• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

Dalam studi analisis isi, beberapa konsep atau pemahaman akademik mengenai media massa cetak dapat dijelaskan sebagai berikut:

Media massa cetak merupakan salah satu media penyampai informasi yang kini menyebar hampir di seluruh penjuru Indonesia bahkan dunia. Surat kabar misalnya. Informasi yang terdapat dalam surat kabar sifatnya tetap dan dapat dibaca berulang-ulang. Hal ini tentu berbeda dengan informasi yang disajikan di media elektronik seperti radio dan televisi yang terikat dengan waktu. Informasi tersebut nyatanya hanya dapat dinikmati beberapa saat dan tidak dapat diperoleh kembali dalam jangka waktu yang lama.

Media massa cetak dapat berupa surat kabar, majalah, tabloid, poster, buletin, dan sebagainya. Untuk surat kabar yang menjadi objek penelitian ini, terbentuk dari faktor verbal dan visual.22

22

Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hlm. 5

Faktor verbal dalam surat kabar dimaksudkan sebagai kemampuan sebuah surat kabar dalam pemilihan serta penyusunan kata dan kalimat yang membentuk sebuah paragraf yang efektif. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor visual adalah penyusunan tata letak dan perwajahan surat kabar. Namun yang terpenting dari sebuah surat kabar adalah materi atau isi yaitu pemberitaan yang dimuat dalam surat kabar tersebut. Dalam perspektif jurnalistik, setiap informasi yang disajikan kepada khalayak harus mengandung unsur kebenaran dan sesuai dengan fakta yang ada (faktual), jelas dan juga akurat.

(2)

Dalam konteks jurnalistik, ada tiga produk jurnalistik yang terdapat dalam isi surat kabar.23

Berita (news)

Produk jurnalistik tersebut adalah berita (news), pandangan, ulasan, komentar (opinion), dan iklan atau perkenalan yang bersifat propaganda (advertisement).

Menurut Michael V. Charnley, berita adalah laporan tercepat mengenai fakta dan opini yang menarik atau penting, atau kedua-duanya bagi sejumlah besar orang.24

4. Interpretative news (penjelasan berita) adalah bentuk berita yang penyajiannya merupakan gabungan antara fakta dan interpretasi. Dalam penulisannya, boleh Dengan adanya pemberitaan, masyarakat kemudian akan mengetahui segala informasi yang sedang terjadi di seluruh aspek kehidupannya. Hal inilah yang mengharuskan berita-berita yang disajikan tiap-tiap institusi media harus berdasarkan fakta yang terjadi dan harus disampaikan secara objektif tanpa melibatkan pendapat pribadi penulis berita.

Adapun pengklasifikasian berita menurut jenisnya terdiri atas lima hal, yakni:

1. Straight news (berita langsung) adalah laporan langsung mengenai suatu peristiwa. Biasanya, berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari 5W+1H (what, who, when, where, why dan how).

2. Depth news (pengembangan berita) merupakan kelanjutan atau pengembangan dari adanya sebuah berita yang masih belum selesai pengungkapannya dan bisa dilanjutkan kembali.

3. Investigative news (penggalian berita) merupakan laporan yang berisikan atau memusatkan pada sejumlah masalah dan bersifat kontroversi. Dalam laporan investigasi, para wartawan melakukan penyelidikan untuk memperoleh fakta yang tersembunyi demi mengungkapkan kebenaran.

23

Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm.46

24

(3)

dimasukkan uraian, komentar dan sebagainya yang ada kaitannya dengan data yang diperoleh dari suatu peristiwa atau kejadian yang dilihatnya.

5. Feature (karangan khas) adalah bagian dari penyajian berita yang cara menulisnya dapat mengabaikan pegangan utama dalam penulisan berita; atau penyajian berita yang berbentuk human interest (ketertarikan manusiawi).

Berita-berita yang telah siap untuk disajikan ke hadapan para pembaca dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya. Bila berita tersebut dianggap sangat layak diletakkan di halaman depan surat kabar, maka berita itu disebut berita utama (headline).

Biasanya berita yang menjadi headline sebuah surat kabar dibuat dengan menggunakan huruf relatif lebih besar dengan judul yang dapat menarik perhatian para pembaca. Sedangkan berita yang ditampilkan mendampingi berita utama sehingga tampak semarak berita yang ada pada halaman depan disebut sebagai berita non-utama. Namun, bukan berarti berita tersebut tidak penting tetapi mungkin tidak hangat di masyarakat.

Berita yang menjadi headline merupakan isu utama dalam sebuah surat kabar. Isu berita headline merupakan berita yang aktual, penting, menarik perhatian masyarakat dan sedang hangat di tengah masyarakat.

Memang, setiap peristiwa yang dianggap dapat menarik minat pembaca, selalu dijadikan headline atau diletakkan pada halaman depan surat kabar. Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa umumnya pembaca ketika akan membaca atau membeli sebuah surat kabar, yang pertama dilihatnya adalah headline berita pada hari itu atau berita-berita yang ada di halaman depannya.

Contoh aktualnya bisa kita lihat pada agresi yang dilakukan Israel pada 27 Desember 2008 lalu di Jalur Gaza. Hampir seluruh surat kabar di dunia, termasuk Indonesia, menempatkan peristiwa tersebut beserta dampak ikutannya sebagai headline surat kabarnya.

(4)

Tak tanggung-tanggung, SKH Kompas misalnya, sebagai salah satu surat kabar nasional, menempatkan peristiwa tersebut sebagai headline untuk edisi sepekan berturut-turut. Sebut saja misalnya judul-judul seperti “Israel Bom Gaza, 155 Tewas” (28/12/2008); “Israel Dikecam Keras” (30/12/2008); ataupun “Israel Masih Gempur Gaza” (31/12/2008).

Tak hanya surat kabar nasional yang terbit di ibukota. Berbagai surat kabar nasional yang diterbitkan di daerah pun menempatkan agresi Israel sebagai headline, mengalahkan isu-isu lokal atau isu nasional yang terjadi selama rentang waktu tiga minggu sejak Israel menyerang Gaza. SKH Waspada misalnya, surat kabar harian yang terbit di Kota Medan ini bahkan mengangkat peristiwa seputar penyerangan Israel ke Jalur Gaza ini sebagai headline selama dua pekan, dengan judul-judul yang cukup sensasional: “Israel Membabibuta” (29/12/2008); “SBY Desak DK PBB: Keluarkan Resolusi Terhadap Israel” (30/12/2008); “Dubes Palestina Imbau Tak Kirim Mujahid Ke Jalur Gaza” (31/12/2008).

Penyajian sebuah isu dalam pemberitaan di media seperti surat kabar dipengaruhi visi dan misi institusi media yang bersangkutan serta segmentasi pembaca dari institusi media tersebut. Budiman yang dikutip Sobur, mengungkapkan bahwa di balik pesan-pesan yang disalurkan lewat media niscaya tersembunyi berbagai mitos yang mengandung muatan ideologis yang berpihak kepada kepentingan mereka.25

25

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan

Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm. 37.

Memang pada kenyataannya tiap-tiap institusi media seringkali memiliki kepentingan sendiri-sendiri dalam menempatkan dan menonjolkan isu-isu tertentu. Keberadaan faktor kepentingan oleh institusi media juga dapat dilihat dengan ada tidaknya penggunaan kekerasan simbolik dalam pemberitaannya. Kekerasan simbolik yakni manipulasi fakta melalui bahasa atau wacana dalam sebuah pemberitaan demi mempertahankan pengaruhnya dan menaklukkan kemampuan berpikir kritis masyarakat.

(5)

Kekerasan simbolik ini dapat dilakukan dengan cara disfemisme, eufemisme, stigmatisasi/ labelisasi, jargon, metafora dan sebagainya. Disfemisme merupakan pengasaran atau pengerasan fakta melalui kata, istilah, atau kalimat sehingga maknanya berbeda dari sesungguhnya. Eufemisme adalah penggunaan kata, istilah, atau kalimat bermakna menghaluskan fakta. Stigmatisasi/ labelisasi adalah pemberian label atau stigma terhadap seseorang atau sekelompok orang atau tindakan sehingga melahirkan pengertian lain dari keadaan sesungguhnya. Jargon adalah kata atau istilah yang dipergunakan kelompok masyarakat tertentu yang kemudian dipakai dalam konteks ideologi kekuasaan dan diadopsi masyarakat luas. Metafora merupakan cara memindah dengan merelasikan dua fakta melalui analogi, atau memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti ibarat, bak, sebagai umpama.26

Namun, beberapa media juga terkadang enggan memberitakan kebobrokan dan kejelekan pihak-pihak tertentu dan malah memilih bersikap netral, dengan berorientasi memberitakan dampak/ korban yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut.

Penggunaan kekerasan simbolik dalam pemberitaan sesungguhnya dapat menurunkan kadar objektivitas, sebab dapat menguntungkan ataupun merugikan pihak-pihak yang diberitakan. Namun bukanlah sesuatu yang mustahil apabila dalam pemberitaan agresi Israel ke Jalur Gaza, suatu media berusaha untuk menonjolkan satu pihak tertentu.

Selain dengan menggunakan kekerasan simbolik dalam pemberitaannya, media juga dapat melakukannya dengan memberikan penggambaran. Misalnya dengan memberikan gambaran yang positif terhadap perjuangan bangsa Palestina dalam menggapai kemerdekaan negaranya dan sebaliknya memberi gambaran yang buruk atau negatif terhadap Israel yang telah menyerang warga Gaza, ataupun gambaran yang baik dari adanya aksi jihad yang dilakukan kelompok Hamas dalam perlawanan mereka terhadap serangan Israel.

26

Jurnal Sendi No 3 Tahun 2000, Penerbit: Lembaga Studi Perubahan Sosial (LSPS), Jakarta, hlm. 30-37.

(6)

Kompetensi pihak yang dijadikan narasumber berita dalam mendapatkan informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi peristiwa juga mempengaruhi isi berita yang disampaikan maupun keberpihakan media tersebut terhadap pihak-pihak tertentu. Narasumber berita dapat berasal dari apa yang dilihat oleh wartawan itu sendiri atau dari narasumber yang menguasai persoalan, atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan.27

Begitupun unsur prominance, kredibilitas, kompetensi, penguasaan informasi menjadi dasar kebijakan media dalam menentukan dan mendistribusikan narasumber dalam konstruk bingkai yang hendak disajikan kepada khalayak. Narasumber yang dipandang kooperatif,

Narasumber jelas merupakan bagian penting dari proses kerja jurnalistik. Dalam berbagai literatur tentang jurnalisme, narasumber disebutkan sebagai orang yang membawakan informasi tentang suatu peristiwa. Melalui narasumber, jurnalis mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait dengan tema pemberitaan yang sedang dikerjakan.

Karena itu, pilihan narasumber oleh media pers atau jurnalis, dapat dijadikan indikator untuk melihat cara pandang media mengenai suatu isu tertentu. Kehadiran narasumber, khususnya dalam produk jurnalisme yang mengedepankan fakta-fakta psikologi, atau fakta-fakta yang dikonstruksi dari keterangan narasumber, sangat kentara. Alur demi alur yang membingkai fakta media, dan kemudian didistribusikan pada setiap alinea, dibangun berdasarkan pernyataan narasumber. Umumnya pernyataan narasumber yang dianggap paling menarik, berbobot, eksklusif, dikutip dan ditempatkan pada lead atau teras berita. Tidak jarang juga dijadikan judul berita.

27

Burhan Bungin (ed.), Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 158.

(7)

selalu bersedia untuk dimintai tanggapan, memiliki data-data yang akurat merupakan jenis narasumber yang dicari media.28

Herbert Strentz mengungkapkan ada dua peringatan menyangkut kompetensi narasumber berita.29

Sebuah tulisan jurnalistik haruslah bersumber dari fakta, bukan opini atau asumsi si reporter. Itu sebabnya, harus ada narasumber yang jelas dan dapat dipercaya Syarat narasumber berita adalah layak dipercaya, berwenang artinya orang yang punya kekuasaan

Pertama, reporter tidak boleh mengandaikan bahwa, karena posisi atau pengalaman, narasumber berita yang harus tahu memang benar-benar tahu dan dapat memberikan informasi.

Mengenai peringatan pertama, Webb dan Salancik seperti yang dikutip Strentz, meringkaskan empat kondisi yang membuat reporter tidak boleh begitu saja mempercayai informasi yang diberikan oleh narasumber:

1) narasumber mungkin tidak tahu tentang informasi yang dikehendaki reporter;

2) narasumber mungkin memiliki informasi dan mau membaginya, tetapi mungkin kurang pandai berbicara atau kurang memiliki konsep untuk mengatakannya;

3) narasumber mungkin memliki informasi yang dikehendaki tetapi tidak ingin membaginya; dan

4) narasumber mungkin mau membagi informasi, tetapi tidak mampu mengingatnya.

Peringatan kedua, kompetensi narasumber berita tidak perlu dikaitkan dengan metode perolehan berita. Mengenai peringatan ini, kompetensi relatif dari narasumber berita harus menentukan metode pengumpulan berita yang paling mungkin akan menghasilkan informasi yang dikehendaki.

28

Jurnal Kupas edisi 2 Desember 2008, Penerbit: Kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan Sumatera (Kippas), Medan, hlm.10

29

Herbert Strentz, Reporter dan Sumber Berita: Persekongkolan dalam Mengemas dan Menyesatkan

(8)

dan tanggung jawab terhadap masalah yang sedang diliput, kompeten dan narasumber berita yang memiliki hubungan, terpengaruh atau mempengaruhi peristiwa tersebut.

Bagaimanapun pembuat berita memilih dan menentukan narasumber berita yang dapat memberikan informasi dalam peliputannya, sejatinya pembuat berita tetap tidak boleh melakukan keberpihakan terhadap salah satu pihak. Media harus berada di tengah-tengah tanpa harus melebih-lebihkan atau menjelek-jelekan pihak tertentu. Dengan begitu, keobjektivitasan berita di media tersebut dapat terjaga dan dipercaya oleh pembacanya.

Pandangan atau Pendapat (opinion)

Dalam sebuah surat kabar tersedia kolom atau rubrik yang berfungsi untuk menampung pendapat atau pandangan. Ini merupakan perwujudan dari institusi pers sebagai lembaga kontrol sosial. Opini dalam surat kabar tersebut dapat berasal dari masyarakat luas yang disebut pendapat umum (public opinion) dan yang berasal dari media itu sendiri dinamakan pendapat redaksi (desk opinion).30

30

Totok Djuroto, Op.cit, hlm. 67

Pendapat umum adalah pendapat, pandangan atau pemikiran lain dari masyarakat untuk menanggapi atau membahas suatu permasalahan yang dimuat dalam pemberitaan sebuah media. Pendapat umum ini biasanya disajikan dalam tiga bentuk, yaitu komentar, artikel, dan surat pembaca.

Sementara opini penerbit merupakan pandangan, pendapat atau opini dari redaksi terhadap suatu masalah yang terjadi di tengah masyarakat, dan dijadikan sajian dalam penerbitannya. Opini penerbit sering juga disebut sebagai “Suara Redaksi” dan biasanya ditulis dalam beberapa bentuk, seperti tajuk rencana atau editorial, pojok, catatan kecil, dan karikatur.

(9)

Untuk memisahkan secara tegas antara berita dan opini maka tajuk rencana, karikatur, pojok, artikel, komentar dan surat pembaca ditempatkan dalam satu halaman khusus. Inilah yang disebut halaman opinion (opinion page).

Periklanan (advertising)

Periklanan adalah kegiatan memasok perhatian penghasilan bagi perusahaan penerbitan pers dengan jalan menjual kolom-kolom yang ada pada surat kabar dalam bentuk advertensi (advertising).

Iklan dalam penerbitan media dibagi dua jenis, iklan umum dan iklan khusus. Iklan umum, artinya iklan yang diperuntukkan bagi kepentingan bisnis, misalnya iklan promosi. Sedangkan iklan khusus adalah iklan yang diperuntukkan bagi kegiatan sosial. Misalnya, pengumuman, iklan keluarga, iklan layanan masyarakat dan sebagainya.31

Analisis isi (content analysis) menurut Jalaluddin Rakhmat, merupakan suatu metode untuk mengamati dan mengukur isi komunikasi.

Dengan menggunakan pemberitaan dalam surat kabar yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian ini menggunakan metode analisis isi untuk mengetahui bagaimana isi pemberitaan “Agresi Israel ke Jalur Gaza” di Surat Kabar Harian Kompas dan Waspada.

32

Sedangkan Kripendorff, mendefinisikan analisis isi sebagai suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya.

Analisis isi sering dipakai untuk mengkaji pesan-pesan media.

33

31

Totok Djuroto, Ibid., hlm 83

32

Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm. 89

33

Klaus Krippendorff, Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi, Rajawali Press, Jakarta, 1993, hlm. 15

(10)

Warner J. Severin dan James W. Tankard menyatakan bahwa analisis isi adalah sebuah metode analisis isi pesan (berita) secara sistematis.34

Gagasan untuk menjadikan analisis isi sebagai teknik penelitian muncul dari gagasan Benard Berelson.

Analisis ini adalah alat untuk menganalisis pesan dari komunikator tertentu.

35

Metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih.

Berelson mendefinisikan analisis isi dengan:

Content Analysis is a research technique for the objective, systematic and quantitative description of the manifest content of communication. (Analisis isi didefinisikan sebagai suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak).

Prinsip sistematik diartikan bahwa ada perlakuan prosedur yang sama pada semua isi yang dianalisis. Peneliti tidak dibenarkan melakukan analisa hanya pada isi yang sesuai dengan perhatian dan minatnya, tetapi harus pada keseluruhan isi yang telah ditetapkan untuk diteliti (yang telah ditetapkan dalam pemilihan populasi dan sampel).

Prinsip objektif, yaitu hasilnya tergantung pada prosedur penelitian bukan pada orangnya. Yaitu dengan ketajaman kategorisasi yang ditetapkan, sehingga orang lain dapat menggunakannya.

Prinsip kuantitatif berarti mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuensi untuk melukiskan berbagai jenis isi yang didefinisikan. Sementara, isi yang nyata diberi pengertian, yang diteliti dan dianalisis hanyalah isi yang tersurat, yang tampak, bukan makna yang dirasakan oleh si peneliti.

34

Warner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan di

Dalam Media Massa, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 31

35

(11)

Analisis isi dapat digunakan untuk mempersoalkan seberapa besar atau seberapa sering media massa memberikan poin pemberitaan terhadap suatu peristiwa atau pihak-pihak yang terlibat di dalam peristiwa tersebut.

Analisis isi juga dapat digunakan untuk melakukan perbandingan dengan media lain (yang sejenis), untuk mengidentifikasi apa dan siapa yang tidak dimuat dalam pemberitaan, adanya favoritisme atau bias berita.36

1. Analisis isi pragmatis; prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut sebab atau akibatnya yang mungkin.

Penggunaan metode analisis isi tidak berbeda dengan penelitian kualitatif lainnya. Hanya saja karena teknik ini dapat digunakan pada pendekatan yang berbeda (baik kuantitatif maupun kualitatif), maka penggunaan analisis isi tergantung pada kedua pendekatan itu.

Analisis isi yang sifatnya kuantitatif hanya mampu mengetahui atau mengidentifikasi manifest message (pesan-pesan yang tampak) dari isi media yang diteliti. Prinsip analisis isi kuantitatif yang selama ini diterapkan adalah prinsip objektivitas yang diukur dari pembuatan atau penyusunan kategorisasi.

Sedangkan analisis isi yang sifatnya kualitatif tidak hanya mampu mengidentifikasi pesan-pesan manifest, melainkan juga latent massage dari sebuah dokumen yang diteliti. Dengan kata lain, analisis isi media secara kualitatif akan lebih mendalam dan detail dalam memahami produk isi media dan mampu menghubungkannya dengan konteks sosial/ realitas yang terjadi.

Untuk klasifikasi jenis analisis isi, Janis (1965) yang dikutip Krippendorff mengajukannya sebagai berikut:

2. Analisis isi semantik; prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut maknanya. Anakisis isi semantik dapat dibagi lagi dalam tiga hal yaitu:

36

Jurnal Kupas edisi 1 November 2008, Penerbit: Kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan Sumatera (Kippas), Medan, hlm. 5.

(12)

(a) analisis penunjukan (designation) yang menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu dirujuk;

(b) analisis pensifatan (attribution) menggambarkan frekuensi seberapa sering karakteristik tertentu dirujuk;

(c) analisis pernyataan (assertions) menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu dikarakteristikan secara khusus. Analisis ini disebut juga analisis tematik. 3. Analisis sarana tanda (sign-vehicle); prosedur yang mengklasifikan isi menurut sifat

psiko-fisik dari tanda.37

37

Referensi

Dokumen terkait

kolektif Kepala Sekolah/Guru Penerima Kuasa membawa Surat Keterangan Kepala Sekolah/Ketua Lembaga Kepala Sekolah/Guru Penerima Kuasa membawa buku tabungan Simpel Kepala Sekolah/

Saling berinteraksi dimasudkan bahwa pengaruh suatu faktor tergantung dari taraf faktor yang lain, dan sebaliknya jika tidak terjadi interaksi berarti berarti

Atas dasar tersebut maka pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Pengem- balian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai atau

Dinas Perindustrian dan Ketahanan Pangan Program Pengembangan Sarana Prasarana Industri Program Perencanaan dan Pembangunan Industri Fasilitasi pengembangan Kawasan

Peningkatan kompetensi SDM Kesehatan di FKTP dan FKTL : Dokter Layanan Primer, Akreditasi, Manajemen Puskesmas, Pelayanan.. intensif

Metode latihan teater ini pertama kali dicetuskan oleh Constantin Stanislavski 33 , seorang aktor dan sutradara teater Rusia, pada era 1800-an. 34 Ketidakpuasan Stanislavski

Bullish Reversal : Pergerakan yang mengindikasikan Downtrend sebelumnya berubah menjadi Uptrend Bearish Reversal : Pergerakan yang mengindikasikan Uptrend sebelumnya berubah

Lembaga Pembedayaan Masyarakat Desa (LPMD) adalah Lembaga Kemasyarakatan yang tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat desa, merupakan wahana partisipasi dan aspirasi masyarakat