dapat menyebabkan keracunan dan infeksi saluran pencernaan jika terkonsumsi (United State of Food and Drug Administration, 2006). Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penanganan lebih lanjut yang dapat meningkatkan daya simpan dan menjamin keamanan susu segar agar layak dikonsumsi.

Metode konvensional yang umum digunakan untuk menginaktivasi mikroorganisme patogen adalah metode termal. Proses termal tidak hanya membunuh mikroorganisme berbahaya, namun juga berpotensi mengakibatkan perubahan sensori seperti rasa, warna, tekstur, dan flavour dengan adanya cooked flavor (terlalu masak atau gosong), serta kehilangan sebagian kandungan nutrisi dan sifat fungsional susu. Hal ini mengakibatkan kualitas kesegaran pangan berkurang.

Metode alternatif yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan diantaranya adalah aplikasi penggunaan cahaya ultraviolet (UV) dan High Pulsed Electric Field (HPEF). Metode ini dapat mempertahankan kesegaran (fresh-like), kualitas nutrisi dan kualitas sensori susu segar.

Cahaya UV mempunyai spektrum panjang gelombang dengan kisaran 100-400 nm. Aplikasi UV untuk inaktivasi mikroba dilakukan pada suhu ruang (ambient) sehingga tidak menyebabkan kerusakan sensori yang signifikan (Hollingsworth, 2001). Beberapa penelitian aplikasi cahaya UV untuk menginaktivasi mikroorganisme pembusuk dan patogen di dalam produk makanan, diantaranya ialah (1) inaktivasi spora Aspergillus niger pada tepung jagung (maizena) (Jun, 2003), (2) inaktivasi Escherichia coli O157:H7 pada biji alfalfa (Sharma et al., 2003), (3)

(17)

2 inaktivasi Clostridium sporogenes pada madu (Hillegas dan Demirci, 2003), dan (4) inaktivasi Staphylococcus aureus pada susu (Krishnamurthy et al., 2004).

Metode HPEF memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan perlakuan panas pada proses pangan konvensional karena dapat meminimalisasi perubahan sensori, sifat fisik, dan kehilangan kualitas nutrisi produk pangan (Ho dan Mittal, 2000). Hal ini dikarenakan dengan metode ini bahan pangan hanya diberi kejutan listrik tegangan tinggi dengan waktu yang singkat dan temperatur proses yang relatif rendah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas HPEF dan UV dapat memberikan pengaruh yang saling bersinergi dalam menginaktivasi mikroba, sehingga akan menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi daripada yang dihasilkan oleh masing-masing metode. Ngadi et al. (2004) meneliti pengaruh kombinasi aplikasi HPEF dan UV untuk menginaktivasi E. coli dalam air minum unggas dan diperoleh pengurangan E. coli O157:H7 sebesar 6 log siklus. Upaya melakukan pengolahan susu secara nontermal, maka penelitian ini mencoba mengaplikasikan kedua teknologi tersebut pada susu untuk menginaktivasi mikroba patogen Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang umumnya terdapat di dalam susu. Metode ini diaplikasikan pada susu kambing karena terdapat beberapa kelebihan dari karakteristiknya dan susu hasil ternak ini telah umum dikonsumsi di Indonesia.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas aplikasi kombinasi ultraviolet (UV) dan High Pulsed Electric Field (HPEF) dalam mereduksi bakteri patogen Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada susu kambing, serta perubahan karakteristik fisik dan kimia yang diakibatkan oleh metode tersebut.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA Susu Kambing

Badan Standardisasi Nasional (1998) mendefinisikan susu sebagai cairan yang berasal dari ambing sehat yang bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah suatu apapun dan tidak mendapat perlakuan apapun, kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya (SNI 01-3141-1998). Susu kambing memiliki nilai nutrisi yang tinggi karena sifat metaboliknya yang unik sehingga dapat dikonsumsi manusia dengan baik. Karakteristik susu kambing berbeda dengan susu sapi, diantaranya ialah (1) warnanya lebih putih, (2) globula lemak susunya lebih kecil dan beremulsi dengan susu, (3) lemak susu kambing lebih mudah dicerna, dan (4) susu kambing mengandung vitamin dalam jumlah memadai atau berlebih, kecuali vitamin C, D, piridoksin dan asam folat (Devendra dan Burns, 1994). Komposisi kimia susu kambing dari beberapa peneliti diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Susu Kambing Lemak (%) Protein (%) Laktosa (%) Abu (%) Bahan Padat Tanpa Lemak (%) Total Bahan Padat (%) Sumber 4,50 2,90 4,10 0,80 8,70 13,20 Chandan et al. (2007) 4,10 3,60 4,70 0,80 9,10 13,20 Fox (2003) 4,21 3,75 4,76 0,82 9,33 13,54 Devandra dan Burns (1994) 4,21 3,52 4,27 0,86 8,79 13,00 Blakely dan Blade

(1991)

Devendra dan Burn (1994) menyatakan bahwa kandungan protein susu kambing jauh lebih tinggi dibandingkan dengan susu manusia dalam kaitannya dengan jumlah kalori. Energi total yang terkandung dalam susu kambing sebanyak 50% berasal dari lemak dan masing-masing 25% dari laktosa serta protein sedangkan proporsi dalam susu manusia adalah 55% dari lemak, 38% dari laktosa dan hanya 7% dari protein. Tingkat kualitas susu kambing berdasarkan Thai Agricultural Standard (2008) dapat dilihat pada Tabel 2.

(19)

4 Tabel 2. Tingkat Kualitas Susu Kambing Segar Berdasarkan Karakteristiknya

Karakteristik/ Tingkat Kualitas Premium Baik Standard Total Bakteri (cfu/ ml) < 5 x 104 5 x 104 - 105 > 105 - 2 x 105 Sel somatik (sel/ ml) < 7 x 105 7 x 105 - 106 > 106 – 1,5 x 106 Protein (%) > 3,7 > 3,4 – 3,7 3,1 – 3,4 Lemak (%) > 4 > 3,5 – 4 3,25 – 5 Bahan Kering (%) > 13 > 12 – 13 11,7 – 12

Sumber: Thai Agricultural Standard (2008)

Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif

Bakteri dibedakan atas dua kelompok berdasarkan komposisi dinding sel serta sifat pewarnaannya, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif dan Gram negatif juga berbeda dalam sensitivitasnya terhadap kerusakan mekanik/ fisik, terhadap enzim, desinfektan dan antibiotik. Beberapa perbedaan sifat-sifat bakteri Gram positif dan Gram negatif dalam sensitivitasnya terhadap perlakuan fisis dan mekanis dapat dilihat pada Tabel 3. Bakteri Gram positif lebih sensitif terhadap penisilin, tetapi lebih tahan terhadap perlakuan fisik atau enzim dibandingkan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram negatif bersifat lebih konstan terhadap reaksi pewarnaan, tetapi bakteri Gram positif sering berubah sifat pewarnaannya sehingga menunjukkan reaksi Gram variabel (Fardiaz, 1992).

Tabel 3. Perbedaan Relatif Sifat Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif

Sifat Perbedaan Relatif

Bakteri Gram Positif Bakteri Gram Negatif Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah

(1-4%)

Kandungan lipid tinggi (11-22%) Penghambatan oleh

pewarna basa

Lebih dihambat Kurang dihambat Kebutuhan nutrient Kebanyakan spesies relatif

kompleks

Relatif sederhana Ketahanan terhadap

perlakuan fisik

Lebih tahan Kurang tahan

Sumber: Fardiaz (1992)

Bakteri Patogen

United States of Food and Drug Administration (2006) mengemukakan bahwa bakteri patogen yang sudah lama dikenal sebagai penyebab utama keracunan

(20)

5 karena kemampuannya untuk berpenetrasi, bertahan hidup dan bermultiplikasi pada sel inang antara lain Salmonella sp., Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Bacillus cereus, Camphylobacter sp., Shigella sp., Clostridium botulinum dan Escherichia coli. Tingkat bahaya bakteri tersebut bergantung pada beberapa faktor antara lain lingkungan (komposisi makanan, suhu) dan faktor bakteri (galur, jenis toksin) (Stewart et al., 2003).

Mikroorganisme yang berada dalam susu merupakan faktor utama penyebab terjadinya kerusakan dalam susu. Kerusakan susu akibat aktifitas mikroorganisme dapat mengakibatkan berbagai perubahan pada penampakan, komposisi kimia, dan cita rasa bahan pangan, seperti terbentuknya lendir, endapan, kekeruhan, asam, gas, ketengikan, perombakan protein dan lemak, serta perubahan bau, rasa dan warna yang tidak disukai (Fardiaz, 1992).

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus, berdiameter 0,5-1 µm, dan diklasifikasikan ke dalam family Micrococcaceae. Bakteri ini bersifat aerobik maupun anaerobik fakultatif, nonmotil, dan tidak membentuk spora (Ray dan Bhunia, 2007). Staphylococcus aureus hidup pada pH 4,2-9,3 dan optimum pada pH 7 (Lopez dan Belloso, 2005) dengan aw pertumbuhan lebih dari

0,86 (USFDA, 2006). Suhu pertumbuhan bakteri ini berkisar antara 7-47,8 °C dan suhu optimum 35-37 °C. Enterotoksin diproduksi pada suhu antara 10-46 °C dengan suhu optimum 40-45 °C (Jay, 2000).

Staphylococcal enterotoxin (SE) merupakan agen yang menyebabkan sindrom keracunan dalam makanan baik pada manusia maupun hewan. Staphylococcus aureus dalam susu segar dan produk pangan dapat menyebabkan toxic shock syndrome sebagai akibat dari keracunan pangan (Dinges et al., 2000).

Jumlah populasi yang diperlukan oleh bakteri Staphylococcus aureus untuk dapat menghasilkan racun enterotoksin yang cukup sehingga bersifat meracuni adalah 106 cfu/g (Jay, 2000). Toksin yang dihasilkan S. aureus bersifat tahan panas. Jumlah enterotoksin yang dapat menyebabkan penyakit serius adalah apabila dikonsumsi sebanyak 1 mg/g. United States of Food and Drug Administration (2006) mengemukakan bahwa bila jumlah bakteri S. aureus telah mencapai 1,0x105 cfu/g

(21)

6 akan dihasilkan toksin sebanyak kurang dari 1 mikrogram yang sudah dapat menyebabkan gejala keracunan.

Escherichia coli

Escherichia coli termasuk dalam famili enterobakteria dan merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang, berukuran 0,5-1,0 x 1,0-3,0 µm, bersifat soliter maupun berkoloni, motil, katalase positif, dan hidup secara anaerobik fakultatif (Ray dan Bhunia, 2007). Suhu pertumbuhan E. coli di antara 2,5-45 °C dengan suhu optimum 37 °C. Bakteri ini mempunyai pH pertumbuhan 4,9-9,3 dengan pH optimum 7,0-7,5 dan nilai aw minimum untuk pertumbuhan adalah 0,935 (United

State of Food and Drug Administration, 2006). Bakteri ini sangat sensitif terhadap panas sehingga tidak aktif pada suhu pasteurisasi 70-80 °C (Fardiaz, 1992).

Habitat normal E. coli berada di saluran pencernaan dan merupakan indikator kontaminasi feses, terutama sebagai penyebab diare pada bayi (Jay, 2000). Mikroorganisme ini dapat pula ditemukan di tumbuhan, tanah dan air, saluran pencernaan hewan, produk-produk hewani dan makanan siap saji yang ditangani secara langsung (Barbosa-Cánovas et al., 1999).

Galur Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) memproduksi toksin shiga yang bila menginfeksi manusia dapat mengakibatkan hemorrhagic colitis (diare berdarah), hemolytic uremic syndrome (HUS) sampai kematian pada manusia. Enteropatogenik E. coli (EPEC) merupakan mikroba penting penyebab diare pada bayi, terutama pada tempat yang sanitasinya rendah, dan dapat menular secara langsung atau tidak langsung melalui manusia. Penularan penyakit dapat terjadi melalui makanan dan air. EPEC memiliki kemampuan untuk melakukan kontak fisik dengan sel epitel usus dan menyebabkan luka. Enterotoxigenik E. coli (ETEC) merupakan penyebab utama diare pada musafir, juga pada bayi di beberapa negara dengan sanitasi yang kurang. Patogen ini menghasilkan faktor perlawanan, labil dan stabil terhadap panas, dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan penyakit. Enteroinvasive E. coli (EIEC) diketahui menyebabkan disentri yang mirip penyakit shigellosis (Ray dan Bhunia, 2007).

High Pulsed Electric Field

Metode HPEF atau medan pulsa listrik tegangan tinggi adalah metode nontermal dalam pengawetan pangan menggunakan kuat medan listrik untuk

(22)

7 menginaktivasi mikroba dan mengakibatkan pengaruh yang minimal terhadap kualitas bahan pangan. Medan pulsa listrik dapat digunakan pada produk cair ataupun semi cair (Ramaswamy et al., 2009).

Gambar 1. menunjukkan skematik alat teknologi medan pulsa listrik tegangan tinggi (high pulsed electric field) yang terdiri atas rangkaian tahanan, kapasitor dan koil tegangan tinggi. Muatan listrik mengalir dari sumber listrik tegangan tinggi DC. Arus listrik dialirkan melalui tahanan dan selanjutnya tersimpan di kapasitor. Ketika saklar terhubung maka muatan listrik tegangan tinggi akan melewati bahan pangan yang akan diproses sehingga akan terbentuk medan listrik tegangan tinggi dengan frekuensi yang dapat diatur sesuai dengan waktu yang ditentukan pada saklar (Castro et al., 1993).

Gambar 1. Skematik Rangkaian Teknologi Pasteurisasi HPEF (Castro et al., 1993)

Mekanisme utama kematian mikroorganisme dengan sistem HPEF ini adalah ketika membran sel mengalami tekanan akibat menerima kejut medan listrik yang terus menerus, maka terjadi pembesaran pori sehingga permeabilitas membran meningkat, terjadi kebocoran isi sitoplasma dan lisis (Aronsson dan Ronner, 2001). Inaktivasi mikroorganisme dengan medan pulsa listrik dipengaruhi oleh (a) kondisi perlakuan, waktu perlakuan, kuat medan listrik, temperatur, bentuk, jumlah dan lebar pulsa, (b) jenis, konsentrasi dan tingkat pertumbuhan mikroba dan (c) media perlakuan (Barbosa-Cánovas et al., 1999). Castro et al. (1993) menyatakan inaktivasi mikroorganisme dengan medan pulsa listrik disebabkan ketidakstabilan membran sel atau elektroporasi. Elektroporasi adalah peristiwa destabilisasi membran sel karena adanya pengaruh medan pulsa tegangan listrik sesaat (Gambar 2). Destabilisasi membran sel diawali dari terjadinya peningkatan permeabilitas membran sel diikuti

Tahanan Saklar Ruang Proses Kapasitor Sumber Tegangan

(23)

8 Pecahnya membran arus air air permulaan pori medan listrik

pembengkakan lisis sel sel inaktif

dengan penggelembungan dinding sel dan akhirnya terjadi kerapuhan sel (Vega-Mercado et al., 1996).

Gambar 2. Elektroporasi Membran Sel (Barbosa-Cánovas et al., 1999)

Zimmermann (1986) mengembangkan konsep yang disebut sebagai dielectric rupture theory yang menjelaskan inaktivasi mikroba karena pengaruh medan pulsa listrik, dan kemudian menjelaskan mekanisme inaktivasi mikroba yang disebabkan oleh pengaruh medan listrik dalam teori ‘electrical breakdown’ (Gambar 3) sebagai berikut, membran sel dapat diumpamakan sebagai sebuah kapasitor yang terisi oleh larutan dielektrikum. Pada kondisi normal, beda potensial di antara celah tersebut adalah ‘V’ dengan adanya pengaruh medan listrik sebesar E maka beda potensial antara keduanya meningkat. Hal ini akan mengakibatkan ketebalan dinding sel mengecil. Kerusakan membran sel akan terjadi apabila beda potensial antara keduanya mencapai titik kritis sebesar Vc, hal ini dapat terjadi bila terdapat intervensi pengaruh medan listrik yang mencukupi sebesar E. Pada tahap ini kerusakan dinding sel masih bersifat dapat pulih, akan tetapi dengan terus bertambahnya pengaruh medan listrik maka akan menyebabkan kerusakan permanen.

Gambar 3. Kerusakan Elektrik Sel (Barbosa-Cánovas et al., 1999) sitoplasma m e d i a

(24)

9

Hasil Penelitian Penerapan HPEF pada Susu

Pothakamury et al. (1995) dalam Barbosa-Cánovas et al. (1999), melaporkan bahwa inaktivasi Escherichia coli (ATCC 11229) pada SMUF (Simulated Milk Ultraviolet) mencapai penurunan sebesar 4-5 log setelah diberi perlakuan 60 pulsa dan 16 kV/cm di dalam ruang proses dengan volume sebesar 0,1 ml. Aplikasi pulsa sebesar 20 pulsa pada tegangan 25 kV/cm dan suhu 25 °C oleh Zhang et al. (1995) dalam Barbosa-Cánovas et al. (1999) diperoleh hasil penurunan sebesar 3 log siklus dengan volume ruang proses 25 ml. Medan listrik yang semakin tinggi, dibutuhkan pulsa yang lebih sedikit untuk mencapai tingkat inaktivasi yang sama. Fernandez-Molina et al. (1999) melaporkan susu segar yang dipasteurisasi dengan medan pulsa listrik tegangan tinggi sebesar 30 kV/cm, 30 pulsa, lebar pulsa 2 μs dan suhu proses tidak lebih dari 28 °C mempunyai masa simpan 22 hari dengan kandungan total mikroba 3,6 x 10 cfu/ml dan coliform negatif.

Sobrino-López et al. (2006) melakukan percobaan terhadap susu utuh dan susu skim yang diinokulasi dengan Staphylococcus aureus. Inaktivasi maksimum sebesar 4,5 log siklus dicapai dengan menggunakan 150 pulsa, waktu 8 µs dan tegangan 35 kV/cm. Variabel jumlah pulsa, lebar pulsa, intensitas medan listrik secara signifikan mempengaruhi jumlah populasi bakteri Staphylococcus aureus yang terinaktivasi, namun kandungan lemak dalam susu tidak terpengaruh.

Dunn dan Pearlman (1987) melakukan percobaan pada susu yang diinokulasi Salmonella dan dikenai medan pulsa listrik tegangan tinggi 36,7 kV/cm dan 40 pulsa atau selama 25 menit, ternyata setelah susu disimpan 8 hari pada suhu 7-9 °C tidak terdapat Salmonella. Susu yang tidak dipasteurisasi jumlah total mikroba meningkat menjadi 107 cfu/ml dan susu yang dipasteurisasi mempunyai jumlah mikroba 4 x 102 cfu/ml. Hal ini berarti mampu mengurangi jumlah total mikroba sebesat 5 log siklus. Hasil penelitian pada susu yang diinokulasi bakteri E. coli menunjukkan adanya sedikit perubahan flavor susu tetapi tidak mengalami perubahan kualitas fisik dan kimia pada susu yang dibuat mentega. Bakteri E. coli berkurang 3 log siklus (Dunn, 1996).

Penghambatan Salmonella Typhimurium dalam susu kambing sebesar 0,61 log siklus diperoleh dengan HPEF frekuensi 15 Hz selama 120 menit, kuat arus 0,11 A, kuat medan listrik 31,67 kV dan jarak antar elektroda 3 mm (Rostini, 2010).

(25)

10 Inaktivasi TPC sebesar 0,33 log cfu/ml/jam pada suhu ruang (24-28 °C) dan 0,11 log cfu/ml/jam pada suhu dingin (4-8 °C) diperoleh dari aplikasi kuat medan listrik 0,28 kV/mm, jarak antar elektroda 3 mm dan lebar pulsa 40 µs (Stefani, 2009).

Ultraviolet

Cahaya ultraviolet adalah bagian dari spektrum elektromagnetik yang berada pada kisaran panjang gelombang 100-400 nm. Cahaya UV tidak dapat terlihat oleh mata. Spektrum radiasi gelombang elektromagnetik cahaya UV dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Spektrum Radiasi Gelombang Elektromagnetik Cahaya UV (Tatiana et al., 2009)

Mekanisme rusaknya mikroorganisme oleh cahaya UV melibatkan gangguan DNA mikroorganisme dengan mencegah transkripsi dan replikasi DNA mikroorganisme (Guerrero-Beltran dan Barbosa-Canovas, 2004). Cahaya UV merusak DNA mikroorganisme dengan membentuk dimer timin (thymine dimmers). Dimer ini mencegah mikroorganisme dari transkripsi dan replikasi DNA yang akhirnya akan menyebabkan kematian sel (Miller et al., 1999). Mekanisme perusakan DNA oleh sinar ultraviolet berdasarkan Alcamo (1984) dan Tatiana et al., (2009) secara berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

(26)

11 Gambar 5. Pengaruh Sinar Ultraviolet terhadap DNA Sel Hidup

(Alcamo, 1984)

Gambar 6. Struktur DNA Sebelum dan Setelah Penyerapan Energi dari Cahaya UV (Tatiana et al., 2009)

Mikroorganisme rentan terhadap cahaya UV pada kisaran gelombang 200-280 nm (Ray dan Bhunia, 2007). Tingkat inaktivasi mikroba tergantung pada dosis UV (perkalian antara jumlah intensitas dengan waktu paparan) yang diaplikasikan pada produk, meskipun dapat terjadi peningkatan suhu yang minimal (Bintsis et al., 2000).

Penelitian aplikasi cahaya UV untuk menginaktivasi mikroorganisme pembusuk dan patogen di dalam produk makanan telah dilakukan. (1) Inaktivasi spora Aspergillus niger pada tepung jagung (maizena). Penurunan 4,95 log10 cfu/g

Aspergillus niger dengan perlakuan jarak antara sumber UV dan produk adalah 8 cm, DNA sebelum

dikenakan UV

DNA setelah dikenakan UV

DNA yang rusak

Dimer timin Cahaya UV

(27)

12 tegangan 3800 V selama 100 detik. (Jun, 2003). (2) Inaktivasi Escherichia coli O157:H7 dalam biji alfalfa, dengan melihat kombinasi antara waktu proses dan ketebalan sinar UV. Inaktivasi total dari E. coli O157:H7 sebesar 4,80 log10 cfu/g

diperoleh dengan perlakuan tebal sinar UV 1,02 mm dan durasi 30 detik (Sharma et al., 2003). (3) Inaktivasi Clostridium sporogenes pada madu. Penurunan 87,6% Clostridium sporogenes dengan perlakuan jarak antara sumber UV dengan sampel adalah 8 cm selama 45 detik dengan kedalaman sampel 2 mm, ketika dilakukan dengan jarak dan kedalaman yang sama tetapi dengan waktu 180 detik, maka diperoleh penurunan 89,4% (Hillegas dan Demirci, 2003). (4) Inaktivasi Staphylococcus aureus pada susu. Sampel susu statis yang dikenakan UV dengan jarak 8 cm dari sumber UV, volume 30 ml dan waktu perlakuan selama 180 detik, diperoleh penurunan S. aureus sebesar 8,55 log10 cfu/g (Krishnamurthy et al., 2004).

(28)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Desember 2011 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Perah dan laboratorium Terpadu, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Materi Bahan

Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah susu kambing segar, bakteri uji yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli 25922, media Plate Count Agar (PCA), media Buffer Pepton Water (BPW), media Natrium Agar (NA), media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA), media Beird Park Agar (BPA), telurit, kuning telur (egg yolk), NaCl fisilogis 0,85%, kristal violet, iodium gram, lugol, safranin, H2O2, alkohol 70%, alkohol 95%, spirtus, aquades,

alumunium foil, plastik wrap, plastik HDPE, dan kapas.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat HPEF dengan koil sebagai pembangkit tegangan tinggi dan 3 buah UV dengan spesifikasi dosis 2,27 kGy. Dimensi chamber HPEF mempunyai lebar, tinggi dan jarak antar elektroda berturut-turut adalah 15 mm, 60 mm dan 3 mm dengan bahan stainless steel ST 316.Alat pendukung lainnya adalah milkotester, pH meter, conduktivity meter, labu separating funnel, vortex, mikroskop, spektrofotometer, inkubator, tabung ulir, tabung reaksi, botol schott, termometer, pipet tetes, labu erlenmeyer, gelas piala, pipet volumetrik, pipet mikro, penangas listrik (water bath), autoclave, bunsen, cawan petri, lemari es, tip, stick hockey, hot plate, hitter, oven, kaca objek, jarum ose, sentrifuge, tabung eppendorf, dan botol pengemas.

Prosedur Persiapan Rangkaian Peralatan UV dan HPEF

Tipe UV yang digunakan dalam penelitian ini adalah UV tipe C dengan spektrum panjang gelombang elektromagnetik 253,7 nm. Ultraviolet yang digunakan

(29)

14 sebanyak 3 buah dengan spesifikasi dosis 2,27 kGy. Reaktor UV ini disusun secara seri sesuai dengan taraf perlakuan yaitu penggunaan 1, 2, dan 3 tabung reaktor UV.

Alat HPEF menggunakan koil sebagai sumber tegangannya. Peralatan HPEF menggunakan chamber tipe kontinyu dengan dimensi treatment chamber panjang, lebar dan jarak elektrode berturut-turut 60 mm, 15 mm dan 3 mm dan terbuat dari bahan stainless steel (ST 316) tipe parallel plate dengan volume 2,7 ml. Pengukuran tegangan, frekuensi dan bentuk pulsa dilakukan dengan menggunakan osiloskop Merk Atten tipe ADS 1022 C, sedangkan pengukuran arus listrik menggunakan multimeter Merk Sanwa DMM CD 771. Hasil pengukuran terhadap kuat arus dan tegangan puncak (Vmaks) berturut-turut adalah 0.11 mA dan 9.5 kV, sehingga

menghasilkan kuat medan listrik untuk jarak elektrode 3 mm sebesar 31.67 kV/cm. Rangkaian alat HPEF dan treatment chamber dapat dilihat pada Gambar 7.

(a) (b)

Gambar 7. Rangkaian Alat HPEF (a) dan Treatment Chamber (b)

Hasil pengamatan menggunakan oscilloscope pada alat HPEF menunjukkan bentuk pulsa osilatory dengan lebar pulsa 50 µs. Bentuk pulsa dari frekuensi yang digunakan sebagai perlakuan sebesar 10, 15 dan 20 Hz dapat dilihat pada Gambar 8.

(a)

(a) (b) (c)

(30)

15 Kombinasi rangkaian UV dan peralatan HPEF yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Kombinasi Rangkaian UV dan Peralatan HPEF

Persiapan Bakteri Uji

Bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus ATCC 25923 sebagai Gram positif dan Escherichia coli ATCC 25922 sebagai Gram negatif yang diperoleh dari koleksi laboratorium THT Fakultas Peternakan IPB. Persiapan bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli meliputi pemeriksaan kemurnian bakteri dengan metode pewarnaan Gram untuk penentuan keseragaman sel dan ketiadaan kontaminan dan penyegaran bakteri yang akan digunakan untuk mendapatkan bakteri berumur 24 jam.

Pewarnaan Gram. Keseragaman koloni bakteri diperiksa dengan metode

pewarnaan Gram. Sampel bakteri dari koloni yang homogen ditumbuhkan pada media Natrium Agar selama 24 jam. Koloni yang terdapat pada natrium agar diambil 1 ose dan diolesi pada kaca objek lalu difiksasi panas. Olesan bakteri ditetesi dengan kristal violet dan didiamkan selama satu menit kemudian dibilas dengan aquades. Setelah kering, olesan bakteri ditetesi iodium Gram dan didiamkan dua menit lalu dibilas aquades dan ditiriskan. Preparat ditetesi dengan alkohol 95%, kemudian dicuci segera dengan aquades dan ditiriskan. Selanjutnya preparat ditetesi dengan safranin selama 30 detik lalu dibilas aquades. Preparat dikeringkan lalu diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Sel bakteri Staphylococcus aureus

(31)

16 yang merupakan Gram positif menghasilkan sel berwarna biru (kristal violet), sedangkan sel bakteri Escherichia coli yang merupakan Gram negatif berwarna merah (safranin).

Penyegaran Bakteri Uji. Penyegaran bakteri bertujuan untuk mendapatkan bakteri

uji dengan umur 24 jam.Sebanyak 1 ml bakteri stok yang ditumbuhkan dalam media Nutrien Broth dibiakkan ke dalam tabung berisi 9 ml media Nutrien Broth baru, kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Standardisasi populasi bakteri dilakukan dengan cara mengukur nilai optical density (OD) menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 620 nm untuk mengetahui populasi bakteri dalam setiap ml kultur.

Persiapan dan Rekontaminasi Susu Kambing

Susu kambing sebanyak 1000 ml disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 115 °C selama 3 menit. Sampel susu yang telah steril direkontaminasi dengan bakteri uji yang telah dibiakkan sebelumnya sampai populasi bakteri di dalam susu setara dengan 105 cfu/ml.

Tahapan Pengujian

Penelitian ini terbagi atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi penentuan jumlah dosis UV yang optimal. Hasil terbaik dari perlakuan ini akan diambil sebagai metode yang dilanjutkan dengan aplikasi HPEF. Penelitian pendahuluan dilanjutkan dengan penentuan jumlah frekuensi tegangan listrik yang akan diambil sebagai frekuensi yang digunakan pada penelitian utama.

Penelitian Pendahuluan

a. Penentuan Optimasi UV

Penelitian ini bertujuan untuk mencari jumlah dosis UV yang optimal dalam menekan jumlah mikroorganisme. Susu segar dialirkan di dalam tabung UV dengan taraf perlakuan 1, 2, dan 3 tabung reaktor UV yang disusun secara seri. Masing-masing hasil dari perlakuan ini diambil untuk kemudian diuji karakteristik fisik dan kimianya, serta reduksi mikroba. Karakteristik fisik dan kimia diukur dengan milkotester, pH Meter, conductivity meter, dan viscometer, sedangkan tingkat reduksi mikroba diukur dengan menghitung jumlah lempeng

(32)

17 total mikroba (Total Plate Count). Diagram alir proses penentuan optimasi UV dapat dilihat pada Gambar 10.

b. Penentuan Jumlah Frekuensi HPEF

Hasil terbaik dari perlakuan UV diambil sebagai metode yang dilanjutkan dengan aplikasi HPEF. Susu segar dialirkan ke dalam reaktor UV (dengan jumlah reaktor terbaik) yang telah dihubungkan dengan rangkaian alat HPEF dan diberi taraf perlakuan berbeda yaitu frekuensi 10 Hz, 15 Hz, dan 20 Hz. Masing-masing hasil dari perlakuan ini diambil untuk kemudian diuji karakteristik fisik dan kimianya, serta dilihat tingkat reduksi mikroba. Karakteristik fisik dan kimia diukur dengan milkotester, pH Meter, conductivity meter dan viscometer, sedangkan tingkat reduksi mikroba diukur dengan menghitung jumlah lempeng total mikroba (Total Plate Count). Diagram alir proses penentuan frekuensi HPEF dapat dilihat pada Gambar 11.

Penelitian Utama

Penelitian utama meliputi aplikasi kombinasi metode UV dan HPEF dalam menginaktivasi bakteri uji yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922 yang direkontaminasi pada susu segar yang telah disterilisasi. Hasil terbaik dari perlakuan UV dan HPEF diambil sebagai metode dalam tahap ini. Diagram alir aplikasi kombinasi metode UV dan HPEF dapat dilihat pada Gambar 12.

a. Aplikasi Kombinasi Jumlah Reaktor UV dan Frekuensi HPEF dalam Mereduksi Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Susu kambing sebanyak 1000 ml yang telah disterilisasi, kemudian direkontaminasi dengan bakteri uji Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang berumur 24 jam sampai populasi bakteri di dalam susu setara dengan 105 cfu/ml. Susu kambing yang telah direkontaminasi dengan Staphylococcus aureus dialirkan sebanyak ± 900 ml ke dalam reaktor UV (dengan jumlah reaktor terbaik) dan rangkaian alat HPEF dengan frekuensi terbaik dari hasil penelitian pendahuluan. Bagian susu yang tidak mendapatkan perlakuan UV dan HPEF dianggap sebagai sampel kontrol. Hasil dari perlakuan ini diambil untuk diuji kualitas mikrobiologisnya dan dibandingkan denagn sampel kontrol.

(33)

18

b. Aplikasi Kombinasi Jumlah Reaktor UV dan Frekuensi HPEF dalam Mereduksi Bakteri Escherichia coli ATCC 25922

Susu kambing sebanyak 1000 ml yang telah disterilisasi, kemudian direkontaminasi dengan bakteri uji Escherichia coli ATCC 25922 yang berumur 24 jam sampai populasi bakteri di dalam susu setara dengan 105 cfu/ml. Susu kambing yang telah direkontaminasi dengan Escherichia coli dialirkan sebanyak ± 900 ml ke dalam reaktor UV (dengan jumlah reaktor terbaik) dan rangkaian alat HPEF dengan frekuensi terbaik dari hasil penelitian pendahuluan. Bagian susu yang tidak mendapatkan perlakuan UV dan HPEF dianggap sebagai sampel kontrol. Hasil dari perlakuan ini diambil untuk diuji kualitas mikrobiologisnya dan dibandingkan dengan sampel kontrol.

Perhitungan Jumlah Bakteri

Jumlah Lempeng Total Bakteri (Total Plate Count) (BSN, 1998)

Sampel susu dari treatment chamber diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml BPW steril sebagai pengenceran sepersepuluh (P-1). Hasil pengenceran ini dipipet sebanyak 1 ml untuk diencerkan lagi ke dalam 9 ml BPW steril sebagai pengenceran seperseratus (P-2). Pengenceran ini dilakukan hingga P-5. Pemupukan dilakukan dari pengenceran P-3 sampai P-5 secara duplo. Sebanyak 1 ml dari masing-masing pengenceran P-5 sampai P-3 dipipet ke dalam cawan petri steril dan dipupukkan dengan media Plate Count Agar (PCA) yang bersuhu ± 37 °C sebanyak 12-15 ml. Campuran tersebut dihomogenkan dengan cara cawan petri digerakkan dengan arah membentuk angka delapan. Setelah agar memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 37+1 oC dengan posisi terbalik selama 24 jam. Analisis perhitungan jumlah bakteri menggunakan Standard Plate Count (SPC) yang mengacu pada Bacteriological Analytical Manual (BAM).

Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus (BSN, 1998)

Sampel susu dari treatment chamber diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml BPW steril sebagai pengenceran sepersepuluh (P-1). Hasil pengenceran ini dipipet sebanyak 1 ml untuk diencerkan lagi ke dalam 9 ml BPW steril sebagai pengenceran seperseratus (P-2). Pengenceran ini dilakukan hingga P-5. Pemupukan

(34)

19 dilakukan dari pengenceran P-3 sampai P-5 secara duplo. Sebanyak 1 ml dari masing-masing pengenceran P-5 sampai P-3 dipupukkan ke dalam cawan petri steril yang telah berisi media BPA - Egg Yolk Tellurite sebanyak 12-15 ml yang telah memadat. Sampel tersebut disebar menggunakan stick hockey steril. Setelah sampel mengering, cawan petri diinkubasi pada suhu 37+1 °C dengan posisi terbalik selama 24 jam. Hal yang sama dilakukan pada sampel kontrol. Analisis perhitungan jumlah bakteri menggunakan Standard Plate Count (SPC) yang mengacu pada Bacteriological Analytical Manual (BAM).

Jumlah Bakteri Escherichia coli (BSN, 1998)

Sampel susu dari treatment chamber diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml BPW steril sebagai pengenceran sepersepuluh (P-1). Hasil pengenceran ini dipipet sebanyak 1 ml untuk diencerkan lagi ke dalam 9 ml BPW steril sebagai pengenceran seperseratus (P-2). Pengenceran ini dilakukan hingga P-5. Pemupukan dilakukan dari pengenceran P-3 sampai P-5 secara duplo. Sebanyak 1 ml dari masing-masing pengenceran P-5 sampai P-3 dipipet ke dalam cawan petri steril dan dipupukkan dengan media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) yang bersuhu ± 37 oC sebanyak 12-15 ml. Campuran tersebut dihomogenkan dengan cara cawan petri digerakkan dengan arah membentuk angka delapan. Setelah agar memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 37+1 °C dengan posisi terbalik selama 24 jam. Hal yang sama dilakukan pada sampel kontrol. Analisis perhitungan jumlah bakteri menggunakan Standard Plate Count (SPC) yang mengacu pada Bacteriological Analytical Manual (BAM).

Analisis Karakteristik Fisik dan Kimia Susu Kambing

Karakteristik fisik dan kimia susu dianalisis secara kuantitatif menggunakan pH meter, conductivity meter, viscometer, dan milkotester dengan parameter pengamatan meliputi berat jenis, titik beku, kadar protein, kadar lemak dan kadar laktosa. Pengujian juga dilakukan terhadap bilangan peroksida dan perubahan komponen protein menggunakan metode elektroforesis. Analisis karakteristik fisik dan kimia ini dilakukan pada sampel susu segar sebelum dan setelah diberikan aplikasi UV, serta kombinasi UV dan HPEF. Hasil analisis mengacu pada Thai Agricultural Standard TAS 6006-2008.

(35)

20

Pengujian Bilangan Peroksida (Metode Titrimetri) (BSN, 1998)

Susu yang akan diukur bilangan peroksidanya, lemaknya terlebih dahulu diekstraksi menggunakan pelarut heksana. Susu dimaserasi dengan heksana selama 24 jam. Filtrat yang ada ditampung dan dipekatkan dengan rotary evaporator. Residu dimaserasi lagi sampai fltrat yang tertampung berwarna jernih. Ekstrak pekat yang diperoleh dikumpulkan dan ditimbang untuk mengetahui rendemen ekstrak.

Ekstrak lemak susu sebanyak 3-5 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml. Campuran larutan dari 20 ml asam asetat glasial, 25 ml metanol 95% dan 55 ml kloroform ditambahkan sebanyak 30 ml, kemudian ditambahkan 1 g kristal kalium iodida, larutan dihomogenkan dengan cara digoyang dan disimpan ditempat gelap selama 30 menit. Air suling bebas CO2 (aquades) ditambahkan sebanyak 50 ml,

dihomogenkan kembali, kemudian dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,02 N. Larutan kanji yang digunakan sebagai indikator ditambahkan ketika warna kuning larutan hampir hilang dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru menghilang. Jumlah (ml) larutan natrium tiosulfat yang terpakai untuk menitar dicatat. Titrasi juga dilakukan terhadap blanko. Nilai peroksida yang terdapat di dalam sampel dihitung dengan rumus:

( )

( )

Keterangan:

V1 = volume natrium tiosulfat untuk titrasi sampel (ml) V0 = volume natrium tiosulfat untuk titrasi blanko (ml) T = normaslitas natrium tiosulfat (N)

m = bobot sampel (g)

Elektroforesis

Metode elektroforesis yang digunakan mengacu pada metode Laemmli (1970). Tahapan proses terbagi atas pembuatan gel dan pewarnaan.

a. Pembuatan gel.

Pembuatan gel diawali dengan pembuatan larutan stok SDS-PAGE. Larutan A yaitu larutan stok akrilamid yang terdiri dari 75 g akrilamid 30% w/v, 2 g bis dan 250 ml H2O. Larutan A ini ditaruh di botol gelap dan

(36)

21 Amonium Peroksodisulfat (APS) sebanyak 1 g yang dilarutkan dalam 10 ml H2O. Pembuatan buffer reservoir yang terdiri dari 28,8 g glisin 0,192 M, 6 g

tris buffer 0,025 M, lalu ditambahkan HCl hingga dicapai pH 8,3, kemudian ditambahkan 2 g SDS 0,1% w/v, dan ditepatkan volumenya hingga 2 liter. Pembuatan larutan B yaitu stok buffer gel pemisah yang terdiri dari 1 g SDS dan 45,5 g tris buffer 1,4 M, kedua campuran ini dilarutkan dan dtepatkan pHnya hingga 8,8 menggunakan HCl, dan ditambahkan aquades hingga volumenya 250 ml. Stok buffer gel pengumpul yang digunakan terdiri dari 15,1 g tris bufer 1,4 M dan dilarutkan dengan HCl hingga pH 6,8, kemudian ditambahkan 1 g SDS dan ditepatkan volumenya hingga 250 ml.

Persiapan dilanjutkan dengan pembuatan stok (double strength) buffer sampel yang terdiri dari 2 ml mercapto, 4 ml gliserol, 0,3 g tris buffer, 2 ml Bromfenol Blue (0,1% w/v dalam air), kemudian campuran ini dilarutkan dengan aquades pada volume kurang dari 20 ml, ditambahkan HCl hingga pH menjadi 6,8, kemudian ditambahkan 0,92 g SDS dan ditepatkan volumenya hingga 20 ml. Gel dibuat dengan cara mengombinasikan larutan stok yang telah dibuat sebelumnya. Kombinasi larutan dalam pembuatan gel meliputi 6,25 ml larutan stok akrilamid, 4,1 ml buffer gel pemisah, 4,4 ml aquades, 0,15 ml SDS 10% (w/v), 10 ml APS 10% (w/v) dan 25 ml TEMED.

b. Pewarnaan

Larutan pewarna yang digunakan adalah pewarna perak (silver staining). Bahan pembuat pewarna perak ini terdiri dari larutan fiksasi (fixation solution), larutan pencuci (washing solution), larutan pemeka (sensitizing solution) untuk membuat lebih sensitif, larutan pewarna (staining solution) dan larutan pengembang (developing solution) untuk memunculkan pita protein. Larutan fiksasi terdiri dari 125 ml metanol 50%, 30 ml asam asetat 12%, 0,125 ml formalin 0,05%, dan dilarutkan dengan 95 ml aquabides, kemudian disimpan pada suhu ruang. Larutan pencuci terdiri dari 100 ml etanol 20% dan 400 ml aquabides, disimpan pada suhu ruang. Larutan pemeka (sensitizing solution) yang digunakan adalah 0,05 g Na2S2O3 yang

dilarutkan dalam 250 ml aquabides, disimpan pada suhu ruang. Larutan pewarna terdiri dari 0,1 g AgNO3 dilarutkan dengan 50 ml aquabides dan

(37)

22 ditambahkan 38 ml formalin, kemudian disimpan pada suhu 4 °C. Larutan pengembang terdiri dari 3 g Na2CO3, 25 ml formalin, 1 ml Na2S2O3 dan

dilarutkan dalam 50 ml aquabides. Khusus untuk larutan pewarna dan larutan pengembang harus dalam keadaan segar.

Pembuatan gel yang telah selesai dilakukan, dilanjutkan dengan pewarnaan (staining). Gel direndam dalam larutan fiksasi selama 2 jam sambil diagitasi pelan-pelan dan didiamkan sampai semalam. Gel kemudian dicuci dengan larutan pencuci (washing solution) selama 20 menit tanpa diagitasi, pencucian ini diulang hingga 3 kali. Gel dibilas dengan aquabides selama 10 detik, lalu direndam dalam larutan pemeka (sensitizing solution) selama 1 menit, dan dibilas kembali dengan aquabides sampai tiga kali dengan masing-masing selama 20 detik. Gel direndam dalam AgNO3 0,1%

dan diinkubasi di dalam refrigerator selama 20 menit. Gel dicuci kembali dengan aquabides selama 20 detik dan diulang 2 kali. Gel dipindahkan ke wadah lain dan dicuci kembali dengan aquabides selama 10 detik. Gel direndam dalam larutan pengembang (developing solution) hingga pewarnaan cukup. Gel diangkat dan didiamkan selama 5 menit, kemudian dicuci kembali dengan aquabides. Hasil dari gel yang telah selesai mendapatkan perlakuan pewarnaan kemudian discanning.

Diagram Alir Proses Penelitian Penelitian Pendahuluan

a. Penentuan Optimasi UV

Gambar 10. Diagram Alir Proses Penentuan Optimasi UV Susu kambing

segar

Diberi perlakuan ultraviolet dengan taraf perlakuan 1, 2, dan 3 tabung reaktor UV

Diuji karakteristik fisik dan kimia, serta kualitas mikrobiologinya (jumlah lempeng total mikroba)

Diuji karakteristik fisik dan kimia, serta kualitas mikrobiologinya (jumlah lempeng total mikroba)

Hasil yang terbaik diambil untuk dikombinasikan dengan metode HPEF

(38)

23

b. Penentuan Frekuensi HPEF

Gambar 11. Diagram Alir Proses Penentuan Frekuensi HPEF

Penelitian Utama

Gambar 12. Diagram Alir Aplikasi Kombinasi Metode UV dan HPEF Susu kambing

segar

Diberi perlakuan ultraviolet (berdasarkan hasil dari penelitian sebelumnya)

Diuji karakteristik fisik dan kimia, serta kualitas mikrobiologinya (jumlah lempeng total mikroba)

Diuji karakteristik fisik dan kimia, serta kualitas mikrobiologinya (jumlah lempeng total mikroba) Diberi perlakuan HPEF dengan

taraf frekuensi 10, 15 dan 20 Hz

Hasil yang terbaik diambil sebagai metode dalam penelitian utama

Susu kambing segar

Direkontaminasi dengan bakteri uji Staphylococcus aureus hingga populasi 105 cfu/ml susu

Disterilisasi menggunakan autoclave (115 °C selama 3 menit)

Direkontaminasi dengan bakteri uji Escherichia coli hingga

populasi 105cfu/ml susu

Diberi perlakuan UV (berdasarkan hasil dari penelitian sebelumnya)

Diberi perlakuan HPEF (berdasarkan hasil dari penelitian sebelumnya)

Diuji mikrobiologis

Diberi perlakuan UV (berdasarkan hasil dari penelitian sebelumnya)

Diberi perlakuan HPEF (berdasarkan hasil dari penelitian sebelumnya)

(39)

24

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk melihat pengaruh dari aplikasi jumlah reaktor UV yang berbeda dan frekuensi HPEF yang berbeda terhadap karakteristik fisik dan kimia susu kambing, sedangkan penilaian pengaruh aplikasi UV dan HPEF terhadap kualitas mikroorganisme dilakukan secara deskriptif. Adapun model matematika rancangan ini menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) sebagai berikut:

Yij = μ + δi + εij

Keterangan :

Yij = nilai hasil pengamatan dari taraf perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = nilai rataan umum dari pengamatan

δi = pengaruh perlakuan taraf ke-i

εij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

Peubah

Peubah yang diamati adalah karakteristik fisik susu (berat jenis, pH, viskositas, konduktivitas, titik beku, panas spesifik) dan kimia susu (kadar berat kering, protein, lemak, laktosa, dan BKTL)

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA), sedangkan apabila tidak memenuhi uji asumsi maka dianalisis dengan Kruskal Wallis. Jika pada hasil sidik ragam didapatkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap peubah yang diukur maka dilanjutkan dengan uji Tukey untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan tersebut (Steel dan Torrie, 1995).

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kultur Bakteri Uji Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan

Escherichia coli ATCC 25922

Bakteri Uji Staphylococcus aureus ATCC 25923

Pemeriksaan kemurnian kultur bakteri uji sangat penting dilakukan untuk mendapatkan bakteri uji yang seragam dan tidak terkontaminasi. Hasil pengamatan mikroskopik terhadap preparat bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 melalui pewarnaan Gram dapat dilihat pada Gambar 13. Karakteristik bakteri uji ini sesuai dengan Ray dan Bhunia (2007) yaitu menunjukkan bentuk sel bulat yang seragam dengan susunan tunggal, berpasangan maupun membentuk kumpulan yang tidak beraturan seperti buah anggur. Bakteri Staphylococcus aureus berukuran 0,5-1 µm, bersifat anaerobik fakultatif, tidak bergerak, tidak berkapsul dan tidak membentuk spora. S. aureus tergolong mesofil karena dapat hidup pada suhu 7-48 °C dan memproduksi enterotoksin secara optimum pada suhu 37-40 °C.

Gambar 13. Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Staphylococcus aureus tergolong bakteri Gram positif karena menghasilkan warna biru ketika dilakukan pewarnaan Gram. Fardiaz (1992) mengemukakan bahwa bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang sebagian besar terdiri dari lapisan peptidoglikan (90%) dan lapisan lainnya adalah asam teikoat, sehingga ketika dilakukan uji pewarnaan Gram, lapisan peptidoglikan yang tebal ini dapat mempertahankan kompleks zat warna basa kristal violet dan larutan Iodium (Lugol) saat pencucian preparat sel dengan alkohol. Asam teikoat dalam dinding sel yang bermuatan negatif akan bereaksi dengan alkohol sehingga menyebabkan dehidrasi

Gambar

Gambar 1. menunjukkan skematik alat teknologi medan pulsa listrik tegangan  tinggi (high pulsed electric field)  yang terdiri  atas rangkaian tahanan,  kapasitor  dan   koil tegangan tinggi
Gambar 2.  Elektroporasi Membran Sel
Gambar 4.  Spektrum Radiasi Gelombang Elektromagnetik Cahaya UV
Gambar 6.  Struktur DNA Sebelum dan Setelah Penyerapan Energi dari Cahaya UV
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi hasil pemeriksaan uji serologi IgM IgG Anti Salmonella pada serum pasien demam tifoid di Puskesmas Godean II Yogyakarta serta

memerlukan pihak orang lain untuk membuatkannya, dalam hal seperti itu dapat dilakukan melalui jual beli istishna’ yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan, pembuatan

Memberi implikasi bahwa pembelajaran matematika melalui pendekatan realistik dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa, maka akan berpengaruh positif pada guru

INSIDEN INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN HITUNG LEUKOSIT PADA WANITA HAMIL TRIMESTER III PERIODE SEPTEMBER-OKTOBER 2015 DI RUMAH SAKIT

iz 2014, rezultati ovoga istraživanja pokazuju da na smanjenje broja pušača najma- nje utječe ograničavanje oglašavanja i reklamiranja duhan- skih proizvoda te se znatno

Lembaga atau organisasi yang bekerjasama dalam praktek assessment antara lain, Dinas Sosial, Psikolog, Psikiater dan juga keterlibatan Pemerintah Pusat seperti,

Latar Belakang: Anemia merupakan salah satu manifestasi klinik penyakit keganasan dengan prevalensi yang cukup sering pada kanker kolorektal.Anemia pada pasien

engklek pada materi sistem pencernaan makanan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian One Shot Case Study. Langkah-langkah pengembangan media yang digunakan dalam