• Tidak ada hasil yang ditemukan

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ": KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Judul : KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA

NO. 13/Pdt.G/2009/PN. Skh Disusun oleh : Rani Permata Sari

NPM : 13101115

FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk memahami dasar hukum yang menyebabkan terjadinya putusan N. O. (Niet Ontvankelijke Verklaard) dan untuk mengetahui akibat hukum dan upayanya atas putusan N. O.

Latar belakang penelitian ini adalah bentuk putusan Hakim yang dinyatakan N.O dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena tidak diajukan banding adalah putusan N.O Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 13/Pdt.G/2009/PN. Skh antara Celerina Ngadirawati dan FX. Sunarto, SH sebagai Para Penggugat berlawanan dengan Rusmanto Januri dan Sri Ratnaningsih sebagai Para Tergugat. Sengketa ini menyangkut perkara jual beli tanah dan bangunan antara Saiman Wirohandoyo, pewaris dari Para Penggugat, dengan Para Tergugat yang tidak mau melaksanakan pembuatan Akta Jual Beli dan balik nama terhadap tanah dan bangunan sebagaimana tercatat dalam Sertifikat Hak Milik No. 418, terletak di Kabupaten Sukoharjo a/n Tergugat sesuai dengan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli No. 86 tanggal 22 Februari 2006 di hadapan SUNARTO, SH. Notaris/PPAT yang beralamat kantor di Surakarta.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian penelitian hukum normatif karena merupakan suatu kajian terhadap asas-asas hukum atau dasar-dasar hukum pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara. Sifat penelitian diskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.

Hasil penelitian dapat disimpulkan Dasar hukum Majelis Hakim memutus N. O. dalam perkara No. 13/Pdt.G/2009/PN. Skh adalah ketidak jelasan konstruksi hukum yang dipaparkan Para Penggugat dalam gugatannya, dimana konstruksi hukum pertama berhubungan dengan jual beli tanah dan yang kedua berhubungan dengan penjaminan pengosongan tanah dalam rangka hutang piutang. Ketidak jelasan tersebut menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya, oleh karena pembuktian adanya jual beli, hutang piutang, pembuktian janji menyerahkan jaminan, kesemuanya mempunyai karakteristik tersendiri yang tidak dapat digabung dalam satu gugatan sehingga gugatan Para Penggugat dikualifisir sebagai gugatan yang kabur (Obscuur Libel). Akibat hukum dari putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet Onvankelijke Verklaard / N. O. ) tidak lagi dilanjutkan persidangan oleh Majelis Hakim untuk memeriksa materi gugatan didalamnya, sedangkan posisi hukum dari para pihak masih seperti semula sebelum terjadi gugatan tersebut, dan upaya hukum dari putusan tersebut bisa melalui banding atau pengajuan gugatan kembali setelah melakukan perbaikan terhadap gugatan tersebut.

(2)

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Dalam masyarakat Indonesia yang serba majemuk ini seringkali dalam berhubungan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya tidaklah sama karena ada yang beretika baik dan ada pula yang beretika tidak baik. Dalam hubungan hukum antara pihak yang satu dengan pihak lainnya apabila sama-sama beretika baik dalam menjalin hubungan hukum umumnya kemungkinannya kecil sekali timbul masalah karena dalam hubungan hukum yang didasari dengan etika yang baik, kalau terjadi permasalahan hukum dapat diselesaikan dengan kekeluargaan atau perdamaian di luar sidang. Akan tetapi jika dalam hubungan hukum ada salah satu pihak yang beretika tidak baik sudah barang tentu akan menimbulkan permasalahan-permasalahan hukum yang dapat merugikan salah satu pihak dalam hubungan hukum tersebut…….(Sarwono, 2012 : 1)

Untuk mencegah adanya eigenrichting atau main hakim sendiri dalam hubungan hukum yang ada di dalam suatu masyarakat diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur hubungan hukum antara pihak yang satu dengan pihak lainnya agar di dalam hubungan hukum yang ada dalam masyarakat dapat berjalan dengan tertib.

Apabila ada salah satu pihak merasa haknya dilanggar atau dirugikan, maka pihak tersebut dapat melakukan gugatan atau tuntutan hak secara hukum melalui lembaga peradilan. Tuntutan hak tersebut adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan

(3)

oleh pengadilan……….(Sudikno, 2013 : 54) Memang tujuan akhir dari proses pemeriksaan perkara di pengadilan negeri yaitu diambilnya suatu putusan oleh hakim yang berisi penyelesaian perkara yang disengketakan……… (Subekti, 1977 : 122) Berdasarkan putusan itu, ditentukan dengan pasti hak maupun hubungan hukum para pihak dengan objek yang disengketakan.

Pada kenyataannya tidak semua gugatan atau tuntutan hak tersebut tidak dapat diterima dalam pemeriksaan di pengadilan melalui sebuah keputusan yang dijatuhkan oleh hakim yang bersifat negatif yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima (N. O).

2. PERUMUSAN MASALAH

Adapun Perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitin ini adalah :

1. Apakah dasar hukum yang menyebabkan Putusan dalam perkara perdata Nomor NO. 13/Pdt.G/2009/PN. Skh tanggal 2 Juli 2009 dinyatakan tidak dapat diterima (N.O) ?

2. Apakah akibat hukum dari Putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima (N.O) dalam perkara perdata Nomor NO. 13/Pdt.G/2009/PN. Skh tanggal 2 Juli 2009?

3. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan dari Putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima (N.O)?

(4)

B. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa Penelitian hukum itu berdasarkan tujuannya terdiri atas pertama, penelitian hukum normatif, yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum. Kedua, penelitian hukum sosiologis atau empiris yang mencakup, penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum………(Soerjono Soekanto, 1983 : 51)

Jenis penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian “KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD DALAM PERKARA NO. 13/Pdt.G/2009/PN. Skh” adalah penelitian hukum normatif karena merupakan suatu kajian terhadap asas-asas hukum atau dasar-dasar hukum pertimbangan hakim dalam memutus perkara No. 13/Pdt.G/2009/PN.Skh.

2. SIFAT PENELITIAN

Penelitian ini bersifat diskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan objek penelitian……….(Zainuddin Ali, 2011 : 105 – 106) Oleh karenanya

(5)

Penelitian ini bersifat diskriptif analitis sebab bertujuan menggambarkan pentingnya pengikatan jual beli tanah dibuat secara otentik dan akibat hukumnya serta perlindungan hukum bagi para pihak.

3. ALAT PENGUMPULAN DATA

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Penelitian ini dilakukan melalui teknik Studi Pustaka, yaitu merupakan cara pengumpulan data dengan cara mempelajari bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier dan atau bahan non hukum. Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut dapat dilakukan dengan membaca, melihat, mendengar, maupun sekarang banyak dilakukan penelusuran bahan hukum tersebut dengan melalui media internet………(Mukti Fajar ND, 2010:160)

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Dasar hukum yang menyebabkan Putusan dalam perkara perdata Nomor 13/Pdt.G/2009/PN. Skh tanggal 2 Juli 2009 dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet Onvankelijke Verklaard / N. O. )

Bahwa dari gugatan Para Penggugat Majelis Hakim menemukan fakta berupa 4 ( empat ) konstruksi hukum yaitu sebagai berikut:

1. Adanya suatu gugatan yang berujung pada tuntutan tentang sah dan berkekuatan hukumnya pengikatan jual beli sebagaimana disebutkan dalam akta pengikatan jual beli No. 86 tanggal 22 Pebruari 2006 yang

(6)

dibuat oleh SUNARTO, SH. Notaris / PPAT yang beralamat dikantor di Jl. Prof Dr Supomo No 20 A Surakarta.

2. Adanya suatu tuntutan sah dan berkekuatan hukumnya akta surat kuasa menjual dan melepaskan hak.

3. Adanya suatu tuntutan sah dan berkekuatan hukumnya akta perjanjian pengosongan.

4. Adanya tuntutan bahwa Para Tergugat telah melakukan perbuatan Wan Prestasi dan Perbuatan Melawan Hukum karena tidak melaksanakan proses pembuatan akta jual beli kepada Para Penggugat dan mengosongkan tanah dan bangunan obyek sengketa.

Konstruksi yang pertama merupakan suatu akibat dari adanya perjanjian antara Para Tergugat dengan almarhum Bp. SAIMAN alias SAIMAN WIROHANDOYO alias WIROHANDOYO yakni perjanjian pengikatan jual beli No. 86 yakni terhadap tanah dan bangunan yang tercatat dalam Sertifikat Hak Milik No. 418 seluas kurang lebih 300 ( tiga ratus ) m2 yang terletak di desa Tepisari, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo atas nama Tergugat I , dan dalam aktatersebut telah dibeli dan dibayar oleh almarhum Bp. SAIMAN alias SAIMAN WIROHANDOYO alias WIROHANDOYO seharga Rp.192 .000.000, - ( seratus sembilan puluh dua juta rupiah );

Konstruksi kedua merupakan akta surat kuasa menjual dan atau melepaskan hak No. 87 tanggal 22Februari 2006 antara Bp. SAIMAN alias SAIMAN WIROHANDOYOalias WIROHANDOYO dengan Para Tergugat

(7)

yang dibuat olehSUNARTO, SH. Notaris / PPAT yang beralamat di kantor di Jl.Pro f Dr Supomo No 20 A Surakarta.

Konstruksi kedua inidiikuti dengan konstruksi ketiga yakni adanya akta perjanjian pengosongan No. 88 yakni pengosongan atas obyek sengketa tersebut, di mana dalam akta pengosongan tersebut telah di sepakati bahwa Para Tergugat akan mengosongkan dan menyerahk an tanah dan bangunan obyek sengketa tersebut paling lambat 22 Februari 2006 dan apabila Para Tergugat tidak mengosongkan maka dikenai denda per hari sebesar Rp. 1.920.000, - ( satu juta sembilan ratus dua puluh ribu rupiah ) sejak tanggal 22 Februari 2006.

Sedang konstruksi keempat adalah sebagai akibat darikonstruksi ketiga yakni Para Tergugat tidak mengosongkan obyek sengketa dan menyerahkan kepada Para Pengguat

Konstruksi pertama dan kedua mempunyai karakteristik yang bertolak belakang dengan konstruksi ketiga, yaitu: Bahwa obyek perkara aquo sebagaimana de factonya masih dalam penguasaan Para Tergugat, dan de

jurenya masih atas nama Tergugat I, di mana menurut akta pengikatan jual

beli No. 86 telah mengikatkan diri dalam akta tersebut dengan Bp SAIMAN alias SAIMAN WIROHANDOYO alias WIROHANDOYO dalam suatu hubungan hukum jual beli, sedangkan dalam konstruksi ketiga adalah adanya akta perjanjian pengosongan, yang menurut logika hukum terhadap perbuatan melawan hukum pembuatan janji pengosongan dan pembuatan akta surat kuasa untuk menjual tersebut adalah sebagai akibat dari adanya penjaminan

(8)

terhadap sesuatu barang / benda tertentu dal am hubungan hukum hutang piutang.

Dengan adanya 4 ( empat ) konstruksi hukum tersebut maka menurut Majelis Hakim terjadi kesimpang siuran konstruksi hukum yang didalilkan oleh Para Penggugat dalam pokok gugatannya, apakah gugatan aquo berkenaan dengan jual beli, ataukah hutang piutang, ataukah berkenaan dengan kewajiban bagi para Tergugat untuk menyerahkan jaminan bagi pelunasan hutang

Ketidak jelasan konsep atau konstruksi hukum yang dipaparkan Para Penggugat dalam gugatannya menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya, oleh karena pembuktian adanya jual beli, hutang piutang, pembuktian janji menyerahkan jaminan, kesemuanya mempunyai karakteristik tersendiri yang tidak dapat digabung dalam satu gugatan, sehingga dalam hal ini Para Penggugat harus memformulasikan satu bentuk konstruksi hukum yang sesuai dengan fakta dan sesuai dengan bukti - bukti yang diajukan di persidangan, karena hal tersebut maka Majelis Hakim berpendapat Para Penggugat telah keliru dalam mengkonstruksikan peristiwa hukum satu dengan lainnya, sehingga gugatan Para Penggugat dikualifisir sebagai gugatan yang kabur ( Obscuur Libel ), dan sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1875 K/Pdt/1984 dan No. 582 K/Sip/1973 gugatan demikian harus dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet Onvankelijke

Verklaard / N. O. ).

(9)

2. Akibat hukum dari Putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima (N.O) dalam perkara perdata Nomor NO. 13/Pdt.G/2009/PN. Skh tanggal 2 Juli 2009

Putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet Onvankelijke

Verklaard / N. O. ) merupakan putusan yang menyatakan bahwa gugatan

tidak dapat diterima karena alasan gugatan mengandung cacat formil. Ini artinya, gugatan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh hakim untuk diperiksa dan diadili sehingga tidak ada objek gugatan dalam putusan untuk dieksekusi. Lain halnya jika putusan tersebut menyatakan bahwa seluruh gugatan dikabulkan atau dikabulkan sebagian (misalnya) dan memang sudah inkracht. Putusan itu harus dijalankan oleh panitera atas perintah hakim dan pihak yang menang berhak memaksa pihak lawan untuk mematuhi putusan hakim itu sesuai penjelasan Pasal 195 HIR.

Jadi akibat hukum dari putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet Onvankelijke Verklaard / N. O. ) tidak lagi dilanjutkan persidangan oleh Majelis Hakim untuk memeriksa materi gugatan didalamnya, sedangkan posisi hukum dari para pihak masih seperti semula sebelum terjadi gugatan tersebut.

3. Upaya hukum yang dapat dilakukan dari Putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima (N.O)

Dengan putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet

Onvankelijke Verklaard / N. O. ) maka dapat dilakukan upaya hukum setelah

(10)

mengadakan perbaikan gugatan, dapat mengajukan gugatan baru atau melakukan banding, dengan demikian dalam hal ini tidak ada ne bis in idem. Dari kedua pilihan yaitu antara mengajukan gugatan baru atau melakukan banding sebagai upaya hukum tersebut tentu saja masing-masing pilihan memiliki kelebihan dan kekurangan, untuk itu perlu dipahami dengan cermat dan perhitungan yang matang setiap risiko atau akibat dengan memilih salah satu upaya hukum tersebut.

D. PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi pustaka dari Putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet Onvankelijke Verklaard / N. O. ) dalam perkara perdata Nomor 13/Pdt.G/2009/PN. Skh, peraturan perundang-undangan, landasan teori dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :

1. Dasar hukum Majelis Hakim memutus (Niet Onvankelijke Verklaard/ N. O.) dalam perkara No. 13/Pdt.G/2009/PN. Skh adalah ketidak jelasan konsep atau konstruksi hukum yang dipaparkan Para Penggugat dalam gugatannya sehingga gugatan Para Penggugat dikualifisir sebagai gugatan yang kabur (Obscuur Libel), dan sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1875 K/Pdt/1984 dan No. 582 K/Sip/1973. 2. Akibat hukum dari putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet

Onvankelijke Verklaard / N. O. ) tidak lagi dilanjutkan persidangan oleh

(11)

Majelis Hakim untuk memeriksa materi gugatan didalamnya, sedangkan posisi hukum dari para pihak masih seperti semula sebelum terjadi gugatan tersebut.

3. Upaya hukum yang dapat dilakukan dari putusan tersebut ada dua pilihan yaitu melalui banding atau pengajuan gugatan kembali setelah melakukan perbaikan terhadap gugatan tersebut.

(12)

DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU

Mukti Fajar ND. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sarwono, 2012, Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika. Soerjono Soekanto. 1983. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Subekti, 1977, Hukum Acara Perdata, Bandung: Bina Cipta.

Sudikno Mertokusumo, 2013, Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Revisi, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Zainuddin Ali. 2011. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Referensi

Dokumen terkait

Dokter yang lulus fakultas kedokteran adalah dokter dengan ketrampilan klinis untuk bekerja sebagai individu dokter di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).. Dibutuhkan

Dengan demikian maka model pemanfaatan bersama terhadap sumber mata air yang telah dikembangkan oleh masyarakat di desa Cikahuripan tersebut memiliki kesesuaian

Pemberian zakat dengan cara pemberian modal usaha dari LAZIS Baiturrahman Semarang seharusnya secara hukum harus lebih dicermati dengan baik, sebab sebagaimana

Suparlan (1995) seperti yang dikutip oleh Rizal Muhammad Akbar, mengemukakan bahwa kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan hidup yang rendah, yaitu

Sejalan dengan penelitian Hapsari dan Yuanita (2013) dan Lestya (2014) bahwa corporate social responsibility (CSR) dalam aspek lingkungan dan ekonomi tidak

Berdasarkan hasil wawancara tanggal 12 Februari 2016 pada 10 orang mah asiswa tingkat akhir DIV Bidan Pendidik Reguler di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

1 Penelitian ini memperoleh gambaran secara umum tentang miskonsepsi peserta didik kelas XI IPA SMAN 2 Kabupaten Bulukumba dengan rata-rata 7,26 dan persentase sebesar 63%