4. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
4.1 Letak dan Luas Kepulauan Karimunjawa
Kepulauan Karimunjawa secara geografis terletak 45 mil laut atau sekitar 83 kilometer di barat laut kota Jepara, dengan ketinggian tempat 0-605 m dpl. Secara geografis terletak antara 50 40’39" - 50 55' 00" LS dan 1000 05' 57" - 1100 31' 15" BT, yang mempunyai luas wilayah 169.800 ha, terdiri dari luas daratan 7.120 ha dan luas perairan 162.680 ha. Secara administratif wilayah ini termasuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Karimunjawa Kabupaten Dati II Jepara, Jawa Tengah. Kecamatan Karimunjawa terbagi atas 3 desa, yaitu : Desa Karimunjawa, Desa Kemujan, dan Desa Parang.
Kepulauan Karimunjawa merupakan gugusan pulau-pulau yang jumlahnya 27 pulau, namun hanya lima pulau yang berpenghuni, yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, Pulau Nyamuk, dan Pulau Genting dengan jumlah penduduk kurang lebih 7.900 jiwa. Pulau Karimunjawa menjadi pusat kecamatan yang berjarak ± 83 km dari Kota Jepara.
Kepulauan Karimunjawa dapat dijangkau dengan sarana transportasi udara dan laut. Transportasi udara ditempuh melalui Bandara Ahmad Yani Semarang menuju Bandara Dewadaru di Pulau Kemujan, tetapi pada saat ini penerbangan ke Karimunjawa sudah tidak beroperasi lagi untuk umum dan hanya digunakan secara terbatas.
Transportasi laut ditempuh dengan menggunakan kapal feri yaitu KM. Muria dan KM. Kartini I. KM. Muria berlayar dua kali seminggu dari Pelabuhan Kartini di Jepara dengan waktu tempuh selama enam jam, sedangkan KM. Kartini I berlayar empat kali seminggu dari Pelabuhan Tanjung Mas di Semarang dan Pelabuhan Kartini di Jepara dengan rata-rata waktu tempuh selama tiga jam. Sedangkan Semarang-Jepara dapat ditempuh dengan perjalanan darat menggunakan mobil atau bis selama 1,5 jam.
Transportasi antar pulau sampai saat ini masih mengandalkan perahu-perahu kecil milik nelayan. Selain kapasitasnya kecil dan daya tempuhnya lama, kapal-kapal ini tidak bisa beroperasi jika musim barat (badai) tiba sekitar bulan Desember hingga Maret.
4.2 Iklim
Iklim dan cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh dua angin musim, yaitu muson barat dan timur (musim kemarau dan musim hujan) yang mencirikan iklim di Indonesia. Musim kemarau (musim timur) terjadi pada bulan Juni hingga September dan musim hujan (musim barat) terjadi pada bulan Desember hingga Maret. Peralihan pada kedua musim tersebut adalah musim pancaroba (Dinas Kelautan dan Perikanan Jepara, 2006)
Iklim di Kepulauan Karimunjawa termasuk tipe C dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm per tahun, dengan suhu rata-rata 26-30º C, suhu minimum 22 dan suhu maksimum 34. Kelembaban nisbi antara 70-85% dengan tekanan udara berkisar pada 1.012 mb (Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, DKP. 2004).
Cuaca di Karimunjawa secara umum tenang dan konsisten sepanjang tahun. Angin bertiup dari utara atau barat laut. Perairan secara umum tenang, hal ini menunjukkan bahwa kepulauan ini terlindung oleh massa daratan dari berbagai sisi.
4.3 Hidro Oseanografi
Kondisi Hidrologi, di Kepulauan Karimunjawa tidak terdapat sungai besar yang aliran airnya permanen, namun terdapat lima mata air besar, yaitu Kapuran (Pancuran Belakang), Legon Goprak, Legon Lele, Cikemas dan Nyamplungan. Sungai-sungai tersebut kecil dan sempit dengan dinding terjal dan pola aliran memancar dari arah pusat perbukitan yang bermuara di perairan laut sekitar pulau. Pada musim penghujan sumber air tersebut melimpah.
Sumber air untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk Pulau Karimunjawa umumnya masih menggunakan sumber mata air yang ada dan sumur yang dibangun dengan kedalaman 3 – 12 meter. Sampai saat ini belum ada instalasi air bersih yang menangani pengelolaan air di Pulau Karimunjawa.
Sedangkan di Pulau Kemujan tidak terdapat sumber air yang besar. Penduduk umumnya mendapatkan air dengan membuat sumur sampai pada kedalaman 20 m dan umumnya terletak di bagian tengah dan selatan pulau.
Arus di perairan Kepulauan Karimunjawa pada musim barat/barat laut berasal dari laut Cina Selatan yang menyeret massa air laut menuju ke Laut Jawa sampai kearah timur yaitu Laut Flores, Laut Banda, Laut Arafura dan sebaliknya pada musim tenggara. Berdasarkan peta laut Indonesia (Gambar 10) yang diterbitkan oleh BPPT (2002), pola arus di Laut Jawa menunjukkan musim timur terjadi pada bulan Juni – September dengan puncaknya terjadi pada bulan Agustus, musim barat terjadi pada bulan Desember – Maret dengan puncaknya terjadi pada bulan Januari, peralihan I terjadi pada bulan April – Mei dan peralihan II terjadi pada bulan Oktober – November.
Kecepatan arus permukaan rata-rata berkisar antara 8-24 cm/detik. Kondisi ini sangat mempengaruhi kehidupan perairan, terutama ekosistem terumbu karang (Supriharyono, 2000).
4.4 Ekosistem
4.4.1 Ekosistem Terumbu Karang
Pada umumnya tipe dasar perairan di Kepulauan Karimunjawa mulai dari tepi pulau adalah pasir, makin ke tengah dikelilingi oleh gugusan terumbu karang mulai dari kedalaman 0.5 meter hingga kedalaman 20 meter. Ekosistem terumbu karang terdiri dari tiga tipe terumbu, yaitu terumbu karang pantai (fringing reef), penghalang (barrier reef) dan beberapa taka (patch reef). Tipe substrat dasar perairan berupa pasir berlumpur dan lumpur berpasir.
Pulau-pulau kecil yang ada di Gugus Pulau Karimunjawa umumnya dikelilingi oleh terumbu karang tepian (finging reefs) dengan kedalaman 0.5 – 5 meter yang juga merupakan habitat bagi berbagai jenis biota laut. Jenis-jenis karang yang dapat ditemukan di gugusan kepulauan Karimunjawa termasuk ke dalam jenis karang keras (hard coral) seperti karang batu (massive coral), karang meja (table coral), karang kipas (gorgonian), karang daun (leaf coral),, karang jamur (mushroom coral).
36 Gambar 10. Pola arus sepanjang tahun di perairan pulau Jawa bagian utara
(Sumber : Peta Laut Indonesia, BPPT Jakarta, 2002)
(PERALIHAN I)
(PERALIHAN II)
(MUSIM TIMUR)
Gugusan terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa merupakan gugusan terumbu karang tepidengan kedalaman 0.5 – 5 meter, terdapat 63 genera dari 15 famili karang keras berkapur (scleractinian) dan tiga genera non-scleractinian yaitu Millepora dari kelas Hydrozoa, Heliopora dan Tubipora dari kelas Anthozoa (WCS, 2004). Penutupan karang keras berkisar antara 6,7% hingga 68,9% dan indeks keragaman berkisar antara 0,43 hingga 0,91.
Kondisi terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa secara umum mempunyai rata-rata penutupan sekitar 40-50%. Faktor utama rendahnya persen penutupan karang adalah bencana alam. Hal ini dapat dilihat dari gundukan pecahan karang mati yang cukup luas (coral rubble) di beberapa lokasi seperti di P. Burung, P. Krakal Besar, P. Krakal Kecil, Karang Kapal, P. Bengkoang dan P. Menyawakan.
Selain itu, pada umumnya rataan karang di bagian barat cenderung tinggi tingkat kerusakannya akibat gelombang musim barat yang keras dan ekploitasi yang tinggi oleh masyarakat, sehingga hanya jenis karang tertentu saja yang dapat bertahan (misalnya jenis Porites yang masif).
Berdasarkan hasil pengamatan dan beberapa kajian yang pernah dilakukan di perairan Kepulauan Karimunjawa, kondisi terumbu karang mengalami kerusakan akibat penggunaan potas/bom, jangkar perahu, patah terinjak yang diakibatkan oleh wisatawan ataupun penggunaan alat tangkap seperti bubu atau muroami, namun pada beberapa lokasi telah terjadi pemulihan yang ditandai dengan tumbuhnya cabang-cabang baru pada karang.
4.4.2 Ekosistem Padang Lamun dan Rumput Laut
Ekosistem padang lamun di Karimunjawa memiliki pola penyebaran yang mengelompok berdasarkan kesamaan jenis atau spesies. Sugiarianto (2000) menemukan delapan spesies lamun di tiga lokasi yaitu: Pancuran, Legon Lele dan Ujung Gelam. Berdasarkan hasil survey, padang lamun dapat dijumpai di tujuh lokasi, yaitu di sekitar Pulau Karimunjawa, Pulau Kemojan, Pulau Genting, Menjangan Besar, Pulau Menjangan Kecil, Alang-alang dan Legon Nipah. Kondisi ekosistem padang lamun di sekitar Tanjung Pundak Pulau Karimunjawa
mengalami kerusakan yang disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia seperti alur pelayaran, pembuangan limbah tambak udang, dan pengerukan dermaga.
Berdasarkan hasil survey dilapangan, menunjukkan bahwa ekosistem padang lamun yang terdapat di perairan Gugus Pulau Karimunjawa didominasi oleh Enhalus sp, Thallasia, Syrongodium, Thalosodenrum, dan Chimodecea.
Potensi rumput laut di Kepulauan Karimunjawa didominasi 3 filum dan 10 genus, yaitu filum Chlorophyta terdiri dari 2 genus, filum Phaeophyta terdiri dari 3 genus, dan filum Rhodophyta terdiri dari 5 genus (Anonim, 1988). Beberapa jenis rumput laut yang ditemukan pada saat survey antara lain : Caulerpa, Dictyota, Padina Sargassum, Turbinaria, Ulva, Jania, Amphiroa, Halimeda spp. dan sebagainya.
4.4.3 Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove di Karimunjawa menyebar di seluruh kepulauan dengan luasan yang berbeda-beda. Pulau-pulau yang memiliki ekosistem mangrove adalah P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Cemara Kecil, P. Cemara Besar, P. Krakal kecil, P. Krakal Besar, P. Merican, P. Menyawakan dan P. Sintok. Ekosistem mangrove terluas terdapat di P. Kemujan dan P. Karimunjawa seluas 396,90 ha (BTNKJ, 2002).
4.5 Potensi Sumberdaya Perikanan Karimunjawa 4.5.1 Ikan Pelagis
Ikan-ikan pelagis penting di Karimunjawa adalah ikan Tongkol (Auxis spp.), Tenggiri (Scomberomerus spp.) dan Teri (Stolephorus spp.) . Penangkapan ikan-ikan pelagis ini umumnya terjadi di musim timur untuk jenis ikan Teri dan di musim barat untuk kelompok ikan Tongkol dan Tenggiri. (BTNKJ, 1988).
4.5.2 Ikan Karang
Ikan karang yang ditemui di perairan Karimunjawa merupakan jenis-jenis yang biasa hidup pada perairan yang cenderung tenang, dengan arus yang tidak terlalu kencang. Kondisi terumbu karang yang memiliki rataan yang luas
dengan dasar perairan yang landai namun dangkal juga menyebabkan jenis-jenis ikan yang ditemui di Karimunjawa cenderung seragam.
Pada perairan dangkal Karimunjawa ditemukan 43 famili ikan karang, terutama ikan-ikan yang berasosiasi erat dengan terumbu karang. Dalam satu kali penyelaman selama 60 menit, dapat ditemukan 69 sampai 141 spesies ikan karang.
Perairan kepulauan Karimunjawa memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi akan jenis ikan hias, jenis yang dominan ditemui antara lain dari famili : Apogonidae, Achanthuridae, Bleuniidae, Centriscidae, Holocanthidae, Holocentridae, Fistularidae, Gobiidae, Haemulidae,Muraenidae, Balistidae, Labridae, Monacanthidae, Nemipteridae, Lethrinidae, Pomacanthidae, Pomacentridae, Scarjdae, Scorpaenidae, dan Zanclidae. Kepadatannya tergantung dari presentase penutupan terumbu karang yang ada di perairan.
Selain ikan karang hias, terdapat juga beberapa jenis yang dapat dikonsumsi, antara lain : ekor kuning (Caesio cunning.), pisang-pisang (Caesio chrysozona), kerapu (Epinephelus spp.), kakap (Lutjanus spp.), lencam (Lethrinus spp.), kakatua (Callyodon spp.) dan beronang (Siganus spp.). (WCS, 2004). 4.6 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa
Taman Nasional Karimunjawa dikelola dengan sistem zonasi dengan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan melalui SK Dirjen PHKA No. SK.79/IV/Set-3/2005 tentang Revisi Zonasi/Mintakat Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa, sebagai berikut :
• Zona Inti : seluas 444,629 hektar meliputi sebagian perairan P. Kumbang, perairan Taka Menyawakan, perairan Taka Malang dan Perairan Tanjung Bomang
• Zona Perlindungan : seluas 2.587,711 hektar meliputi hutan tropis dataran rendah dan hutan mangrove, serta wilayah perairan P. Geleang, P. Burung, Tanjung Gelam, P.Sitok, P. Cemara Kecil, P.Katang, Gosong Selikur, Gosong tengah.
• Zona Pemanfaatan Pariwisata : seluas 1.226,525 hektar meliputi perairan P. Menjangan Besar, P. Menjangan kecil, P. Menyamakan, P.
Kembar, sebelah timur P. Kumbang, P.Tengah, P. Bengkoang, Indonor dan Karang Kapal.
• Zona Pemukiman : seluas 2.571,546 hektar melalui P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang dan P. Nyamuk.
• Zona Rehabilitasi : seluas 122,514 hektar meliputi perairan sebelah Timur P. Parang, sebelah Timur P. Nyamuk, sebelah Barat P. Kemujan dan sebelah Barat P. Karimunjawa.
• Zona Budidaya seluas 788,213 hektar meliputi perairan P. Karimunjawa, P.Kemujan, P. Menjangan Besar, P. Parang dan P. Nyamuk.
• Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional : seluas 103.883,862 hektar meliputi seluruh perairan di luar zona yang telah ditetapkan yang berada di dalam kawasan TN Karimunjawa.
4.6.1 Aktifitas di Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional
Aktifitas yang boleh dilakukan di zona pemanfaatan perikanan adalah pemanfaatan perikanan tradisional dan kegiatan budidaya dalam karamba. Aktifitas yang tidak boleh dilakukan di zona pemanfaatan perikanan tangkap adalah semua yang dilarang pada zona inti dan introduksi jenis biota serta penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (Muroami, Jaring Ambai, Jaring Pocong, Cantrang dan Sianida). Pembangunan sarana dan prasarana harus dilakukan dengan ijin khusus.
4.6.2 Aktifitas di Zona Budidaya
Aktifitas yang boleh dilakukan di Zona Budidaya adalah kegiatan yang berhubungan dengan budidaya rumput laut, keramba jaring apung, budidaya kerapu bibit alami.
Sedangkan aktifitas yang tidak boleh dilakukan adalah secara sengaja atau tidak sengaja mengambil, mengganggu atau memindahkan biota baik yang masih hidup atau mati beserta bagian-bagiannya.
Gambar 11. Zonasi Taman Nasional Karimunjawa (Sumber : WCS Marine Program Indonesia (2005))
4.7 Aktivitas Nelayan 4.7.1 Perikanan Tangkap
Kepulauan Karimunjawa memiliki karakteristik masyarakat yang sebagian besar adalah nelayan tangkap, dengan komposisi nelayan terbesar di Desa Parang sebesar 64,57% dari jumlah penduduknya. Kondisi ini mengakibatkan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hayati laut. Hal paling utama yang dirasakan masyarakat saat ini adalah adanya penurunan hasil tangkapan. Penurunan hasil tangkapan diduga akibat pola penangkapan ikan yang tidak lestari, yaitu pengoperasian alat-alat tangkap yang memiliki efektifitas daya tangkap yang tinggi dengan selektifitas yang rendah seperti penggunaan jaring muroami dan sianida.
Bagan perahu, pancing tonda, jaring insang dan bubu merupakan jenis alat tangkap utama yang dioperasikan oleh nelayan Kepulauan Karimunjawa. Alat tangkap muroami merupakan alat tangkap yang saat ini sudah dilarang penggunaannya oleh pemerintah daerah. Berdasarkan data tahun 2006 (Tabel 2) masih tercatat kepemilikan alat tangkap Muroami, namun berdasarkan wawancara nelayan, alat tangkap ini sudah tidak dioperasikan lagi.
Tabel 2. Data perikanan tangkap kepulauan Karimunjawa No. Jenis Alat
Tangkap Jumlah Alat Tangkap (Unit) Produksi/Trip (kg) Jenis Ikan Tangkapan Dominan
1 Muroami 18 100 Ikan karang
2 Bagan Perahu 90 100 Teri
3 Pancing tonda 617 25 Tongkol dan
Tenggiri
4 Jaring insang 200 10 Ikan karang
5 Bubu 2000 0,5 Ikan karang
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Jepara, 2006
Jenis bagan yang banyak beroperasi di perairan Kepulauan Karimunjawa adalah bagan perahu. Daerah penempatan dengan tingkat pemanfaatan paling tinggi berada di perairan sekitar Pulau Bengkoang, Pulau Menyawakan dan Pulau Cemara Besar, sedangkan perairan lainnya dengan tingkat pemanfaatan yang
rendah. Pengoperasian Bagan Perahu ditujukan terutama untuk menangkap ikan teri. Nelayan yang paling banyak mengoperasikan Bagan Perahu adalah nelayan Desa Karimunjawa dan Kemujan.
Daerah operasi pancing tonda paling tinggi adalah di sebelah utara perairan Kepulauan Karimunjawa. Jenis ikan tangkapan dominan adalah tongkol dan tenggiri. Pada musim ikan tongkol dan tenggiri, hampir seluruh armada tangkap (75%) mengoperasikan pancing tonda untuk menangkap ikan ini.
Jaring insang merupakan alat tangkap mayoritas nelayan Desa Parang dan dioperasikan di perairan sekitar Pulau Parang dan Pulau Nyamuk. Jenis ikan tangkapan utamanya adalah ikan-ikan karang dari beragam jenis. Ikan ekor kuning merupakan ikan yang dominan tertangkap, sedangkan ikan lainnya adalah ikan kembung, ikan tongkol dan tenggiri serta ikan karang lainnya.
Bubu merupakan alat tangkap yang banyak dioperasikan nelayan Pulau Nyamuk (bagian dari Desa Parang) dengan target tangkapan adalah ikan-ikan karang. Bubu biasanya dioperasikan berbarengan pada saat nelayan hendak mengoperasikan jaring insang. Bubu merupakan alat tangkap yang banyak dimiliki oleh para pandega sebagai tambahan penghasilan mereka dari hasil bekerja untuk juragan. Tidak semua pandega memiliki bubu, tapi rata-rata memiliki sekitar 10-20 bubu.
Yayasan Taka pada tahun 2004 telah melakukan kajian dan penelitian yang dilakukan di lima lokasi pemantauan di Taman Nasional Karimunjawa. Dari lima lokasi pengamatan, tiga lokasi diindikasikan sebagai lokasi pemijahan ikan. Lokasi-lokasi tersebut adalah Taka Menyawakan, Pulau Kumbang dan Karang Tengah.
Lokasi pemijahan di TNK selama ini merupakan daerah target penangkapan bagi nelayan. Namun berdasarkan kesepakatan bersama masyarakat pada saat penentuan zonasi TNK, Taka Menyawakan dan Pulau Kumbang saat ini masuk ke dalam Zona Inti.
Jumlah armada tangkap yang dimiliki oleh nelayan (juragan) Karimunjawa dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah armada penangkapan ikan per desa di kepulauan Karimunjawa
No. Armada Penangkapan
Desa
Karimunjawa Kemojan Parang
1. Tanpa Perahu (Unit) - 9 -
2. Perahu Tanpa Motor (Unit) - 3 -
3. Motor Tempel (Unit) 72 36 7
4. Kapal Motor (Unit) 284 295 112
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Jepara, 2006
Dari data tersebut dapat terlihat bahwa hampir seluruh armada tangkap yang dioperasikan oleh nelayan kepulauan Karimunjawa sudah cukup maju dicirikan dengan penggunaan kapal motor sebagai armada tangkap yang dominan, meskipun kapasitasnya masih kecil (dibawah 10 GT).
Gambar 12. Bubu (kiri) dan armada pancing tonda (kanan) di Karimunjawa 4.7.2 Perikanan Budidaya
Aktifitas perikanan budidaya di dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa dengan ditetapkannya zonasi revisi pada tahun 2005 berarti hanya membolehkan kegiatan budidaya pada dua jenis kegiatan yaitu Keramba Jaring Apung dan Rumput Laut.
Hal ini merupakan kesepakatan bersama yang tertuang dalam buku zonasi yang menceritakan keseluruhan proses penentuan zonasi terutama bagaimana besarnya peran serta masyarakat dalam penentuan zonasi serta arahan-arahan pengaturan didalamnya.
4.7.2.1 Keramba Jaring Apung (KJA)
Pembuatan satu demplot percontohan budi daya laut dengan karamba jaring apung (KJA) yang dilakukan dan diprakarsai oleh Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Jateng di Kepulauan Karimunjawa dan mini hatchery untuk memproduksi benih-benih ikan karang yang lokasinya berdekatan dengan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karimunjawa. Benih-benih ikan untuk kegiatan ini diperoleh dari hatchery di Lampung, Bali, Lombok, Riau, dan Sulawesi Selatan, untuk benih udang lobster bisa diperoleh dari Cilacap ataupun Kebumen. Jenis ikan yang dibudidayakan dalam KJA adalah kerapu bebek, kerapu lumpur, kerapu pasir, kerapu kertang (tiger), sunuk bintang timur, sunuk kuning, dan sunuk hitam (glempo).
Gambar 13. Demplot percontohan KJA kerapu di Karimunjawa
Karena besarnya modal yang dibutuhkan, resiko yang tinggi serta rumitnya pemeliharaan, meskipun nelayan Karimunjawa tertarik karena harga jualnya yang tinggi, namun tidak ada satupun yang tergerak untuk mengikuti jejak percontohan ini. Ketiadaan modal dan pengetahuan serta jaringan pemasaran yang
4.7.2.2 Rumput Laut
Budidaya rumput laut juga telah dilakukan oleh masyarakat di beberapa lokasi, yaitu di Pulau Karimunjawa, Pulau Menjangan Besar, Pulau Menjangan Kecil, Pulau Parang, Pulau Nyamuk, dan Pulau Genting. Tahun 1990-an budidaya rumput laut telah berkembang pesat di Karimunjawa. Saat itu, hasil produksi akan dibeli sebuah perusahaan untuk memenuhi pasar ekspor ke Jepang.
Budidaya rumput laut merupakan kegiatan budidaya laut dengan teknik yang cukup sederhana sehingga sesuai untuk diterapkan pada masyarakat nelayan sebagai alternatif mata pencaharian.
Para petani/nelayan di perairan Kepulauan Karimunjawa umumnya mengembangkan usaha budidaya rumput laut Eucheuma sp dengan metode tali panjang (longline method) yang dapat diterapkan diperairan yang relatif dalam maupun perairan dangkal yang mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu dibandingkan dengan metode lain.
Gambar 14. Budidaya rumput laut dengan metode rawai (long line method) yang terdapat di Karimunjawa.
Kesinambungan komoditas rumput laut dapat dilakukan sepanjang tahun. Nelayan/petani rumput laut di Karimun Jawa umumnya menjual produknya kepada pengepul, untuk kemudian dipasarkan ke Jepara dan ada juga yang langsung ke Surabaya dengan harga Rp. 5.300/kg serta sebagian rumput laut setengah kering dari pengepul kepada eksportir di Panarukan (Situbondo) dengan harga Rp.4.500/kg.
Dari berbagai kegiatan alternatif selain perikanan tangkap, maka budidaya rumput laut merupakan pilihan yang paling baik. Hal ini antara lain ditunjang oleh
terpenuhinya persyaratan fisik lingkungan, permintaan pasar cukup tinggi, sebagian besar masyarakat telah mengenalnya serta merupakan kegiatan yang didorong untuk dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Untuk menghasilkan produksi yang baik, maka diperlukan beberapa persyaratan lokasi antara lain :
• Perairan harus tenang, terlindung dari pengaruh angin dan ombak yang kuat
• Tersedianya rumput alami setempat
• Kedalaman perairan tidak boleh kurang dari 60 cm pada saat surut terendah dan tidak boleh lebih dari 2,1 meter pada saat pasang tertinggi • Kualitas air memiliki suhu antara 26 - 33° C, salinitas antara 15 - 38 ‰,
dengan kondisi optimum pada salinitas 25 ‰, pH normal cenderung basa.
• Dasar perairan cocok untuk penempatan konstruksi
• Jauh dari sumber air tawar, seperti muara sungai atau daerah yang banyak dimasuki air tawar
• Bebas dari bahan pencemar, misalnya limbah rumah tangga, tumpahan minyak, buangan industri dan lain-lain.
Ditinjau dari aspek persyaratan fisik dan kimia perairan, berdasarkan hasil pengambilan beberapa sampel data di lapangan, umumnya wilayah perairan laut sekitar Pulau Karimunjawa memenuhi persyaratan lokasi budidaya rumput laut seperti dijelaskan di atas dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kondisi fisik dan kimia perairan pulau Karimunjawa dan Kemujan No. Lokasi Kecerahan
(m) Suhu (0C) Salinitas (0/00) pH Arus (cm/dtk) Subtrat
1. Karimunjawa +30 31 31 – 32 7 12-24 Pasir, Karang
Gambar 15. Survey kondisi fisik dan kimia perairan pulau Karimunjawa dan Kemujan
Sedangkan produksi budidaya rumput laut yang pernah dihasilkan oleh nelayan Kepulauan Karimunjawa adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Produksi budidaya rumput laut Karimunjawa
NO. Teknis
Usaha Jumlah Unit
Jumlah Produksi (ton) 2004 Jumlah Produksi (ton) 2005 1. Rakit 173 302,8 369.2 2. Rawai 1693 2.404,1 2879,08 JUMLAH 1.866 2.706,9 3248,28 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Jepara, 2006
Namun demikian, berdasarkan pengamatan di lapangan serta keterangan dari aparat Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, mulai tahun 2006 produksi rumput laut ini menurun drastis bahkan nyaris lumpuh. Hal ini diakibatkan oleh terjadinya gagal panen, yang disinyalir dikarenakan kesalahan dalam pemilihan bibit.
Melihat besarnya potensi ekonomi yang dapat dan pernah dihasilkan dari budidaya rumput laut serta animo masyarakat nelayan yang masih cukup tinggi, komoditi ini bisa menjadi sumber alternatif penghidupan masyarakat nelayan Kepulauan Karimunjawa selain perikanan tangkap.
4.8 Prasarana dan Sarana Perikanan
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dikenal juga sebagai pelabuhan perikanan type C atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal
perikanan berukuran 5 - 15 GT. Pelabuhan ini dapat menampung 50 kapal atau 500 GT sekaligus. Pelabuhan ini juga melayani kapal ikan yang beroperasi di perairan pantai.
Saat ini PPP tampak tidak berfungsi seutuhnya, dan hanya terbatas sebagai tempat pengisian BBM dan kantor koperasi nelayan. Fungsi lain, seperti pelayanan kapal dok, pemasaran ikan, pusat informasi dan pelayanan lainnya tidak berjalan. Hal ini diakui karena adanya kelemahan dalam pendanaan.
Pencatatan hasil perikanan saat ini dilakukan oleh dua dinas teknis terkait, yaitu Dinas Perikanan Kabupaten Jepara dan Dinas Perikanan Provinsi Jawa Tengah cabang Karimunjawa.
4.9 Tata Niaga Perikanan Tangkap Nelayan Karimunjawa
Seperti umumnya kegiatan perikanan tangkap skala kecil di Indonesia, nelayan Karimunjawa memiliki struktur nelayan yang sama, yaitu juragan/pemilik kapal dan pandega/nelayan pekerja.
Nelayan pekerja beroperasi hampir setiap hari dengan mengoperasikan beragam alat tangkap sesuai dengan musim dan kondisi perikanan.
Hasil tangkapan seluruh nelayan kepulauan Karimunjawa didaratkan di Pulau Karimunjawa, untuk kemudian diterima oleh pemilik kapal untuk langsung dijual ke Jepara atau dibeli oleh pengumpul dan kemudian dipasarkan kembali ke Jepara.
Hasil penjualan kemudian dibagi dua antara nelayan pekerja dengan pemilik kapal. Sistem perniagaan seperti ini menyebabkan adanya ketimpangan kesejahteraan dimana juragan/pemilik kapal dan pengumpul/pedagang umumnya memiliki tingkat kesejahteraan yang cukup memadai, sedangkan nelayan penangkap hidup dalam taraf kemiskinan.
Dengan tidak berjalannya fungsi PPP sebagai tempat pemasaran, maka peluang nelayan kecil untuk meningkatkan skala usahanya menjadi terhambat, karena modal usaha bukan saja dibutuhkan untuk kegiatan tangkap tapi juga dibutuhkan untuk distribusi hasil tangkapan ke Jepara sebagai pasar utama. Hal ini menyebabkan ketergantungan nelayan kecil terhadap juragan dan
4.10 Aspek Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Kepulauan Karimunjawa 4.10.1 Demografi, Pendidikan dan Agama
Berdasarkan data monografi desa Tahun 2003, jumlah penduduk Kecamatan Karimunjawa mencapai 8.819 jiwa.
Tingkat pendidikan di Kepulauan Karimunjawa lebih banyak tamat, tidak tamat dan belum sekolah. Hal ini menunjukkan masih rendahnya tingkat pendidikan karena penduduk usia sekolah banyak bekerja membantu orang tua, rendahnya kesadaran dan keterbatasan biaya. Tempat pendidikan di Karimunjawa sudah menjangkau sampai tingkat SLTA. Selain SD yang berjumlah sekitar 10 SD (5 di P. Karimunjawa, 3 di P. Kemujan dan masing-masing 1 di P. Parang dan P. Genting') di Kecamatan Karimunjawa juga terdapat 1 SMP dan 1 MTs serta 1 SMK Negeri (jurusan Budidaya Rumput Laut & Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan) yang merupakan sekolah gratis, serta 1 Madrasah Aliyah di P. Kemujan.
Tabel 6. Jumlah penduduk per desa di Kecamatan Karimunjawa tahun 2003 No. Desa Luas Daratan
(Ha) Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk 1. Karimunjawa 443.750 4.219 0.01 2. Kemujan 150.150 2.615 0.02 3. Parang 690.000 1.985 0.003 Jumlah 1.283.900 8.819 -
Suimber : Monografi Desa Kecamatan Karimunjawa, 2003
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Karimunjawa tidak terlepas dari rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan, serta rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan bagi generasi mudanya.
4.10.2 Mata Pencaharian
Presentase mata pencaharian masyarakat karimunjawa didominasi oleh buruh tani/nelayan yaitu sebesar 61%. Hal ini mengindikasikan tingginya
ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya perikanan. Profesi sebagai petani menempati urutan kedua yakni sebesar 19%, profesi buruh industri, PNS dan ABRI sebesar 5%, profesi pedagang dan konstruksi sebesar 3%, dan sisanya menggeluti profesi dibidang angkutan, jasa, penggalian dan pensiunan. Data mata pencaharian penduduk berdasarkan Monografi Kecamatan Karimunjawa tahun 2002 tersaji dalam Tabel 7.
Tabel 7. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Karimunjawa
No. Mata Pencaharian Desa Total
Karimunjawa Kemujan Parang
1. Petani 445 297 168 910 2. Buruh Tani/Nelayan 1483 873 527 2883 3. Penggalian 21 13 8 42 4. Buruh Industri 113 52 87 252 5. Pedagang 97 35 35 167 6. Konstruksi 79 38 35 152 7. Angkutan 31 27 15 73 8. PNS dan ABRI 168 47 28 243 9. Pensiunan 14 - - 14 10. Lainnya (jasa) 25 15 9 49 JUMLAH 2476 1397 912 4785
Sumber Data : Monografi Kecamatan Karimunjawa, 2002.
Sedangkan komposisi jumlah nelayan per desa di Kecamatan Karimunjawa dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah nelayan Kecamatan Karimunjawa
Desa Juragan Pandega Jumlah
1. Karimunjawa 333 956 1.289
2. Kemujan 313 898 1.211
Dalam kurun waktu 4 tahun, jumlah nelayan Karimunjawa tahun 2006 (Tabel 8) hanya sedikit sekali mengalami peningkatan, yaitu 61 orang, dibandingkan jumlah nelayan tahun 2002 (Tabel 7). Sedangkan perbandingan antara juragan dengan pandega (pekerja) adalah sekitar 1 berbanding 3.
4.10.3 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Tingkat kesejahteraan masyarakat di Kepulauan Karimunjawa masih relatif rendah, hal itu terlihat dari indikator kesejahteraan penduduk per pulau yang masih berada dibawah angka 2 yaitu : Pulau Karimunjawa 1,8; Pulau Nyamuk 1,89; Pulau Kemujan 1,9; dan Pulau Parang 1,96 (DKP, 2004).
Petani, buruh dan nelayan merupakan duplikasi dari mayoritas pekerjaan penduduk yang memberikan hasil rendah. Kondisi ini juga dapat dilihat dari kepemilikan barang dan kondisi rumah.
Penghasilan nelayan kecil di Karimunjawa dari kegiatan perikanan tangkap berkisar antara 400 – 800 ribu rupiah, atau masih dalam kisaran UMR Jawa Tengah sebesar 515 – 650 ribu rupiah. Nelayan yang mengandalkan pendapatannya hanya dari kegiatan perikanan tangkap umumnya miskin, seperti terlihat pada kondisi lingkungan dan perumahan nelayan di Pulau Nyamuk. Sedikit berbeda kita jumpai pada nelayan di Pulau Parang, yang umumnya tiap rumah tangga memiliki sebidang kebun yang mereka tanami buah-buahan. Hasil penjualan buah-buahan tersebut menjadi alternatif penghasilan nelayan Pulau Parang. Hal berbeda kita temui pada nelayan Karimunjawa yang lebih banyak memilih menjadi buruh tani dan buruh industri (buruh bangunan) serta pedagang kecil.
Dengan tingkat pendapatan demikian, maka banyak kebutuhan dasar nelayan yang tidak dapat dipenuhi seperti kesehatan, sandang yang layak, perumahan yang cukup layak serta pendidikan. Kondisi ini menjadi seperti lingkaran setan, dimana kemiskinan menyebabkan kurangnya pendidikan dan rendahnya pendidikan menyebabkan mereka tidak dapat meningkatkan taraf kehidupannya.
Dari hasil wawancara umumnya nelayan hanya mengalokasikan pendapatannya untuk pengeluaran pangan dan sandang serta modal usaha tapi
tidak mengalokasikan pendapatannya untuk pengeluaran biaya pendidikan, sedangkan pengeluaran biaya untuk papan (pembangunan atau perbaikan rumah) hanya dilakukan apabila nelayan mendapatkan panen berlimpah yang saat ini sangat jarang terjadi.
Estimasi penulis terhadap kebutuhan biaya untuk mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan serta pendidikan adalah sebesar 1,80 – 2,5 juta rupiah per bulan, dengan rincian sebagai berikut :
Kebutuhan pangan : 400 – 500 ribu / bulan Kebutuhan sandang : 50 – 100 ribu / bulan Kebutuhan papan : 15 - 20 juta / tahun Kebutuhan pendidikan : 100 - 300 ribu / bulan Kebutuhan lain-lain : 100 ribu / bulan
Estimasi tersebut menunjukkan angka yang jauh lebih besar dari UMR Jawa Tengah (515 – 650 ribu rupiah), namun fakta yang ada memperlihatkan bahwa harga-harga barang dan kebutuhan pokok di Karimunjawa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pulau Jawa daratan karena mahalnya biaya transportasi seiring dengan kenaikan harga BBM.
4.10.4 Persepsi Masyarakat Tentang Pengelolaan Taman Nasional
Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi masyarakat pulau tersebut yang masih memprihatinkan. Kondisi ini memungkinkan terjadinya proses pemanfaatan ekosistem pulau yang kurang sesuai, walaupun tindakan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar tidak sepenuhnya disadari. Semua itu berpangkal pada tuntutan kebutuhan hidup masyarakat kepulauan yang yang belum tercukupi, dan bertambah berat dengan terjadinya krisis ekonomi yang mulai dirasakan pada pertengahan tahun 1997, bahkan dampaknya sampai sekarang masih dirasakan oleh masyarakat.
pemanfaatan ekosistemnya. Tindakan masyarakat ini akan memberikan konsekuensi yang sulit dibendung termasuk dalam penebangan mangrove, pengeboman karang dan pemakaian potasium sianida.
Kejadian tersebut pada akhir-akhir ini mengalami penurunan, setelah ditetapkannya zonasi revisi dengan disertai peraturan mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan di zona-zona yang telah ditetapkan. Saat ini, warga dengan kesadaran masing-masing ikut menjaga kawasan, baik buruh, nelayan, petani maupun pedagang untuk mengingatkan setiap orang.
Dari fenomena-fenomena tersebut, maka atensi penduduk di kawasan Kepulauan Karimunjawa terhadap pentingnya pengelolaan sumberdaya pulau dan laut saat ini mulai meningkat, karena mereka sadar bahwa mata pencaharian sebagian besar penduduk tergantung pada sumberdaya pulau dan laut.
Momentum ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah daerah dan pengelola TNK melalui berbagai kebijakan yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan dan bimbingan teknis, khususnya terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung aktifitas ekonomi mereka yang berkelanjutan tanpa menimbulkan dampak merugikan terhadap lingkungan.