• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Brokoli (Brassica oleracea L. var. botrytis L.) merupakan tanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Brokoli (Brassica oleracea L. var. botrytis L.) merupakan tanaman"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh, nama daerah, nama asing, morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, sinonim tumbuhan, kandungan kimia dan kegunaan dari tumbuhan.

2.1.1 Daerah Tumbuh

Brokoli (Brassica oleracea L. var. botrytis L.) merupakan tanaman sayuran sub tropik yang banyak dibudidayakan di Eropa dan Asia. Brokoli merupakan tanaman yang termasuk dalam tanaman dwimusim (biennial), yaitu pertumbuhan vegetatif terjadi pada fase pertama dan pertumbuhan generatif (berbunga dan berbiji) pada fase berikutnya ( Muslim, 2009).

Tanaman brokoli termasuk cool season crop, sehingga cocok ditanam pada daerah pegunungan (dataran tinggi), yang beriklim sejuk. Di Indonesia, tanaman brokoli sebagai sayuran dibudidayakan secara luas pada daerah tinggi seperti Bukit Tinggi (sumatera Barat), Karo (Sumatera Utara), Pangalengan (Jawa Barat), dan Sumber Brantas (Jawa Timur) ( Muslim, 2009).

Di Indonesia sayuran brokoli telah dikenal sejak abad ke-15, yaitu mulai penjajahan Belanda, sehingga lebih dikenal sebagai sayuran Eropa (Muslim, 2009).

Pada mulanya bunga brokoli dikenal sebagai sayuran daerah beriklim dingin (sub tropis), sehingga di Indonesia cocok ditanam di dataran tinggi antara 1.000 – 2.000 meter dari atas permukaan laut (dpl) yang suhu udaranya dingin dan

(2)

lembab. Kisaran temperatur optimum untuk pertumbuhan produksi sayuran ini antara 15,5 - 18°C, dan maksimum 24°C. Setelah beberapa Negara di kawasan Asia berhasil menciptakan varietas-varietas unggul baru yang toleran terhadap temperatur tinggi (panas), maka brokoli dapat ditanam di dataran menengah sampai tinggi (Rukmana, 1994).

2.1.2 Nama Daerah

Indonesia : Brokoli 2.1.3 Nama Asing

Broccoli (Inggris), Yang Hua Ye Chai (China), Asparkapsa (Estonia), Parsakaali (Finlandia), Chou broccoli (Perancis), Brokkoli (Jerman), Cavolo broccoli (Italia), Burokkori (Jepang), Brócolos (Portugis), Bróculos (Brazil), Brokkoli, Kapústa sparzhevaia (Rusia), Brócoli, Bróculi, Brécol (Spanyol), Brokuł (Polandia), Brokolica (Slovenia), Brokolice (Cekoslovakia) (Rocha, 1995).

2.1.4 Sistematika Tumbuhan

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Brassicales

Famili : Cruciferae / Brassicaceae Genus : Brassica

Spesies : Brassica oleracea L. var. italica Plenck. (Rukmana, R., 1994).

(3)

2.1.5 Sinonim Tumbuhan

Sinonim: Brassica oleracea var. botrytis subvar. Cymosa, Brassica botrytis Miller, Brassica oleracea var botrytis cauliflora (Dalimartha, 1999). 2.1.6 Morfologi Tumbuhan

Brokoli memiliki tangkai daun agak panjang dan helai daun berlekuk-lekuk panjang. Tangkai bunga brokoli lebih panjang dan lebih besar dibandingkan dengan kubis bunga. Massa bunga brokoli tersusun secara kompak membentuk bulatan berwarna hijau tua, atau hijau kebiru-biruan, dengan diameter antara 15-20 cm atau lebih (Rukmana, 1994).

Pada kondisi lingkungan yang sesuai, massa bunga brokoli dapat tumbuh memanjang menjadi tangkai bunga yang penuh dengan kuntum bunga, tiap bunga terdiri atas 4 helai kelopak bunga (calyx), empat helai daun mahkota bunga (corolla), enam benang sari yang komposisinya empat memanjang dan dua pendek. Bakal buah terdiri atas dua ruang, dan setiap ruang berisi bakal biji (Rukmana, 1994).

Biji brokoli memiliki bentuk dan warna yang hampir sama, yaitu bulat kecil berwarna coklat sampai kehitaman. Biji tersebut dihasilkan oleh penyerbukan sendiri ataupun silang dengan bantuan sendiri ataupun serangga. Buah yang terbentuk seperti polong-polongan, tetapi ukurannya kecil, ramping dan panjangnya sekitar 3-5 mm (Rukmana, 1994).

Sistem perakaran relatif dangkal, dapat menembus kedalaman 60-70 cm. Akar yang baru tumbuh berukuran 0,5 mm, tetapi setelah berumur 1-2 bulan system perakaran menyebar ke samping pada kedalaman antara 20-30 cm (Rukmana, 1994).

(4)

Bunga brokoli berwarna hijau dan masa tumbuhnya lebih lama dari kubis bunga. Brokoli tersusun dari bunga-bunga kecil yang berwarna hijau, tetapi tidak sekompak kubis. Dibandingkan dengan kubis bunga, bunga brokoli akan terasa lebih lunak setelah direbus (Dalimartha, 1999).

Panen bunga brokoli dilakukan setelah umurnya mencapai 60-90 hari sejak ditanam, sebelum bunganya mekar, dan sewaktu kropnya masih berwarna hijau. Jika bunganya mekar, tangkai bunga akan memanjang dan keluarlah kuntum-kuntum bunga berwarna kuning. Nama Simplisia bunga brokoli: Brassicae oleraceae Flos (Dalimartha, 1999).

2.1.7 Kandungan Kimia

Brokoli mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, zat besi, vitamin (A, C, E, tiamin, riboflavin, nikotinamid), beta karoten, dan glutation. Selain itu brokoli mengandung senyawa sianohidroksibutena (CHB), sulforafan, dan iberin yang merangsang pembentukan glutation (Dalimartha, 1999).

2.1.7 Kegunaan

Bunga brokoli digunakan untuk mempercepat penyembuhan, mencegah dan menghambat perkembangan sel kanker (Dalimartha, 1999), yang disebabkan oleh adanya kandungan karotenoid (beta-karoten), indol, dan sulforafan (Hembing, 2008).

Menurut Profesor Dipak Das dari Universitas Connecticut, brokoli hendaknya menjadi salah satu sayur yang direkomendasikan untuk dikonsumsi setiap hari untuk mencegah penyakit-penyakit degeneratif.

(5)

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987).

Beberapa metode ekstraksi dengan mengggunakan pelarut yaitu: A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetic sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaman bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

B. Cara panas 1. Refluks

(6)

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur tititk didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperature lebih tinggi daripada temperature ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi ektaraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infludasi

Infludasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2.3 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah spesies kimia yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya, sehingga dapat menyerang senyawa-senyawa lain seperti DNA, membran lipid, dan protein. Radikal ini akan merebut elektron dari molekul lain yang ada disekitarnya untuk menstabilkan diri, sehingga spesies kimia ini sering dihubungkan dengan terjadinya kerusakan sel, kerusakan jaringan, dan proses penuaan (Halliwell and Gutteridge, 1999).

(7)

Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol,menghasilkan ikatan silang (cross-link) pada DNA, protein, lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada biomolekul ini. Perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan. Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, rematik, jantung koroner, katarak (Silalahi, 2006).

Oksigen dijumpai dalam bentuk diatomic molecule. Pada keadaan normal pada rantai pernafasan (respiratory chain), oksigen berperan sebagai akseptor terakhir dari electron. Kemudian bersama-sama 2H+ akan membentuk satu molekul H2O. Selain itu, oksigen dapat menjadi toxic mutagenic gas yang

kemudian dikenal sebagai ROS (Reactive Oxygen Species). ROS merupakan senyawa oksigen yang bersifat reaktif. Senyawa ini pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu senyawa oksigen reaktif yang bersifat radikal seperti radikal superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH·), radikal peroksil (RO2·),

radikal hidroperoksil (HO2·), dan senyawa oksigen reaktif yang bersifat

nonradikal (oksidan) seperti hydrogen peroksida (H2O2), asam hipoklorat (HOCl),

ozon (O3), singlet oksigen (-O2) dan peroksinitrit (ONOO) (Sudiana, 2008).

Secara fisiologi tubuh memang menghasilkan ROS (radikal bebas atau oksidan), adapaun sumber penghasil ROS, antara lain mitokondria, fagosit, xanthine oksidase, peroksisome, iskemi/reper fusi, jalur pada pembentukan asam arakhidonat, dan sebagainya. Bahan tersebut dihasilkan oleh tubuh untuk membunuh bakteri yang masuk ke dalam tubuh. Namun bila radikal bebas atau oksidan dihasilkan oleh tubuh secara berlebihan, maka bahan tersebut akan dinetralisir oleh anti radikal bebas atau antioksidan yang dikenal dengan

(8)

Scavenger enzyme, seperti superoksida dismutase (SOD), katalase atau glutation peroksidase. Apabila rasio antara radikal bebas atau oksidan lebih besar daripada antiradikal bebas atau antioksidan, maka keadaan ini dikenal sebagai stress oksidatif. (Sudiana, 2008)

Keberadaan radikal bebas juga bermanfaat bagi tubuh, yaitu untuk menbunuh komponen pathogen yang menginvasi tubuh. Meskipun demikian, keberadaaan tidak diharapkan melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh. Tubuh diperlengkapi dengan sel-sel inflamasi seperti sel granulosit, monosit, dan makrofag, yang apat memproduksi senyawa-senyawa yang bersifat oksidan seperti H2O2, O2·-, ·OH, ClO-, dan O2. Senyawa-senyawa ini selain dapat

menghancurkan mikroorganisme dapat pula merusak sel-sel jaringan tubuh. Ketika dalam tubuh terjadi peradangan hebat, hal itu dapat melibatkan sel-sel radang (inflammatory cells) sehingga menyebabkan kerusakan jaringan.

2.4 Antioksidan

Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hydrogen dan atau electron (Silalahi, 2006).

Menurut (Anies, 2009), antioksidan tubuh dikelompokkan menjadi 3 yakni:

(1). Antioksidan primer yang bekerja untuk mencegah pembentuk senyawa radikal baru menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contohnya: enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas. Enzim SOD sebenarnya sudah ada dalam tubuh kita. Namun bekerjanya membutuhkan zat-zat gizi mineral seperti

(9)

mangan, seng, dan tembaga. Selenium (Se) juga berperan sebagai antioksidan. Jadi jika ingin menghambat gejala dan penyakit degenerative,mineral-mineral tersebut hendaknya tersedia cukup dalam makanan yang dikonsumsi setiap hari.

(2) Antioksidan sekunder yang berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh: vitamin E, vitamin C, beta karoten, asam urat, bilirubin, dan albumin.

(3) Antioksidan tersier yang memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh: enzim metionin sulfoksidan reduktase untuk memperbaiki DNA pada inti sel.

Antioksidan merupakan system pertahanan sel terhadap radikal bebas, terdapat kriteria antioksidan yang efektif: (1). Antioksidan harus memiliki daya tarik-menarik yang besar terhadap jaringan. Dengan kata lain, antioksidan harus dapat menyingkirkan radikal bebas sebelum merusak sel. (2). Antioksidan haruslah nontoksik. Hanya karena berfungsi sebagai antioksidan saat berada di dalam tabung percobaan, bukan berarti suatu zat dapat bekerja dengan baik di dalam tubuh. (3). Antioksidan harus dapat mencapai lokasi yang membutuhkan perlindungan (Perricone, 2007)

Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit dan akan lebih efektif jika kita mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang kaya akan antioksidan tunggal. Efek antioksidan dari sayur-sayuran dan buah-buahan lebih efektif daripada suplemen antioksidan yang diisolasi (Silalahi, J., 2006)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah-buahan, sayuran dan biji-bijian adalah sumber antioksidan yang baik dan bisa meredam reaksi berantai radikal

(10)

bebas dalam tubuh, yang pada akhirnya dapat menekan proses penuaan dini (Kosasih, 2004).

2.4.1 Antioksidan Alami

Data epidemiologi mendukung keterkaitan antara tingginya asupan sayur-sayuran dan buah-buahan dengan rendahnya penyakit kronis. Hal ini dikarenakan sayur-sayuran dan buah-buahan kaya akan zat gizi (vitamin, mineral, serat pangan) serta berbagai kelompok zat bioaktif lain yang disebut zat fitokimia. Zat bioaktif ini bekerja secara sinergis, meliputi mekanisme enzim detoksifikasi, peningkatan sistem kekebalan, pengurangan agregasi platelet, pengaturan sintesis kolesterol dan metabolisme hormon, penurunan tekanan darah, antioksidan, antibakteri, serta efek antivirus (Silalahi, 2006).

Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit akibat pengaruh oksidatif akan lebih efektif jika kita mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang kaya akan antioksidan dan berbagai jenis daripada menggunakan antioksidan tungggal. Efek antioksidan dari sayur-sayuran dan buah-buahan lebih efektif daripada sumplemen antioksidan yang diisolasi. Hal ini mungkin dikarenakan oleh adanya komponen lain dan interaksinya dalam sayur-sayuran dan buah-buahan yang berperan secara positif (Silalahi, 2006).

Umumnya antioksidan yang ada dalam buah- buahan adalah vitamin C, vitamin E, karotenoid, flavonoid, dan komponen thiol (SH). Kontribusi aktifitas antioksidan komponen fenol lebih besar dibanding vitamin C dan karotenoid. Sumber utama kapasitas antioksidan dari buah-buahan tidak hanya dari vitamin C tetapi juga dari komponen fenol (Ide,2009).

(11)

Rumus Bangun:

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 178,13 dengan rumus bangun C6H8O6, dalam bentuk kristal tidak berwarna dengan titik cair

190-192°C. Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H8O6. Pemerian:

serbuk atau hablur putih atau agak kuning, tidak berbau, rasa asam, oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap. Dalam keadaan kering, mantap di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Kelarutan: mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam benzene P. Penyimpanan dalam waah tertutup rapat, terlindung dari cahaya. Vitamin C mengandung khasiat sebagai antiskorbut (Departemen Kesehatan RI, 1979).

Vitamin C berhasil di isolasi untuk pertama kalinya pada tahun 1928 dan pada tahun 1932, Albert Szent-Györgyi menemukan bahwa vitamin ini merupakan agen yang dapat mencegah sariawan (Anonim, 2010).

Asam askorbat adalah suatu reduktor. Sifat reduktor tersebut disebabkan oleh mudah terlepasnya atom-atom hydrogen pada gugus hidroksil yang terikat pada atom C2 dan atom C3 (atom-atom C pada ikatan rangkap). Akibat pengaruh oksigen, zat-zat pengoksidasi lemah, atau oleh pengaruh enzim asam askorbat oksidase, asam askorbat mudah mengalami oksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Reduksi asam dehidroaskorbat karena vitamin C bersifat

(12)

ini juga terjadi di dalam tubuh. Karena memiliki sifat mudah teroksidasi, asam askorbat digunakan sebagai antioksidan (Sumardjo, 2006).

Dalam semua percobaan adalah baik untuk menggunakan standar atau "kontrol positif" di samping sampel utama yang sedang dipelajari. Sesuai standar yang secara luas digunakan adalah asam askorbat (Vitamin C) (Molyneux, 2004). 2.4.3 Polifenol

Gambar Struktur Dasar Polifenol

Senyawa fenol dapat di definisikan secara kimiawi oleh adanya satu cincin aromatik yang membawa satu (fenol) atau lebih (polifenol) substitusi hydroksil, termasuk derifat fungsionalnya. Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut yang dimiliki berbeda jumlah dan posisinya. Turunan polifenol sebagai antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas. Polifenol merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan dalam buah dan sayuran (Hattenschwiler dan Vitousek, 2000).

(13)

2.5 Spektrofotometri UV-Visibel

Ahli kimia telah lama menggunakan warna sebagai bantuan dalam mengenali zat-zat kimia. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual, yaitu dengan menggunakan alat untuk mengukur absorpsi energy radiasi macam-macam zat kimia dan memungkinkan dilakukannya pengukuran kualitatif dari suatu zat dengan ketelitian yang lebih besar (Day, 1994).

Spektrofotometer pada dasarnya terdiri atas sumber sinar monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau pencatat. Spektrometri serapan adalah pengukuran serapan radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati monokromatik, yang diserap zat. Spektrofotometri yang sering digunakan dalam dunia industri farmasi salah satu adalah spektrofotometri unltraviolet dengan panjang gelombang 190-380 nm dan visible (cahaya tampak) dengan panjang gelombang 380-780 nm (Departemen Kesehatan RI, 1979).

2.6 Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH Ada berbagai cara untuk menentukan aktivitas antioksidan:

(1). BCB Method (Carotene Bleaching Methode) atau Metoda Pemutihan β-karoten (2). DPPH (2,2’-diphenyl-1-picrylhydrazil) Radical Scavenging Method (Metoda penangkapan Radikal DPPH) (3). Thiobarbituric Acid Reactive Species Assay (TBARS Assay) (4). Induction Period of Lard Oxidation assay (Rancimat Assay) (Julhasratman, 2007).

Pada beberapa tahun belakangan ini, pengujian absorbansi oksigen radikal telah digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan pada makanan, serum

(14)

dan cairan biologi lain. Metode analisa ini mengukur aktivitas dari antioksidan pada makanan, serum dan cairan biologi lain. Metode analisa lain mengukur aktivitas dari antioksidan dalam melawan radikal bebas seperti 1,1- diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) radikal, anion superoksida radikal (O2·), hidroksi radikal

(OH·) atau peroksi radikal (ROO·). Bermacam-macam metode yang digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan dari produk makanan dapat memberikan hasil yang beragam tergantung pada spesifitas dari radikal bebas yang digunakan sebagai reaktan (Anonim, 2001).

Pada tahun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna ungu radikal bebas stabil DPPH, yang sekarang digunakan sebagai reagen kolorimetri untuk proses redoks. DPPH sangat berguna dalam berbagai penyelidikan seperti inhibisi atau radikal polimerisasi kimia , penentuan sifat antioksidan amina, fenol atau senyawa alami (vitamin, ekstrak tumbuh-tumbuhan, obat obat-obatan) dan untuk menghambat reaksi homolitik. DPPH berwarna sangat ungu seperti KMnO4 dan bentuk tereduksinya yaitu 1,1-difenil-2- picrylhydrazine (DPPH-H) yang berwarna oranye-kuning. DPPH tidak larut dalam air (Ionita, 2003).

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH dan membentuk DPPH tereduksi. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan

(15)

berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur secara stoikiometri sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan (Gurav, 2007).

DPPH merupakan suatu metode yang cepat, sederhana, dan murah untuk mengukur kapasitas antioksidan melibatkan makanan penggunaan radikal bebas, 1,1-Difenil-2-picrylhydrazyl (DPPH). DPPH secara luas digunakan untuk menguji kemampuan untuk bertindak sebagai senyawa radikal bebas pemulung atau hidrogen donor, dan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan makanan. Ini juga telah digunakan mengukur antioksidan dalam kompleks biologis sistem dalam beberapa tahun terakhir. Metode yang dapat DPPH digunakan untuk sampel padat atau cair dan tidak spesifik untuk komponen antioksidan tertentu, tetapi berlaku untuk keseluruhan kapasitas antioksidan sampel. Ukuran dari total kapasitas antioksidan akan membantu kita memahami sifat-sifat fungsional makanan (Prior et al, 1998).

Molyneux (2004) menyatakan bahwa suatu zat mempunyai sifat antioksidan bila nilai IC50 kurang dari 200 ppm. Bila nilai IC50 yang diperoleh berkisar antara 200-1000 ppm, maka zat tersebut kurang aktif namun masih berpotensi sebagai zat antioksidan.

(16)

Senyawa antioksidan mempunyai sifat yang relatif stabil dalam bentuk radikalnya. Senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan dapat diprediksi dari golongan fenolat, flavonoid dan alkaloid, yang merupakan senyawa-senyawa polar. Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu senyawa atau ekstrak untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan dengan persen penghambatan. Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC50) atau Inhibition Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan

yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50

yang rendah (Brand-Williams, 1995). 2.6.1 Pelarut

Metode ini akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau etanol dan kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

2.6.2 Pengukuran Absorbansi – Panjang Gelombang

Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran

uji sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519 nm dan 520 nm. Bagaimanapun dalam praktiknya hasil pengukuran yang memeberikan peak maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang disebutkan diatas. Nilai absorbansi yang mutlak tidaklah penting,

(17)

karena panjang gelombang dapat diatur untuk memberikan absorbansi maksimum sesuai dengan alat yang digunakan (Molyneux, 2004).

2.6.3 Waktu Pengukuran

Lamanya pengukuran menurut beberapa literatur, yang direkomendasikan adalah selama 30 menit dan ini telah dilakukan dalam beberapa penelitian khususnya belakangan ini (Kim, et al., 2002), waktu pengerjaan terpendek yaitu 5 menit(Lebeau,et al., 2000) atau 10 menit (Schwarz et al., 2001).

Berikut ini dapat dilihat resonansi DPPH dan reaksi DPPH dengan atom H netral yang berasal dari senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan:

Gambar Resonansi DPPH (1,1- diphenyl-2-picrylhydrazyl)

Gambar

Gambar   Resonansi DPPH (1,1- diphenyl-2-picrylhydrazyl)

Referensi

Dokumen terkait

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar

pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa (1) Terdapat pengaruh secara simultan antara variabel celebrity endorser (X 1 ) dan event sponsorship (X 2 ), terhadap

Sejauh ini LINE Webtoon dengan judul saya muslim genre fiksi ilmiah karya Alfa Firod telah menarik minat banyak pengguna untuk mengakses atau mengikuti jalan cerita pada pesan

Hasil dari survei tersebut dapat digunakan sebagai acuan pertimbangan bagi pimpinan perguruan tinggi dalam pengambilan kebijakan untuk meningkatkan kualitas operasional layanan

Gangguan pada sistem tenaga listrik merupakan kegagalan penyaluran energi listrik pada sistem yang diakibatkan oleh adanya suatu kecacatan pada sistem sehinga

Pada penelitian ini, FPGA digunakan untuk mengurangi dimensi dari pemancar LORAN-C. Jika melihat dari frekuensi yang digunakan sebesar 100 kHz, maka sistem

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan lama penyimpanan berpengaruh pada viabilitas benih sorgum yang ditunjukkan oleh variable kadar air, daya hantar listrik,

Pada sektor industri juga terjadi fluktuasi yang relatif sama. dengan sektor