• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI ENERGI LISTRIK MELALUI MICROBIAL FUEL CELL MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI TEMPE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKSI ENERGI LISTRIK MELALUI MICROBIAL FUEL CELL MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI TEMPE"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

PRODUKSI ENERGI LISTRIK MELALUI MICROBIAL FUEL

CELL MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI TEMPE

SKRIPSI

ESTER KRISTIN 0806460471

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES DEPOK

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

PRODUKSI ENERGI LISTRIK MELALUI MICROBIAL FUEL

CELL MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI TEMPE

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Teknik

ESTER KRISTIN 0806460471

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES DEPOK

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala kasih karunia dan kebaikan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Produksi Energi Listrik Melalui Microbial Fuel Cell Menggunakan Limbah Industri Tempe” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua dan kakak penulis yang selalu memberikan semangat kepada penulis serta mendoakan kelancaran penulisan;

2. Ir. Rita Arbianti, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dalam penyusunan penulisan ini;

3. Dr. Tania Surya Utami, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan ide segar dan saran yang membangun dalam penyusunan penulisan;

4. Dr. Heri Hermansyah, selaku ketua Program Studi Teknologi Bioproses Universitas Indonesia dan ketua Research Group Bioproses;

5. Prof. Dr. Ir. Widodo Wahyu Purwanto, DEA selaku Ketua Departemen Teknik Kimia FTUI dan Ir. Yuliusman, M.Eng., selaku kordinator mata kuliah spesial;

6. Para dosen dan laboran Departemen Teknik Kimia FTUI yang telah memberikan ilmu dan wawasannya;

7. Pak Amat, sebagai pemilik pabrik tempe di Kampung Lio-Depok, yang memberikan izin atas penggunaan limbah tempe yang digunakan dalam penelitian ini;

8. Rekan satu riset yang sangat membantu dalam pelaksanaan penelitian yaitu Ira Trisnawati;

(6)

v

9. Rekan satu bimbingan yang membantu dalam pencarian sumber dan saling bertukar wawasan serta informasi yang ada yaitu David Adiprakoso, Hari Sutioso, Aziz Priambodo, dan Khairul Hadi;

10. Girlfriends yang saling mendukung, memberikan semangat, dan berbagi suka duka yaitu Destya Nilawati, Dini Asyifa, Indrianti Pramadewi, Nindya Sani W.;

11. Teman terbaik Nirwanto Honsono atas segala bentuk dukungannya;

12. Teman-teman Teknologi Bioproses 2008 yang selalu ramah dan mengerti arti solidaritas;

13. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini secara langsung maupun tidak langsung.

Depok, 22 Juni 2012

(7)
(8)

vii ABSTRAK

Nama : Ester Kristin

Program Studi : Teknologi Bioproses

Judul : Produksi Energi Listrik Melalui Microbial Fuel Cell Menggunakan Limbah Industri Tempe

Kebutuhan energi listrik di Indonesia yang terus meningkat telah memicu dilakukannya berbagai riset ke arah teknologi inovatif yang lebih efektif, efisien dan ramah lingkungan untuk memproduksi energi listrik. Salah satu teknologi alternatif yang bisa dikembangkan adalah Microbial Fuel Cell (MFC) yang berbasis prinsip bioelektrokimia dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk memecah substrat sehingga menghasilkan energi listrik. Penelitian kali ini difokuskan pada pemanfaatan limbah industri tempe sebagai substrat pada sistem MFC dual-chamber yang dilengkapi membran penukar proton. Variasi susbtrat meliputi limbah tempe model, limbah tempe model yang ditambahkan glukosa dengan perbandingan 1:1. Variasi lama waktu inkubasi substrat juga dilakukan, yaitu selama satu hari, satu minggu, dan satu bulan. Kedua hasil variasi yang optimal akan diterapkan pada penggunaan limbah industri tempe sebagai substrat. Nilai produksi listrik tertinggi dihasilkan oleh limbah tempe model yang diinkubasikan selama 1 minggu yaitu dengan power density sebesar 1,74 x 10-6 mW/m2 sedangkan limbah industri tempe dengan waktu inkubasi yang sama menghasilkan power density sebesar 1.95 x10-7 mW/m2. Riset lebih lanjut dalam pemanfaatan limbah industri tempe sebagai substrat dalam sistem MFC dapat mereduksi biaya operasi sistem MFC, sekaligus menjadikan MFC sebagai teknologi penghasil listrik yang ekonomis, ramah lingkungan dan berkelanjutan.

(9)

ABSTRACT

Name : Ester Kristin

Study Program : Bioprocess Engineering

Title : Electricity Generation Through Microbial Fuel Cell Utilizing Tempe Industry Wastewater

Electrical energy demand in Indonesia has sparked a growing range of research done in the direction of innovative technologies that are more effective, efficient and environmentally friendly to produce electrical energy. One of the alternative technologies that could be developed is a Microbial Fuel Cell (MFC) based on the principle of bioelectrochemical by utilizing microorganisms to break down the substrate to produce electrical energy. The current study focused on the utilization of tempe industry wastewater as a substrate on dual-chamber MFC system equipped with a proton exchange membrane. Variations include tempe wastewater model and tempe wastewater model is added with glucose with a ratio of 1:1. Incubation time of substrate variations was also conducted, which were the incubation for one day, one week and one month. The optimal results of both variations will be applied to the use of tempe industry wastewater as a substrate. The highest electricity production value generated by tempe waste model which was incubated for 1 week with a power density of 1.74 x 10-6 mW/m2 while tempe industry wastewater with the same incubation time produced power density of 1.95 x10-7 mW/m2. Further research of tempe industry wastewater utilization as substrate in MFC system can reduce the cost of MFC system operation and also to make electricity-producing MFC technology that is economical, environmental-friendly and sustainable.

(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 2 1.3. Tujuan Penelitian ... 3 1.4. Manfaat Penelitian ... 3 3.1. Batasan Masalah ... 3 3.2. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Microbial Fuel Cell ... 5

2.1.1. Prinsip Kerja MFC ... 5

2.1.2. Material Elektroda ... 7

2.1.3. Jenis Sistem MFC ... 8

2.1.4. Faktor Operasional Pada Sistem MFC ... 11

2.1.5. Aplikasi MFC ... 13

3.2. Limbah Industri Pengolahan Kedelai ... 14

3.3. Konsep Limbah menjadi Energi Listrik ... 15

2.4. State of the Art ... 16

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1. Rancangan Penelitian ... 21

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 23

(11)

3.4. Alat dan Bahan Penelitian ... 23 3.4.1. Alat Penelitian ... 23 3.4.2. Bahan Penelitian ... 24 3.5. Variabel Penelitian ... 24 3.5.1. Variabel Bebas ... 25 3.5.2. Variabel Terikat ... 25 3.5.3. Variabel Kontrol ... 25 3.6. Pelaksanaan Penelitian ... 25

3.6.1. Preparasi Alat Elektrolisis ... 25

Gambar 3.3. Diagram Alir Preparasi Elektroda ... 27

3.6.2. Preparasi Substrat ... 27

3.6.3. Preparasi Elektrolit ... 28

3.6.4. Eksperimen MFC ... 28

3.6.5. Pengukuran Kuat Arus dan Tegangan Sistem MFC ... 29

BAB IVPEMBAHASAN DAN ANALISIS ... 30

4.1. Desain Microbial Fuel Cell ... 30

4.2. Reaksi Kimia di Kompartemen Katoda dan Kompartemen Anoda ... 31

4.3. Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Variasi Substrat ... 33

4.4. Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Variasi Lama Waktu Inkubasi ... 36

4.5. Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Limbah Industri Tempe ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1. Kesimpulan ... 43

5.2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN A ... 47

Perhitungan Preparasi Larutan ... 47

LAMPIRAN B ... 48

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Mekanisme transfer elektron melalui membran luar sel ... 6

Gambar 2.2. Mekanisme transfer elektron menggunakan mediator ... 7

Gambar 2.3. Mekanisme transfer elektron menggunakan bacterial nanowires ... 7

Gambar 2.4. Skema dual dan single chamber MFC... 9

Gambar 2.5. Skema stack MFC ... 9

Gambar 2.6. Konversi limbah menjadi energi listrik dalam single chamber MFC ... 15

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian... 23

Gambar 3.2. Diagram Alir Preparasi Membran Penukar Proton ... 24

Gambar 3.3. Diagram Alir Preparasi Elektroda ... 25

Gambar 4.1. Skema Desain MFC Dual-chamber ... 30

Gambar 4.2. Rangkaian MFC ... 31

Gambar 4.3. Perbandingan Kuat Arus dan Tegangan pada Variasi Jenis Substrat ... 34

Gambar 4.4. Produksi Listrik pada Variasi Jenis Substrat ... 34

Gambar 4.5. Perbandingan Power Density pada Variasi Jenis Substrat ... 35

Gambar 4.6. Perbandingan Kuat Arus dan Tegangan pada Variasi Lama Waktu Inkubasi ... 36

Gambar 4.7. Produksi Listrik pada Variasi Lama Waktu Inkubasi ... 37

Gambar 4.8. Perbandingan Power Density pada Variasi Lama Waktu Inkubasi ... 37

Gambar 4.9. Perbandingan Kuat Arus dan Tegangan pada Limbah Tempe Model dan Limbah Industri Tempe ... 39

Gambar 4.10. Produksi Listrik pada Limbah Tempe Model dan Limbah Industri Tempe ... 40

Gambar 4.11. Perbandingan Power Density pada Limbah Tempe Model dan Limbah Industri Tempe ... 40

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Hasil Analisis Kandungan Limbah Cair Pabrik Tempe... 14

Tabel 2.2. State of The Art Penelitian... 20

Tabel 3.1. Alat yang digunakan... 23

(14)

1 Universitas Indonesia BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketersediaan energi menjadi salah satu kebutuhan esensial bagi kehidupan manusia. Pemilihan bentuk energi bergantung pada besar daya energi dan lingkungan. Untuk lokasi yang terpencil, dibutuhkan instrumen energi seperti baterai dan fuel cell. Pembuatan fuel cell dimulai pada awal abad ke-19. Fuel cell adalah sistem konversi energi yang mentransfer listrik dari sumber yang dapat diisi ulang dari bahan bakar eksternal. Fuel cell akan memproduksi listrik secara kontinu dengan tersedianya suplai dari bahan bakar eksternal, sehingga sifatnya berlawanan dengan baterai. Microbial Fuel Cell (MFC) adalah salah satu bentuk energi yang ramah lingkungan dan dapat menjadi sumber energi di masa depan. MFC mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik, yang menggunakan mikroorganisme. MFC memfasilitasi sebuah lingkungan reduksi oksidasi yang dapat dikendalikan oleh aliran elektron dan menjadikannya alat yang ideal untuk mengolah mikroorganisme.

Limbah industri makanan, yang mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein, dan lemak, dapat menimbulkan masalah lingkungan karena menimbulkan bau yang tidak sedap, dan merupakan polusi berat pada perairan bila pembuangannya tidak diberi perlakukan yang tepat. Namun dengan bahan-bahan organik dari air limbah industri makanan tersebut, air limbah dapat dimanfaatkan dalam sistem MFC sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan mikroba. Penggunaan glukosa yang biasa digunakan sebagai substrat dapat digantikan dengan air limbah (Li, 2010). Penggunaan air limbah dalam sistem MFC ini mempunyai beberapa keuntungan, seperti kontaminan dalam air limbah dapat menjadi sumber karbon untuk MFC, dan energi listrik yang dihasilkan cukup untuk digunakan dalam pengolahan air limbah berikutnya, dan ini berarti mengurangi konsumsi energi (Li, 2010).

(15)

Air limbah industri pembuatan tempe merupakan salah satu air limbah yang banyak menimbulkan masalah terhadap lingkungan sekitarnya. Seperti yang kita ketahui, industri tempe merupakan industri yang sangat banyak dijumpai di Indonsia, karena tempe merupakan makanan berprotein tinggi yang sangat digemari oleh masyarakat karena harganya yang murah. Pada saat ini, sebagian besar air limbah industri tempe belum diolah karena merupakan industri kecil skala rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan unit pengolahan air limbah. Padahal air limbah industri pembuatan tempe ini masih mengandung senyawa organik dan nutrien yang cukup tinggi (Komala et al., 2010). Maka sebagai upaya pemanfaatan, air limbah industri tempe ini dapat dimanfaatkan sebagai substrat dalam sistem MFC untuk produksi listrik.

Air limbah industri tempe ini akan digunakan sebagai substrat dan kosubstrat, yaitu dengan menggabungkan glukosa dan air limbah dengan perbandingan 1:1 (v/v) serta dilakukan variasi lama waktu inkubasi substrat untuk melihat seberapa besar energi listrik yang bisa dihasilkan oleh sistem MFC dalam bentuk power density. Hasil yang optimal dari kedua variasi ini akan diterapkan pada eksperimen yang menggunakan limbah industri tempe sebagai substrat.

Dengan pemanfaatan air limbah industri pembuatan tempe ini sebagai substrat dalam sistem MFC, diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pengolahan air limbah yang selama ini digunakan dan dapat mengatasi permasalahan utama yang ditimbulkan oleh air limbah tersebut, yaitu bau yang tidak sedap yang menyebabkan ketidaknyamanan masyarakat di sekitarnya. Selain itu, hasil dari riset ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu langkah ke depan untuk mendapatkan sumber energi yang murah.

1.2. Perumusan Masalah

Masalah yang dikaji dalam penelitian kali ini adalah

• Bagaimana pengaruh penambahan glukosa dengan rasio 1:1 (v/v) pada limbah tempe model terhadap power density yang dihasilkan sistem MFC. • Bagaimana pengaruh penggunaan limbah industri tempe terhadap power

(16)

3

Universitas Indonesia • Bagaimana pengaruh lama waktu inkubasi pada substrat terhadap power

density yang dihasilkan sistem MFC.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

• Mengetahui pengaruh penambahan glukosa dengan rasio 1:1 (v/v) pada limbah tempe model terhadap power density yang dihasilkan sistem MFC. • Mengetahui pengaruh penggunaan limbah industri tempe terhadap power

density yang dihasilkan sistem MFC.

• Mengetahui pengaruh lama waktu inkubasi pada substrat terhadap power density yang dihasilkan sistem MFC.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

• Pemanfaatan limbah tempe menjadi energi listrik yang berguna

• Perancangan sistem MFC yang murah atau low-cost sehingga dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.

• Produksi energi listrik yang ekonomis, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

2.1. Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah:

• Limbah tempe model adalah air limbah buatan atau artificial waste. • Limbah industri tempe diuji berasal dari industri pembuatan tempe di

daerah Kampung Lio-Depok.

• Desain sistem MFC yang digunakan adalah dual-chamber yang setiap kompartemennya memiliki volum yang sama, yaitu 500 mL.

(17)

2.2. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri atas penjelasan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan mengenai teori umum yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain, Microbial Fuel Cell, Limbah Industri Pengolahan Kedelai, Konsep Limbah menjadi Energi Listrik, dan State of the Art.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi penjelasan tentang diagram alir penelitian, waktu dan lokasi penelitian, sampel penelitian, alat dan bahan yang digunakan, variabel penelitian, prosedur penellitian, serta metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan mengenai Desain Microbial Fuel Cell, Reaksi Kimia di Kompartemen Katoda dan Kompartemen Anoda, Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Variasi Substrat, Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Variasi Lama Waktu Inkubasi, Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Limbah Industri Tempe.

BAB V KESIMPULAN

Bab ini berisi penjelasan tentang kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan.

(18)

5 Universitas Indonesia BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Microbial Fuel Cell

Microbial Fuel Cell merupakan salah satu teknologi konversi energi yang memanfaatkan kemampuan metabolisme bakteri. Untuk pengembangan MFC perlu pemahaman tentang konsep-konsep MFC terutama prinsip kerjanya serta pengetahuan lain yang terkait.

2.1.1. Prinsip Kerja MFC

Microbial Fuel Cell (MFC) merupakan sebuah sistem yang langsung mengkonversi energi kimia yang terdapat pada substrat bio-convertible menjadi energi listrik, menggunakan katalis berupa bakteri.

Bakteri merupakan organisme yang sangat kecil yang bisa mengkonversi berbagai macam senyawa organik menjadi CO2, air dan energi. Mikroba menggunakan energi yang dihasilkan untuk tumbuh dan melangsungkan aktivitas metabolisme. Melalui teknologi MFC sebagian dari energi yang dihasilkan bisa diambil dalam bentuk listrik.

Umumnya sebuah MFC terdiri dari anoda, katoda membran penukar kation atau proton dan sirkuit listrik. Bakteri hidup pada ruangan anoda dan mengubah substrat seperti glukosa, asetat juga limbah cair menjadi CO2, proton dan elektron. Pada kondisi aerobik, bakteri menggunakan oksigen atau nitrat sebagai aseptor elektron akhir untuk membentuk air. Namun pada ruangan anoda dalam sebuah MFC, tidak terdapat oksigen, sehingga bakteri harus mengubah aseptor elektronnya menjadi sebuah aseptor insoluble seperti anoda MFC. Berdasarkan kemampuan bakteri mentransfer elektron pada anoda tersebut, maka MFC bisa digunakan untuk mengumpulkan elektron yang berasal dari metabolisme mikroba. Elektron kemudian mengalir melalui sirkuit listrik dengan muatan pada katoda. Beda potensial antara anoda dan katoda bersama dengan aliran elektron menghasilkan daya.

Reaksi yang berlangsung pada MFC dengan substrat berupa glukosa dan oksigen sebagai elektron aseptor adalah sebagai berikut:

Pada anoda :C6H12O6 + 6H2O



(19)

Pada katoda :O2 + 4H+ + 4e−   2H2O (2.2) Reaksi overall :C6H12O6 + 6O2   6CO2 + 6H2O (2.3)

Ada beberapa mekanisme yang melibatkan transfer elektron dari bakteri ke anoda (Liu, 2008), sebagai berikut :

a. Transfer elektron langsung melalui protein membran luar sel

Pada mekanisme ini transfer elektron melibatkan sitokrom yang terdapat pada membran luar sel mikroba. Dalam hal ini diperlukan kontak langsung sitokrom dengan elektroda untuk mekanisme transfer elektron. Contoh mikroba yang menggunakan mekanisme ini adalah Geobacter sulfurreducens dan Shewanella putrefaciens. Mekanisme transfer electron langsung melalui protein membrane luar sel ditunjukkkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Mekanisme transfer elektron melalui membran luar sel (Liu, 2008)

b. Transfer elektron dengan mediator

Transfer elektron yang efisien dapat dicapai dengan menambahkan mediator seperti neutral red dan methylene blue, yang mampu melewati membran sel, menerima elektron dari pembawa elektron intraselluler, meninggalkan sel dalam bentuk tereduksi dan kemudian mengeluarkan elektron ke permukaan elektroda. Salah satu mikroba yang memerlukan mediator adalah Escherichia coli. Namun untuk limbah, mekanisme ini tidak sesuai karena akan memakan biaya dan kemungkinan adanya racun dari beberapa mediator. Mekanisme transfer elektron dengan mediator ditunjukkan dalam Gambar 2.2.

(20)

7

Universitas Indonesia Gambar 2.2. Mekanisme transfer elektron menggunakan mediator (Liu, 2008)

c. Transfer elektron melalui bacterial nanowires

Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa struktur seperti pili yang disebut nanowires yang tumbuh pada membran sel bakteri bisa terlibat langsung dalam transfer elektron ekstraseluler dan memungkinkan reduksi langsung dari sebuah aseptor elektron yang jauh. Nanowires ini telah teridentifikasi pada G. sulfurreducens PCA, Shewanella oneidensis MR-1, Synechocystis PCC6803, dan Pelotomaculum thermopropionicum. Mekanisme transfer electron melalui bacterial nanowires ditunjukkan dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Mekanisme transfer elektron menggunakan bacterial nanowires (Liu, 2008)

2.1.2. Material Elektroda

Teknologi MFC merupakan teknologi berbasis prinsip elektrokimia, sehingga diperlukan material elektroda yang terbagi dua, yaitu anoda dan katoda.

1. Anoda

Material anoda harus bersifat konduktif, biocompatible (bisa beradaptasi dengan makhluk hidup), dan secara kimia stabil di dalam larutan bioreaktor.

(21)

Logam anoda dapat berupa stainless steel nonkorosif, tetapi tembaga tidak dapat digunakan akibat adanya toksisitas ion tembaga pada bakteri (Zahara, 2011).

Material yang umum digunakan sebagai anoda pada sistem MFC adalah material berbasis karbon, karena sifat konduktivitasnya tinggi, stabil, strukturnya kuat, sifat permukaan yang sesuai untuk perkembangan biofilm dan luas permukaan yang memadai. Beberapa contohnya adalah grafit dalam bentuk batangan , lempeng, busa, granular, dan karbon aktif (Liu, 2008).

Lempengan atau batang grafit banyak dipakai karena relatif murah, sederhana, dan memiliki luas permukaan tertentu. Karbon aktif adalah karbon dengan struktur amorphous atau monokristalin yang telah melalui perlakukan khusus sehingga memiliki luas permukaan yang sangat besar (300-2000 m2/g). Karakteristik karbon yang ideal adalah pada rentang pH antara 5-6 (50g/L H2O, 20oC), titik leleh 3800 oC, dan ukuran partikel ≤ 50 µm. Resin perekat berguna untuk merekatkan karbon aktif sehingga memiliki struktur yang kuat dan tidak rapuh selama MFC dioperasikan. Resin perekat ini digunakan karena memiliki konduktivitas yang rendah yaitu 10-10/Ω.m – 10-15/Ω.m (Zahara, 2011).

2. Katoda

Bahan yang digunakan sebagai katoda bisa berupa bahan karbon biasa seperti plat grafit namun bisa juga dilengkapi dengan katalis seperti platinum (Liu, 2008).

Selain itu bisa juga digunakan kalium ferrisianida (K3[Fe(CN)6) yang dikenal sangat baik sebagai aseptor elektron dalam sistem MFC. (K3[Fe(CN)6) merupakan spesies elektroaktif yang mampu menangkap elektron dengan baik dengan harga potensial reduksi standar sebesar + 0.36 V. Keuntungan terbesar dalam penggunaan kalium ferrisianida adalah dihasilkannya overpotensial yang rendah bila menggunakan katoda karbon. Akan tetapi kerugian terbesar adalah terjadinya proses reoksidasi yang tidak sempurna oleh oksigen sehingga larutannya harus diganti secara teratur (Zahara, 2011).

2.1.3. Jenis Sistem MFC

Sistem MFC dalam perkembangannya memiliki berbagai tipe sesuai dengan aplikasinya. Secara umum sistem MFC bisa dibedakan berdasarkan

(22)

9

Universitas Indonesia disain kompartemennya, penggunaan membran penukar elektron dan kultur mikroba yang digunakan dalam MFC tersebut.

1. Berdasarkan Disain Kompartemen

Berdasarkan kompartemennya terdapat tiga jenis MFC, yaitu dual chamber MFC, single chamber MFC dan stack MFC. Dual chamber MFC pada intinya memiliki dua ruang yang dipisahkan oleh membran penukar kation (PEM) atau jembatan garam. Ruang anoda merupakan ruangan yang berisi substrat dan bakteri, sementara ruang katoda berisi larutan elektrolit. Single chamber MFC hanya memiliki satu ruang sehingga substrat dan larutan elektrolit bercampur. Disain ini bisa menggunakan PEM ataupun tanpa PEM. Skema disain kompartemen MFC ditunjukkan dalam Gambar 2.4. Stack MFC merupakan rangkaian dari beberapa unit MFC baik dual chamber maupun single chamber yang dirangkai seri, paralel ataupun seri paralel. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas daya yang bisa diproduksi. Skema MFC yang disusun secara stack ditunjukkan dalam Gambar 2.5.

( a ) ( b )

Gambar 2.4. a) Skema dual chamber MFC, b) Skema single chamber MFC (Karmakar et al., 2010)

(23)

Gambar 2.5. Skema stack MFC (Ieropoulos et al., 2008)

2. Berdasarkan Ada Tidaknya Membran

Pada sistem dual chamber MFC PEM dibutuhkan untuk menghindari difusi aseptor elektron yang beracun seperti ferisianida ke dalam ruang katoda sekaligus untuk memfasilitasi transfer proton atau kation lainnya ke ruang katoda. Sementara pada single chamber MFC, membran berfungsi untuk menghalangi difusi oksigen. Membran yang biasa digunakan adalah Nafion dan Ultrex CMI-7000. Hal ini dikarenakan konduktivitas proton yang tinggi serta kestabilan mekanis dan termal dari membran tersebut. Harga membran Nafion yang mahal membuat beberapa peneliti mencari alternatif yang lebih murah. Beberapa jenis low-cost membrane telah dicoba seperti tanah liat (Behera et al., 2010)

MFC tanpa membran merupakan salah satu alternatif untuk meminimalisir biaya. Sistem membran yang mahal dan rumit bisa dihindari dengan memanfaatkan perkembangan biofilm yang terjadi di permukaan katoda. Biofilm merupakan sebuah populasi bakteri yang bisa berfungsi sebagai membran untuk meminimalisir difusi oksigen ke anoda. Densitas daya yang lebih tinggi dapat diperoleh pada sistem MFC tanpa membran, karena kemampuan sistem dalam menurunkan hambatan internal.

3. Berdasarkan Kultur yang Digunakan

(24)

11

Universitas Indonesia 2010), E. coli (Scott and Murano, 2007), Geobacter sulfurreducens (Yia et al., 2009). Penggunaan kultur sel tunggal memerlukan pemeliharaan dan pekerjaan yang lebih rumit dan memakan biaya. Selain itu kultur sel tunggal menghasilkan energi yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan mix culture.

Untuk pengolahan air dan limbah, mix culture lebih dipilih dari pada single culture. Mix culture bisa dengan mudah beradaptasi untuk menggunakan material organik kompleks dalam aliran limbah. Proses dengan menggunakan mix culture lebih mudah dioperasikan dan dikontrol. Komunitas bakteri yang berkembang pada sistem mix culture sangat beragam, mulai dari δ-Proteobacteria yang dominan pada MFC sedimen sampai komunitas yang terdiri dari α- , β-, γ-, δ- Proteobacteria, dan kloni yang belum terkarakterisasi (Logan and Regan, 2006).

Beberapa penelitian menggunakan mix culture seperti pemanfaatan limbah industri bir (Mathuriya and Sharma, 2010; Wang et al., 2008), limbah domestik (Cheng et al., 2006; Li et al., 2007; Sukkasema et al., 2008; Yang et al., 2008), limbah penggilingan padi (Behera et al., 2010) dan limbah pertanian (Scott and Murano, 2007).

2.1.4. Faktor Operasional Pada Sistem MFC

Terdapat beberapa faktor operasional yang mempengaruhi kinerja sistem MFC. Faktor tersebut meliputi substrat, sifat kimia larutan, temperature dan waktu tinggal (hydraulic retention time, HRT).

1. Substrat

Substrat merupakan faktor kunci untuk produksi listrik yang efisien dalam sistem MFC. Substrat yang digunakan mulai dari material organik sederhana sampai campuran kompleks seperti yang terdapat pada limbah cair. Meskipun substrat yang kaya dengan kandungan organik membantu pertumbuhan beragam mikroba aktif, namun substrat sederhana dianggap lebih baik untuk produksi dalam waktu singkat. Beberapa substrat yang telah digunakan seperti asetat, glukosa, biomassa lignoselulosa dari sampah pertanian, limbah cair industri bir, limbah pati ( tepung ), selulosa dan kitin (Das and Mangwani, 2010).

(25)

Penelusuran tentang efek substrat terhadap aktivitas mikroba dan pembentukan energi harus dilakukan baik pada sistem MFC dengan proses uji anoda sebagai faktor pembatas atau menggunakan potentiostat, yang bisa mengkarakterisasi potensial anoda pada arus yang ditentukan dan eliminasi keterbatasan yang dihasilkan hambatan internal dan/atau katoda. Penelitian harus diarahkan untuk optimasi komunitas mikroba aktif yang bisa menghasilkan peningkatan efisiensi transfer elektron dan degradasi substrat. Substrat inorganik seperti hidrogen sulfida telah dievaluasi dalam hal pembentukan energi listrik pada sistem MFC dengan tujuan menghilangkan kandungan sulfida yang dihasilkan secara anaerobik. 2. Sifat Kimia Larutan

a. pH

pH merupakan faktor kritis untuk semua proses berbasis mikroba. Pada MFC, pH tidak hanya mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan bakteri tapi juga terhadap transfer proton, reaksi katoda , sehingga mempengaruhi performa MFC. Sebagian besar MFC beroperasi pada pH mendekati netral untuk menjaga kondisi pertumbuhan optimal komunitas mikroba yang terlibat dalam pembentukan listrik (Liu, 2008).

b. Kekuatan Ionik

Kekuatan ion mempengaruhi konduktivitas larutan pada ruangan MFC sehingga mempengaruhi hambatan internal, yang akhirnya berefek pada performa MFC (Liu, 2008).

3. Temperatur

Kinetika bakteri, transfer massa proton melalui elektrolit dan laju reaksi oksigen pada katoda menentukan performa MFC dan semua tergantung kepada temperatur. Biasanya, konstanta reaksi biokimia mengganda setiap kenaikan temperatur 10 0 C sampai tercapai temperatur optimal. Sebagian besar studi MFC dilakukan pada temperatur 28-35 0 C (Liu, 2008).

4. Hydraulic Retention Time (HRT)

(26)

13

Universitas Indonesia mempengaruhi penurunan kadar COD/BOD dan pembentukan daya pada MFC (Liu, 2008).

2.1.5. Aplikasi MFC

Sistem MFC sejauh ini sudah diaplikasi dalam beberapa bidang, diantaranya untuk pengolahan limbah cair dan penghasil energi listrik , biosensor, dan produksi bahan bakar sekunder.

1. Pengolah Limbah Cair dan Penghasil Energi Listrik

Teknologi MFC menarik untuk pengolahan limbah karena sistem ini memungkinkan kita untuk mengambil energi dari limbah untuk produksi listrik (Patra, 2008). MFC menggunakan mikroba tertentu memiliki kemampuan untuk menghilangkan kandungan sulfida yang merupakan salah satu parameter penting pada pengolahan limbah. Substrat MFC memiliki kandungan promotor pertumbuhan yang bisa meningkatkan pertumbuhan mikroba bioelektrokimia selama proses pengolahan limbah.

2. Biosensor

Sistem MFC dengan komunitas consortium anaerobik yang bisa diganti bisa digunakan sebagai biosensor untuk on-line monitoring senyawa organik. Meskipun beberapa metode konvensional telah digunakan untuk menghitung nilai BOD pada limbah, namun metode -metode tersebut tidak cocok untuk on-line monitoring dan kontrol proses pengolahan limbah secara biologis.

3. Produksi Bahan Bakar Sekunder

Dengan sedikit modifikasi, MFC bisa digunakan untuk memproduksi bahan bakar sekunder seperti hidrogen sebagai alternatif listrik. Pada kondisi eksperimen standard, proton dan elektron yang dihasilkan pada ruang anoda ditransfer ke katoda yang kemudian bisa berkombinasi dengan oksigen membentuk air. Pembentukan hidrogen secara termodinamika merupakan proses yang sulit pada sebuah sel untuk mengkonversi proton dan elektron menjadi hidrogen. Peningkatan potensial eksternal pada katoda bisa mengatasi kerumitan termodinamika dan bisa menghasilkan pembentukan hidrogen. Sebagai hasilnya, proton

(27)

dan elektron pada anoda berkombinasi di katoda membentuk hidrogen. MFC diperkirakan bisa memproduksi hidrogen ekstra dibandingkan dengan jumlah yang dikeluarkan oleh metode fermentasi glukosa klasik. 3.1. Limbah Industri Pengolahan Kedelai

Kedelai telah banyak digunakan untuk bahan makanan masyarakat Indonesia dikarenakan nilai gizinya yang tinggi. Dari sekian banyak makanan yang berasal dari kedelai, tempe merupakan makanan yang paling banyak diproduksi di Indonesia. Proses produksi tempe, memerlukan banyak air yang digunakan untuk perendaman, perebusan, pencucian serta pengupasan kulit kedelai. Limbah yang diperoleh dari proses proses tersebut diatas dapat berupa limbah cair maupun limbah padat. Sebagian besar limbah padat yang berasal dari kulit kedelai, kedelai yang rusak dan mengambang pada proses pencucian serta lembaga yang lepas pada waktu pelepasan kulit, sudah banyak yang dimanfaatkan untuk makanan ternak. Limbah cair berupa air bekas rendaman kedelai dan air bekas rebusan kedelai masih dibuang langsung diperairan disekitarnya (Anonim, 1989). Setiap kuintal kedele akan menghasilkan limbah 1,5 - 2 m3 air limbah (Nurhasan and Pramudyanto, 1991). Jika limbah tersebut langsung dibuang keperairan maka dalam waktu yang relatif singkat akan menimbulkan bau busuk dari gas H2S, amoniak ataupun fosfin sebagai akibat dari terjadinya fermentasi limbah organik tersebut (Wardojo, 1975). Adanya proses pembusukan, akan menimbulkan bau yang tidak sedap, terutama pada musim kemarau dengan debit air yang berkurang.

Pada saat ini sebagian besar industri tempe masih merupakan industri kecil skala rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan unit pengolah air limbah, sedangkan industri tempe yang dikelola koperasi beberapa diantaranya telah memiliki unit pengolah limbah. Unit pengolah limbah yang ada umumnya menggunakan sistem anaerobik dengan efisiensi pengolahan 60-90%. Dengan sistem pengolah limbah yang ada, maka limbah yang dibuang ke peraian kadar zat organiknya (BOD) masih terlampau tinggi yakni sekitar 400 – 1.400 mg/l. Untuk itu perlu dilakukan proses pengolahan lanjut agar kandungan zat organik di dalam air limbah memenuhi standar air buangan yang boleh dibuang ke saluran umum

(28)

15

Universitas Indonesia (Said dan Wahjono, 1999). Analisis kandungan mengenai limbah cair tempe terdapat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Hasil Analisis Kandungan Limbah Cair Pabrik Tempe (Wiryani, 2007) No. Parameter Satuan Limbah Cair dari Rendaman

Kedelai (Rata-rata)

1. Suhu °C 32

2. TDS (Total Dissolve Solid) mg/l 25.254 3. TSS (Total Suspended Solid) mg/l 4,551

4. pH - 4,16

5. NH3N (Amoniak bebas) mg/l 26,7

6. NO3N (Nitrat) mg/l 14,08

7. DO (Dissolved Oxygen) mg/l Tidak terdeteksi

8. BOD

(Biological OxygenDemand) mg/l 31.380,87

9. COD

(Chemical Oxygen Demand) mg/l 35.398,87

Limbah pada industri pengolahan kedelai pada dasarnya memiliki karakteristik yang hampir sama. Mengingat kedelai sebagai bahan baku mengandung protein (34.9%), karbohidrat (34.8%), lemak (18,1%) dan bahan-bahan nutrisi lainnya, maka limbah yang dihasilkan dapat mengandung bahan-bahan organik yang tinggi dan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba (Sudaryati et al., 2007).

3.2. Konsep Limbah menjadi Energi Listrik

Limbah yang diubah menjadi energi listrik melalui sistem MFC dapat diilustrasikan oleh Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Konversi limbah menjadi energi listrik dalam sistem single chamber MFC (Laboratoire Ampere Ecole Centrale de Lyon, 2012)

(29)

Pada gambar 2.6., MFC diisi dengan limbah yang mengandung molekul biodegradabel dan mikroba. Mikroba yang terdapat dalam limbah tersebut kemudian akan mengoksidasi molekul biodegradabel menghasilkan elektron, proton dan CO2. Proton menuju ke katoda melalui larutan elektrolit. Sedangkan elektron akan menempel ke anoda, kemudian mengalir melalui sirkuit listrik ke katoda. Aliran elektron inilah yang menghasilkan daya listrik. Pada katoda elektron, proton dan oksigen bergabung membentuk H2O.

2.9. State of the Art

Pada tahun 2007, Scott melakukan penelitian mengenai MFC dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh posisi geometrik anoda dan katoda terhadap produksi energi listrik. Pada penelitian ini, digunakan reaktor dual chamber dengan elektroda kertas karbon. Faktor yang dibandingkan adalah bahan bakar, dengan dan tanpa mediator, serta dengan dan tanpa membran.

Lanthier juga melakukan penelitian tentang MFC. Pada penelitian ini, digunakan bakteri Shewanella oneidensis yang ditumbuhkan selama 50 hari di dalam sistem MFC yang menggunakan batang grafit sebagai elektrodanya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses oksidasi senyawa laktat menjadi asetat di dalam kompartemen anoda pada sistem MFC. Bioreaktor yang digunakan dirancang anaerob dengan mengalirkan gas nitrogen dan karbondioksida ke dalam kompartemen anoda, sedangkan pada kompartemen katoda dialirkan udara ke dalamnya.

Dengan bakteri yang sama, Velasquez (2009) melakukan penelitian MFC menggunakan reaktor single-chamber dan lempengan grafit sebagai elektrodanya. Zat anolit diaduk menggunakan magnetic stirrer. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan mediator terhadap transpor elektron dari sel bakteri ke anoda dalam rangka meningkatkan produksi kuat arus listrik. Mediator yang ditambahkan adalah FMN dan riboflavin. Hasilnya adalah bahwa MFC dengan menggunakan mediator mampu menghasilkan power density lebih tinggi dibandingkan dengan tidak menggunakan mediator.

(30)

17

Universitas Indonesia chamber dengan elektroda grafit. Sedangkan pada katoda digunakan kalium ferisianida dan larutan bufer. Dari penelitian ini, diperoleh bahwa penambahan riboflavin mampu meningkatkan kuat arus dari 224 µA menjadi 262 µA. Selain itu, dilakukan pula upaya penambahan riboflavin dengan menggunakan minyak kelapa sawit dan dihasilkan peningkatan riboflavin sebesar 42,19%.

Bakteri lain yang sering digunakan dalam MFC adalah Geobacter sulfurreducens. Trinh (2009) menggunakan kultur G. Sulfurreducens sebagai anoda pada reaktor dual-chamber dengan asetat sebagai substrat. Elektroda di anoda berupa kertas karbon, sedangkan di katoda ditambahkan katalis Pt. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh temperatur dan loading katalis Pt pada elektroda di katoda. Power density maksimum sebesar 418 – 470 mW/m2 dicapai saat temperatur optimum 30 – 320C dan meningkat sebesar dua kali lipat setelah loading katalis Pt ditambahkan dari 0,5 menjadi 3 mg/cm2.

Dengan menggunakan bakteri yang sama, Nevin (2008) melakukan penelitian dengan tujuan membandingkan kinerja MFC pada kultur murni G. Sulfurreducens dengan kultur campuran. G. Sulfurreducens ditumbuhkan dalam asetat sebagai substrat pada sistem MFC dengan elektroda kertas karbon pada anoda dan katoda yang diletakkan sedekat mungkin. Power density yang dihasilkan G. Sulfurreducens lebih tinggi dibandingkan dengan kultur murni. Hasil ini diperoleh pada saat ukuran dan volume anoda diperkecil. Dalam penelitiannya, Nevin juga membandingkan kinerja kertas karbon dan grafit sebagai elektroda. Dibandingkan dengan kertas karbon, grafit dapat menghasilkan current density lebih besar. Namun lapisan biofilm yang ditimbulkan juga lebih tebal (50 µm) dibanding dengan kertas karbon (3 – 18 µm).

Selain bakteri, wastewater juga dapat digunakan sebagai inokulum di anoda. You melakukan penelitian tentang MFC dari wastewater pada tahun 2006. You menggunakan 3 jenis larutan elektrolit sebagai perbandingan, yaitu permanganat, ferisianida, dan oksigen (dengan dan tanpa katalis Pt). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan permanganat sebagai akseptor elektron di katoda mampu menghasilkan power density maksimum sebesar 115,6 mW/m2. Nilai ini 4,5 kali power density dengan ferisianida (25,62 mW/m2) dan 11,3 kali lebih besar dibanding oksigen (10,2 mW/m2). Selain itu, dikaji pula

(31)

pengaruh pH dan konsentrasi awal permanganat terhadap Open Circuit Potential (OCP). Dari percobaan ini diperoleh bahwa nilai OCP sebanding dengan konsentrasi awal permanganat dan berbanding terbalik dengan pH.

Gurrero-Rangel (2010) juga menggunakan wastewater untuk meninjau pengaruh larutan elektrolit terhadap power density MFC. Kali ini, larutan yang dibandingkan adalah potassium permanganat, potassium ferisianida, dan potassium dikromat. Penelitian ini menggunakan dual-chamber reaktor yang dihubungkan oleh jembatan garam (salt bridge) dengan grafit sebagai elektroda dan glukosa sebagai substrat. Hasilnya adalah potassium permanganat mampu menghasilkan power density tertinggi, yaitu 7,29 mW/m2, diikuti oleh potassium ferisianida (0,92 mW/m2) dan potassium dikromat (0,79mW/m2).

Penelitian MFC mengunakan wastewater juga dilakukan oleh Guo pada tahun 2008. Penggunaan waste sebagai biokatoda berfungsi menggantikan peran mediator dan katalis. Reaktor yang digunakan adalah dual-chamber dengan grafit sebagai elektrodanya. Pada anoda terdapat domestic waste water sementara katoda dialiri oleh udara sebagai akseptor elektron. Power density yang dihasilkan dari sistem MFC ini adalah 19,53 W/m3.

Peneliti lain yang menggunakan waste sebagai inokulum adalah Min (2008). Digunakan reaktor dual-chamber dengan kertas karbon sebagai elektroda dan terdapat pengaliran udara secara kontinyu di katoda. Hal yang ingin ditinjau adalah pengaruh penambahan komposisi medium pada anoda dan peningkatan temperatur terhadap power density yang dihasilkan. Dari ketiga temperatur yang diuji, yaitu 150, 220, dan 300C, power density tertinggi dihasilkan saat MFC dioperasikan pada temperatur 300C. Penambahan bufer fosfat pada medium di anoda terbukti dapat meningkatkan power density 4 kali lebih besar dibandingkan kontrol, yaitu 320 mW/m2.

Di tahun yang sama, Ieropoulos (2008) juga meneliti wastewater dalam bentuk sludge pada reaktor dual-chamber MFC yang dialiri substrat secara kontinyu (continous flow). Hal yang dikaji adalah pengaruh konfigurasi reaktor MFC terhadap produksi energi listrik. Ieropoulos menggunakan 10 reaktor identik yang dirangkaikan secara seri, paralel, dan seri-paralel. Tegangan maksimum

(32)

19

Universitas Indonesia didapatkan dari rangkaian paralel, yaitu sebesar 23 mA/m2. Gabungan rangkaian seri-paralel menghasilkan power density tertinggi, yaitu 5,2 mW/m2. Gabungan seri-paralel ini kemudian dimodifikasi dengan tidak mengalirkan substrat ke dalam reaktor (fluidically isolated) dan dihasilkan kenaikan power density menjadi 12,5 mW/m2.

Penggunaan wastewater sebagai inokulum juga dilakukan oleh Li (2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh konfigurasi reaktor, larutan elektrolit, dan material elektroda terhadap energi listrik. Dalam hal konfigurasi, reaktor dual-chamber tanpa membran memiliki resistansi internal lebih rendah dan menghasilkan tegangan lebih tinggi daripada reaktor konvensional. Penggunaan ferisianida sebagai larutan katoda memberikan nilai tegangan yang lebih tinggi daripada katoda dengan nitrat. Berdasarkan material elektroda, karbon aktif granular menghasilkan power density 2,5 kali lebih besar daripada kertas karbon. Secara keseluruhan, reaktor dual-chamber tanpa membran dengan elektroda karbon aktif granular memiliki daya keluaran yang tertinggi.

Pada tahun 2010, Lee meninjau pengaruh ukuran sel bakteri terhadap produksi energi listrik. Reaktor yang digunakan adalah single-compartment, dimana katoda berada di luar sehingga dapat kontak langsung dengan udara atmosfer. Digunakan elektroda FeC untuk katoda dan elektroda graphite felt yang dimodifikasi dengan Neutral Red untuk anoda. Sebagai perbandingan, digunakan bakteri Microbacterium sp dan Pseudomonas sp. Hasilnya adalah bakteri Microbacterium sp yang memiliki ukuran lebih kecil dapat menghasilkan energi listrik 3-4 kali lebih besar daripada Pseudomonas sp. Dari penjelasan mengenai penelitian MFC diatas, state of the art mengenai penelitian saat ini terdapat pada Tabel 2.2.

(33)

Elektroda Grafit Lee,2010. Guo,2008. Guerrero,2010 Zahara,2011 Lanthier, 2007. Novitasari,2011 Penelitian saat ini Elektroda karbon Min,2008. You,2006. Ieropoulos, 2008 Trinh,2009. Nevin,2008. Scot,2007. Elektroda platina Trinh,2009. Mediator-less Li,2010. Guerrero,2010 Penelitian saat ini Single Chamber Lee,2010. Velasquez-Orta, 2009. . Dual chamber Min,2008. Guo,2008. Li,2010. You,2006. Guerrero,2010 Ieropoulos, 2008 Trinh,2009.

Nevin,2008. Scott,2007. Zahara,2011 Lanthier,2007. Novitasari,2011

Penelitian saat ini

Riboflavin Zahara,2011

Velasquez-Orta, 2009.

Mix-culture Waste

G-sulfurreducens E.coli S.cerevisiae S.oneidensis L. bulgaricus

Tempe Waste

(34)

21 Universitas Indonesia BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan rancangan yang ditunjukkan pada diagram alir pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Tahap awal penelitian adalah studi literatur yang dilakukan dengan mempelajari jurnal publikasi nasional maupun internasional yang berkaitan dengan penelitian mengenai MFC dan perkembangannya serta penggunaan limbah sebagai substrat dalam sistem MFC.

Langkah berikutnya adalah persiapan reaktor digunakan untuk eksperimen. Reaktor MFC bekerja layaknya sel elektrolisis dimana terdapat dua

(35)

kompartemen atau dual chamber, yang berisikan kompartemen katoda dan kompartemen anoda serta adanya peletakan elektroda di masing-masing kompartemen. Kompartemen katoda berisi elektrolit yang merupakan larutan KMnO4 sedangkan kompartemen anoda berisi substrat yaitu limbah makanan.

Preparasi limbah makanan sebagai substrat dilakukan dengan membuat limbah tempe model yang terbuat dari air rebusan kacang kedelai (Glycine max.) dan menyimpan larutan tersebut hingga satu hari, satu minggu, dan satu bulan. Kemudian dilakukan preparasi alat elektrolisis berupa persiapan membran penukar ion yang dalam penelitian ini digunakan jenis Nafion 117 yang terlebih dahulu diaktivasi dengan mereaksikannya dengan aquades, larutan peroksida dan asam sulfat. Selain itu, dilakukan pula persiapan elektroda berupa grafit.

Pada eksperimen MFC ini dilakukan variasi pada jenis substrat, yaitu limbah tempe model dan limbah tempe model yang ditambahkan glukosa dengan perbandingan 1:1. Dari eksperimen tersebut, didapatkan jenis substrat optimal yang digunakan untuk eksperimen dengan variasi lama waktu inkubasi yaitu substrat dengan lama waktu inkubasi satu hari, satu minggu, dan satu bulan. Dari hasil dua variasi ini akan didapatkan jenis substrat dan lama waktu inkubasi substrat optimal yang akan digunakan pada eksperimen dengan substrat limbah industri tempe dan dilihat pengaruhnya terhadap produksi energi listrik berupa kuat arus dan tegangan. Instrumen pengukur kuat arus dan tegangan yang digunakan dalam penelitian MFC ini ada dua, yaitu Analog Microampere (Yokogawa Electric Works. Ltd, tipe 2011b9000em class 1.0, Singapore) dan Digital Multimeter Sanwa Electric Instrument co., Ltd cd 771. Sistem ini memiliki hambatan berkisar 0,88 – 2.5 kΩ. Data yang dididapatkan diolah dengan program Microsoft Excel 2007.

Pada penelitian ini, dilakukan analisis pengaruh variasi parameter operasi terhadap kinerja MFC. Kinerja MFC ini dilihat dari kuat arus (I) dan tegangan (V) yang dihasilkan melalui pengukuran menggunakan digital multimeter dan analog mikroampere. Dari data kuat arus dan tegangan, dapat diperoleh nilai power density (mW/m2 ), yaitu daya per satuan luas permukaan elektroda. Power density dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Momoh et al, 2010).

(36)

23

Universitas Indonesia (/) =( )×"("#$%)

(&)  (3.1)

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Mei, bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses, Departemen Teknik Kimia, UI.

3.3. Sampel Penelitian

Sampel untuk penelitian ini adalah substrat yang terdiri dari limbah industri model yang dibuat dari air rebusan kacang kedelai (Glycine max.) dan diinkubasikan selama satu hari, satu minggu, dan satu bulan. Adapun limbah industri tempe yang digunakan diambil dari limbah industri tempe yang terletak di Kampung Lio Depok.

3.4. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut.

3.6.1. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Alat yang digunakan

No. Alat Fungsi

1. Reaktor MFC Menampung elektrolit dan substrat untuk system 2. Multimeter digital Mengukur tegangan yang dihasilkan sistem 3. Mikroamperemeter

analog Mengukur kuat arus yang dihasilkan sistem 4. Kabel dan jepit

buaya

Menghubungkan arus listrik dari sistem menuju multimeter dan mikroamperemeter

5. Timbangan analitik

Menimbang bahan agar massa yang digunakan dalam penelitian menjadi akurat

6. Magnetic stirrer Mengaduk larutan dengan menggunakan kekuatan magnet

(37)

7. Gelas beaker Wadah pengadukan larutan 8. Gelas ukur Mengukur volume larutan

9. Erlenmeyer Tempat mereaksikan larutan dan menyimpan larutan sementara

10. Spatula kaca Mengaduk larutan hingga homogen 11. Kaca arloji Tempat peletakan bahan berbentuk solid 12. Pipet ukur Mengukur volume larutan dan memindahkan

larutan tersebut

13. Pipet tetes Memindahkan larutan dalam jumlah yang kecil

3.6.2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan

No. Bahan Fungsi

1. Membran Nafion 117

Meloloskan proton dari kompartemen anoda ke kompartemen katoda

2. Grafit Menjadi elektroda dalam system 3. Aquadest Sebagai pelarut dan pengencer 4. NaOH Untuk preparasi elektroda 5. HCl Untuk preparasi elektroda 6. H2O2 3% Untuk preparasi membran 7. H2SO4 Untuk preparasi membran 8. KMnO4 Sebagai elektrolit

9. Buffer fosfat Sebagai penstabil pH larutan

10. Cling Wrap Sebagai penutup saat menyimpan larutan 11. Alumunium Foil Sebagai penutup saat menyimpan larutan

3.5. Variabel Penelitian

(38)

25

Universitas Indonesia 3.6.1. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang dibuat bervariasi dengan besar nilai tertentu. Variabel bebas dalam penelitian ini antara lain jenis substrat dan lama waktu inkubasi substrat.

3.6.2. Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang terjadi akibat adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kuat arus dan tegangan yang dihasilkan oleh sistem MFC.

3.6.3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat dalam keadaan konstan. Variabel kontrol dari penelitian ini adalah suhu.

3.6. Pelaksanaan Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan dalam eksperimen ini terdiri dari preparasi awal yang terdiri dari preparasi alat elektrolisis; preparasi substrat; dan preparasi elektrolit, eksperimen MFC, dan pengambilan data berupa kuat arus dan tegangan listrik.

3.6.1. Preparasi Alat Elektrolisis

Alat elektrolisis yang digunakan dalam sistem MFC dipreparasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Alat elektrolisis yang digunakan adalah membran penukar proton (Proton Exchange Membrane) dan elektroda.

3.6.2.1. Preparasi Membran Penukar Proton

Membran penukar proton dipreparasi dengan langkah-langkah yang dijelaskan dalam Gambar 3.2.

Membran Penukar Proton

Dididihkan dalam aquades

(39)

Gambar 3.2. Diagram Alir Preparasi Membran Penukar Proton

Proton Exchange Membrane, dalam hal ini adalah membran Nafion 117 perlu dilakukan pre-treatment terlebih dahulu sebelum diaplikasikan pada MFC dengan cara direbus dengan aquades selama 1 jam lalu dididihkan dengan H2O2 3% selama 1 jam dan dicuci dengan aquades. Membran selanjutnya dididihkan kembali dalam H2SO4 1 M selama 1 jam lalu dicuci dengan aquades sebanyak 3 kali. Membran disimpan (direndam) dalam aquades hingga saat akan digunakan. Sesaaat sebelum mengaplikasikan membran ke dalam reaktor MFC, membran perlu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.

3.6.2.2. Preparasi Elektroda

Elektroda dipreparasi dengan tahap-tahap yang dijelaskan dalam Gambar 3.3.

(40)

27

Universitas Indonesia Gambar 3.3. Diagram Alir Preparasi Elektroda

Elektroda grafit (karbon aktif) direndam ke dalam larutan HCl 1 M selama 1 hari kemudian dibilas dengan menggunakan aquades. Setelah itu elektroda direndam lagi ke dalam larutan NaOH 1 M selama 1 hari kemudian dibilas lagi dengan menggunakan aquades. Elektroda direndam dalam larutan aquades hingga saat akan digunakan.

3.6.2. Preparasi Substrat

Substrat yang harus dipreparasi dalam penelitian ini terdiri dari limbah tempe model dan glukosa yang akan dicampur dengan dari limbah tempe model.

3.6.2.1. Preparasi Limbah Tempe Model

Kacang kedelai (Glycine max) dengan massa 200 gram direbus dengan air 500 mL (rasio 1 : 2,5; w/v) selama 15 menit. Hal ini dilakukan mengikuti proses perendaman kacang kedelai pada proses pembuatan tempe, yaitu dengan rasio 3 : 5 (w/v) (Nout et al., 1985). Air rebusan kemudian disimpan dalam gelas beaker dan ditutup dengan alumunium foil dan dilapisi dengan plastic wrap. Air rebusan ini diinkubasikan pada inkubator dengan suhu 37°C secara aerob selama 1 hari, 1 minggu, dan 1 bulan.

Direndam dalam HCl 1 M

Direndam dalam NaOH 1 M

Dicuci dan direndam dalam aquades

(41)

3.6.2.2. Preparasi Glukosa

Glukosa (C6H12O6) yang akan dicampur dengan limbah tempe model adalah larutan glukosa 1 M, maka untuk membuatnya glukosa dengan massa 40,54 gram dilarutkan dalam 225 mL aquades.

3.6.3. Preparasi Elektrolit

Elektrolit yang digunakan adalah larutan kalium permanganat (KMnO4) 1 M. Pada penelitian ini kalium permanganat dengan massa 71,8 gram dilarutkan dengan 450 mL aquades.

3.6.4. Eksperimen MFC

Pada penelitian ini, eksperimen MFC dilaksanakan dengan variasi jenis substrat, varasi lama waktu substrat, dan penggunaan limbah industri tempe

3.6.2.1. Variasi Jenis Substrat

Pada eksperimen dengan substrat limbah tempe model, kompartemen anoda diisi dengan limbah tempe model dengan waktu inkubasi 1 hari sebanyak 450 mL dan kompartemen katoda diisi dengan larutan elektrolit KMnO4 sebanyak 450 mL. Masing-masing kompartemen ditambahkan larutan buffer fosfat 0,1 M 50 mL. Pada eksperimen dengan limbah tempe model yang dicampur dengan glukosa, kompartemen anoda diisi dengan limbah tempe model dengan waktu inkubasi 1 hari sebanyak 225 mL yang dicampur dengan larutan glukosa 1 M 225 mL dan kompartemen katoda diisi dengan larutan elektrolit KMnO4 sebanyak 450 mL. Masing-masing kompartemen juga ditambahkan larutan buffer fosfat 0,1 M 50 mL.

3.6.4.2. Variasi Lama Waktu Inkubasi Substrat

Pada eksperimen dengan waktu inkubasi 1 minggu, kompartemen anoda diisi dengan limbah tempe model dengan waktu inkubasi 1 minggu sebanyak 450 mL dan kompartemen katoda diisi dengan larutan elektrolit KMnO4 sebanyak 450 mL. Masing-masing

(42)

29

Universitas Indonesia yang sama dilakukan pada eksperimen berikutnya, namun mengganti substrat dengan limbah tempe model dengan waktu inkubasi 1 bulan. 3.6.4.3. Penggunaan Limbah Industri Tempe

Pada eksperimen ini, kompartemen anoda diisi dengan limbah industri tempe dengan penambahan substrat dan waktu inkubasi optimal sebanyak 450 mL dan kompartemen katoda diisi dengan larutan elektrolit KMnO4 sebanyak 450 mL. Masing-masing kompartemen ditambahkan larutan buffer fosfat 0,1 M 50 mL.

3.6.5. Pengukuran Kuat Arus dan Tegangan Sistem MFC

Kuat arus dari sistem MFC diukur menggunakan mikroampere analog dan tegangan dari sistem MFC diukur menggunakan multimeter digital. Sebelum pengukuran dilakukan, mikroampere analog dan multimeter digital dikalibrasi terlebih dahulu. Pengambilan data dilakukan satu jam sekali selama 18 jam. Data berupa kuat arus dan tegangan akan diolah menjadi diperoleh nilai power density (mW/m2 ), yaitu daya per satuan luas permukaan elektroda.

(43)

4.1. Desain Microbial Fuel Cell

Desain alat MFC pada penelitian ini menggunakan sel elekrokimia dengan sistem dual-chamber

anoda. Sistem MFC

digunakan untuk menguji pengaruh dari kondisi operasi yang divariasikan (Larrosa et al., 2009).

sama yaitu 500 mL. Kedua kompartemen dipisahkan dengan seb yaitu Proton Exchange Membrane

digunakan dalam penelitian MFC sebagai membran penukar elektron. Membran Nafion

dengan grup sulfonat (

digunakan untuk memisahkan kompartemen katoda dan anod desain MFC untuk memberikan jalur bagi H

kompartemen katoda sementara difusi oksigen pada kompartemen anoda direstriksi. Luas membran yang terkena kontak

dipreparasi sebelum dipakai untuk meningkatkan area pertukaran yang efektif dan memaksimalkan porositas.

silikon untuk mencegah membran bergeser dari posisi yang semula. desain MFC yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1.

BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

Microbial Fuel Cell

Desain alat MFC pada penelitian ini menggunakan sel elekrokimia dengan chamber yang terdiri dari kompartemen katoda dan kompartemen Sistem MFC dual-chamber termasuk sistem MFC yang paling sering digunakan untuk menguji pengaruh dari kondisi operasi yang divariasikan

, 2009). Kedua kompartemen ini dapat menampung volume 500 mL. Kedua kompartemen dipisahkan dengan seb

Proton Exchange Membrane (Nafion 117, Lyntech, USA digunakan dalam penelitian MFC sebagai membran penukar elektron.

Membran Nafion memiliki penyusun utama fluorokarbon hidrofobik dengan grup sulfonat (-SO3) hidrofilik yang terikat. Membran penukar proton digunakan untuk memisahkan kompartemen katoda dan anoda secara fisik dalam

untuk memberikan jalur bagi H+ dari kompartemen anoda menuju kompartemen katoda sementara difusi oksigen pada kompartemen anoda

Luas membran yang terkena kontak adalah 12,56 cm

dipreparasi sebelum dipakai untuk meningkatkan area pertukaran yang efektif dan imalkan porositas. Membran yang digunakan diapit dengan lapisan on untuk mencegah membran bergeser dari posisi yang semula.

desain MFC yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Skema Desain MFC Dual-chamber

Desain alat MFC pada penelitian ini menggunakan sel elekrokimia dengan yang terdiri dari kompartemen katoda dan kompartemen termasuk sistem MFC yang paling sering digunakan untuk menguji pengaruh dari kondisi operasi yang divariasikan Kedua kompartemen ini dapat menampung volume yang 500 mL. Kedua kompartemen dipisahkan dengan sebuah membran Lyntech, USA) yang biasa digunakan dalam penelitian MFC sebagai membran penukar elektron.

arbon hidrofobik Membran penukar proton ini a secara fisik dalam dari kompartemen anoda menuju kompartemen katoda sementara difusi oksigen pada kompartemen anoda adalah 12,56 cm2. Membran dipreparasi sebelum dipakai untuk meningkatkan area pertukaran yang efektif dan Membran yang digunakan diapit dengan lapisan on untuk mencegah membran bergeser dari posisi yang semula. Skema dari desain MFC yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada Gambar 4.1.

(44)

31

Universitas Indonesia Sistem MFC ini, menggunakan elektroda grafit yang berasal dari batang karbon batu baterai berukuran A. Luas permukaan dari elektroda ini sebesar 1,46 x 10-3 m2 dengan diameter sebesar 0,762 cm dan panjang elektroda 5,715 cm. Elektroda dipreparasi sebelum pemakaian untuk netralisasi. Kabel tembaga digunakan untuk menghubungkan elektroda ke microampere dan multimeter.

Kemudian setelah instrument lengkap dipasang, eksperimen MFC dijalankan dengan menutup anoda dengan plastic wrap untuk menjaga kondisi lingkungan mikro anaerobik dan menutup kompartemen katoda dengan alumunium foil untuk mecegah terjadinya fotodekomposisi pada larutan KMnO4. Rangkaian MFC yang digunakan ditunjukkan dalam Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Rangkaian MFC

4.2. Reaksi Kimia di Kompartemen Katoda dan Kompartemen Anoda

Larutan elektrolit yang digunakan pada MFC diletakkan pada kompartemen katoda. Novitasari (2011) membandingkan produksi listrik yang dihasilkan sistem MFC dengan larutan elektrolit kalium ferisianida (K3Fe(CN)6) 1 M dan kalium permanganat (KMnO4) 1 M. Dari eksperimen tersebut, sistem MFC yang menggunakan larutan elektrolit kalium permanganat memberikan kuat arus dan tegangan yang lebih besar dibandingkan dengan MFC yang menggunakan larutan elektrolit kalium ferisianida, yaitu sebesar 19% untuk kuat arus dan 12% untuk tegangan. Nilai potensial di anoda umumnya ditentukan oleh beberapa

(45)

faktor, antara lain laju konversi substrat dan laju transfer elektron dari bakteri ke permukaan elektroda di anoda sedangkan nilai potensial di katoda hanya ditentukan oleh jenis akseptor elektron yang digunakan. Dengan mengasumsikan potensial redox NAD+/NADH di anoda bernilai konstan (-0,32 V), nilai tegangan akan bergantung sepenuhnya kepada kinerja katoda. Karena permanganat memiliki potensial redoks yang tinggi, perbedaan potensial di anoda dan katoda akan semakin besar sehingga energi listrik yang dihasilkan akan meningkat (You et al., 2006).

Proton dan elektron yang berasal dari anoda digunakan untuk mereduksi Mn7+ menjadi Mn4+. Reaksi yang terjadi sebagai berikut (Guerrero-Rangel N, 2010).

MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O E0 = 1,70 V (4.1) Kalium permanganat juga mengalami fotodekomposisi atau terdekomposisi jika terkena cahaya. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.

2KMnO4  K2MnO4 + MnO2(s) + O2 (4.2) Maka saat eksperimen dijalankan, kompartemen katoda yang berisi elektrolit ditutup dengan alumunium foil untuk menghindari fotodekomposisi.

Kompartemen katoda dan anoda berisi larutan buffer fosfat 0,1 M dengan pH 7,0 yang berfungsi menyeimbangkan pH larutan di kedua kompartemen dalam sistem MFC. Selain itu, larutan buffer fosfat juga berfungsi menambah kekuatan ion dan konduktivitas larutan sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan nilai power density (Min et al., 2008) dan juga menyediakan proton (Chae et al., 2008). Kompartemen anoda MFC diisi dengan limbah yang mengandung molekul biodegradabel dan mikroba. Mikroba yang terdapat dalam limbah tersebut kemudian akan mengoksidasi molekul biodegradabel menghasilkan elektron, proton dan CO2. Proton menuju ke katoda melalui larutan elektrolit sedangkan elektron akan menempel ke anoda, kemudian mengalir melalui sirkuit listrik ke katoda. Aliran elektron inilah yang menghasilkan daya listrik. Pada katoda elektron, proton dan oksigen bergabung membentuk H2O. Secara umum reaksinya dapat dituliskan dalam Persamaan 4.3. dan 4.4. :

(46)

33

Universitas Indonesia Katoda : O2 + e- + H+



 H2O (4.4)

Limbah industri kedelai mengandung protein, karbohidrat dan lemak yang merupakan senyawa biodegradabel. Senyawa ini kemudian telah terurai oleh mikroba menjadi molekul yang lebih sederhana yang sebagian besar berupa asetat dan senyawa gula sederhana (glukosa, sukrosa, dan sebagainya). Senyawa sederhana inilah yang kemudian diuraikan lagi dalam sistem MFC untuk konversi menjadi listrik. Oleh karena itu persamaan bisa dituliskan lagi sebagai berikut :

• Gula sederhana sebagai molekul biodegradable terdegradasi seperti yang ditunjukkan Persamaan 4.5. dan 4.6.

Anoda : CXHYOZ + H2O   CO2 + e- + H+ (4.5) Katoda : O2 + e- + H+   H2O (4.6)

Molekul sederhana yang diberikan pada substrat MFC seperti asetat akan terdegradasi (Liu et al., 2005) seperti yang ditunjukkan Persamaan 4.7 dan 4.8.

• Asetat sebagai molekul biodegradabel

Anoda : CH3COOH + 2H2O   2CO2 + 8e- + 8H+ (4.7) Katoda : 2O2 + 8e- + 8H+   4H2O (4.8)

4.3. Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Variasi Substrat

Eksperimen MFC dilakukan menggunakan substrat limbah tempe model dan limbah tempe model yang ditambahkan glukosa dengan perbandingan 1:1 (v/v). Kompartemen anoda dioperasikan tanpa menggunakan mediator elektron (mediator-less), dimana elektron yang dihasilkan dari degradasi senyawa organik oleh mikroba disalurkan menuju elektroda secara langsung tanpa bantuan zat kimia tambahan. Kuat arus dan tegangan diukur selama satu siklus batch. Tegangan yang diukur dalam penelitian MFC ini juga disebut Open Circuit Voltage (Tegangan Sirkuit Terbuka) karena sirkuit listrik, yang dalam penelitian

(47)

ini merupakan sistem MFC, tidak diberikan beban atau hambatan listrik eksternal seperti resistor atau lampu.

pada variasi substrat tersaji dalam Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Perbandingan Kuat Arus

Data berupa kuat arus dan tegangan mendapatkan nilai power density dihasilkan oleh sistem MFC. digambarkan dalam Gambar 4.4.

ini merupakan sistem MFC, tidak diberikan beban atau hambatan listrik eksternal lampu. Kuat arus dan tegangan yang dihasilkan sistem MFC

tersaji dalam Gambar 4.3.

Perbandingan Kuat Arus dan Tegangan pada Variasi Jenis Substrat

Data berupa kuat arus dan tegangan di atas diolah dengan Persamaan 3.1

power density yang dapat mewakili produksi listrik yang dihasilkan oleh sistem MFC. Power density sistem MFC dengan variasi ini digambarkan dalam Gambar 4.4.

ini merupakan sistem MFC, tidak diberikan beban atau hambatan listrik eksternal Kuat arus dan tegangan yang dihasilkan sistem MFC

pada Variasi Jenis Substrat

diolah dengan Persamaan 3.1 untuk dapat mewakili produksi listrik yang sistem MFC dengan variasi ini

(48)

35

Universitas Indonesia Kedua variasi memberikan produksi listrik (dalam nilai power density) yang besar di awal eksperimen yaitu sebesar 1,65 x 10-6 mW/m2 untuk limbah tempe model murni dan 9,59 x 10-7 mW/m2 untuk limbah industri tempe dengan tambahan glukosa, yang kemudian turun secara perlahan seiring berjalannya waktu. Banyaknya senyawa organik yang dapat dikonsumsi oleh mikroba membuat metabolisme mikroba meningkat tajam, yang diindikasikan oleh meningkatnya produksi listrik hasil metabolisme. Perbandingan energi per satuan luas yang dihasilkan masing-masing substrat digambarkan dalam Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Perbandingan Power Density pada Variasi Jenis Substrat

Pada eksperimen ini, limbah tempe model menghasilkan listrik dari sistem MFC lebih tinggi 41,85% daripada limbah industri tempe model yang ditambahkan glukosa dengan rasio 1:1 (v/v), dengan nilai power density maksimum 1,64 x 10-6 mW/m2. Glukosa adalah substrat yang biasa digunakan dalam eksperimen MFC karena mudah dioksidasi oleh mikroba sehingga produksi listrik dari sistem MFC dapat meningkat (Kim et al., 2000), namun berdasarkan penelitian ini, penambahan glukosa pada limbah tempe model tidak meningkatkan produksi listrik pada sistem MFC.

Penggunaan nutrisi lain seperti asetat mungkin dapat digunakan untuk meningkatkan produksi listrik pada sistem MFC dengan substrat limbah industri tempe. Dalam penelitian yang dilakukan Chae (2009), asetat digunakan dalam

0 0,0000002 0,0000004 0,0000006 0,0000008 0,000001 0,0000012 0,0000014 0,0000016 0,0000018 P o w e r D e n si ty (m W /m 2)

Limbah Tempe Model

Limbah Tempe Model + Glukosa

Gambar

Gambar 2.1.  Mekanisme transfer elektron melalui membran luar sel (Liu, 2008)
Gambar 2.3. Mekanisme transfer elektron menggunakan bacterial nanowires (Liu, 2008)
Gambar 2.4. a) Skema dual chamber MFC, b) Skema single chamber MFC   (Karmakar et al., 2010)
Gambar 2.5. Skema stack MFC (Ieropoulos et al., 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melalui pengkajian karya toko memorabilia ini menemukan dua orientasi wacana dalam praktik fotografi di media sosial, sebelumnya perlu garis bawahi. Komodifikasi

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rakhmat, perlindungan, inspirasi, dan tuntunan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

Bab IV berisi tentang hasil analisis dari data yang telah diperoleh oleh penulis tentang pengaruh menonton video iklan Boss Da Market terhadap sikap tabayun siswa,

Dari hasil amalisis data yang telah peneliti lakukan, maka dapat diambil kesimpulan (1) persentase kesalahan konsep yang dilakukan siswa kelas VII SMP N 9 Yogyakarta dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aromaterapi lavender terhadap intensitas nyeri pada pasien pasca operasi bedah mayor di Rumah Sakit Dustira

Padahal di dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2014 Tentang Panas Bumi Pasal 8 menyatakan bahwa kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota adalah untuk membentuk

Dalam penyusunan dan pembuatan jadwal kegiatan pimpinan, sebelumnya sekretaris disini telah menerima setoran jadwal dari direksi, yang kemudian sekretaris di perintahkan

Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam panelitian ini yaitu: apakah terdapat hubungan yang signifikan antara Daya Ledak Otot Lengan dan Bahu dengan Hasil