• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREDIKSI POTENSI CADANGAN AIRTANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK DI KABUPATEN GROBOGAN BAGIAN UTARA, JAWA TENGAH NUR PADLIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREDIKSI POTENSI CADANGAN AIRTANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK DI KABUPATEN GROBOGAN BAGIAN UTARA, JAWA TENGAH NUR PADLIAH"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PREDIKSI POTENSI CADANGAN AIRTANAH DENGAN

METODE GEOLISTRIK DI KABUPATEN GROBOGAN

BAGIAN UTARA, JAWA TENGAH

NUR PADLIAH

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prediksi Potensi Cadangan Airtanah dengan Metode Geolistrik di Kabupaten Grobogan Bagian Utara, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016 Nur Padliah NIM F44120043

(4)
(5)

ABSTRAK

NUR PADLIAH. Prediksi Potensi Cadangan Airtanah dengan Metode Geolistrik di Kabupaten Grobogan Bagian Utara, Jawa Tengah. Dibimbing oleh ROH SANTOSO BUDI WASPODO.

Air merupakan salah satu elemen utama kehidupan. Pemanfaatan air yang berlebihan dan penggunaan air yang tidak terarah dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas airtanah serta mengurangi daya dukung tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi litologi lapisan tanah dan posisi ketebalan akuifer di lokasi penelitian, menentukan nilai konduktivitas hidrolik tanah dan memprediksi potensi cadangan airtanah di Kabupaten Grobogan bagian Utara, Jawa Tengah. Dari hasil geolistrik pada daerah penelitian didapatkan bahwa secara umum daerah penelitian tersusun oleh napal, napal kepasiran, pasir gampingan, dan batu gamping. Ketebalan akuifer bebas sebesar 25.28 m dan akuifer tertekan sebesar 23.33 m. Nilai konduktivitas hidrolik pada akuifer bebas dan akuifer tertekan adalah sebesar 2.5 m/hari. Nilai prediksi cadangan airtanah dangkal sebesar 0.59 m3/detik dan airtanah dalam sebesar 0.054 m3/detik.

Kata kunci: airtanah, akuifer, geolistrik, litologi, resistivitas

ABSTRACT

NUR PADLIAH. Prediction of Groundwater Storage Potential using Geoelectric Method in North Grobogan District, Central Java. Supervised by ROH SANTOSO BUDI WASPODO.

Water is one of the main elements for life. Excessive water utilization and uncontroled water usage might cause degradation of groundwater quality and quantity and also decrease land carrying capacity. The research aimed to identify the lithology of soil layer and position of aquifer thickness at research location, to determine hydraulic conductivity value and to predict the groundwater reserves potential in North Grobogan District, Central Java. The results of geoelectric measurement showed that the soil were composed by marl, sandy marl, calcareous sand, and limestone. The thickness of unconfined aquifer was 25.28 m and for confined aquifer was 23.33 m. The hydraulic conductivity value of unconfined aquifer and confined aquifer were 2.5 m/day. The potential of shallow groundwater was 0.59 m3/second and of deep groundwater was 0.054 m3/second.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

PREDIKSI POTENSI CADANGAN AIRTANAH DENGAN

METODE GEOLISTRIK DI KABUPATEN GROBOGAN

BAGIAN UTARA, JAWA TENGAH

NUR PADLIAH

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah potensi cadangan airtanah, dengan judul Prediksi Potensi Cadangan Airtanah dengan Metode

Geolistrik di Kabupaten Grobogan Bagian Utara, Jawa Tengah.

Terima kasih diucapkan kepada Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, M.T selaku pembimbing, serta Dr. Ir. Nora Herdiana Pandjaitan, DEA dan Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng selaku penguji yang telah banyak memberikan saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua tercinta Bapak Badullu dan Ibu Sitti Hamsiah serta keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Penghargaan juga diberikan kepada rekan-rekan satu tim penelitian, Nurul Hidayati, Indri Anggraini, Chandra P M Mayor, Halimanto Sapta Triyoga, dan Mukhammad Arif

Setiawan atas semangat, kerja keras dan kerjasamanya selama penelitian ini

berlangsung. Terimakasih juga untuk sahabat seperantauan IKAMI 49, segenap keluarga Sanggar Juara, SIL 49, yang selalu menyemangati dan mendukung penyelesaian karya ilmiah ini.

Karya ini jauh dari sempurna tetapi diharapkan karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016 Nur Padliah

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Airtanah dan Akuifer 2

Metode Geolistrik 3

METODE 6

Waktu dan Lokasi Penelitian 6

Alat dan Bahan 7

Prosedur Penelitian 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Karakteristik Wilayah 11

Pergerakan Airtanah 11

Karakteristik Akuifer 14

Tatanan Litologi 16

Konduktivitas Hidrolik 17

Potensi Cadangan Airtanah 22

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 26

(14)

DAFTAR TABEL

1 Harga Tahanan Jenis Beberapa Jenis Bahan 4

2 Titik lokasi pengukuran geolistrik 12

3 Data kedalaman dan ketebalan akuifer bebas 14 4 Data kedalaman dan ketebalan akuifer tertekan 15 5 Pembagian interval nilai tahanan jenis di Kabupaten Grobogan 16

6 Nilai konduktivitas hidrolik 17

7 Data elevasi akuifer bebas Kabupaten Grobogan Bagian Utara 20 8 Data elevasi akuifer tertekan Kabupaten Grobogan Bagian Utara 20

9 Nilai parameter persamaan darcy 22

10 Nilai prediksi potensi cadangan airtanah 23

DAFTAR GAMBAR

1 Contoh batuan yang dilalui arus 5

2 Pola aliran arus listrik yang dipancarkan dan distribusi potensial 6 3 Lokasi dan titik penelitian di Kabupaten Grobogan Bagian Utara 7

4 Diagram alir penelitian 8

5 Parameter darcy di lapangan 9

6 Aplikasi persamaan darcy di lapangan 10

7 Flownet 2 dimensi CAT Kab. Grobogan bagian Utara 13 8 Flownet 3 dimensi CAT Kab. Grobogan bagian Utara 13

9 Notasi akuifer pada borelog 15

10 Penampang akuifer bebas 18

11 Penampang akuifer tertekan 19

12 Panjang penampang akuifer 19

13 Penampang melintang akuifer bebas dari arah Utara ke Selatan 21 14 Penampang melintang akuifer tertekan dari arah Utara ke Selatan 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pengolahan data geolistrik Kabupaten Grobogan Bagian Utara 26

2 Borelog pengukuran geolistrik GL 1 – GL 8 39

3 Borelog pengukuran geolistrik GL 9 – GL 16 40 4 Borelog pengukuran geolistrik GL 17 – GL 26 41 5 Interpretasi batuan berdasarkan nilai resistivitas 43

6 Peta Hidrogeologi Kabupaten Grobogan 49

7 Peta Geologi Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah 50 8 Peta Topografi Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah 51 9 Peta cekungan airtanah (CAT) Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah 52 10 Peta daerah aliran sungai (DAS) Kabupaten Grobogan, Jawa

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan salah satu elemen utama kehidupan makhluk hidup. Pada masa yang akan datang kebutuhan air akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan sosial budaya masyarakat. Sementara distribusi sumber daya air adalah terbatas dan tersebar tidak merata dalam ruang dan waktu akibat perbedaan kondisi geografi, iklim dan perubahan tata guna lahan. Pemanfaatan air yang berlebihan dan penggunaan air yang tidak terarah dapat menyebabkan pencemaran dan penurunan kualitas dan kuantitas airtanah serta mengurangi daya dukung airtanah sebagai sumber daya vital bagi kehidupan.

Sistem hidrologi secara alamiah, keberadaan airtanah di suatu wilayah adalah seimbang antara masukan dan keluaran. Masukan berasal dari infiltrasi air hujan, sedangkan keluaran dari mata air dan pengambilan air oleh manusia (Todd 1980). Air tanah terbentuk berasal dari air hujan dan air permukan, yang meresap (infiltrate) mula-mula ke zona tak jenuh (zone of aeration) dan kemudian meresap makin dalam (percolate) hingga mencapai zona jenuh air dan menjadi air tanah. Air tanah dan air permukaan saling berkaitan dan berinteraksi (Riastika 2011).

Akuifer di definisikan sebagai suatu formasi tanah yang mengandung cukup banyak material lolos air (permeable) untuk dapat menghasilkan air dalam jumlah yang signifikan bagi sumur dan mata air (Aji 2012). Aliran airtanah dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu aliran akuifer bebas (unconfined aquifer) dan aliran akuifer terkekang (confined aquifer). Akuifer bebas terbentuk ketika tinggi permukaan airtanah (water table) menjadi batas antara zona tanah jenuh (Putranto dan Kusuma 2009). Tinggi permukaan airtanah berfluktuasi tergantung pada jumlah dan kecepatan air (hujan) masuk ke dalam tanah, pengambilan airtanah, dan permeabilitas tanah. Akuifer tertekan (confined aquifer) merupakan akuifer yang batas lapisan atas dan lapisan bawah adalah formasi tidak tembus air, muka air akan muncul di atas formasi tertekan bawah. Akuifer ini bisa ada atau tidak pada permukaan bawah (Bear 1979). Salah satu cara untuk mengetahui adanya lapisan pembawa air adalah dengan melakukan metode geofisika geolistrik (resistivity). Dengan cara ini lapisan pembawa air dapat diketahui kedalaman, ketebalan, serta penyebarannya.

Kabupaten Grobogan terletak di antara dua pegunungan Kendeng yang membujur dari arah barat ke timur. Secara administrasi Kabupaten Grobogan terdiri dari 19 kecamatan dan 280 desa/ kelurahan dengan ibukota berada di Purwodadi, yang selanjutnya dibagi dalam 1.451 dusun, 1.729 RW dan 8.763 wilayah RT. Berdasarkan letak geografis dan reliefnya, Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten yang penyangga perekonomiannya berada pada sektor pertanian dan merupakan daerah yang cenderung cukup sulit mendapatkan air bersih (Permatasari 2011). Dengan memperhatikan dinamika pertumbuhan pembangunan Kabupaten Grobogan, maka perlu dilakukan kajian hidrogeologi. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah melakukan pengkajian potensi cadangan airtanah dengan menggunakan metode resistivitas.

(16)

Metode resistivitas merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui lapisan akuifer dengan memanfaatkan sifat kelistrikan batuan. Pemodelan airtanah guna menghasilkan gambaran batas-batas yang mendekati kondisi aktual memerlukan teknik pemodelan yang mampu menggambarkan secara jelas dan efektif tentang kondisi airtanah pada lokasi pengamatan. Penyelidikan geolistrik dilakukan atas dasar sifat fisika batuan terhadap arus listrik, karena setiap jenis batuan akan memberikan tahanan jenis yang berbeda pula. Dengan memanfaatkan sifat ini lapisan akuifer yang mengandung airtanah dapat diduga berdasarkan nilai resistivitasnya. Pentingnya digunakan metode geolistrik resistivitas karena metode ini merupakan satu-satunya metode yang efektif mengetahui sifat kekonduktoran suatu lapisan.

Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini berdasarkan kondisi alam yang ada di Kabupaten Grobogan, dimana ketersediaan air terbatas, sehingga kebutuhan akan air semakin besar dan meningkatkan penggunaan airtanah. Masalah tersebut dapat dirumuskan dalam beberapa hal, yaitu debit pada akuifer bebas dan akuifer tertekan yang terdapat di lokasi penelitian, nilai konduktivitas di lokasi penelitian dan bagaimana litologi lapisan tanah di lokasi penelitian.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi litologi lapisan tanah dan posisi ketebalan akuifer di lokasi penelitian, menentukan nilai konduktivitas hidrolik tanah dan memprediksi potensi cadangan airtanah di Kabupaten Grobogan Bagian Utara

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi semua pihak dalam membuat program/kegiatan pembangunan fisik di Kabupaten Grobogan yang terkait dengan potensi cadangan airtanah di Kabupaten Grobogan Bagian Utara.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada nilai resistivitas berdasarkan data geolistrik dengan metode schlumberger, data pada topografi dan peta hidrogeologi. Penelitian ini tidak menghitung masukan air berdasarkan curah hujan.

TINJAUAN PUSTAKA

Airtanah dan Akuifer

Airtanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara pori-pori tanah dan di dalam retakan batuan dasar. Menurut Todd (1980), airtanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap kedalam tanah dan bergabung

(17)

membentuk lapisan tanah yang disebut akuifer. Air tanah berasal dari hasil infiltrasi, air sungai, rembesan, dan reservoir, rembesan buatan, proses kondensasi, rembesan dari laut, air yang terjebak dalam batuan sedimentasi (air bawaan) (Mays 2006).

Daerah imbuhan airtanah mempunyai karakteristik hidrogelogi tertentu yang berfungsi sebagai daerah resapan alamiah, perlu dipelihara dan dilestarikan keberadaannya, karena merupakan daerah resapan alamiah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2008 Daerah imbuhan merupakan daerah resapan air yang mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan airtanah. Perubahan penggunaan lahan didaerah imbuhan sangat berpengaruh terhadap besaran imbuhan airtanah yang akhirnya berpengaruh terhadap kesinambungan fungsi imbuhan airtanah di daerah tersebut (Rengganis dan Kusumawati 2011).

Akuifer atau lapisan pembawa air, secara geologi merupakan suatu lapisan batuan yang mengandung air, dimana batuan pada lapisan tersebut mempunyai sifat-sifat yang khas yang memiliki permeabilitas dan porositas air yang cukup baik. Biasanya lapisan pasir (sandstone) atau lapisan lainnya yang mengandung pasiran. Penyebaran airtanah dapat dibedakan berdasarkan daerah penyebarannya menjadi zona aerasi (zona akuifer tidak jenuh) dan zona jenuh (zona akuifer jenuh). Pada zona akuifer jenuh, semua pori-pori tanah terisi oleh air di bawah tekanan hidrostatik. Zona ini dikenal sebagai zona airtanah (Salam 2011).

Zona akuifer tidak jenuh merupakan zona penyimpanan airtanah yang paling berperan dalam mengurangi kadar pencemaran airtanah dan oleh karenanya zona ini sangat penting untuk usaha-usaha reklamasi dan sekaligus pengisian kembali airtanah, sedang zona akuifer jenuh berfungsi sebagai pemasok airtanah yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan zona akuifer tidak jenuh dalam hal akuifer yang pertama tersebut mampu memasok airtanah dalam jumlah yang lebih besar serta mempunyai kualitas air yang lebih baik (Hidayat 2008).

Akuifer ini dibedakan menjadi akuifer bebas (unconfined aquifer) dan akuifer tertekan (confined aquifer). Akuifer bebas terbentuk ketika tinggi permukaan airtanah (water table) menjadi batas antara zona tanah jenuh. Tinggi permukaan airtanah berfluktuasi tergantung pada jumlah dan kecepatan air (hujan) masuk ke dalam tanah, pengambilan airtanah, dan permeabilitas tanah (Irham et al 2006). Akuifer tertekan adalah akuifer yang batas lapisan atas dan lapisan bawah adalah formasi tidak tembus air, muka air akan muncul di atas formasi tertekan bawah. Akuifer ini bisa ada atau tidak pada bawah permukaan tanah (Bear 1979).

Metode Geolistrik

Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC (direct current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan dua buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik dapat menembus lapisan batuan lebih dalam. Aplikasi metode geofisika resistivitas telah banyak digunakan untuk survei maupun ekplorasi sumberdaya alam, seperti pencarian sumber panas bumi, distribusi sumber mata air panas, survei air tanah, dan gerakan tanah atau tanah longsor (Griffiths dan Barker 1993). Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman sekitar 300 m sangat berguna untuk

(18)

mengetahui kemungkinan adanya lapisan akuifer yaitu lapisan batuan yang merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari adalah confined aquifer yaitu lapisan akuifer yang diapit oleh lapisan batuan kedap air (misalnya lapisan lempung) pada bagian bawah dan bagian atas. Confined aquifer ini mempunyai recharge yang relatif jauh, sehingga ketersediaan airtanah di bawah titik bor tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca setempat (Parlinggoman 2011).

Prinsip dalam metode resistivitas adalah menginjeksikan arus listrik (sekitar 1-10mA) ke dalam bumi melalui elektroda arus (sepasang elektroda) dan respon yang diterima berupa beda potensial yang diukur melalui dua elektroda potensial (Asmaranto et al 2012). Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial listrik, dapat diperoleh variasi harga resistivitas listrik pada lapisan di bawah titik ukur (Adhi et al 2011). Terjadinya aliran arus listrik pada suatu batuan dan mineral dipengaruhi adanya elektron-elektron bebas, apabila batuan dan mineral tersebut memiliki banyak elektron bebas di dalamnya, maka batuan dan mineral tersebut dapat dialiri arus listrik melalui elektron-elektron bebas tersebut. Selain dipengaruhi oleh elektron-elektron bebas, aliran listrik juga dipengaruhi oleh sifat dan karakteristik masing-masing batuan yang dilewatinya. Resistivitas merupakan salah satu sifat atau karakteristik batuan yang dapat menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya (Rahmah 2009). Nilai tahanan beberapa jenis bahan disajikan pada Tabel 1 (Santoso 2002).

Tabel 1 Harga Tahanan Jenis Beberapa Jenis Bahan

Material Resistivitas (Ωm)

Udara (di muka bumi) Tak terhingga

Kwarsa 4 x1010 Kalsit 5.5 x1013 Batuan garam 102-105 Granit 5x103 - 5x107 Batu gamping 60 - 3x103 Batu pasir 1-103 Batu serpih 20 - 2x103

Lempung dan tanah 1 - 104

Air distilasi 2x105

Air permukaan 30 - 3x103

Air tanah 40 - 6x102

Air laut 0.21

Konsep dasar pengukuran resistivitas batuan dimodifikasi dari teori pengukuran suatu batuan (Gambar 1) di laboratorium. Besaran tahanan dihitung dengan persamaan (1) (Telford et al 1990).

(19)

Keterangan:

R = tahanan (Ω)

𝜌 = resistivitas contoh batuan (Ω m) L = panjang contoh batuan (m)

A = luas penampang contoh batuan (m2)

Gambar 1 Contoh batuan yang dilalui arus

Haryanto (2011) beranggapan bahwa pengukuran geolistrik dapat dilakukan dengan tujuan berbeda yaitu pengukuran untuk mapping dan sounding. Tujuan mapping adalah untuk mengetahui informasi variasi resistivitas secara lateral sehingga teknik mapping dilakukan dengan menggunakan konfigurasi elektroda tertentu dengan jarak antar elektroda tetap, seluruh susunan elektroda dipindah mengikuti lintasan. Konfigurasi elektroda yang biasa digunakan adalah Wenner dan Dipole. Sedangkan tujuan sounding adalah untuk memperkirakan variasi resistivitas sebagai fungsi dari kedalaman pada suatu titik pengukuran. Mengingat jarak antar elektroda menentukan kedalaman titik pengukuran, maka pengukuran dilakukan dengan jarak antar elektroda bervariasi. Konfigurasi elektroda yang biasa digunakan adalah Wenner dan Schlumberger.

Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah elektrodanya terletak dalam suatu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger. Setiap konfigurasi mempunyai metode perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Spontaneus potensial yaitu tengangan listrik alami yang umumnya terdapat pada lapisan batuan disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang secara kimiawi menimbulkan perbedaan tegangan pada mineral-mineral dari lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidak homogenan lapisan batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil (Nisa et al 2012). Pola aliran arus listrik yang dipancarkan dan distribusi potensial disajikan pada Gambar 2 (Telford et al 1990).

(20)

Gambar 2 Pola aliran arus listrik yang dipancarkan dan distribusi potensial Metode geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metode favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui nilai ketebalan, tahanan jenis batuan di bawah permukaan, dan karakteristik lapisan batuan bawah permukaan dengan biaya survey yang relatif murah. Umumnya lapisan batuan tidak mempunyai sifat homogen sempurna, seperti yang dipersyaratkan pada pengukuran geolistrik. Untuk posisi lapisan batuan yang terletak dekat dengan permukaan tanah akan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran tegangan dan ini akan membuat data geolistrik menjadi menyimpang dari nilai sebenarnya. Hal yang dapat mempengaruhi homogenitas lapisan batuan adalah fragmen batuan lain yang menyisip pada lapisan, faktor ketidakseragaman dari pelapukan batuan induk, material yang terkandung pada jalan, genangan air setempat, perpisahan dari bahan logam yang dapat menghantar arus listrik, pagar kawat yang terhubung ke tanah dan sebagainya (Zubaidah dan Kanata 2008).

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengumpulan data akan dilaksanakan dari bulan Maret hingga Juni 2016. Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Grobogan. Pengamatan geolistrik dilakukan di enam Kecamatan, yaitu Kecamatan Klambu, Kecamatan Brati, Kecamatan Grobogan, Kecamatan Tawangharjo, Kecamatan Wirosari, dan Kecamatan Ngaringan.

(21)

Gambar 3 Lokasi dan titik penelitian di Kabupaten Grobogan Bagian Utara

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari BAPPEDA Kabupaten Grobogan. Data sekunder yang digunakan merupakan data perhitungan geolistrik dengan menggunakan metode schlumberger, borelog CAT Grobogan, peta hidrogeologi skala 1:300,000 dan peta geologi skala 1:300,000. Alat yang digunakan yaitu AutoCAD 2014, Surfer version 11, Google Earth Pro, dan Microsoft Excel.

Prosedur Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yakni studi pustaka mengenai prediksi potensi cadangan air tanah, aplikasi metode geolistrik dalam interpretasi material-material yang ada di dalam bumi, karateristik litologi lapisan bawah permukaan dari nilai konduktivitas hidrolik dan karakteristik akuifer. Tahapan selanjutnya adalah pengumpulan data sekunder berupa data geolistrik. Data yang telah didapat kemudian diolah untuk mendapatkan lapisan dan sebaran akuifer di lokasi penelitian. Tahap akhir adalah data dianalisis dengan persamaan dercy untuk mendapatkan prediksi potensi cadangan airtanah di lokasi penelitian. Secara garis besar, skema penelitian secara keseluruhan disajikan pada Gambar 4.

(22)

Gambar 4 Diagram alir penelitian

Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang merupakan data pengukuran geolistrik dengan seperangkat perlengkapannya, data geolistrik berupa borelog CAT Grobogan, serta nilai resistivitas. Informasi yang terdapat pada data spasial berupa peta geologi dan hidrogeologi. Untuk melakukan pembahasan diperlukan pengumpulan data melalui studi literatur baik melalui buku, skripsi maupun jurnal dari hasil penelitian sebelumnya serta melalui internet.

Mulai

Studi pustaka

Perumusan masalah

Pengumpulan data sekunder

Data Geolistrik: - Nilai resistivitas - Borelog CAT Kab.

Grobogan

- Peta titik pengukuran

Karakteristik akuifer

Jaringan aliran (flownet) Penampang akuifer

Persamaan darcy

Prediksi cadangan airtanah

(23)

Borelog CAT Grobogan berisi data litologi lapisan tanah yang dapat digunakan dalam mengetahui keberadaan akuifer pada suatu lapisan tanah dan dapat mengetahui ketebalan akuifer pada tiap titik penelitian.

Pengolahan Data

Jejaring aliran (flownet) dibuat dengan menggunakan software surfer. Dalam membuat flownet diperlukan data elevasi serta data koordinat pada titik penelitian, flownet yang ditampilkan berupa gambar 3 dimensi dan 2 dimensi. Untuk mengetahui karakterisitik akuifer maka diperlukan data borelog pada CAT Grobogan serta data elevasi. Data borelog CAT Grobogan diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Grobogan. Selanjutnya lapisan akuifer ditentukan dan kemudian data kedalaman akuifer dan ketebalan akuifer pada lokasi penelitian dapat ditentukan. Penampang akuifer perlu ditentukan untuk mengetahui nilai W dan δL pada hukum darcy. Cara menentukan penampang akuifer pada suatu lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 (Kusnandar 2012). Berdasarkan Gambar 5 diketahui jika aliran mengalir dari Timur ke Barat maka panjang lintasan akuifer berada pada arah aliran x dan memiliki penampang akuifer abcd, sedangkan jika aliran mengalir dari Selatan ke Utara, maka panjang lintasan akuifer berada pada arah aliran y dan memiliki penampang cdef.

Gambar 5 Parameter darcy di lapangan

Keti n g g ian ( m b m t)

(24)

Analisis Data

Nilai debit dari cekungan airtanah Kabupaten Grobogan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan darcy. Persamaan darcy digunakan dalam proses analisis data untuk menduga cadangan airtanah baik pada akuifer bebas maupun akuifer tertekan. Parameter yang digunakan adalah konduktivitas hidrolik, gradien hidrolik serta luas penampang akuifer. Luas penampang akuifer diperoleh dengan mengalikan nilai panjang penampang akuifer (W) dengan ketebalan akuifer (b). Gradien hidrolik diperoleh dengan membagi beda kedalaman muka airtanah dengan panjang lintasan airtanah. Berdasarkan Todd dan Mays (2005) nilai debit dapat ditentukan dengan persamaan (2). Komponen-komponen dari persamaan darcy di lapangan dapat dilihat pada Gambar 6 (Kusnandar 2012).

Q = k x A x 𝛿ℎ𝛿𝐿 (2) dengan ἰ = 𝛿ℎ𝛿𝐿 A= W x baquifer sehingga, Q = k x W x baquifer x 𝛿ℎ 𝛿𝐿 (3) Keterangan: Q = Debit, m3/hari

A = Luas penampang akuifer, m2 W = Panjang penampang akuifer, m baquifer = Ketebalan akuifer, m

k = Konduktivitas hidrolik, m/hari i = Gradien hidrolik

δh = Beda kedalaman muka airtanah, m δL = Panjang lintasan airtanah, m

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Wilayah

Wilayah Kabupaten Grobogan secara geografis terletak diantara 070 - 070 30’ LS dan 1100 15’ - 1110 25’ BT. Secara administratif, Kabupaten Grobogan terletak di Provinsi Jawa Tengah dan berbatasan dengan beberapa kabupaten lain, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati, dan Kabupaten Blora, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Blora, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, Kabupaten Sragen, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Semarang, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten Demak. Kabupaten Grobogan secara administratif memiliki 19 kecamatan, 280 dasa/kelurahaan dan 1797 dusun. Luas wilayah penelitian di 6 kecamatan adalah Kecamatan Klambu 4656 ha, Kecamatan Brati 5489 ha, Kecamatan Grobogan 10456 ha, Kecamatan Tawangharjo 8360 ha, Kecamatan Wirosari 15430 ha, dan Kecamatan Ngaringan 11672 ha (BAPPEDA 2004).

Kabupaten Grobogan yang memiliki relief daerah Pegunungan Kapur dan perbukitan serta dataran di bagian tengahnya, secara topografi dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu daerah dataran rendah, daerah perbukitan, dan daerah dataran tinggi. Keadaan iklim wilayah Kabupaten Grobogan dipengaruhi oleh iklim tropis, tergolong dalam kelas iklim D yang mempunyai 1 sampai 6 bulan kering dan 1 sampai 6 bulan basah dengan suhu minimum 200 C. Kabupaten Grobogan terletak pada suatu cekungan antara Perbukitan Rembang dan Pegunungan Kendeng. Secara fisiografi daerah Grobogan dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah Perbukitan Rembang (di bagian utara), Perbukitan Kendeng (di selatan), dan daerah dataran yang dikenal sebagai Depresi Randublatung di bagian tengah (BAPPEDA 2004).

Pergerakan Airtanah

Pemukaan tanah memiliki kemiringan yang memungkinkan terjadi adanya pergerakan airtanah. Permukaan airtanah bebas memiliki gradien, maka air akan bergerak menuju arah yang memiliki gradien rendah. Gradien ini sering disebut dengan gradien hidrolik. Dari peta permukaan airtanah yang memuat peta kontur maka dapat diketahui pergerakan airtanah. Pergerakan airtanah dapat diketahui dengan pola garis aliran airtanah (Naryanto 2008).

Garis kontur permukaan air (garis aliran) sangat mirip dengan garis topografi yang ada pada peta. Garis topografi ini sangat penting untuk mewakili elevasi di bawah permukaan tanah. Elevasi tersebut adalah kedalaman hidrolik. Garis kontur permukaan air dapat digunakan untuk mengetahui arah dari aliran airtanah pada wilayah yang diberikan. Peta dari garis kontur permukaan air ini disebut dengan flownet (jejaring aliran) (Abduh 2012). Jejaring aliran penting untuk diketahui, agar diketahui arah pergerakan airtanah. Dengan mengetahui arah pergerakan airtanah, maka dapat diketahui area penampang akuifer (W) dari pergerakan airtanah tersebut. Area penampang akuifer ini merupakan salah satu parameter yang dibutuhkan dalam perhitungan prediksi potensi cadangan airtanah menggunakan persamaan darcy.

(26)

Pengolahan data dengan bantuan software surfer version 11, terbagi menjadi dua jenis pengolahan yaitu pengolahan untuk akuifer dalam (confined aquifer) dan akuifer dangkal (unconfined aquifer). Untuk masing-masing jenis akuifer akan diperoleh penampang kontur muka airtanah dalam 2 dimensi dan 3 dimensi serta pola aliran airtanahnya. Tabel 2 menunjukkan data yang dibutuhkan untuk membuat flownet, data tersebut berupa elevasi dan koordinat pada lokasi penelitian.

Tabel 2 Titik lokasi pengukuran geolistrik

Titik Elevasi Koordinat

(m bmt) Lintang Selatan Bujur Timur

GL 1 213 6°59'4.11" 110°52'27.97" GL 2 28 7°1'14.01" 110°52'28.47" GL 3 24 7°2'49.03" 110°53'54.60" GL 4 312 6°58'57.30" 110°55'2.12" GL 5 31 7°4'19.54" 110°57'12.14" GL 6 299 6°58'57.29" 111°1'31.47" GL 7 139 7°1'15.40" 111°2'59.03" GL 8 79 7°2'42.36" 111°2'1.95" GL 9 52 7°4'1.21" 111°1'13.22" GL10 37 7°5'29.01" 110°59'46.94" GL 11 287 6°58'16.23" 111°5'23.88" GL 12 138 7°1'2.97" 111°4'10.18" GL 13 119 7°1'24.92" 111°5'57.12" GL 14 54 7°3'34.88" 111°4'49.95" GL 15 50 7°4'7.26" 111°6'12.76" GL 16 47 7°4'54.12" 111°7'1.07" GL 17 50 7°4'46.57" 111°4'16.15" GL 18 170 6°59'57.93" 111°8'0.13" GL 19 118 7°0'34.07" 111°10'20.71" GL 20 58 7°3'10.41" 111°12'15.90" GL 21 53 7°3'39.67" 111°9'26.30" GL 22 47 7°4'22.27" 111°9'4.96" GL 23 137 7°0'28.77" 110°50'59.37" GL 24 71 7°0'43.49" 110°49'58.17" GL 25 67 7°0'39.63" 110°48'19.27" GL 26 23 6°59'29.18" 110°47'18.10"

Berdasarkan Tabel 2, nilai elevasi teringgi berada pada titik GL 4 dengan elevasi sebesar 312 m bmt yang berlokasi di Dusun Kuncen, Desa Jatipohon, Kecamatan Grobogan dengan koordinat 6°58'57.30" LS dan 110°55'2.12" BT. Nilai elevasi terendah berada pada titik GL 26 dengan elevasi sebesar 23 m bmt dengan koordinat 6°59'29.18" LS dan 110°47'18.10" BT. Setelah pengolahan data input dari Tabel 2 dengan software surfer version 11, maka dapat digambarkan flownet 2 dimensi muka airtanah seperti terlihat pada Gambar 7 dan flownet 3 dimensi dapat dilihat pada Gambar 8.

(27)

Gambar 7 Flownet 2 dimensi CAT Kab. Grobogan bagian Utara

Gambar 8 Flownet 3 dimensi CAT Kab. Grobogan bagian Utara

Berdasarkan Gambar 7 dan Gambar 8, dapat dilihat arah pergerakan airtanah dan kontur yang merupakan hasil interpretasi data elevasi dan koordinat pada lokasi peneltian. Flownet 3 dimensi pada CAT Kab. Gobogan bagian Utara menunjukkan elevasi tertinggi berada pada bagian Utara, sehingga pola pergerakan airtanah cenderung dari arah Utara menuju arah Selatan. Airtanah selalu bergerak dari area yang memiliki elevasi yang tinggi ke area yang memiliki elevasi yang rendah. Ketin g g ian ( m b m t) Utara Ketin g g ian ( m b m t)

(28)

Karakteristik Akuifer

Cekungan Air Tanah di Indonesia terdiri atas akuifer bebas atau biasa disebut unconfined aquifer dan akuifer tertekan atau confined aquifer. Akuifer bebas merupakan akuifer jenuh air (saturated). Lapisan pembatasnya, yang merupakan aquitard, hanya pada bagian bawahnya dan tidak ada pembatas aquitard di lapisan atasnya, batas di lapisan atas berupa muka airtanah. Dengan kata lain merupakan akuifer yang mempunyai muka air tanah. Akuifer tertekan adalah akuifer yang batas lapisan atas dan lapisan bawah adalah formasi tidak tembus air, muka air akan muncul di atas formasi tertekan bawah. Akuifer ini bisa ada atau tidak pada bawah permukaan tanah (Bear 1979). Pengukuran besarnya tahanan jenis batuan di bawah permukaan tanah dilakukan untuk mengetahui susunan lapisan batuan bawah tanah secara vertikal, yaitu dengan cara memberikan arus listrik ke dalam tanah dan mencatat perbedaan potensial terukur. Pengolahan dan penghitungan data kedalaman akuifer bebas dan akuifer tetekan diolah dengan menggunakan microsoft excel yang merupakan hasil interpretasi data borelog yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Data kedalaman dan ketebalan akuifer bebas

Titik

Akuifer bebas (m bmt)

Ketebalan (m)

Batas atas (Z1) Batas bawah (Z2)

GL 1 34.63 55.63 21.00 GL 2 30.00 45.00 15.00 GL 4 5.40 18.50 13.10 GL 6 10.30 28.70 18.40 GL 7 8.00 28.50 20.50 GL 11 8.00 12.00 4.00 GL 12 29.00 44.00 15.00 GL 13 36.00 44.00 8.00 GL 14 16.00 22.40 6.40 GL 18 6.48 47.78 41.30 GL 19 1.80 13.20 11.40 GL 20 5.20 26.00 20.80 GL 22 13.30 31.80 18.50 GL 23 4.80 101.50 96.70 GL 24 13.00 85.00 72.00 GL 25 1.90 5.60 3.70 GL 26 15.98 59.98 44.00 Rata-rata 25.28

Berdasarkan Tabel 3 didapatkan data kedalaman dan ketebalan akuifer bebas. Kedalaman akuifer bebas secara umum berkisar antara 0-40 m. Airtanah dangkal umumnya dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat pada umumnya dengan membuat sumur gali. Hasil pengukuran kedalaman muka air bawah tanah menunjukkan kedalaman muka air bawah tanah di daerah penelitian mengikuti pola atau zona wilayah air bawah tanah yang dikontrol oleh faktor-faktor geologi.

(29)

Tabel 4 Data kedalaman dan ketebalan akuifer tertekan

Titik

Akuifer tertekan (m bmt)

Ketebalan (m)

Batas atas (Z3) Batas bawah (Z4)

GL 3 161.90 176.90 15 GL 5 106.00 126.00 20 GL 8 54.12 69.12 15 GL 9 50.80 95.80 45 GL 10 82.00 137.00 55 GL 15 75.16 90.16 15 GL 16 92.20 107.20 15 GL 17 117.94 132.94 15 GL 21 73.50 88.50 15 Rata-rata 23.33

Tabel 4 didapatkan data kedalaman dan ketebalan akuifer tertekan. Kedalaman akuifer tertekan berkisar lebih dari 40 m. Airtanah dalam umumnya dimanfaatkan oleh kalangan industri dan masyarakat golongan menengah keatas. Hasil pengukuran kedalaman muka air bawah tanah menunjukkan kedalaman muka air bawah tanah di daerah penelitian mengikuti pola atau zona wilayah air bawah tanah yang dikontrol oleh faktor-faktor geologi. Notasi akuifer pada borelog disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Notasi akuifer pada borelog

Notasi akuifer pada borelog berdasarkan Gambar 3, diketahui batas atas (Z1) merupakan lapisan teratas airtanah dangkal yang berada pada akuifer bebas, sedangkan batas bawah (Z2) merupakan lapisan bawah airtanah dangkal yang berada pada akuifer bebas. Selisih dari Z1 dan Z2 menghasilkan nilai ketebalan akuifer bebas. Lapisan teratas airtanah dalam yang berada pada akuifer tertekan merupakan batas atas (Z3), sedangkan batas bawah (Z4) merupakan lapisan bawah

(30)

airtanah dangkal yang berada pada akuifer tertekan. Selisih dari Z3 dan Z4 menghasilkan nilai ketebalan akuifer tertekan.

Nilai ketebalan dari akuifer bebas dan akuifer tertekan pada Tabel 3 diperoleh dari selisih kedalaman batas atas dengan kedalaman batas bawah. Pembagian potensi air tanah ditentukan berdasarkan ketebalan lapisan pembawa air (akuifer) yaitu lapisan pasir gampingan. Ketebalan akuifer mempunyai hubungan dengan debit optimum yang dapat dihasilkan oleh suatu sistem akuifer. Setiap titik lokasi pengukuran geolistrik, akan menghasilkan kurva hasil pengukuran yang digunakan sebagai dasar interpretasi jenis litologi yang menyusun kondisi bawah permukaan di area titik lokasi pengukuran. Hasil pendugaan lapisan batuan berdasarkan pada harga tahanan jenis batuan disajikan untuk memberi gambaran secara detail kondisi daerah penelitian.

Tatanan Litologi

Pengukuran geolistrik tersebar pada 6 kecamatan yaitu Kecamatan Klambu, Kecamatan Brati, Kecamatan Grobogan, Kecamatan Tawangharjo, Kecamatan Wirosari, dan Kecamatan Ngaringan. Hasil geolistrik pada daerah penelitian ini memberikan gambaran bahwa secara umum daerah penelitian tersusun oleh napal, napal kepasiran, pasir gampingan, dan batu gamping dengan harga tahanan jenis berkisar antara 0.21 sampai 300 Ωm. Nilai-nilai tahanan jenis tersebut kemudian di interpretasikan dalam bentuk jenis litologi/batuan disajkan pada Tabel 5 (Telford et al 1990).

Tabel 5 Pembagian interval nilai tahanan jenis di Kabupaten Grobogan Nilai Tahanan Jenis (Ωm) Interpretasi litologi

0.21 – 6.00 Napal

6.13 – 11.75 Napal kepasiran

12.60 – 42.00 Pasir gampingan

52.50 – 300.00 Batu gamping

Karakteristik tatanan litologi daerah penelitian adalah sebagai berikut. 1. Napal : lapisan napal terdapat di hampir seluruh bagian daerah penelitian.

Lapisan ini mempunyai interval tahanan jenis antara 0.21-6.00 Ωm dengan ketebalan antara 0.3 sampai 114 m.

2. Napal kepasiran : lapisan napal kepasiran mempunyai interval tahanan jenis antara 6.13-11.75 Ωm dengan ketebalan antara 0.4 sampai 62 m.

3. Pasir gampingan : lapisan pasir gampingan mempunyai interval tahanan jenis antara 12.60-42.00 Ωm dengan ketebalan antara 0.2 sampai 55 m. Lapisan ini merupakan lapisan pembawa air (akuifer).

4. Batu gamping : lapisan batu gamping mempunyai interval tahanan jenis antara 52.50-300 Ωm dengan ketebalan antara 0.3 sampai 68 m.

Berdasarkan nilai tahanan jenis masing-masing titik GL yang tersebar pada 6 kecamatan yang kemudian di interpretasikan kedalam jenis batuan/litologi didapatkan daerah potensi air bawah tanah daerah penelitian. Jenis litologi/batuan yang merupakan lapisan pembawa air (akuifer) yaitu lapisan pasir gampingan yang

(31)

memiliki interval tahanan jenis antara 12.60-42.00 Ωm. Pembagian potensi air tanah ditentukan berdasarkan ketebalan lapisan pembawa air (akuifer) yaitu lapisan pasir gampingan. Dari ketebalan akuifer tersebut, diketahui ketebalan lapisan rata-rata akuifer bebas dan akuifer tertekan yang merupakan salah satu parameter yang diperlukan dalam pengukuran cadangan airtanah dengan menggunakan persamaan darcy.

Konduktivitas Hidrolik

Konduktivitas hidraulik merupakan kemampuan suatu batuan untuk mengalirkan airtanah pada kecepatan tertentu. Konduktivitas hidraulik pada batuan terkekarkan memiliki kompleksitas (derajat heterogenitas dan anisotrop) yang lebih tinggi dibandingkan dengan konduktivitas hidraulik pada batuan sedimen. Konduktivitas hidrolika adalah satu parameter akuifer yang menyusun sistem cekungan air bawah tanah. Parameter akuifer ini bersifat alamiah, yaitu sangat tergantung pada jenis litologi penyusun akuifer itu sendiri dan berbeda untuk setiap daerah tertentu. Parameter akuifer ini sangat menentukan keberlanjutan air bawah tanah di suatu daerah (Hutasoit

2009). Nilai konduktivitas hidrolika dari beberapa macam batuan dapat dilihat

dalam Tabel 6 (Todd dan Mays 2005).

Tabel 6 Nilai konduktivitas hidrolik

Material

Konduktivitas

hidrolik Jenis perhitungan (m/hari) Kerikil kasar 150 R Kerikil sedang 270 R Kerikil halus 450 R Pasir kasar 45 R Pasir sedang 12 R Pasir halus 2.5 R Lumpur (endapan) 0.08 H Lempung 0.0002 H

Batu pasir pori-pori halus 0.2 V

Batu pasir pori-pori sedang 3.1 V

Batu gamping 0.94 V

Batu tulis 0.2 V

Dolomit 0.001 V

Urugan tanah dominan pasir 0.49 R

R merupakan sampel kemasan (repacked sample), H merupakan konduktivitas hidrolik horizontal, V merupakan konduktivitas hidrolik vertikal

Konduktivitas hidrolik atau koefisien permeabilitas (k) adalah nilai koefisien yang menunjukkan kemampuan media berpori meloloskan air sepanjang media yang permeabel melalui rongga pori yang besarnya dipengaruhi oleh porositas dan sifat fisik air. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai k yaitu kekentalan cairan, distribusi ukuran pori, distribusi ukuran partikel, angka pori dan derajat kejenuhan tanah Jumlah air yang dapat melewati suatu lapisan tanah (flux)

(32)

sangat ditentukan oleh konduktivitas hidrolik tanah. Tanah dengan konduktivitas hidrolik tinggi akan mudah disusupi air, sehingga cepat mengering. Dengan demikian, bahan terlarut yang dikandung air tanah akan mudah bergerak di dalam tanah bersama pergerakan air di dalam tanah. Sebaliknya, tanah dengan konduktivitas hidrolik rendah akan relatif mudah tergenang (Riyadi 2007).

Struktur resistivitas memberikan kontribusi terhadap struktur litologi disuatu daerah secara terperinci, hal ini sangat bermanfaat untuk memberikan informasi

mengenai konduktivitas hidrolik pada sistim akuifer yang dapat dimanfaatkan untuk

melihat potensi sumber daya air bawah tanah. Pasir gampingan yang memiliki interval tahanan jenis antara 12.60-42.00 Ωm merupakan jenis litologi/batuan lapisan pembawa air (akuifer). Pasir gampingan diasumsikan sebagai pasir halus Berdasarkan Tabel 6 nilai konduktivitas hidrolik material akuifer berupa pasir halus sebesar 2.5 m/hari. Dengan demikian, pasir gampingan memiliki nilai koefisien permeabilitas atau konduktivitas hidrolik yaitu 2.5 m/hari.

Konduktivitas hidrolik tanah ditentukan oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah yang didominasi oleh pasir mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi. Sebaliknya, tanah dengan tekstur liat mempunyai kondukstivitas hidrolik yang rendah. Akan tetapi, ada kalanya tanah bertekstur liat, namun mempunyai agregasi granular (butir) yang mantap, mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi (Rosyidah dan Wirosoedarmo 2013).

Gambar 10 Penampang akuifer bebas

Gambar 10 menunjukkan penampang 3 dimensi akuifer bebas beserta parameter persamaan darcy, diantaranya adalah nilai ketebalan akuifer dan panjang penampang akuifer. Nilai ketebalan lapisan akuifer bebas (b) sebesar 25.28 m dan panjang lintasan akuifer bebas (δL) sebesar 14921 m. Arah aliran airtanah begerak dari arah Utara ke Selatan sehingga panjang lintasan akuifer merupakan tegak lurus arah aliran airtanah. Nilai panjang lintasan akuifer diperoleh dari pengukuran peta daerah penelitian dengan menggunakan software google earth pro.

Utara 25.28 m 14921 m Ketin g g ian ( m b m t)

(33)

Gambar 11 Penampang akuifer tertekan

Gambar 11 menunjukkan penampang 3 dimensi akuifer tertekan beserta parameter persamaan darcy, diantaranya adalah nilai ketebalan akuifer dan panja ng penampang akuifer. Nilai ketebalan lapisan akuifer tertekan (b) sebesar 23.33 m dan panjang lintasan akuifer bebas (δL) sebesar 7228 m. Arah aliran airtanah begerak dari arah Utara ke Selatan sehingga panjang lintasan akuifer merupakan tegak lurus arah aliran airtanah. Nilai panjang lintasan akuifer diperoleh dari pengukuran peta daerah penelitian dengan menggunakan software google earth pro.

Gambar 12 Panjang penampang akuifer

Utara 7228 m 23.33 m 8289 m 50769 m Keti n g g ian ( m b m t)

(34)

Berdasarkan Gambar 12 diperoleh nilai panjang penampang akuifer bebas dan akuifer tertekan. Panjang penampang akuifer bebas diperoleh dengan mempertimbangkan luas derah aliran sungai (DAS) dan luas cekungan airtanah (CAT) dibutuhkan untuk menentukan panjang penampang akuifer tertekan. Peta daerah aliran sungai (DAS) dan peta cekungan airtanah (CAT) pada Kabupaten Grobogan bagian Utara dianalisis untuk mendapatkan panjang penampang akuifer bebas dan akuifer tertekan. Nilai panjang penampang akuifer bebas (W) sebesar 50769 m dan nilai panjang penampang akuifer tertekan (W) sebesar 8289 m diperoleh dengan menggunakan software google earth pro. Nilai gradien hidrolik dapat diperoleh dari data elevasi yang disajkan pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7 Data elevasi akuifer bebas Kabupaten Grobogan Bagian Utara

Titik Elevasi Elevasi akuifer bebas (m bmt)

(m bmt) batas atas batas bawah

GL 1 213 178.37 157.37 GL 2 28 -2.00 -17.00 GL 4 312 306.60 293.50 GL 6 299 288.70 270.30 GL 7 139 131.00 110.50 GL 11 287 279.00 275.00 GL 12 138 109.00 94.00 GL 13 119 83.00 75.00 GL 14 54 38.00 31.60 GL 18 170 163.52 122.22 GL 19 118 116.20 104.80 GL 20 58 52.80 32.00 GL 22 47 33.70 15.20 GL 23 137 132.20 35.50 GL 24 71 58.00 -14.00 GL 25 67 65.10 61.40 GL 26 23 7.02 -36.98

Tabel 8 Data elevasi akuifer tertekan Kabupaten Grobogan Bagian Utara

Titik Elevasi Elevasi akuifer tertekan (m bmt)

(m bmt) batas atas batas bawah

GL 3 24 -137.90 -152.90 GL 5 31 -75.00 -95.00 GL 8 79 24.88 9.88 GL 9 52 1.20 -43.88 GL 10 37 -45.00 -100.00 GL 15 50 -25.16 -40.16 GL 16 47 -45.20 -60.20 GL 17 50 -67.94 -82.94 GL 21 53 -20.50 -35.50

(35)

Permukaan airtanah bebas memiliki gradien, maka air akan bergerak menuju arah yang memiliki gradien rendah. Gradien ini sering disebut dengan gradien hidrolik (kemiringan muka airtanah) (Naryanto 2008). Nilai gradien hidrolik diperoleh dari beda kedalaman muka airtanah (δh) dibagi dengan panjang lintasan airtanah (δL). Untuk menentukan nilai gradien hidrolik maka dibutuhkan titik pengukuran yang tegak lurus dengan panjang penampang akuifer (W) yang searah dengan jejaring aliran (flownet).

Terjadinya aliran airtanah dalam suatu media porus, dikendalikan oleh gradien hidrolik. Jika kemiringan lapisan akifer tersebut bervariasi, maka beberapa parameter energi dalam sistem tersebut akan berubah. Pada umumnya, metoda geolistrik tahan jenis menghasilkan pengukuran yang akurat pada lapisan akifer yang mendatar. Namun untuk pengukuran tahanan jenis pada lapisan akifer bersudut, perlu diteliti pengaruh arah bentangan terhadap strike dan pengaruh variasi nilai gradien hidrolik terhadap nilai tahanan jenis sebenarnya (Asmaranto et al 2012).

Gambar 13 Penampang melintang akuifer bebas dari arah Utara ke Selatan

Berdasarkan Gambar 13 pergerakan airtanah dapat diketahui dengan pola garis aliran airtanah. Permukaan air tanah dapat mengalami perubahan setiap saat. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh adanya pemompaan, variasi tingkat aliran, evaporasi dan transpirasi, gempa bumi serta pengaruh musim dan cuaca. Dengan mengukur kedalaman muka air tanah, nantinya akan diketahui arah penyebaran aliran air tanah (kontur muka air tanah) yang nantinya dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi air tanah yang ada di suatu lapisan akuifer (Pallu et al 2013). Air mengalir dari GL 11 yang memiliki kedalaman batas atas akuifer bebas sebesar 279 m bmt menuju ke arah GL 14 yang memiliki kedalaman batas atas akuifer bebas sebesar 38 m bmt. Nilai beda kedalaman muka airtanah (δh) diperoleh

(36)

dari mengurangi titik penelitian GL 11 dengan titik penelitian GL 14. Nilai beda kedalaman muka airtanah (δh) pada akuifer bebas sebesar 241 m. Jarak GL 11 menuju GL 14 merupakan panjang lintasan akuifer bebas (δL) yaitu sebesar 14921 m. Nilai gradien hidrolik pada akuifer bebas sebesar 0.016.

Gambar 14 Penampang melintang akuifer tertekan dari arah Utara ke Selatan Berdasarkan Gambar 14 pergerakan airtanah dapat diketahui dengan pola garis aliran airtanah. Air mengalir dari titik GL 8 yang memiliki kedalaman batas atas akuifer tertekan sebesar 24.88 m bmt menuju ke arah titik GL 10 yang memiliki kedalaman batas atas akuifer tertekan sebesar -45 m bmt. Nilai beda kedalaman muka airtanah (δh) diperoleh dari mengurangi titik penelitian GL 8 dengan titik penelitian GL 10. Nilai beda kedalaman muka airtanah (δh) pada akuifer bebas sebesar 69.88 m. Jarak titik GL 8 menuju titik GL 10 merupakan panjang lintasan akuifer bebas (δL) yaitu sebesar 7228 m. Nilai gradien hidrolik pada akuifer tertekan sebesar 0.009.

Potensi Cadangan Airtanah

Tabel 9 Nilai parameter persamaan darcy

Variabel Akuifer bebas Akuifer tertekan Satuan

Konduktivitas hidrolik (k) 2.5 2.5 m/hari

Panjang penampang akuifer (W) 50769 8289 m

Ketebalan lapisan (b) 25.28 23.33 m

Beda kedalaman muka airtanah (δh) 241 69.88 m

Panjang lintasan airtanah (δL) 14921 7228 m

Berdasarkan Tabel 9 didapatkan nilai parameter persamaan darcy. Ketebalan lapisan akuifer diperoleh dari hasil ketebalan rata-rata akuifer di lokasi penelitian, sehingga dapaat mewakili ketebalan akuifer yang ada. Luas akuifer diperoleh dengan mengalikan ketebalan lapisan akuifer (b) dengan panjang penampang akuifer (W). Luas penampang akuifer bebas adalah sebesar 128.35 ha dan luas penampang akuifer tertekan adalah sebesar 19.34 ha. Setelah semua parameter darcy diperoleh, selanjutnya dapat dihitung nilai potensi cadangan airtanah.

(37)

Tabel 10 Nilai prediksi potensi cadangan airtanah Jenis airtanah Prediksi potensi cadangan airtanah (m3/hari) Prediksi potensi cadangan airtanah (m3/detik) Prediksi potensi cadangan airtanah (L/detik) Dangkal 51828.56 0.59 599.86 Dalam 4674.63 0.054 54.104

Berdasarkan Tabel 7 diperoleh nilai prediksi potensi cadangan airtanah dengan menggunakan persamaan darcy. Nilai potensi cadangan airtanah pada airtanah dangkal sebesar 0.59 m3/detik dan airtanah dalam sebesar 0.054 m3/detik. Pemetaan air tanah dapat membatasi zona yang memiliki potensi air tanah yang berbeda-beda. Dengan demikian, informasi mengenai potensi air tanah lebih realistis, sebagai acuan dalam pengembangan dan pengelolaan air tanah. Hasil pengamatan air tanah dengan survei geolistrik perlu divalidasi di lapang melalui pengeboran dengan membuat sumur air dalam. Eksplorasi air tanah harus memperhatikan kelestarian dan perlindungan sumber daya air tanah serta pengendalian dan pemulihan kerusakan lingkungan, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (KeMenESDM 2000).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran geolistrik pada daerah penelitian memberikan gambaran bahwa secara umum tanah di daerah penelitian tersusun oleh napal, napal kepasiran, pasir gampingan, dan batu gamping. Jenis litologi/batuan yang merupakan lapisan pembawa air (akuifer) yaitu lapisan pasir gampingan yang memiliki interval tahanan jenis antara 12.60-42.00 Ωm. Ketebalan akuifer bebas sebesar 25.28 m dan akuifer terekan sebesar 23.33 m. Nilai konduktivitas hidrolik pada akuifer bebas dan akuifer tertekan adalah sebesar 2.5 m/hari. Luas penampang akuifer bebas adalah sebesar 128.35 ha dan luas penampang akuifer tertekan adalah sebesar 19.34 ha, sedangkan nilai potensi cadangan airtanah pada airtanah dangkal sebesar 0.59 m3/detik dan airtanah dalam sebesar 0.054 m3/detik.

Saran

Konservasi airtanah berkelanjutan sangat diperlukan, sehingga pemanfaatan airtanah perlu diperketat dalam hal perijinan terutama pada akuifer dalam yang digunakan untuk industri, perkantoran dan sebagainya supaya keseimbangan antara input dan output airtanah masih terjaga.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Abduh M. 2012. Studi Kapasitas Debit Air Tanah Pada Akuifer Tertekan Di Kota Malang. Jurnal Teknik Pengairan. 3(1) :71-80

Adhi P, Muhtadi A, Achmari P, Sina Z, Aziz I, Subekti P. 2011. Metode Tahanan Jenis Konfigurasi Wenner. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Aji H.C. 2012. Pemodelan Fisik Aliran Air dan Transpor Pencegahan

Media.Berpori Jenuh Menggunakan Seepage Tank [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Asmaranto R, Soemitro RAA, Anwar N. 2012. Penentuan Nilai Konduktivitas Hidrolik Tanah Tidak Jenuh Menggunakan Uji Resistivitas di Laboratorium. Jurnal Teknik Pengairan. 3(1): 81-86.

[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2004. Pemetaan sumber air tanah dalam di Kabupaten Grobogan. BAPPEDA Grobogan.

Bear J. 1979. Hydraulics of Groundwater. New York (US): McGraw-Hill Book Company.

Griffiths DH, Barker RD. 1993. Two Dimensional Resistivity Imaging and Modelling in Areas of Complex Geology. Journal of Applied Geophysics. 29(2): 211-226.

Haryanto A. 2011. Aplikasi Metode Resistivitas Menggunakan Geolistrik untuk Monitoring Intrusi Air Laut Skala Model [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri semarang.

Hidayat RS. 2008. Potensi Airtanah di Cekungan Airtanah Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Geologi Indonesia. 3(4): 205-216.

Hutasoit LM. 2009. Kondisi Permukaan Air Tanah dengan dan Tanpa Peresapan Buatan di Daerah Bandung. Jurnal Geologi Indonesia. 4(3): 177-188.

Irham M, Achmad R, Widodo S. 2006. Pemetaan Sebaran Air Tanah Asin pada Aquifer Dalam di Wilayah Semarang Bawah. Jurnal PS Kelautan. 9(3): 137-143.

[KeMen ESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2000. Pedoman Teknis Penentuan Debit dan Pengambilan Air Bawah Tanah. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomor 1451K/10/MEM/2000. Jakarta.

Kusnandar H. 2012. Prediksi Potensi Cadangan Airtanah Menggunakan Persamaan Darcy Di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mays LW. 2006. Water Resources Engineering. 2nd ed. Denver (US): John Wiley & Sons, inc.

Naryanto S H. 2008. Potensi Airtanah di Daerah Cikarang dan Sekitarnya, Kabupaten Bekasi Berdasarkan Analisis Pengukuran Geolistrik. Jurnal Alami. 4(1): 38-49.

Nisa K, Yulianto T, Widada S. 2012. Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis untuk Menentukan Zona Intrusi Air Laut di Kecamatan Genuk Semarang. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 15(1): 7-14.

Pallu MS, Arfan H, Inayah.2013. Studi Eksperimental Debit Aliran Air Tanah pada Kondisi Akuifer Bebas dan Akuifer Tertekan. Jurnal Teknik. 1(2):46-52.

(39)

Parlinggoman, R. H. 2011. Studi Sebaran Air Limbah Sampah Bagian Utara TPA Bantar Gebang dengan Metode Resistivity Wenner Schlumberger [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Permatasari A. 2011. Analisis Peranan Sektor Pertanian Dalam Perekonomian di Kabupaten Grobogan [skripsi]. Surakarta (ID): Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.

Putranto TT, Kusuma KI. 2009. Permasalahan Airtanah pada Daerah Urban. Jurnal Teknik. 30(1): 48-57.

Rahmah S. 2009. Pencitraan Dua Dimensi Data Resistivity dan Induced Polarization untuk Mendelineasi Deposit emas Sistem Epithermaldi Daerah “X” [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Rengganis H, Kusumawati I. 2011. Penilaian dan Perhitungan Imbuhan Air Tanah Alami pada Cekungan Air Tanah Umbulan. Jurnal Sumber Daya Air. 7(1): 63-67.

Riyadi A, Wibowo K. 2007. Karakteristik Air Tanah di Kecematan Tamansari Kota Tasikmalaya. Jurnal Teknik Lingkungan. 4(2):78-96.

Riastika M. 2011. Pengelolaan Air Tanah Berbasis Konservasi di Recharge Area Boyolali (Studi Kasus Recharge Area Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah). Jurnal Ilmu Lingkungan. 9(2): 86-97.

Rolia E. 2011. Penggunaan Metode Geolistrik untuk Mendeteksi Keberadaan Air Tanah. Jurnal Tapak. 1(1):22-28.

Rosyidah E, Wirosoedarmo R. 2013. Pengaruh Sifat Fisik Tanah Pada Konduktivitas Hidrolik Jenuh di 5 Penggunaan Lahan (Studi Kasus di Kelurahan Sumbersari Malang). Jurnal Teknologi Pertanian. 8(3):67-92. Salam R. 2011. Kajian Akifer Pantai Pulau Ternate. Jurnal Aplikasi Fisika. 7(2) :

51-55.

Santoso D. 2002. Pengantar Teknik Geofisika. Bandung (ID): ITB Pr.

Telford WM, Geldart LP, Sheriff RE. 1990. Applied Geophysics (second edition). New York (US): Cambridge University Press.

Todd DK. 1980. Groundwater Hydrology. New York (US): John Wiley and Sons. Todd DK, Mays LW. 2005. Groundwater Hydrology. 3th ed. Denver (US): John

Wiley & Sons, inc.

Zubaidah T, Kanata B. 2008. Pemodelan Fisika Aplikasi Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger untuk Investigasi Keberadaan Air Tanah. Jurnal Teknologi Elektro. 7(1): 20-24.

(40)

L ampi ra n 1 P en g olaha n da ta g eoli strik Ka b upa te n Gr obo g an B ag ian U ta ra T itik Kete ran g a n P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P 1 0 P 1 1 P 1 2 P 1 3 P 1 4 GL 1 R h o ( a) 2 8 .0 3 7 .0 2 6 .0 3 0 .0 4 4 .0 5 0 .0 4 6 .0 6 0 .0 5 0 .0 R h o an / R h o a (n -1) 2 .0 0 .3 1 .5 3 .5 1 .5 0 .8 3 .5 0 .4 3 .0 R h o 0 .5 5 6 .0 1 1 .1 3 9 .0 1 0 5 .0 66. 0 4 0 .0 1 6 1 .0 2 4 .0 1 5 .0 Ku rv a - K H A A K H K Q Q A B /2 1 .9 2 .6 3 .2 4 .8 7 .7 1 4 .5 2 0 .0 3 2 .0 3 8 .0 d n / d ( n -1) 0 .7 1 .0 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .9 1 .4 0 .6 1 .6 4 .6 6 .8 5 .5 1 2 .0 6 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .9 3 .3 3 .9 5 .5 1 0 .3 1 7 .1 22 .6 3 4 .6 4 0 .6 GL 2 R h o ( a) 9 .0 8 .0 5 .4 4 .0 3 .3 1 .7 1 .9 R h o an / R h o a (n -1) 0 .5 0 .5 0 .6 0 .5 0 .2 3 .5 1 0 .0 R h o 9 .0 4 .5 4 .0 3 .2 2 .0 0 .6 5 .9 1 9 .0 Ku rv a - Q Q Q Q H A A A B /2 1 .7 1 .9 3 .9 1 2 .0 1 6 .0 2 5 .0 3 0 .0 dn / d ( n -1) d ( k eteb alan ) (m ) 1 .7 0 .2 2 .0 8 .1 4 .0 9 .0 5 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .7 1 .9 3 .9 1 2 .0 1 6 .0 2 5 .0 3 0 .0

(41)

L ampi ra n 1 L anjut an T itik Kete ran g a n P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P 1 0 P 1 1 P 1 2 P 1 3 P 1 4 GL 3 R h o ( a) 7 .0 5. 2 4 .0 4 .4 5 .1 4 .2 4 .6 4 .8 4 .0 3 .4 R h o an / R h o a (n -1) 0 .3 0 .6 1 .2 1 .2 0 .5 2 .5 1 .2 0 .4 0 .6 7 .0 R h o 7 2 .1 3 .3 5 .0 5 .5 2 .5 1 0 .5 5 .7 1 .9 2 .6 2 3 .8 Ku rv a - Q H A K H A K Q H A A B /2 1 .6 1 .9 5 .5 13 .0 29 .0 46 .0 56 .0 70 .0 80 .0 150 .0 d n / d ( n -1) 1 .5 0 .4 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .6 0 .3 3 .6 7 .5 1 9 .5 17 .0 10 .0 2 2 .4 10 .0 70 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .6 1 .9 5 .5 13 .0 3 2 .5 4 9 .5 5 9 .5 8 1 .9 9 1 .9 1 6 1 .9 GL 4 R h o ( a) 110 .0 70 .0 52 .0 48 .0 44 .0 52 .0 37 .0 R h o an / R h o a (n -1) 0 .2 0 .5 0 .8 0 .8 1 .5 0 .5 1 .5 R h o 110 .0 22 .0 35 .0 4 1 .6 3 8 .4 66 .0 26 .0 5 5 .5 Ku rv a - Q Q H H K H A A B /2 1 .7 2 .0 5 .4 11 .0 1 8 .5 36 .0 52 .0 d n / d ( n -1) 1 .2 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .7 0 .3 3 .4 5 .6 7 .5 2 3 .1 16 .0 h (k ed ala m an ) (m ) 1 .7 2 .0 5 .4 11 .0 1 8 .5 4 1 .6 5 7 .6

(42)

L ampi ra n 1 L anjut an T itik Kete ran g a n P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P 1 0 P 1 1 P 1 2 P 1 3 P 1 4 GL 5 R h o ( a) 3 .7 3 .5 3 .6 3 .7 3 .0 2 .2 2 .6 2 .0 1 .8 2 .6 R h o an / R h o a (n -1) 0 .8 1 .2 1 .0 0 .8 0 .5 1 .5 0 .4 0 .8 10 .0 0 .2 R h o 3 .7 2 .9 4 .3 3 .6 2 .9 6 1 .5 3 .3 1 .0 1 .6 18 .0 0 .5 Ku rv a - H A K Q H K Q H K Q A B /2 2 .2 3 .0 3 .5 5 .0 11 .0 20 .0 39 .0 48 .0 100 .0 195 .0 d n / d ( n -1) 1 .2 5 0 .2 d ( k eteb alan ) (m ) 2 .2 0 .8 0 .5 1 .5 6 .0 9 .0 25 .0 9 .0 52 .0 20 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 2 .2 3 .0 3 .5 5 .0 11 .0 20 .0 45 .0 54 .0 106 .0 126 .0 GL 6 R h o ( a) 16 .0 19 .0 26 .0 25 .0 23 .0 26 .0 28 .0 27 .0 25 .0 29 .0 32 .0 17 .0 1 1 .5 R h o an / R h o a (n -1) 5 3 .5 0 .6 0 .8 2 .5 1 .5 0 .6 0 .8 1 .5 1 .2 0 .2 0 .4 10 .0 R h o 16 .0 80 .0 6 6 .5 1 5 .6 20 .0 5 7 .5 39 .0 1 6 .8 2 1 .6 3 7 .5 3 6 .2 6 .4 6 .8 115 .0 Ku rv a - A K Q H A K Q H A K Q H A A B /2 1 .9 2 .2 4 .0 4 .3 5 .8 7 .0 9 .5 11 .0 15 .0 21 .0 32 .0 39 .0 95 .0 d n / d ( n -1) 0 .5 0 .4 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .9 0 .3 1 .1 0 .3 1 .5 1 .2 2 .5 1 .5 4 .0 6 .0 8 .4 7 .0 56 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .9 2 .2 3 .3 3 .6 5 .1 6 .3 8 .8 1 0 .3 1 4 .3 2 0 .3 2 8 .7 3 5 .7 9 1 .7

(43)

L ampi ra n 1 L anjut an T itik Kete ran g a n P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P 1 0 P 1 1 P 1 2 P 1 3 P 1 4 GL 7 R h o ( a) 6 .2 5 .5 4 .6 3 .8 4 .6 9 .5 7 .5 5 .4 4 .6 R h o an / R h o a (n -1) 0 .2 0 .4 0 .6 3 .5 5 .0 0 .2 0 .3 0 .6 10 .0 R h o 6 .2 1. 2 2 .2 2 .7 1 3 .3 23 .0 1 .9 2 .2 3 .2 46 .0 Ku rv a - Q Q H A K Q Q H A A B /2 2 .0 2 .1 2 .4 8 .0 9 .5 32 .0 35 .0 39 .0 64 .0 d n / d ( n -1) 2 .0 d ( k eteb alan ) (m ) 2 .0 0 .1 0 .3 5 .6 1 .5 19 .0 3 .0 4 .0 25 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 2 .0 2 .1 2 .4 8 .0 9 .5 2 8 .5 3 1 .5 3 5 .5 6 0 .5 GL 8 R h o ( a) 7 .8 9 .5 8 .5 7 .5 10 .0 1 1 .5 8 .5 6 .0 3 .5 4 .2 R h o an / R h o a (n -1) 3 .5 0 .2 0 .6 3 .5 1 .2 0 .1 0 .5 0 .4 20 .0 5 .0 R h o 7 .8 2 7 .3 1 .9 5 .1 2 6 .2 1 2 .5 1 .7 3 4 .2 2 .4 70 .0 21 .0 Ku rv a - K Q H A K Q Q H A A A B /2 1 .8 2 .6 2 .7 3 .3 4 .8 7 .0 7 .3 12 .0 46 .0 54 .0 d n / d ( n -1) 0 .5 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .8 0 .7 0 .1 0 .6 1 .5 2 .4 0 .3 4 .7 34 .0 8 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .8 2 .5 2 .6 3 .2 4 .7 7 .1 7 .4 1 2 .1 4 6 .1 5 4 .1

(44)

L ampi ra n 1 L anjut an T itik Kete ran g a n P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P 1 0 P 1 1 P 1 2 P 1 3 P 1 4 GL 9 R h o ( a) 16 .0 24 .0 19 .0 9 .5 5 .8 4 .6 2 .6 2 .7 4 .6 5 .0 4 .6 R h o an / R h o a (n -1) 2 .0 0 .4 0 .0 2 0 .3 0 .5 0 .4 1 .2 5 1 .2 .0 0 .6 2 .0 R h o 16 .0 32 .0 9 .6 0 .4 2 .8 2 .9 1 .8 3 .2 1 3 .5 5 .7 3 .2 9 .2 Ku rv a - K Q Q Q Q H A A K H A A B /2 1 .6 4 .8 5 .6 6 .2 8 .5 32 .0 40 .0 50 .0 95 .0 140 .0 200 .0 d n / d ( n -1) 2 .5 0 .5 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .6 4 .0 0 .8 0 .6 2 .3 2 3 .5 8 .0 10 .0 45 .0 4 7 .5 60 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .6 5 .6 6 .4 7 .0 9 .3 3 2 .8 4 0 .8 5 0 .8 9 5 .8 1 4 3 .3 2 0 3 .3 GL 1 0 R h o ( a) 6 .8 5 .6 4 .0 5 .0 6 .0 7 .5 15. 14 .0 11 .0 15 .0 R h o an / R h o a (n -1) 0 .2 0 .5 2 .5 1 .2 10 .0 7 .0 0 .3 0 .5 3 .5 0 .4 R h o 6 .8 1 .3 6 2 .8 10 .0 6 .2 60 .0 52 5 .0 4 .6 7 .0 3 8 .5 6 .0 Ku rv a - Q H A A A K Q H A Q A B /2 1 .6 1 .7 3 .6 5 .0 15 .0 20 .0 58 .0 62 .0 95 .0 150 .0 d n / d ( n -1) 1 .2 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .6 0 .1 1 .9 1 .4 10 .0 5 .0 25 .0 4 .0 33 .0 55 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .6 1 .7 3 .6 5 .0 15 .0 20 .0 45 .0 49 .0 82 .0 137 .0

(45)

L ampi ra n 1 L anjut an T itik Kete ran g a n P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P 1 0 P 1 1 P 1 2 P 1 3 P 1 4 GL 1 1 R h o ( a) 37 .0 19 .0 14 .0 13 .0 1 1 .5 12 .0 15 .0 13 .0 8 .5 4 .2 4 .6 5 .0 R h o an / R h o a (n -1) 0 .2 0 .5 0 .5 0 .6 1 .2 3 .5 0 .2 0 .3 0 .2 1 .2 1 .5 0 .8 R h o 37 7 .4 9 .5 7 .0 8 .4 1 4 .3 42 .0 3 .0 3 .9 1 .7 5 .2 6 .9 4 .0 Ku rv a - Q Q Q H A K Q Q H A K Q A B /2 1 .2 1 .5 2 .2 2 .8 7 .0 8 .0 12 .0 1 2 .5 15 .0 26 .0 36 .0 66 .0 d n / d ( n -1) 0 .5 1 .0 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .2 0 .3 0 .7 0 .6 4 .2 1 .0 4 .0 0 .5 2 .5 11 .0 10 .0 36 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .2 1 .5 2 .2 2 .8 7 .0 8 .0 12 .0 1 2 .5 15 26 .0 36 .0 72 .0 GL 1 2 R h o ( a) 16 .0 14 .0 6 .0 3 .4 3 .8 R h o an / R h o a (n -1) 0 .8 0 .3 0 .2 1 .2 5 10 .0 R h o 16 .0 1 2 .8 4 .2 1 .2 4 .2 5 38 .0 Ku rv a - Q Q H A A A B /2 1 .4 3 .2 9 .5 14 .0 29 .0 d n / d ( n -1) d ( k eteb alan ) (m ) 1 .4 1 .8 6 .3 4 .5 15 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .4 3 .2 9 .5 14 .0 29 .0

(46)

L ampi ra n 1 L anjut an T itik Kete ran g a n P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P 1 0 P 1 1 P 1 2 P 1 3 P 1 4 GL 1 3 R h o ( a) 14 .0 1 0 .5 9 .0 9 .5 9 .8 7 .5 6 .0 2 .6 3 .2 3 .8 R h o an / R h o a (n -1) 0 .3 0 .6 1 .2 5 1 .0 0 .5 0 .3 0 .3 5 .0 2 .5 0 .4 R h o 14 .0 4 .2 6 .3 1 1 .2 5 9 .5 4 .9 2 .2 1 .8 13 .0 8 .0 1 .5 2 Ku rv a - Q H A K Q Q H A K Q A B /2 1 .6 2 .0 3 .2 3 .6 5 .0 6 .4 6 .6 36 .0 44 .0 68 .0 d n / d ( n -1) 0 .4 d (k eteb alan ) (m ) 1 .6 0 .4 1 .2 0 .4 1 .4 1 .4 0 .2 2 9 .4 8 .0 1 7 .6 h (k ed ala m an ) (m) 1 .6 2 .0 3 .2 3 .6 5 .0 6 .4 6 .6 36 .0 44 .0 6 1 .6 GL 1 4 R h o ( a) 11 .0 10 .0 7 .0 3 .6 3 .8 7 .0 9 .5 8 .0 5 .8 R h o an / R h o a (n -1) 0 .6 0 .3 0 .3 1 .2 5 40 .0 5 .0 0 .2 0 .3 0 .5 R h o 11 .0 6 .6 3 .0 2 .1 4 .5 152 .0 35 .0 1 .9 2 .4 2 .9 Ku rv a - Q Q H A A K Q Q H A B /2 1 .7 1 .9 2 .3 7 .5 8 .0 16 .0 27 .0 28 .0 32 .0 d n / d ( n -1) 0 .4 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .7 0 .2 0 .4 5 .2 0 .5 8 .0 6 .4 1 .0 4 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .7 1 .9 2 .3 7 .5 8 .0 16 .0 2 2 .4 2 3 .4 2 7 .4

(47)

L ampi ra n 1 L anjut an T itik Kete ran g a n P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P 1 0 P 1 1 P 1 2 P 1 3 P 1 4 GL 1 5 R h o ( a) 19 .0 17 .0 20 .0 22 .0 20 .0 14 .0 7 .0 4 .0 2 .4 R h o an / R h o a (n -1) 0 .6 3 .5 1 .2 0 .5 0 .1 0 .1 0 .2 0 .4 15 .0 R h o 19 .0 1 2 .3 5 9 .5 25 .0 11 .0 2 .0 2 .1 1 .4 1 .6 36 .0 Ku rv a - H A K Q Q Q H H A A B /2 1 .7 5 3 .4 4 .4 6 .0 6 .8 7 .0 8 .5 12 .0 75 .0 d n / d ( n -1) 0 .4 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .7 1 .6 1 1 .7 0 .8 0 .2 1 .5 3 .5 63 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .7 3 .4 4 .4 6 .1 6 .9 7 .1 8 .5 1 2 .1 7 5 .1 GL 1 6 R h o ( a) 7 .5 5 .8 6 .6 5 .0 4 .2 3 .8 3 .6 3 .2 2 .7 3 .0 R h o an / R h o a (n -1) 0 .6 1 .2 0 .2 0 .5 0 .8 1 .0 0 .4 0 .6 2 .5 5 .0 R h o 7 .5 4 .8 7 .2 1 .3 2 .5 3 .3 3 .8 1 .4 2 .0 6 .7 15 .0 Ku rv a - H K Q Q H K Q H A A A B /2 1 .5 5 .6 9 .0 10 .0 13 .0 26 .0 42 .0 46 .0 75 .0 90 .0 d n / d ( n -1) 1 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .5 4 .1 5 .6 1 .0 3 .0 13 .0 16 .0 4 .0 29 .0 15 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .5 5 .6 1 1 .2 1 2 .2 1 5 .2 2 8 .2 4 4 .2 4 8 .2 7 7 .2 9 2 .2

(48)

L ampi ra n 1 L anjut an T itik Kete ran g a n P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P 1 0 P 1 1 P 1 2 P 1 3 P 1 4 GL 1 7 R h o ( a) 21 .0 27 .0 23 .0 21 .0 22 .0 14 .0 4 .9 5 .6 4 .6 R h o an / R h o a (n -1) 3 .5 0 .4 0 .8 1 .2 5 0 .1 5 0 .2 1 .2 0 .6 7 .0 R h o 21 .0 7 3 .5 1 0 .8 1 8 .4 2 6 .2 3 .3 2 .8 6 .1 3 .6 3 2 .2 Ku rv a - K Q H K Q H K H A A B /2 1 .7 2 .7 2 .9 4 .2 5 .2 5 .8 20 .0 42 .0 110 .0 d n / d ( n -1) 0 .4 0 .3 1 .5 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .7 0 .6 0 .2 1 .3 1 .2 0 .6 1 4 .2 30 .0 68 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .7 2 .3 2 .5 3 .8 5 .1 5 .7 1 9 .9 4 9 .9 1 1 7 .9 GL 1 8 R h o ( a) 6 .8 6 .6 4 .2 4 .8 5 .6 5 .0 4 .4 7 .0 9 .0 8 .0 R h o an / R h o a (n -1) 0 .8 0 .3 3 .5 2 .0 0 .5 8 .0 5 .0 2 .0 0 .8 0 .3 R h o 6 .8 5 .4 4 1 .9 8 1 4 .7 9 .6 2 .8 40 .0 22 .0 14 .0 7 .2 2 .4 Ku rv a - Q H A K Q H A K Q Q A B /2 2 .0 2 .3 3 .6 4 .2 5 .6 6 .2 14 .0 25 .0 46 .0 100 .0 d n / d ( n -1) 0 .4 0 .9 d ( k eteb alan ) (m ) 2 .0 0 .3 1 .3 0 .6 1 .6 0 .6 7 .8 11 2 2 .5 54 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 2 .0 2 .3 3 .6 4 .2 5 .8 6 .4 1 4 .2 2 5 .2 4 7 .7 1 0 1 .8

(49)

L ampi ra n 1 L anjut an T itik Kete ran g a n P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P 1 0 P 1 1 P 1 2 P 1 3 P 1 4 GL 1 9 R h o ( a) 24 .0 28 .0 32 .0 30 .0 20 .0 9 .5 R h o an / R h o a (n -1) 2 .0 1 .2 5 0 .5 0 .5 0 .3 1 .5 R h o 24 .0 48 .0 35 .0 16 .0 15 .0 6 .0 1 4 .2 Ku rv a - A K Q Q H A A B /2 1 .8 2 .4 6 .0 6 .4 12 .0 53 .0 d n / d ( n -1) 2 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .8 0 .6 4 .8 0 .4 5 .6 41 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .8 2 .4 7 .2 7 .6 1 3 .2 5 4 .2 GL 2 0 R h o ( a) 7 .0 8 .0 6 .8 10 .0 6 .0 6 .6 R h o an / R h o a (n -1) 2 .0 0 .6 5 2 .0 0 .4 1 .2 0 .3 R h o 7 .0 14 .0 5 .2 1 3 .6 4 .0 7 .5 1 .9 Ku rv a - K H K H K Q A B /2 1 .8 2 .7 5 .2 17 .0 66 .0 100 .0 d n / d ( n -1) 0 .5 4 0 .5 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .8 0 .9 2 .5 2 0 .8 49 .0 33 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .8 2 .7 5 .2 26 .0 75 .0 108 .0

(50)

L ampi ra n 1 L anjut an T itik Kete ran g a n P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P 1 0 P 1 1 P 1 2 P 1 3 P 1 4 GL 2 1 R h o ( a) 24 .0 19 .0 14 .0 8 .0 4 .8 5 .8 5 .0 1 .7 1 .9 R h o an / R h o a (n -1) 0 .2 0 .3 0 .3 0 .4 1 .2 5 0 .6 5 0 .1 5 1 .5 20 .0 R h o 24 .0 9 .6 5 .7 4 .2 3 .2 6 3 .7 0 .7 5 2 .5 38 .0 Ku rv a - Q Q Q H K Q H A A A B /2 1 .6 1 .8 2 .1 2 .9 9 .5 25 .0 29 .0 56 .0 70 .0 d n / d ( n -1) 2 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .6 0 .2 0 .3 0 .8 6 .6 19 .0 4 .0 27 .0 14 .0 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .6 1 .8 2 .1 2 .9 9 .5 2 8 .5 3 2 .5 5 9 .5 7 3 .5 GL 2 2 R h o ( a) 1 3 .0 10 .0 7 .2 6 .0 6 .4 5 .2 R h o an / R h o a (n -1) 0 .6 0 .2 0 .6 5 1 .5 6 .5 20 .0 R h o 13 .0 7 .8 2 .0 4 .6 8 9 .0 4 1 .6 104 .0 K u rv a - Q Q H K H A A B /2 1 .4 3 .3 3 .7 9 .5 1 3 .5 32 .0 d n / d ( n -1) 0 .4 d ( k eteb alan ) (m ) 1 .4 1 .9 0 .4 5 .8 3 .8 1 8 .5 h ( k ed ala m an ) (m ) 1 .4 3 .3 3 .7 9 .5 1 3 .3 3 1 .8

Gambar

Gambar 1 Contoh batuan yang dilalui arus
Gambar 2 Pola aliran arus listrik yang dipancarkan dan distribusi potensial  Metode geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metode favorit yang  banyak digunakan untuk mengetahui nilai ketebalan, tahanan jenis batuan di bawah  permukaan,  dan  karakt
Gambar 3 Lokasi dan titik penelitian di Kabupaten Grobogan Bagian Utara
Gambar 4 Diagram alir penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulis fokus pada ijtihad ekonomi dalam pengelolaan dan pengembangan harta wakaf pada lembaga pendidikan, selain masalah model pengelolaan dan pengembangan wakaf yang

2) Jual beli yang belum jelas, yakni sesuatu yang bersifat spekulasi samar-samar (tidak jelas barang, harga, kadarnya, masa pembayarannya dan lain-lain)

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan metode eksperimen, masih banyak siswa yang kesulitan dalam merangkaikan alat-alat listrik sesuai dengan gambar yang

Tabel 4.7 Jawaban Responden Terhadap Saya Merasa Harga Yang Diberikan Day Avenue Bervariasi Sehingga Konsumen Dapat Memilih Produk Sesuai Dengan Kemampuan.. Hal ini menunjukkan

bisa diakses dengan cepat, dengan berfokus pada konten yang disajikan Faizal & Adriyanto [4] juga telah menyebutkan bahwa untuk merancang user interface pada laman

Fakta di lapangan yang peneliti jumpai, proses pembelajaran secara konvensional masih kurang efektif berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa peserta didik di

Subjek perempuan yang satu lagi menghayati pacaran sebagai suatu hal yang positif karena pacaran memberinya berbagai keuntungan, antara lain mendapat pelajaran untuk