• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab V. Kesimpulan dan Saran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab V. Kesimpulan dan Saran"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Bab V

Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

B.Indo dan B.Ing adalah dua bahasa yang saling berjauhan secara geografis yang memustahilkan terjadinya penyerapan. Akan tetapi, persamaan-persamaan onomatope dan mimetik yang berhasil ditemukan dalam kajian kontrastif ini ternyata lebih menakjubkan daripada perbedaan-perbedaannya, meskipun manifestasinya berbeda-beda dikarenakan sistem kognitif dan fonologi yang berbeda-beda. Persamaan-persamaan itu atau dapat disebut dengan konvergensi disebabkan oleh empat faktor. Pertama, karena persamaan inventarisasi fonem. Kedua, karena persamaan kaidah fonotaktik. Ketiga, karena fenomena kinestesia. Keempat, karena persamaan simbolisme bunyi yang berlaku baik pada B.Indo atau B.Ing. Sementara itu, perbedaan-perbedaan yang dijumpai atau dapat disebut dengan divergensi merupakan kewajaran karena B.Indo dan B.Ing adalah dua bahasa yang berbeda asal. Divergensi yang ada disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, karena perbedaan inventarisasi fonem. Kedua, karena perbedaan kaidah fonotaktik. Ketiga, karena perbedaan konsep simbolisme bunyi yakni simbolisme bunyi hanya berlaku pada masing-masing bahasa saja (language specific).

Persamaan simbolisme bunyi antara dua bahasa yang dibahas dalam bab III bagian 3.4 dan simbolisme bunyi yang bersifat language specific dalam bab IV bagian 4.3 adalah bagian yang khusus menyajikan misteri ide/gagasan yang

(2)

diwujudkan dalam bunyi - sebuah misteri yang membutuhkan penjelasan ilmiah tentunya. Di bawah label simbolisme bunyi, komponen bunyi dan makna tersebut ternyata saling terkait dalam hubungannya dengan fonetik artikulatoris dan berbagai macam konotasi yang dilekatkan pada bunyi yang bersangkutan. Bab III bagian 3.4 membicarakan simbolisme bunyi yang sama-sama berlaku pada B.Indo dan B.Ing yang berpotensi mengarah pada hal yang bersifat semesta. Semesta dalam konteks ini berarti terdapat pada lebih dari satu dan dua bahasa, yang artinya beberapa bahasa atau sejumlah bahasa terlibat sebagai bahasa sasaran dalam misi penemuan kesemestaan simbolisme bunyi, sedangkan bab IV bagian

4.3 menyingkap simbolisme bunyi yang bersifat language specific, yakni

simbolisme bunyi yang hanya berlaku pada satu bahasa saja dan menjadi ciri khas tersendiri bahasa tersebut.

Hasil temuan dari adanya persamaan simbolisme bunyi atas analisis terhadap onomatope dan mimetik dapat diihktisarkan sebagai berikut. Vokal depan /i/, /e/, /ε/, /æ/, /a/ dan vokal tinggi /i/, /u/ pada B.Indo dan B.Ing sama-sama mengacu pada sesuatu yang berbentuk kecil atau lebih kecil, terang, kilau dan tajam. Vokal belakang /u/, /o/, //, /D/ dan vokal rendah /a/, /α/, /D/ sama-sama mengacu pada sesuatu yang berbentuk besar atau lebih besar dan berhubungan dengan suara yang berat, gaduh dan keras. Konsonan stop tansuara /p/, /t/, /k/ mengacu pada kesan bunyi yang ringan, cepat, tiba-tiba dan tidak berangsur atau tidak berlangsung lama. Konsonan stop bersuara /b/, /d/, /g/ mengacu pada kesan bunyi yang berat, gaduh dan keras dan dikonotasikan dengan makna sesuatu yang bertabrakan /berbenturan dan kekejaman. Konsonan frikatif

(3)

tansuara /s/ mengacu pada kesan bunyi yang ringan, dan berangsur dengan satu-satunya evidensi adalah tiruan bunyi ular. Konsonan frikatif bersuara /∫/ mengacu pada suara dari sesuatu yang berpancar seperti zat cair dan suara desir dari zat padat yang berupa partikel berbutir sangat halus seperti pasir. Konsonan lateral /l/ mengacu pada unsur linearitas, citra kilau dan berhubungan dengan zat cair. Konsonan velar nasal /ŋ/ kesan bunyi yang bergema dan berangsur, serta pendar cahaya dari sesuatu yang berkilau. Hal utama tentang konsonan /ŋ/ adalah sesuatu tiruan bunyi yang dihasilkan oleh benda-benda yang terbuat dari logam, baja, alumunium atau besi, pasti mengandung konsonan velar nasal ini. Evidensinya dapat diamati pada tiruan bunyi gong, lonceng, suara pedang yang tertarik dari sarungnya, dan suara gelas kaca yang dipukul dengan sendok/pisau alumunium. Konsonan semi vokal /w/ mengacu pada gerakan. Konsonan /r/ dihubungkan dengan kata-kata merobek, merusak, dan gesekan dua benda yang kasar.

Di samping persamaan simbolisme bunyi tersebut, ditemukan juga simbolisme bunyi yang bersifat language-specific atau simbolisme bunyi yang bersifat khas suatu bahasa. Hasil temuan dari adanya perbedaan simbolisme bunyi atas analisis terhadap onomatope dan mimetik dapat diihktisarkan sebagai berikut. B.Ing mempunyai beberapa gugus konsonan yang menempati posisi onset, di antaranya /sn-/ yang dihubungkan dengan hal-hal tentang mulut dan hidung, /dr-/ yang dihubungkan dengan cairan yang mengalir atau menetes, /sp-/ yang dihubungkan dengan makna penyebaran, dan beberapa gugus lainnya yang menempati posisi koda, di antaranya /-mp/ yang dikaitkan dengan kesan bunyi yang dihasilkan karena hentakan yang berat, /-ash/ yang dikaitkan dengan makna

(4)

destruktif/bersifat merusak. Sementara itu, gugus-gugus konsonan tersebut tidak ditemukan dalam B.Indo.

Populasi data dalam penelitian ini adalah sembilan puluh satu yang terdiri dari delapan puluh tujuh onomatope dan empat mimetik. Akan tetapi, dari sembilan puluh satu satuan lingual itu, ada beberapa yang tidak dapat diikutsertakan dalam evidensi. Contoh, tiruan bunyi kalkun, alat musik simbal dan pembunyian perasaan sakit kepala/memar. Tiruan-tiruan bunyi yang sangat berbeda itu dapat diarahkan pada satu jawaban sederhana, bahwa perbedaan itu disebabkan karena faktor kesukaan penuturnya untuk memilih tiruan bunyi yang itu. Faktor ini sudah pasti tunduk pada kesepakatan dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan. Jadi, untuk tiruan bunyi kalkun, masyarakat tutur B.Indo lebih suka dan lebih cocok dengan kluk kluk kluk daripada gobble gobble yang bagi masyarakat tutur B.Ing, tiruan bunyi ini adalah yang paling tepat.

Hal penting lain yang perlu ditegaskan adalah data onomatope dan mimetik dalam penelitian ini memang tidak mencakup segala bunyi yang ada di dunia ini - hanya bunyi-bunyi yang sering terdengar sehari-hari dan sering digunakan. Namun pembuktian yang telah dilakukan mengarah pada sebuah kesimpulan yang jujur, bahwa ada unsur persamaan pada bahasa-bahasa yang tidak memiliki relasi historis.

Penelitian ini sebagai salah satu dari sekian banyak penelitian tentang simbolisme bunyi, juga hendak menyuarakan hal yang sama sebagaimana penelitian-penelitian lain bahwa ternyata fonem-fonem itu berperan sebagai suatu

(5)

‘pesuruh’ yang mampu untuk membawa informasi dan dengan demikian merangsang penciptaan suatu jaringan kata. Ini dapat dijelaskan berdasarkan aspek fonetik artikulatoris. Kesimpulannya adalah bahwa bentuk kata memang tidak bisa memberi saran secara langsung atas apa yang diacunya. Tetapi, bentuk-bentuk itu mempengaruhi pemahaman kita tentang bagaimana dan seperti apa acuannya. Dengan kata lain, aspek semantik suatu kata dapat diramalkan dari bentuk, tapi acuan tidak bisa diramalkan hanya dari bentuk. Meski demikian, perlu digarisbawahi pula bahwa tidak setiap aspek semantik suatu kata dapat ditentukan oleh bentuk.

5.2 Saran

Perkiraan-perkiraan yang disisipkan pada bagian 4.3 seperti byurr, buk, dan dor yang menjadi motivasi terbentuknya kata-kata konvensional dalam B.Indo seperti cebur, debur, debuk, dan gedor dapat menjadi sebuah kajian penelitian lanjutan. Fenomena penamaan bunyi dengan proses prefiksasi ini berpotensi menjadi sebuah kapling penelitian tersendiri dalam cakupan wilayah simbolisme bunyi. Contoh lain yang diambil dari korpus data onomatope dan mimetik B.Indo adalah ngung ngung (tiruan bunyi lebah), tik tik (tiruan bunyi gerimis), tes tes (tiruan air menetes), cup (tiruan bunyi cium), tok tok tok (tiruan bunyi mengetuk pintu), brak (tiruan bunyi tabrakan), ting ting (tiruan bunyi benturan gelas kaca dan alumunium), tak tak (tiruan bunyi detak jam), sing (tiruan bunyi desing peluru), hap (tiruan bunyi melahap makanan) yang kemudian bertransformasi menjadi kata-kata konvensional dengung, rintik, tetes, kecup,

(6)

ketok/ketuk, tabrak, denting, detak, desing, lahap. Jadi, kata-kata yang awalnya diduga bersifat arbitrer dapat ditelusuri jejak awalnya.

Dalam upaya menemukan persamaan simbolisme bunyi dan simbolisme bunyi yang bersifat khas suatu bahasa, penelitian ini banyak mengacu pada penelitian terdahulu, terutama dari disertasi Margaret Magnus tentang simbolisme bunyi dalam B.Ing, karena sepanjang peninjauan pustaka yang telah dilakukan selama penelitian, kajian simbolisme bunyi B.Indo belum mendapat perhatian yang selayaknya. Lain halnya dengan simbolisme bunyi dalam bahasa Jawa yang telah terdokumentasi dengan baik dalam karya Sudaryanto dengan judul Pemanfaatan Potensi Bahasa; Kumpulan Karangan Sekitar dan tentang Satuan Lingual Bahasa Jawa yang Berdaya Sentuh Inderawi (1994) dan sebagian dalam karya Uhlenbeck, Kajian Morfologi Bahasa Jawa (1982), simbolisme bunyi B.Indo masih belum terjamah penelitian. Oleh karena itu, ini seperti ladang tidur yang menanti untuk disebar benih penelitian, baik yang bersinggungan dengan bunyi-bunyi dari kata-kata yang sifatnya arbitrer ataupun tiruan-tiruan bunyi seperti onomatope. Contoh simbolisme bunyi dari satuan-satuan lingual arbitrer, kata-kata gilas, tindas, lindas, tandas, landas, kandas dapat diasosiasikan secara analogis atas fonem dan gugus tertentu yang dikandung oleh kata-kata itu dengan makna tertentu.

Referensi

Dokumen terkait

Perhatian responden pada keunggulan produk dapat dikatakan lemah, karena informasi mengenai keunggulan produk Starbucks Coffee dirasakan kurang begitu jelas, karena mempunyai

berklorofil,berspora,tidak memiliki akar, batang dan daun. Tumbuhan tersebut termasuk dalam division…... Peserta didik dapat menyimpulkan makluk hihup yang mempunyai

Kombinasi ekstrak kombinasi ekstrak etanol tanaman temulawak, kemukus, meniran dan beluntas (1:1:1:1) mempunyai daya antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus

Sedangkan siswa yang mempunyai kreativitas tinggi dengan gaya belajar visual menggunakan media 3D memberikan rerata prestasi lebih tinggi dibanding yang mempunyai gaya

Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan Dana Pihak Ketiga di masa lalu mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan Kredit Modal Kerja di masa sekarang.. Dana Pihak Ketiga adalah

Hitler sebenarnya telah mempunyai Sturmabteilung yang dipimpin Kapten Ernst Röhm sebagai pasukan pengawal para pemimpin partai, namun ambisi politik untuk menguasai Eropa

Penulis mempunyai harapan bahwa website sistem pakar ini dapat membantu masyarakat dalam mendiagnosa awal penyakit tulang berdasarkan gejala fisik yang dapat dirasakan.Beberapa

Penulis mempunyai harapan bahwa website sistem pakar yang dibuat ini bisa membantu kinerja pegawai puskesmas atau rumah sakit dan masyarakat pasien pada umumnya dalam mendiagnosis