• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN JENIS JAMUR MAKRO PADA DUA KONDISI HUTAN BERBEDA DI KALAMPANGAN ZONE CIMTROP KALIMANTAN TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN JENIS JAMUR MAKRO PADA DUA KONDISI HUTAN BERBEDA DI KALAMPANGAN ZONE CIMTROP KALIMANTAN TENGAH"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN

JENIS

JAMUR

MAKRO

PADA

DUA

KONDISI

HUTAN

BERBEDA

DI

KALAMPANGAN

ZONE

CIMTROP

KALIMANTAN

TENGAH

Patricia Erosa Putir1, Djumali Mardji2 dan B.D.A.S. Simarangkir3

1

Fakultas Kehutanan Univ. Palangka Raya, Palangka Raya. 2Laboratorium Perlindungan Hutan, Fahutan Unmul, Samarinda. 3Laboratorium Silvikultur, Fahutan Unmul, Samarinda

ABSTRACT. Species Diversity of Macro Fungi on Two Different Forests Conditions at Kalampangan Zone Cimtrop, Central Kalimantan. The aims of this research were to find out diversity of macro fungi in two forests with different conditions, they were primary natural forest and burned forest; dominant macro fungi which could be used as a distinctiveness of the two forests and edible macro fungi, used as medicine, mycorrhizal fungi and parasitic as well as saprophytic fungi. Results of this research showed that the highest diversity, dominant and evenness of species in the natural primary forest was Trametes sp., while in the burned-over forest was Marasmius sp. Dominant macro fungi in the natural primary forest was Trametes sp., while in the burned-over forest was

Marasmius sp. Macro fungi which could be used as medicine were Ganoderma lucidum, Auricularia auricula and Pleurotus sp., mycorrhizal fungi were Geastrum spp., Scleroderma spp., Laccaria spp., Lepiota spp., Russula spp., Hygrophorus sp., Paxillus sp., Strobilomyces spp., Cantharellus minor and Phallus indusiatus. Most of found fungi were saprophytes, while the parasitic

fungi were Phellinus spp., Trametes spp., Fomes spp., Fomitopsis spp. and

Ganoderma spp.

Kata kunci: hutan alam, hutan bekas terbakar, keanekaragaman, Kalampangan.

Luas hutan hujan tropika di dunia hanya meliputi 7% dari luas permukaan bumi, tetapi mengandung lebih dari 50% jumlah jenis baik flora dan fauna yang ada di seluruh dunia. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa hutan hujan tropika merupakan salah satu pusat ragam hayati terpenting di dunia. Laju kerusakan hutan hujan tropika yang relatif cepat (bervariasi menurut negara) telah menyebabkan tipe hutan ini menjadi pusat perhatian dunia internasional. Meskipun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas bumi, tetapi memiliki ragam hayati yang tinggi, meliputi 10% dari jumlah jenis tumbuhan berbunga, 12% dari jumlah jenis mamalia, 16% dari jumlah jenis reptilia, 17% dari jumlah jenis burung dan 25% dari jumlah jenis ikan di seluruh dunia. Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi pusat perhatian dunia internasional dalam hal ragam hayatinya (Haryanto, 1995).

Sebagai penopang kehidupan, keanekaragaman hayati mencakup semua bentuk kehidupan di muka bumi, mulai dari makhluk sederhana seperti jamur dan bakteri hingga makhluk yang mampu berpikir seperti manusia. Mardji dan Soeyamto (1999) menyatakan, bahwa jamur merupakan salah satu modal alami yang berperan penting dalam pembangunan sehingga keberadaannya perlu diketahui dan manfaatnya perlu digali.

(2)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 156 Haeruman (1993) memperkirakan, bahwa jenis jamur di Indonesia sebanyak 12.000 jenis dan di dunia sebanyak 47.000 jenis. Selanjutnya Suriawiria (2000) menyatakan, bahwa dari sekian ribu jenis jamur yang tumbuh liar di alam (hutan, kebun, pekarangan rumah, pertamanan dan sebagainya) baru dalam hitungan ratusan saja yang sudah dikenal. Termasuk kelompok beracun dan membahayakan sehingga dapat menyebabkan keracunan dan kematian atau kelompok tidak beracun dan tidak berbahaya yang dapat dimakan dan bahkan dapat dijadikan bahan obat.

Hasil penelitian Mardji dan Soeyamto (1999) menunjukkan, bahwa di antara 143 jenis jamur yang ditemukan di Labanan Kabupaten Berau, ada 106 jenis yang dapat diidentifikasi, terdapat 8 jenis yang diketahui dapat dimakan dan 2 jenis untuk obat serta diperoleh 11 jenis jamur yang diduga beracun, sedangkan jenis lainnya hidup sebagai jamur simbion pembentuk mikoriza, sebagai jamur parasit dan saprofit.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Meldaliasi (2005) di Arboretum Nyaru Menteng Palangka Raya, ditemukan 17 jenis jamur, yaitu jamur Siau (Bertrandia

astratogala), Bantilung, Kuping Merah (Auricularia judae), jamur Putih (Agaricus bisporus), Kuping Hitam (Auricularia polytricha), Karitip, Tiram Putih (Pleurotus ostreatus), Tiram Coklat (Pleurotus cystidiosus), Scleroderma sp., Pisolithus sp., Boletus (Xerocomus) sp., Boletus sp., Russula sp. (Tipe 1/merah jambu), Russula sp.

(Tipe 2/putih), Russula sp. (Tipe 3/biru), Laccaria sp. dan jamur Papan.

Jenis-jenis jamur tersebut menggambarkan keanekaragaman hayati di dalam hutan yang keberadaannya perlu diketahui dan dilakukan penelitian untuk mengetahui berapa banyak jenis-jenis jamur makro yang ada di suatu tempat. Data hasil penemuan jenis jamur makro pada suatu daerah dapat digunakan untuk melengkapi data yang telah ditemukan pada daerah yang lain.

Center for International in Management of Tropical Peatland (Cimtrop) atau Pusat Kerja Sama International tentang Pengelolaan Berkelanjutan Gambut Tropika merupakan suatu lembaga yang bernaung di bawah Universitas Palangka Raya (Unpar). Cimtrop yang didirikan berdasarkan SK Rektor Universitas Palangka Raya No. 2153/PT31/H/I/1998 merupakan payung bagi berbagai institusi luar dan dalam negeri yang bergerak dalam penelitian tanah gambut. Areal penelitian yang dimiliki oleh Cimtrop adalah Kalampangan Zone dan Laboratorium Alam Hutan Gambut (LAHG). Kawasan Kalampangan Zone merupakan lokasi yang terletak antara kanal Kalampangan dan kanal Garong pada eks Proyek Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar blok C dan telah diusulkan untuk kepentingan konservasi dan penelitian. Kawasan ini dikelola oleh Universitas Palangka Raya dan Universitas Hokkaido, Jepang.

Penelitian awal mengenai keberadaan jamur ektomikoriza pada kawasan tidak terganggu (hutan alam) dan kawasan bekas terbakar telah dilakukan oleh Shibuya dkk. (2000) di Kalampangan Kecamatan Sabangau, di mana pada kawasan hutan alam ditemukan 24 jenis jamur dan 12 jenis jamur pada kawasan bekas terbakar.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian lanjutan keanekaragaman jenis jamur makro pada areal hutan alam primer dan hutan bekas terbakar di Kalampangan Zone guna mengetahui keanekaragaman jenis jamur makro pada dua kondisi hutan yang berbeda, yaitu hutan alam primer dan hutan bekas terbakar serta untuk dapat dimanfaatkan bagi kepentingan ilmu pengetahuan

(3)

157 Putir dkk. (2008) Keanekaragaman Jenis Jamur Makro

khususnya di bidang kehutanan dan kepentingan pengetahuan masyarakat mengenai jamur.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis jamur makro yang ada di hutan yang kondisinya berbeda, yaitu hutan alam primer dan hutan bekas terbakar di Kalampangan Zone Cimtrop Kalimantan Tengah. Juga untuk mengetahui dominasi jenis, sehingga dapat dijadikan penciri dari 2 kondisi hutan tersebut, serta jenis-jenis jamur yang dapat dimanfaatkan/dikonsumsi, untuk obat, jamur simbion pembentuk mikoriza serta jamur yang bersifat parasit dan saprofit.

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dalam bidang mikologi. Sebagai salah satu sumber informasi keanekaragaman jenis jamur serta dapat menjadi panduan untuk pengenalan jenis-jenis jamur secara praktis di lapangan serta sebagai informasi awal dalam pemanfaatan hasil hutan non kayu (HHNK) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tetap menjaga kelestarian keanekaragaman hayati jamur.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di hutan alam primer dan hutan bekas terbakar di areal Kalampangan Zone Kecamatan Sabangau, Kalimantan Tengah.

Objek penelitian adalah tubuh buah jamur yang tumbuh di hutan alam primer dan hutan bekas terbakar dengan diameter tudung minimal 2 cm.

Pengamatan dan pengambilan sampel jamur dilakukan dengan membuat plot penelitian dengan ukuran plot 200x150 m atau 3 ha sebanyak 1 buah pada areal hutan alam dan 1 buah pada areal hutan bekas terbakar. Pada masing-masing plot tersebut dibuat jalur-jalur untuk pengamatan jamur sebanyak 8 jalur, jarak antar jalur adalah 5 m dan lebar jalur 20 m.

Untuk pengumpulan data primer yang diambil adalah dengan melakukan pengumpulan (koleksi) jamur secara sensus (100%). Jenis jamur yang diambil adalah yang bertubuh buah besar (mushroom/macro fungi) baik yang tumbuh di tanah, serasah, pohon hidup dan kayu mati. Jamur yang terlalu kecil tubuh buahnya tidak diambil karena kesulitan dalam pengeringan dan identifikasinya. Jamur-jamur yang telah ditemukan diberi label, difoto, dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dibawa ke tempat penginapan. Sebelum dibawa ke Palangka Raya untuk dikeringkan dengan menggunakan oven di laboratorium, jamur diidentifikasi morfologinya dalam keadaan masih segar, karena bila sudah kering warna dan ukurannya bisa berubah. Data yang dicatat adalah:

a. Jenis jamur yang ditemukan, yaitu dengan menentukan nama jenis jamur secara langsung di lapangan

b. Jumlah jenis jamur, yaitu menghitung jenis jamur dan jumlah individu masing-masing jenis; karakteristik jamur, yaitu mendeskripsikan sifat morfologis tubuh buah jamur yang menurut Pegler (1997), Imazeki dkk. (1998) dan Laessǿe (1998) adalah: tudung (cap, pileus) dan tangkai (stem, stipe): ukuran, bentuk, warna, permukaan, tekstur dan kelembapan/kebasahan; insang (gills, lamellae): warna, alat tambahan; cincin (annulus, cortina): ada atau tidak dan bentuknya; daging (flesh): warna, tekstur; cawan (volva): ada atau tidak dan

(4)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 158 bentuknya; spora (spore): ukuran, bentuk dan warna serta bau (odor)

c. Peranan jamur tersebut apakah bisa dimakan, sebagai pembentuk mikoriza, bersifat parasit atau saprofit serta untuk obat

Pengambilan foto dilakukan dengan kamera foto digital. Jamur-jamur yang telah dikumpulkan, kemudian dibawa ke Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya dan dikeringkan dalam oven besar dengan suhu sekitar 80°C selama 24 jam, sedang untuk jamur yang berdaging tebal pengovenan dilakukan selama 3 hari. Setelah kering kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik berisi naphthalene untuk mencegah kerusakan oleh organisme lain.

Data sekunder atau data pendukung yang diperlukan adalah data keadaan umum lokasi penelitian serta data kondisi cuaca seperti curah hujan, kelembapan udara, suhu tanah dan suhu udara. Data-data tersebut diperoleh dari kantor kecamatan dan kelurahan di Kalampangan dan kantor Cimtrop di Palangka Raya.

Analisis dalam penelitian ini adalah dalam menentukan keanekaragaman jenis yang juga tingkat kestabilan dari jenis jamur tersebut, digunakan rumus indeks keanekaragaman jenis Shanon dan Wiener (1919) dalam Odum (1993) sebagai berikut: H’ = -{(ni/N) log (ni/N)}, yang mana H’ = indeks keanekaragaman jenis. ni = jumlah individu tiap jenis. N = jumlah individu seluruh jenis.

Untuk menentukan jenis jamur mana yang dominan pada setiap plot penelitian, digunakan indeks dominasi Simpson (1949) dalam Odum (1993) dengan rumus berikut: C = -(ni/N)2, yang mana C = indeks dominasi. ni = jumlah individu tiap jenis. N = jumlah individu seluruh jenis.

Untuk menentukan apakah jenis-jenis yang hadir terdistribusi secara merata di setiap plot penelitian, digunakan rumus indeks kemerataan menurut Pielou (1966) dalam Odum (1993) sebagai berikut: e = H / log S, yang mana e = indeks kemerataan. H = indeks keanekaragaman jenis. S = jumlah jenis jamur yang hadir. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Kondisi Hutan terhadap Faktor Cuaca dan Komposisi Jenis Jamur Makro

Data curah hujan, temperatur udara, kelembapan udara dan temperatur tanah rataan bulanan selama 6 bulan terakhir yaitu mulai Oktober, November, Desember tahun 2006 dilanjutkan dengan Januari, Februari dan Maret tahun 2007 di Kalampangan Zone pada plot A (hutan alam) dan plot B (hutan bekas terbakar) seperti ditampilkan pada Tabel 1. Pada tabel tersebut terlihat, bahwa rata-rata curah hujan pada areal hutan alam adalah 108,6 mm/bulan dalam 6 bulan terakhir, temperatur udara 27,8°C, kelembapan udara 78,4% dan temperatur tanah 29,6°C. Rata-rata curah hujan pada areal bekas terbakar adalah 108,6 mm/bulan selama 6 bulan terakhir, temperatur udara 34,7°C, kelembapan udara 63,5% dan temperatur tanah 40,0°C. Jadi walaupun curah hujan di hutan alam sama besarnya dengan di hutan bekas terbakar, tetapi temperatur udara dan tanah di hutan alam lebih rendah

(5)

159 Putir dkk. (2008) Keanekaragaman Jenis JamurMakro

daripada di hutan bekas terbakar, sebaliknya kelembapan udara di hutan alam lebih tinggi daripada di hutan bekas terbakar. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kehadiran tubuh buah jamur makro, seperti terlihat pada Tabel 2 dan 3 berikut ini.

Tabel 1. Rata-rata Curah Hujan, Temperatur Udara, Kelembapan Udara dan Temperatur Tanah di Kalampangan Zone Selama 6 Bulan Terakhir (Tahun 2006-2007)

Bulan Curah hujan (mm) Temperatur udara (°C) Kelembapan udara (%) Temperatur tanah (°C) Plot A Hutan Alam

Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret 5,1 110,0 166,6 163,1 104,2 102,5 27,5 28,0 28,0 28,0 27,4 28,0 80,0 75,5 80,0 80,0 75,0 80,0 29,0 29,5 30,0 30,0 29,0 30,0 Rata-rata 108,6 27,8 78,4 29,6

Plot B Hutan Bekas Terbakar Oktober November Desember Januari Februari Maret 5,1 110,0 166,6 163,1 104,2 102,5 34,0 34,5 35,0 35,0 35,0 34,5 65,0 60,5 65,0 65,0 60,5 65,0 40,0 40,0 40,0 40,0 40,0 40,0 Rata-rata 108,6 34,7 63,5 40,0

Tabel 2. Jumlah Individu Setiap Jenis Jamur Makro yang Ditemukan di Hutan Alam

No Famili Jenis Jumlah individu (ni) % Habitat 1 Auriculariaceae Auricularia auricula 11 1,4 Kayu mati

Auricularia sp. 14 1,8 Kayu mati

2 Agaricaceae Agaricus sp. 7 0,9 Kayu mati

Lepiota sp. 2 0,3 Tanah

3 Bolbitiaceae Bolbitius vitellinus 9 1,2 Serasah 4 Cantharellaceae Cantharellus minor 6 0,8 Tanah 5 Crepidotaceae Crepidotus sp. 3 0,4 Kayu mati

Crepidotus mollis 3 0,4 Kayu mati

6 Ganodermataceae Ganoderma sp. 19 2,4 Kayu mati

Ganoderma lucidum 8 1,0 Kayu mati

Ganoderma neo-japonicum 1 0,1 Kayu mati

Ganoderma applanatum 2 0,3 Kayu mati

7 Geastraceae Geastrum sp. 8 1,0 Tanah

Geastrum triplex 2 0,3 Tanah

8 Phallaceae Phallus indusiatus 1 0,1 Tanah 9 Phellinaceae Phellinus sp. 2 0,3 Pohon hidup 10 Pleurotaceae Pleurotus sp. 8 1,0 Kayu mati 11 Polyporaceae Coriolus sp. 1 0,1 Kayu mati

Coriolus unicolor 1 0,1 Kayu mati

Daedaleopsis sp. 1 0,1 Kayu mati

Datronia sp. 3 0,4 Kayu mati

Earlillea sp. 12 1,5 Kayu mati

Fomes sp. 5 0,6 Kayu mati

(6)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 160

Tabel 2 (lanjutan)

No Famili Jenis Jumlah individu (ni) % Habitat 11 Polyporaceae Fomitopsis vinosa 32 4,1 Kayu mati

Lenzites sp. 8 1,0 Kayu mati

Microporus sp. 3 0,4 Kayu mati

Oxyporus sp. 12 1,5 Kayu mati

Pycnoporellus cinnabarinus 2 0,3 Kayu mati

Pycnoporus sp. 12 1,5 Kayu mati

Phaelos schweinitzii 4 0,5 Kayu mati

Polyporus sp. 10 1,3 Tanah

Pyrrhoderma sendaiense 2 0,3 Tanah

Rigidoporus sp. 6 0,8 Kayu mati

Roseofomes sp. 1 0,1 Kayu mati

Roseofomes subflexibilis 3 0,4 Kayu mati

Trametes sp. 105 13,5 Kayu mati

Trichaptum sp. 8 1,0 Kayu mati

12 Ramariaceae Ramaria sp. 14 1,8 Kayu mati 13 Russulaceae Russula sp. 34 0,3 Tanah

Russula alboareolata 18 2,3 Tanah

14 Sarcoscyphaceae Cooceina tricholoma 49 6,3 Kayu mati 15 Sclerodermataceae Scleroderma sp. 7 0,9 Tanah 16 Sparassidaceae Sparassis sp. 3 0,4 Kayu mati 17 Strobilomycetaceae Strobilomyces confusus 1 0,1 Tanah

Strobilomyces seminudus 2 0,3 Kayu mati

18 Strophariaceae Naematholoma sp. 20 2,6 Kayu mati

Kuehneromyces mutabilis 3 0,4 Kayu mati

19 Tremellaceae Tremella sp. 17 2,2 Kayu mati

Tremella fuciformis 1 0,1 Kayu mati

20 Tricholomataceae Campanella junghuhnii 14 0,8 Kayu mati

Collybia sp. 35 4,5 Tanah hutan

Filoboletus manipularis 37 4,7 Kayu mati

Filoboletus sp. 44 5,6 Kayu mati

Gerronema sp. 1 0,1 Kayu mati

Laccaria sp. 7 0,9 Tanah hutan

Marasmius sp. 70 9,0 Serasah

Marasmiellus candidus 1 0,1 Kayu mati

Mycena sp. 30 3,8 Kayu mati

21 Thyphullaceae Thyphulla sp. 29 3,7 Kayu mati 22 Xylariaceae Daldinia concentrica 1 0,1 Kayu mati

Xylaria sp. 4 0,5 Kayu mati

Jumlah 22 62 780 100

Tabel 3. Jumlah Individu Setiap Jenis Jamur Makro yang Ditemukan di Hutan Bekas Terbakar

No Famili Jenis Jumlah individu (ni) % Habitat 1 Auriculariaceae Auricularia auricula 13 2,6 Kayu mati

Auricularia sp. 5 1,0 Kayu mati

2 Agaricaceae Leucocoprinus sp. 2 0,4 Serasah

(7)

161 Putir dkk. (2008) Keanekaragaman Jenis Jamur Makro

Tabel 3 (lanjutan)

No Famili Jenis Jumlah individu (ni) % Habitat 3 Clavariaceae Clavaria sp. 3 0,6 Kayu mati

Clavariadelphus 7 1,4 Serasah

Gomphus sp. 1 0,2 Serasah

4 Ganodermataceae Ganoderma sp. 4 0,8 Kayu mati

Ganoderma lucidum 1 0,2 Tanah

5 Geastraceae Geastrum sp. 6 1,2 Serasah

Geastrum triplex 1 0,2 Serasah

6 Hygrophoraceae Hygrocybe sp. 7 1,4 Serasah

Hygrocybe cooceina 25 5,0 Serasah

Hygrocybe similis 1 0,2 Serasah

Hygroporus sp. 1 0,2 Serasah

7 Hymenochaetaceae Hymenochaeta sp. 1 0,2 Serasah 8 Paxillaceae Paxillus sp. 1 0,2 Kayu mati 9 Pleurotaceae Pleurotus sp. 3 0,6 Kayu mati 10 Pluteaceae Pluteus sp. 1 0,2 Serasah

11 Polyporaceae Coltricia sp. 2 0,4 Kayu mati

Fomitopsis vinosa 2 0,4 Kayu mati

Microporus sp. 1 0,2 Kayu mati

Pycnoporus sp. 5 1,0 Kayu mati

Polyporus sp. 6 1,2 Kayu mati

Polyporus xanthopus 1 0,2 Kayu mati

12 Sarcoscyphaceae Sarcoscypha sp. 2 0,4 Serasah 13 Sclerodermataceae Scleroderma sp. 7 1,4 Tanah

Scleroderma areolatum 2 0,4 Tanah

Scleroderma verrucosum 1 0,2 Tanah

Scleroderma cornusum 6 1,2 Tanah

14 Schizophyllaceae Schizophyllum sp. 9 1,8 Serasah

Schizophyllum commune 17 3,4 Serasah

15 Scutigeraceae Albatrellus dispansus 6 1,2 Serasah 16 Stereaceae Stereum sp. 3 0,6 Kayu mati 17 Strophariaceae Naematholoma sp. 49 9,8 Kayu mati 18 Tricholomataceae Campanella junghuhnii 18 3,6 Kayu mati

Collybia sp. 60 12,0 Serasah

Filoboletus sp. 17 3,4 Kayu mati

Hemimycena lactea 8 1,6 Serasah

Laccaria sp. 4 0,8 Tanah

Marasmiellus sp. 24 4,8 Serasah

Marasmius sp. 73 15 Serasah

Mycena sp. 22 4,4 Serasah

Mycena amygdalina 15 3,0 Serasah

Mycena vulgaris 47 9,4 Serasah

19 Xylariacea Daldinia concentrica 4 0,8 Kayu mati

(8)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 162 Pada Tabel 2 terlihat bahwa di areal hutan alam ditemukan 22 famili, 62 jenis jamur makro dan 780 individu, sedangkan pada Tabel 3 terlihat bahwa pada areal bekas terbakar ditemukan 19 famili, 46 jenis dan 500 individu. Berarti jumlah famili, jenis dan individu jamur di hutan alam lebih banyak daripada di hutan bekas terbakar. Bila dikaitkan dengan kondisi lingkungan, yaitu temperatur udara di hutan alam lebih rendah daripada di hutan bekas terbakar, maka jenis-jenis jamur makro yang ditemukan termasuk ke dalam jenis yang mesofilik. Menurut Suriawiria (1993) jenis jamur mesofilik adalah jenis yang dapat tumbuh pada temperatur antara 2537°C dengan temperatur optimum 30°C dan pada umumnya jamur akan tumbuh baik pada keadaan udara lembap. Pada saat dilakukan penelitian, curah hujan cukup tinggi, yaitu rata-rata melebihi 100 mm/bulan. Belum diketahui apakah pada kondisi demikian adalah optimum bagi pembentukan tubuh buah jamur. Oleh karena itu untuk mengetahui jumlah curah hujan yang sesuai bagi pembentukan tubuh buah jamur, maka diperlukan waktu penelitian yang cukup lama yang meliputi musim penghujan dan kemarau. Menurut Pace (1998), pertumbuhan miselium jamur memerlukan air, tetapi pembentukan tubuh buah dapat terjadi bila kondisi lingkungan untuk pertumbuhan miselium sudah tidak sesuai, yaitu bila persediaan air sebagai pelarut makanan menjadi berkurang.

Berdasarkan persentase jenis jamur makro pada Tabel 2 pada plot A (hutan alam) ditemukan jenis jamur makro yang terbanyak adalah Trametes sp. (Polyporaceae) sebanyak 105 individu (13,5%), yang kedua adalah jenis Marasmius sp. (Tricholomataceae) sebanyak 70 individu ((9,0%), sedangkan persentase kehadiran jenis-jenis lain relatif lebih sedikit.

Pada plot B hutan bekas terbakar (Tabel 3) ditemukan jenis Marasmius sp. sebanyak 73 individu (9,4%) dan Collybia sp. sebanyak 60 individu (7,7%), keduanya dari famili Tricholomataceae, sementara persentase kehadiran jenis-jenis lainnya relatif lebih rendah. Berdasarkan tempat tumbuh (habitat), maka dapat dilihat seperti pada Tabel 2 dan 3 di atas, jamur makro pada hutan alam lebih banyak tumbuh di kayu mati, sedangkan jamur makro pada hutan bekas terbakar lebih banyak yang tumbuh di serasah. Hal ini disebabkan karena pada hutan alam khususnya pada areal yang diteliti pernah dilakukan penebangan, baik yang dilakukan oleh penduduk lokal yang menggunakan kayu untuk kebutuhan sehari-hari maupun penebangan liar, sehingga kebanyakan jenis jamur yang ditemukan tumbuh di kayu mati, sedangkan jamur yang tumbuh di tanah hanya sebagian kecil ditemukan. Menurut Mardji dan Soeyamto (1999), bahwa pada hutan yang telah mengalami penebangan, kebanyakan jenis jamur yang ditemukan tumbuh di kayu mati, sedangkan di hutan tanpa mengalami penebangan banyak ditemukan jenis jamur yang tumbuh di tanah yang sebagian besar dikenal sebagai pembentuk mikoriza. Menurut Widyastuti dkk. (2005), bahwa ketersediaan air atau kelembapan dalam lingkungan tempat tumbuh merupakan faktor yang menentukan kelangsungan hidup jamur, walaupun jumlah kebutuhan berbagai jenis jamur berbeda. Jamur akan tumbuh efektif dalam kayu bila lumen sel kayu mengandung air, dalam hal ini kayu-kayu yang telah lapuk menjadi substrat yang cocok bagi pertumbuhan jenis-jenis jamur makro yang ditemukan di hutan alam pada areal yang diteliti, sedangkan jenis-jenis jamur di hutan bekas terbakar lebih banyak tumbuh di serasah, hal ini menunjukkan bahwa dalam kondisi lingkungan dengan kelembapan rendah dan suhu

(9)

163 Putir dkk. (2008) Keanekaragaman Jenis Jamur Makro

yang tinggi, serasah menjadi substrat yang cocok untuk pertumbuhan jenis-jenis jamur makro di hutan bekas terbakar.

Keanekaragaman Jenis, Dominasi Jenis dan Kemerataan Jenis Jamur Makro pada Hutan Alam dan Hutan Bekas Terbakar

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman jenis, dominasi jenis dan kemerataan jenis jamur makro pada hutan alam ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Indeks Keanekaragaman Jenis (H), Dominasi Jenis (C) dan Kemerataan Jenis (e) Jamur Makro pada Plot A Hutan Alam

No Jenis jamur Jumlah individu (ni) Keanekaragaman jenis (H’) Indeks dominasi jenis (C) Indeks kemerataan jenis (e) 1 Trametes sp. 105 0,154569 0,023892 0,086236 2 Marasmius sp. 70 0,085715 0,007347 0,047822 3 Cooceina tricholoma 49 0,052268 0,002732 0,029161 4 Filoboletus sp. 44 0,045177 0,002041 0,025205 5 Filoboletus manipularis 37 0,035831 0,001284 0,019990 6 Collybia sp. 35 0,033287 0,001108 0,018571 7 Fomitopsis vinosa 34 0,032037 0,001026 0,017874 8 Russula sp. 34 0,029580 0,000875 0,016503 9 Mycena sp. 30 0,027182 0,000739 0,015165 10 Thypulla sp. 29 0,026005 0,000676 0,014509 11 Naematholoma sp. 20 0,016116 0,000260 0,008991 12 Ganoderma sp. 19 0,015098 0,000228 0,008424 13 Russula albareolata 18 0,014099 0,000199 0,007866 14 Tremella sp. 17 0,013116 0,000172 0,007318 15 Auricularia sp. 14 0,010280 0,000106 0,005735 16 Ramaria sp. 14 0,010280 0,000106 0,005735 17 Campanella junghuhnii 14 0,010280 0,000106 0,005735 18 Earlillea sp. 12 0,008486 0,000072 0,004735 19 Oxyporus sp. 12 0,008486 0,000072 0,004735 20 Pycnoporus sp. 12 0,008486 0,000072 0,004735 21 Auricularia auricula 11 0,007620 0,000058 0,004251 22 Polyporus sp. 10 0,006776 0,000046 0,003780 23 Bolbitius vitellinus 9 0,005954 0,000035 0,003322 24 Ganoderma lucidum 8 0,005157 0,000027 0,002877 25 Geastrum sp. 8 0,005157 0,000027 0,002877 26 Pleurotus sp. 8 0,005157 0,000027 0,002877 27 Lenzites sp. 8 0,005157 0,000027 0,002877 28 Trichaptum sp. 8 0,005157 0,000027 0,002877 29 Agaricus sp. 7 0,004384 0,000019 0,002446 30 Scleroderma sp. 7 0,004384 0,000019 0,002446 31 Laccaria sp. 7 0,004384 0,000019 0,002446 32 Cantharellus minor 6 0,003639 0,000013 0,002030 33 Rigidoporus sp. 6 0,003639 0,000013 0,002030 34 Fomes sp. 5 0,002923 0,000009 0,001631 35 Phaeolus schweinitzii 4 0,002239 0,000005 0,001249 36 Xylaria sp. 4 0,002239 0,000005 0,001249 37 Crepidotus sp. 3 0,001593 0,000003 0,000889

(10)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 164

Tabel 4 (lanjutan)

No Jenis jamur Jumlah individu (ni) Keanekaragaman jenis (H’) Indeks dominasi jenis (C) Indeks kemerataan jenis (e) 38 Crepidotus mollis 3 0,001593 0,000003 0,000889 39 Datronia sp. 3 0,001593 0,000003 0,000889 40 Microporus sp. 3 0,001593 0,000003 0,000889 41 Roseofomes subflexibilis 3 0,001593 0,000003 0,000889 42 Sparassis sp. 3 0,001593 0,000003 0,000889 43 Kuehneromyces mutabilis 3 0,001593 0,000003 0,000889 44 Lepiota sp. 2 0,000990 0,000001 0,000552 45 Ganoderma applanatum 2 0,000990 0,000001 0,000552 46 Geastrum triplex 2 0,000990 0,000001 0,000552 47 Phellinus sp. 2 0,000990 0,000001 0,000552 48 Pcynoporellus cinnabarinus 2 0,000990 0,000001 0,000552 49 Pyrrhoderma sendaiense 2 0,000990 0,000001 0,000552 50 Strobilomyces seminudus 2 0,000990 0,000001 0,000552 51 Ganoderma neo-japonicum 1 0,000443 0,000000 0,000247 52 Phallus indusiatus 1 0,000443 0,000000 0,000247 53 Coriolus sp. 1 0,000443 0,000000 0,000247 54 Coriolus unicolor 1 0,000443 0,000000 0,000247 55 Daedaleopsis sp. 1 0,000443 0,000000 0,000247 56 Fomitopsis sp. 1 0,000443 0,000000 0,000247 57 Roseofomes sp. 1 0,000443 0,000000 0,000247 58 Strobilomyces confusus 1 0,000443 0,000000 0,000247 59 Tremella fuciformis 1 0,000443 0,000000 0,000247 60 Gerronema sp. 1 0,000443 0,000000 0,000247 61 Maramiellus candidus 1 0,000443 0,000000 0,000247 62 Daldinia concentrica 1 0,000443 0,000000 0,000247 Jumlah 780 0,733739 0,043514 0,409363

Berdasarkan data pada Tabel 4, terlihat bahwa indeks keanekaragaman jenis (H’), indeks dominasi jenis (C) dan indeks kemerataan jenis (e) jamur makro pada hutan alam yang paling tinggi adalah Trametes sp. (Polyporaceae) dengan H’ = 0,154569, C = 0,023892 dan e = 0,086236, sedangkan jenis-jenis jamur makro yang lain relatif rendah. Tingginya nilai H’, C dan e tersebut menunjukkan bahwa

Trametes sp. memiliki kemampuan tumbuh yang lebih tinggi dibanding jenis-jenis

jamur lain yang tumbuh di areal yang diteliti pada hutan alam, selain itu faktor cuaca seperti curah hujan, suhu udara, kelembapan udara dan suhu tanah serta habitat/substrat Trametes sp. pada kayu mati di hutan alam turut mendukung pertumbuhan jenis tersebut. Trametes sp. merupakan salah satu jenis jamur pelapuk kayu, karena itu jenis ini lebih banyak dijumpai pada kayu-kayu yang telah lapuk. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa Trametes sp. mampu bersaing dengan jenis-jenis jamur pelapuk kayu lainnya. Sujan dkk. (1980) dalam Situmorang (1997) menyatakan, bahwa di Malaysia dilaporkan jenis Lenzites palisotii, Ganoderma

applanatum, Trametes corrugata, Polyporus zonalis, Lentinus blepharods, Fomes senex dan Schizophyllum commune termasuk jamur pelapuk kayu karet yang

penting. Pada areal yang diteliti di hutan alam Kalampangan ditemukan 273 jenis jamur makro, yang teridentifikasi ada 228 jenis, di antaranya adalah 36 jenis

(11)

165 Putir dkk. (2008) Keanekaragaman Jenis Jamur Makro

Kabupaten Berau Kalimantan Timur ditemukan 143 jenis jamur, di antaranya ada 106 jenis yang dapat diidentifikasi dan di antaranya terdapat 10 jenis jamur

Trametes, yang mana jenis ini lebih banyak dibanding jenis-jenis lainnya. Hal ini

menunjukkan, bahwa jenis Trametes lebih banyak tumbuh di hutan alam dan mampu beradaptasi dengan lingkungan tempat tumbuhnya.

Indeks keanekaragaman jenis (H’), indeks dominasi jenis (C) dan indeks kemerataan jenis (e) jamur makro pada hutan bekas terbakar ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’), Dominasi Jenis (C) dan Kemerataan Jenis (e) Jamur Makro pada Plot B Hutan Bekas Terbakar

No Jenis jamur Jumlah individu (ni)

Keanekaragaman

jenis (H’) Indeks dominasi jenis (C)

Indeks kemerataan jenis (e) 1 Marasmius sp. 73 0,122004 0,021316 0,073375 2 Collybia sp. 60 0,110498 0,014400 0,066455 3 Naematholoma sp. 49 0,098860 0,009604 0,059455 4 Mycena vulgaris 47 0,096526 0,008836 0,058052 5 Hygrocybe cooceina 25 0,065051 0,002500 0,039123 6 Marasmiellus sp. 24 0,063300 0,002304 0,038070 7 Mycena sp. 22 0,059688 0,001936 0,035897 8 Campanella junghuhnii 18 0,051973 0,001296 0,031257 9 Schizophyllum commune 17 0,049930 0,001156 0,030028 10 Filoboletus sp. 17 0,049930 0,001156 0,030028 11 Mycena amygdalina 15 0,041211 0,000900 0,027476 12 Auricularia auricula 13 0,045686 0,000676 0,024785 13 Schizophyllum sp. 9 0,031405 0,000324 0,018887 14 Hemimycena lactea 8 0,028734 0,000256 0,017281 15 Clavariadelphus 7 0,025954 0,000196 0,015609 16 Hygrocybe sp. 7 0,025954 0,000196 0,015609 17 Scleroderma sp. 7 0,025954 0,000196 0,015609 18 Lepiota sp. 6 0,023050 0,000144 0,013862 19 Geastrum sp. 6 0,023050 0,000144 0,013862 20 Polyporus sp. 6 0,023050 0,000144 0,013862 21 Scleroderma cornusum 6 0,023050 0,000144 0,013862 22 Albatrellus dispansus 6 0,023050 0,000144 0,013862 23 Auricularia sp. 5 0,020000 0,000100 0,012028 24 Pycnoporus sp. 5 0,020000 0,000100 0,012028 25 Ganoderma sp. 4 0,016775 0,000064 0,010089 26 Laccaria sp. 4 0,016775 0,000064 0,010089 27 Daldinia concentrica 4 0,016775 0,000064 0,010089 28 Clavaria sp. 3 0,013331 0,000036 0,008017 29 Pleurotus sp. 3 0,013331 0,000036 0,008017 30 Stereum sp. 3 0,013331 0,000036 0,008017 31 Leucocoprinus sp. 2 0,009592 0,000016 0,005769 32 Coltricia sp. 2 0,009592 0,000016 0,005769 33 Fomitopsis vinosa 2 0,009592 0,000016 0,005769 34 Sarcoscypha sp. 2 0,009592 0,000016 0,005769 35 Sceleroderma aerolatum 2 0,009592 0,000016 0,005769 36 Ghompus sp. 1 0,005398 0,000004 0,003246 37 Ganoderma lucidum 1 0,005398 0,000004 0,003246 38 Geastrum triplex 1 0,005398 0,000004 0,003246 39 Hygrocybe similis 1 0,005398 0,000004 0,003246

(12)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 166

Tabel 5 (lanjutan)

No Jenis jamur Jumlah individu (ni)

Keanekaragaman

jenis (H’) Indeks dominasi jenis (C)

Indeks kemerataan jenis (e) 40 Hygroporus sp. 1 0,005398 0,000004 0,003246 41 Hymenochaeta sp. 1 0,005398 0,000004 0,003246 42 Paxillus sp. 1 0,005398 0,000004 0,003246 43 Pluteus sp. 1 0,005398 0,000004 0,003246 44 Microporus sp. 1 0,005398 0,000004 0,003246 45 Polyporus xanthopus 1 0,005398 0,000004 0,003246 46 Scleroderma verrucosum 1 0,005398 0,000004 0,003246 Jumlah 500 1,345564 0,068592 0,809237

Pada Tabel 5 terlihat, bahwa H’, C dan e jamur makro yang paling tinggi adalah jenis Marasmius (Tricholomataceae) dengan nilai H’ = 0,122004, C = 0,021316 dan e = 0,073375. Hal ini menunjukkan, bahwa Marasmius sp. memiliki kemampuan tumbuh yang lebih tinggi dibanding jenis-jenis jamur makro lain yang terdapat pada areal yang diteliti. Sebagian besar Marasmius sp. lebih banyak ditemukan tumbuh di serasah pada areal bekas terbakar, yang berarti bahwa kondisi lingkungan mendukung pertumbuhannya, yaitu karena hutannya telah terbakar, maka terjadi kelembapan udara yang relatif rendah, suhu udara dan suhu tanah cukup tinggi, sehingga hanya jenis ini yang mampu beradaptasi dengan baik. Menurut Soepardi (1978) dan Sutedjo dkk. (1991) dalam Suciatmih (1999), jamur tanah/serasah hidupnya tergantung pada tersedianya bahan organik. Hilangnya vegetasi pada areal bekas terbakar di Kalampangan akan mempengaruhi sifat fisika dan kimia tanah dan iklim mikro tempat tersebut. Namun, sejalan dengan bertambahnya waktu dan timbulnya beraneka jenis semak belukar pada lahan bekas terbakar akan mendorong pemulihan lahan tersebut dengan ditandai terkumpulnya bahan organik yang selanjutnya dapat memperbaiki sifat fisika-kimia tanah serta iklim mikronya.

Pada areal bekas terbakar ditemukan 5 jenis jamur ektomikoriza yaitu jenis

Scleroderma aerolatum, S. verrucosum, S. cornusum serta 2 jenis Scleroderma.

Penelitian jenis jamur ektomikoriza yang dilakukan oleh Noor (2002) di Hutan Lindung Sungai Wain Balikpapan menghasilkan, bahwa pada areal bekas terbakar ditemukan 6 jenis jamur ektomikoriza yang terdiri atas kelas Basidiomycetes, yaitu dari marga Cortinarius, Paxyllus, Amanita dan Inocybe masing-masing 1 jenis dan kelas Gasteromycetes hanya 2 marga yaitu Scleroderma dan Calvatia masing-masing 1 jenis. Perbedaan ragam jenis jamur ektomikoriza pada areal bekas terbakar di Kalampangan dan Hutan Lindung Sungai Wain diduga karena luas areal penelitian yang berbeda dan intensitas terjadinya kebakaran pada 2 lokasi tersebut. Pada hutan bekas terbakar di areal yang diteliti ditemukan 184 jenis jamur makro, di antaranya sebanyak 162 jenis yang dapat diidentifikasi dan terdapat 23 jenis

Marasmius sp., yang mana jenis ini lebih dominan dibanding jenis-jenis jamur

(13)

167 Putir dkk. (2008) Keanekaragaman Jenis Jamur Makro

Manfaat Jenis Jamur yang Ditemukan

a. Jamur konsumsi dan berkhasiat sebagai obat. Jamur yang ditemukan di areal penelitian yang dapat dikonsumsi/dimakan sekaligus juga berkhasiat sebagai obat adalah jenis jamur kuping (Auricularia auricula) dan jamur tiram (Pleurotus sp.). Jamur kuping yang dikonsumsi biasanya dijual dalam bentuk kering. Dalam keadaan kering jamur kuping tahan disimpan dalam jangka waktu lama. Jamur kuping yang sudah dikeringkan menjadi sangat mengerut dan harus direndam di dalam air sebelum dimakan. Jamur kuping biasanya digunakan untuk campuran sop, di Indonesia lebih dikenal dengan nama sop kimlo. Selain untuk dikonsumsi sebagai makanan, jamur kuping juga berkhasiat sebagai obat, yaitu lendir yang terdapat ketika jamur direndam dapat menjadi penawar racun atau senyawa toksik yang berasal dari sisa/residu pestisida, deterjen ataupun mengandung logam berat yang membahayakan (Suriawiria, 2000). Menurut seorang peneliti Amerika, Dr. Dale Hammerschmidt dari Minnesota Medical School dalam Anonim (2000), bahwa jamur kuping jika disajikan dalam menu makanan sehari-hari berkhasiat melancarkan peredaran darah dalam tubuh sekaligus, mencegah penyumbatan pembuluh darah.

Jamur tiram atau shimeji, hiratake (Jepang) dan abalone-mushroom atau osyter mushroom (di Eropa atau Amerika) dapat dikonsumsi dalam bentuk sayuran serta dapat diolah menjadi makanan lain seperti kerupuk atau keripik. Di restoran di Jakarta, jamur tiram juga diolah sebagai bahan campuran lalap atau gado-gado serta ada pula yang dibuat dalam bentuk pepes/pais jamur tiram. Kandungan gizi yang terdapat dalam jamur tiram tergolong tinggi. Protein nabati yang dikandung dapat mencapai 1030%. Belum lagi kandungan asam aminonya yang cukup lengkap, termasuk asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh. Selain itu, jika dikonsumsi dalam bentuk kering, jamur tiram mengandung vitamin C sebanyak 35–58 mg/100 g dan vitamin B2 sebanyak 4,7–4,9 mg/100 g (Anonim, 2001). Sebagai obat, jamur tiram juga mengandung folic acid yang cukup tinggi yang mampu menyembuhkan anemia (Suharjo, 2007). Selain itu juga dapat mencegah penyakit kolesterol, hipertensi dan serangan jantung (Anonim, 2001). Di Palangka Raya Kalimantan Tengah, jamur tiram sudah banyak dibudidayakan.

b. Jamur berkhasiat obat. Jamur lain yang ditemukan yang berkhasiat sebagai obat adalah Ganoderma lucidum. Para herbalis Cina sering menyebutnya chi zhi atau chih lingzhi (Suharjo, 2007). Kandungan gizi nutrisi jamur lingzhi, seperti di dalam jamur dan tumbuh-tumbuhan lainnya adalah polisakarida, lemak, protein, vitamin, serat dan mineral. Tetapi pada jamur lingzhi kandungan senyawa tersebut ditambah dengan senyawa-senyawa lainnya seperti vitamin B1 (thiamin), B2 (riboflavin) dan C, juga niasin, biotin dan beberapa vitamin lainnya. Di dalam produk lingzhi, baik dalam bentuk miselia/serat atau tubuh buah masih terkandung senyawa bermanfaat lainnya, seperti steroid, flavonoid, glikosida, saponim, koumarin, senyawa fenol, adenosin, triterpenoid dan sebagainya yang memiliki manfaat khusus untuk kesehatan dan kebugaran agar tetap seimbang dan terjaga baik. Di samping senyawa bermanfaat lainnya, seperti zat pengatur tumbuh, asam ganoderik, ganodermin yang memiliki peran khusus untuk menghambat pertumbuhan kanker dan tumor. Jenis

(14)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 168

jamur lain yang juga berkhasiat sebagai obat adalah jenis Marasmius dan Collybia terutama jenis Marasmius androsaceus yang memilki komponen marasmic acid untuk analgesik, efek sedatif dan Collybia velutipes yang memiliki komponen eritadenim untuk penurun kolesterol (Suriawiria, 2000).

c. Jamur mikoriza. Mikoriza (mikes = jamur, rhiza = akar) ialah struktur akar yang terbentuk sedemikian rupa hasil simbiosis mutualistis antara akar dengan jamur (Mardji, 2005). Selanjutnya dikemukakannya, bahwa fungsi mikoriza dalam ekosistem hutan adalah membantu tumbuhan meningkatkan penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah, sehingga memacu pertumbuhan tumbuhan serta untuk mencegah serangan patogen akar; akar bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan tanah sehingga tanaman dapat bertahan hidup karena akar-akarnya masih mampu menyerap air dan hara. Jenis-jenis jamur mikoriza yang ditemukan pada areal yang diteliti adalah Lepiota spp., Scleroderma spp., Russula spp., Laccaria spp., Geastrum spp., Hygrophorus sp., Paxillus sp., Strobilomyces spp., Cantharellus minor dan

Phallus indusiatus.

d. Jamur parasit dan saprofit. Jamur yang ditemukan pada areal yang diteliti yang bersifat parasit yaitu jenis Phellinus sp. yang ditemukan pada pohon hidup (Geronggang) serta jamur lain yang ditemukan pada kayu mati yang juga bersifat parasit yaitu Trametes spp., Fomes spp., Fomitopsis spp. dan Ganoderma spp. Jamur-jamur yang bersifat parasit ini dapat menyebabkan busuk hati (growong) pada pohon-pohon besar dan merugikan bila menyerang jenis pohon komersil. Sebagian besar jamur lain yang tumbuh di kayu mati masih belum diketahui apakah bisa tumbuh di pohon hidup sebagai parasit atau tidak, karena ada jamur yang bersifat sebagai parasit fakultatif, yaitu jamur yang biasanya hidup sebagai saprofit, tetapi juga dapat hidup sebagai parasit bila mendapatkan inang yang sesuai. Sebagian besar jamur yang ditemukan bersifat saprofit sementara jenis-jenis lain belum diketahui apakah beracun atau tidak.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Pada plot hutan alam jumlah jenis jamur makro lebih banyak dibandingkan pada plot hutan bekas terbakar. Jumlah jenis jamur makro yang ditemukan pada plot hutan alam adalah 273 jenis, di antaranya 228 jenis yang dapat diidentifikasi dan 45 jenis yang belum bisa diidentifikasi. Jumlah jenis jamur makro pada plot hutan bekas terbakar adalah 184 jenis, di antaranya 162 jenis yang bisa diidentifikasi dan 22 jenis yang belum bisa diidentifikasi.

Keanekaragaman, dominasi dan kemerataan jenis tertinggi pada hutan alam adalah jenis Trametes, dengan demikian dapat dikatakan bahwa Trametes sp. menjadi penciri pada hutan alam, sedangkan pada hutan bekas terbakar adalah jenis

Marasmius dan jenis ini menjadi penciri dari hutan bekas terbakar.

Jenis jamur makro yang bisa dimanfaatkan untuk obat adalah Ganoderma

lucidum serta jamur yang bisa dimakan dan untuk obat adalah Auricularia auricula

yang lebih dikenal dengan nama jamur kuping dan Pleurotus sp. (jamur tiram) yang sudah dikenal secara luas oleh masyarakat dan dapat dibudidayakan. Lepiota spp.,

Russula spp., Geastrum spp., Laccaria spp., Scleroderma spp., Hygrophorus sp., Paxillus sp., Strobilomyces spp., Cantharellus minor dan Phallus indusiatus

(15)

169 Putir dkk. (2008) Keanekaragaman Jenis Jamur Makro

merupakan jamur simbion pembentuk mikoriza, sebagian besar jamur yang ditemukan bersifat saprofit, sedangkan Phellinus sp. Trametes spp., Fomes spp.,

Fomitopsis spp. dan Ganoderma spp., bersifat parasit pada pohon hidup, sementara

jenis-jenis lain belum dapat diketahui apakah beracun atau tidak. Saran

Perlu adanya rentang waktu pengamatan lapangan yang cukup lama agar cukup waktu bagi jamur makro lain yang belum ditemukan untuk membentuk tubuh buah dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi tentang keanekaragaman jenis jamur yang lebih lengkap.

Perlu dikembangkan penelitian lanjutan tentang jenis-jenis jamur potensial sebagai simbion pembentuk mikoriza berbagai jenis tumbuhan hutan, jenis-jenis jamur beracun dan khasiatnya sebagai insektisida serta budidaya jamur yang dapat dikonsumsi dan yang berkhasiat sebagai obat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Ciri-ciri Umum Jamur. (http://free.vlsm.org/v12//Praweda/Biologi,2000). 2 h. Anonim. 2001. Jamur Kayu. Agro Media Pustaka, Jakarta. 52 h.

Haeruman, H. 1993. Biodiversity. Action Plan for Indonesia. Ministry of National Development Planning Agency, Jakarta. 144 h.

Haryanto. 1995. Konservasi Keanekaragaman Hayati di Hutan Tropika. Makalah Pelatihan Teknik Pengukuran dan Monitoring Biodiversity di Hutan Tropika Indonesia. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 46 h.

Imazeki, R.; Y. Otani dan T. Hongo. 1998. Nihon no Kinoko (Fungi of Japan). Yama-Kei Publishers Co., Ltd. Tokyo, Japan. 622 h.

Laessǿe, T. 1998. Mushroom. Dorling Kindersley Ltd., London. 304 h.

Mardji, D. dan Ch. Soeyamto. 1999. Jenis-jenis Jamur dari Labanan, Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Laporan Penelitian, Berau Forest Management Project. 64 h. Mardji, D. 2005. Ilmu Penyakit Hutan. Bahan Ajar. Program Studi Magister Ilmu Kehutanan

Universitas Mulawarman, Samarinda. 25 h.

Meldaliasi. 2005. Keanekaragaman Jenis Jamur di Arboretum Nyaru Menteng Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah. Skripsi S1 Jurusan/Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya, Palangka Raya. Noor, M. 2002. Keanekaragaman Jamur Ektomikoriza pada Areal Hutan Bekas Terbakar dan

Tidak Terbakar di Hutan Lindung Sungai Wain Kotamadya Balikpapan. Tesis Magister Program Studi Ilmu Kehutanan Program Pascasarjana Universitas Mulawarman, Samarinda. 83 h.

Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi (Penerjemah Tjahyono Samingan dan Penyunting B. Srigandono). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 697 h.

Pace, G. 1998. Mushroom of the World. Firefly Books Ltd 3680. Victoria Park Avenue Willowdale, Ontario, Canada. 310 h.

Pegler, D.N. 1997. The Larger Fungi of Borneo. Natural History Publications, Kota Kinibalu, Sabah, Malaysia. 95 h.

Shibuya, M.; Y. Tamai; J.Y. Cha; S. Jaya; Y. Adachi dan Istomo. 2000. Species Composition and Density of Tree Saplings, Situation of Ectomycorrhizal Formation and Occurence of Mushrooms in Undisturbed and Burnt Sites of Tropical Peat Swamp Forest. Dalam: “Enviromental Conservation and Land Use Management of Wetland Ecosystem in

(16)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 170 Southeast Asia”, Nishi, N. Ed. (Annual Report for April 1999–March 2000). Graduate School of Environmental Earth Science Hokkaido University, Sapporo, Japan. h 47–52. Situmorang, A. 1997. Pemanfaatan Jamur Saprofit Tunggul Karet Sebagai Alternatif Pengendalian Penyakit Akar Putih (Rigidoporus microporus) pada Karet. Jurnal Mikrobiologi Tropika. Balitbang Mikrobiologi Puslitbang Biologi-LIPI, Bogor. 5 h. Suciatmih. 1999. Keanekaragaman Jamur Tanah dan Kemampuannya Melarutkan Fosfat

pada Lahan Bekas Tambang Timah Singkep. Jurnal Mikrobiologi Tropika. Balitbang Mikrobiologi Puslitbang Biologi-LIPI, Bogor. 4 h.

Suharjo, E. 2007. Budidaya Jamur Merang dengan Media Kardus. Agro Media Pustaka, Jakarta. 68 h.

Suriawiria, U. 1993. Pengantar untuk Mengenal dan Menanam Jamur. Angkasa, Bandung. 210 h.

Suriawiria, U. 2000. Jamur Konsumsi dan Berkhasiat Obat. Penerbit Papas Sinar Sinanti, Jakarta. 71 h.

Widyastuti, S.M.; Sumardi dan Harjono. 2005. Patologi Hutan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 296 h.

Referensi

Dokumen terkait

Individu-individu tersebut didukung keunggulan agronomi karakter jumlah buah total per tanaman dan bobot buah total per tanaman lebih tinggi dari individu lain dalam

Respons perilaku orientasi diamati dengan menggunakan metode, seperti pada penelitian pengaruh insektisida deltametrin konsentrasi subletal terhadap perilaku orientasi parasitoid,

Keadaan ini mendorong untuk melakukan usaha pemanfaatan limbah yang ada sebagai salah satu usaha memaksimalkan penggunaan limbah industri pengergajian sebagai alternatif

Pada kajian ini, ikatan kekerabatan Bidayuh Sontas Indonesia dengan Bidayuh Sontas Entubuh Malaysia dapat menjadi modal sosial dalam pembangunan Kecamatan Entikong

Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir tingkat tinggi dalam mengembangkan piki- ran dan beberapa fakta atau

Proses pelacakan batas daerah antara Kabupaten Malinau dengan Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau dapat dilakukan secara kartometrik pada peta Rupabumi yang

Kadar kolesterol daging itik Pengging, itik Tegal, dan itik Magelang yang tidak berbeda nyata disebabkan karena beberapa faktor, antara lain itik Pengging, itik Tegal

Namun, alih-alih gerakan modernis tehnologi mengkebiri pada kapitalisasi semua sumber daya yang dimiliki, mau tidak mau citra terhadap aktivitas atau profesi yang