BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Kualitas
Kualitas/mutu penting artinya dan merupakan salah satu faktor keunggulan yang kompetitif. Kualitas adalah sebuah pendekatan strategis yang merupakan kebangkitan dari konsep-konsep strategis dalam aktivitas bisnis. Kualitas dapat menjadi konsep yang membingungkan, karena perbedaan cara pandang kualitas berdasarkan peranan individu dalam rantai nilai produksi. Selain itu pengertian kualitas terus berevolusi seiring dengan pertumbuhan dan kedewasaan profesi yang berhubungan dengan kualitas. Tidak ada satupun pelaku bisnis yang setuju dengan pengertian kualitas yang universal, sebagai contoh :
- “Kualitas ; sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari karakteristik, derajat atau nilai-nilai dari suatu keunggulan”. (American Heritage Dictionary, 1996) - “Kualitas ; totalitas karakteristik dari berbagai entitas yang memberikan
segenap kemampuannya pada nilai-nilai kebutuhan serta nilai-nilai kepuasan”. (ISO 8402)
- “Kualitas ; mengerjakan dengan cara yang benar, dan setiap saat berpikir dengan cara yang benar. (Motorola, DFSS, 2003).
Hal terpenting untuk diperhatikan dalam upaya pencapaian kesempurnaan produk maupun jasa pelayanan adalah masalah-masalah yang ada dalam seluruh aktivitas penciptaan produk maupun jasa yang melebihi dari apa yang menjadi harapan konsumen. Dengan demikian, harapan konsumen dapat diartikan sebagai bagian dari indikator penggubah kinerja kualitas selain sebagai bagian dari indikator segmentasi pasar. Secara matematis dapat dikuantitatifkan sebagai berikut : Q = P/E , dimana : Q = quality (kualitas)
P = performance (kinerja)
E = expectations (harapan-harapan) 1
_______________________
1
Kinerja dalam perspektif konsumen adalah apakah sebuah produk dapat memberikan manfaat atau berdaya guna bagi pengguna/konsumen. The American Society for Quality (ASQ) menggambarkan kualitas sebagai “suatu kondisi hubungan antara dua belah pihak (produsen-konsumen) yang memiliki karakteristik masing-masing”. Secara garis besar dalam pandangan teknis, konsep kualitas menurut ASQ terbagi menjadi dua prinsip , yaitu:
1. Karakteristik produk maupun jasa pelayanan dilihat dari seberapa besar kemampuan produk maupun jasa pelayanan itu memberikan nilai pada kebutuhan, harapan dan kepuasan konsumen.
2. Suatu produk atau jasa pelayanan yang bebas dari nilai-nilai defisiensi, yaitu pemberian pelayanan total kepada konsumen secara konsisten yang dimulai dari pra-penjualan hingga pasca penjualan.
Menurut David A. Garvin (1988), kualitas dibagi menjadi 9 (sembilan) dimensi, yang terfokus pada pendekatan strategi dan nilai-nilai kompetitif, yaitu :
Tabel 2.1. Dimensi Kualitas
Dimensi Maksud dan Contoh
- Performance - Features - Conformance - Reliability - Durability - Service - Response - Aesthetics - Reputation
- Karakteristik utama produk, misalnya gambar jernih pada layar televisi
- Karakteristik tambahan, fasilitas atau fitur tambahan misalnya pada remote control
- Spesifikasi industri dan standar industri - Konsistensi kinerja
- Masa daya guna/ketahanan produk, mencakup masa garansi dan perbaikan
- Pertanggung jawaban atas permasalahan-permasalahan produk dan berbagai keluhan konsumen terhadap produk
- Hubungan produsen-konsumen, termasuk peranan dealer
- Berbagai karakteristik yang berhubungan dengan psikologi produsen, penyalur/dealer dan konsumen - Kinerja yang telah tercapai dan berbagai kesuksesan
yang diraih seperti : pencapaian target penjualan, oplah, kepuasan konsumen dan lain-lain
Upaya dalam memperbaiki kualitas produk, proses dan semua aspek kinerja bisnis, merupakan kekuatan yang mendorong Six Sigma. Peningkatan kualitas dan upaya penekanan biaya produksi-operasional adalah masalah penting dikeseluruhan proses industrialisasi, baik di industri manufaktur maupun jasa pelayanan. Six Sigma adalah sebuah inisiatif dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan nilai-nilai keunggulan korporasi dalam menghadapi tingkat persaingan bisnis global yang sangat intensif.
2.2. Six Sigma
Six Sigma adalah suatu metodologi bisnis yang bertujuan untuk meningkatkan nilai-nilai kapabilitas dari aktivitas proses bisnis 2 . Proses adalah sesuatu yang dimulai dari perencanaan, desain produksi sampai dengan fungsi-fungsi konsumen seperti : kebutuhan, keinginan dan ekspektasi. Ada dua proses kerja dalam konsep Six Sigma , yaitu : proses kerja internal dan eksternal. Proses kerja internal meliputi seluruh aspek fungsi dan kegiatan yang ada dalam perusahaan, sedangkan proses eksternal adalah seluruh kegiatan yang dimulai dari pengelolaan produk jadi/promosi hingga distribusi ke konsumen.
Tujuan dari Six Sigma adalah meningkatkan kinerja bisnis dengan beberapa cara, seperti :
- mengurangi berbagai variasi proses yang merugikan - mereduksi kegagalan produk/proses
- menekan cacat-cacat produk - meningkatkan keuntungan
- meningkatkan moral/produktivitas karyawan
- meningkatkan kualitas produk pada tingkat yang maksimal
Six Sigma pertama kali dikembangkan oleh Motorola pada pertengahan tahun 1980 sebagai metode untuk mengukur kualitas produk dan jasa. Secara perspektif statistik istilah six sigma (sigma enam) berasal dari ukuran statistik, dimana sigma adalah standar deviasi dalam distribusi normal dengan probabilitas
________________________
2
± 6 (enam) dengan efektivitas sebesar 99,9996 %. Dalam proses produksi, standar Six Sigma dikenal dengan istilah “defect per million opportunity/DPMO, dengan nilai sebesar 3,4 DPMO yang berarti dalam satu juta unit/proses hanya diperkenankan mengalami kegagalan/cacat sebanyak 3,4 unit/proses. Dengan demikian, derajat konsistensi Six Sigma adalah sangat tinggi dengan standar deviasi yang sangat rendah.
Sedangkan secara metodologi, Six Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan peningkatan proses melalui fase DMAIC ( Define, Measure, Analyze, Improve, Control ). DMAIC merupakan jantung analisis Six Sigma yang menjamin voice of customer (suara pelanggan) berjalan dalam keseluruhan proses sehingga produk yang dihasilkan memuaskan keinginan pelanggan. Fase ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Perumusan (define)
Fase menentukan/mendefinisikan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan pelanggan (CTQ-critical to quality) dan membangun tim. Garis besar masalah biasanya dideskripsikan didalam kesepakatan proyek. Statistik yang paling umum digunakan pada fase ini adalah diagram cause & effect dan diagram pareto. Kedua tool statistik tersebut digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan prioritas masalah.
2. Pengukuran (measure)
Fase mengukur tingkat kinerja proses saat ini yang mempengaruhi CTQ. Ini membutuhkan pemahaman akan hubungan sebab akibat antara kinerja proses (variable factor/x) dan nilai pelanggan (variable respons/y). Setelah hubungan sebab akibat ini ditemukan, prosedur untuk mengumpulkan data, observasi dan wawancara dapat dilaksanakan. Data dari proses serta aktivitas yang sudah ada seringkali menyediakan informasi yang penting. Tingkat kinerja suatu proses dapat dipantau dengan melakukan analisis kapabilitas proses.
3. Analisis (analyze)
Fase mencari dan menentukan akar sebab dari suatu masalah. Fokus pada fase ini adalah pada pertanyaan mengapa cacat, kesalahan atau variasi yang
berlebihan terjadi. Setelah variabel yang dicurigai terkumpul dan diukur, dilakukan eksperimen untuk memverifikasi hubungan yang telah dihipotesis sebelumnya, yaitu apakah faktor x benar-benar mempengaruhi faktor y. Eksperimen dilaksanakan dengan cara memformulasikan beberapa hipotesis untuk menyelidiki data yang dikumpulkan sehingga dapat disimpulkan serta dapat didukung secara statistik sebagai akar dari permasalahan yang sebenarnya.
4. Peningkatan (improve)
Setelah akar permasalahan didapat, maka fase selanjutnya adalah mengumpulkan ide untuk menghilangkan atau memecahkan masalah serta memperbaiki kinerja pengukuran variable x sehingga dapat memperbaiki CTQ. Proses ini harus mempunyai solusi yang secara positif mempengaruhi variable proses utama dan CTQ dan mengidentifikasikan maksimum kisaran variable yang dapat diterima.
Pada fase improve banyak melibatkan uji Design of Experiments (DOE), yaitu suatu uji dengan mengubah-ubah variabel faktor sehingga penyebab perubahan pada variabel respon dapat diketahui.
5. Pengendalian (control)
Fase ini berfokus pada bagaimana menjaga perbaikan (improve) agar terus berlangsung, termasuk menempatkan perangkat pada tempatnya untuk meyakinkan agar variable utama tetap berada dalam wilayah maksimal yang dapat diterima dalam proses yang sedang dimodifikasi. Bentuk pengendalian dapat berupa daftar periksa (checklist) atau pemeriksaan berkala untuk meyakinkan bahwa prosedur yang benar telah diikuti, atau penerapan diagram pengendalian proses statistik untuk memonitor kinerja.
Gambar 2.1 Six Sigma dan Perbaikan Proses
2.3. Design of Experiments (DOE)
DOE (Design of Experiments) adalah teknik statistik tingkat tinggi yang berguna untuk mempelajari pengaruh dari beberapa variabel proses yang mempengaruhi respon atau output dari suatu proses. 3 . DOE adalah sebuah perangkat kualitas yang kerap digunakan didalam inisiatif Six Sigma, khususnya di fase improve serta dapat memberikan peluang untuk merencanakan dan mengontrol variabel-variabel dengan menggunakan sebuah eksperimen guna menguji dan mengoptimasi kinerja sebuah proses, produk, jasa atau solusi.
DOE dikembangkan dan diperkenalkan oleh Sir Ronald Fisher pada tahun 1920an dan awal 1930. Pada masa tersebut, Fisher bertanggung jawab terhadap analisis data dan statistik pada Rothamsed Agricultural Experimental Station, dekat London. 4
______________________________
3
Jiju Antony, 2001,”Improving The Manufacturing Process Quality Using Design of Experiments : a case study”, International Journal of Operations & Production Management, pp: 812
4
Douglas C. Montgomery, “Design and Analysis of Experiments”, John Wiley & Sons, Inc, 2005, hal : 19
Fisher mengembangkan teori dan metode statistika yang digunakan dalam desain berbagai eksperimen agricultural dengan pendekatan Analysis of Variance (ANOVA) sebagai metode primernya. Setelah Perang Dunia kedua, metode DOE ini sudah mulai banyak digunakan untuk kepentingan proses industri, terutama industri-industri yang menggunakan bahan baku kimia yang berada di Amerika Serikat dan Eropa. 5
Uji Design of Experiments yang paling populer dilakukan adalah Faktorial dan Taguchi.
2.3.1. Faktorial
Terdapat banyak eksperimen yang melibatkan penelitian pengaruh dari dua atau lebih faktor. Secara umum, pengujian dengan desain faktorial sangat efisien untuk jenis eksperimen ini. Dengan desain faktorial setiap percobaan atau replikasi dari eksperimen serta semua kombinasi yang memungkinkan level pada faktor diselidiki. 6
Didalam memahami desain faktorial, terdapat istilah-istilah yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Variabel respons disebut juga variabel output atau y. b. Variabel faktor disebut juga variabel input atau x.
c. Level disebut juga setting atau pengaturan. Level merupakan tingkatan dari faktor, nilainya bisa kuantitatif atau kualitatif.
d. Treatment disebut juga run atau perlakuan, merupakan kombinasi antara faktor-level. Sebagai contoh desain eksperimen dengan 3 variabel faktor dengan 2 level, maka jumlah treatment ada 8.
2³ = 8
treatment/perlakuan faktorlevel
______________________________
5
Anang Hidayat, “Strategi Six Sigma”, Elex Media Komputindo, 2007 hal : 16 .
6
Douglas C. Montgomery, “Design and Analysis of Experiments”, John Wiley & Sons, Inc, 2005, hal : 160.
Pada faktor yang didesain dengan 2 level biasanya dipakai tanda – (minus) untuk nilai level rendah dan + (plus) untuk nilai level yang lebih tinggi, sebagai contoh dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.2 Contoh Desain Faktorial 2³ faktorial penuh standar desain
Suhu pH Konsentrasi 150 7 5 200 7 5 150 9 5 200 9 5 150 7 10 200 7 10 150 9 10 200 9 10
Tabel 2.3 Contoh Desain Faktorial
2³ faktorial penuh standar desain
A B C - - - + - - - + - + + - - - + + - + - + + + + +
Gambar 2.2 Eksperimen 2 Faktor Faktorial
2.3.2. Taguchi
Desain Taguchi merupakan desain parameter robust, yaitu metode atau teknik untuk desain produk atau proses yang berfokus pada minimalisasi variasi atau sensitivitas noise. Noise adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol pada waktu operasi, namun dapat dikontrol pada waktu eksperimen. Dalam desain, faktor noise disebut outer array sedangkan faktor kontrol disebut inner array. 7
Desain Taguchi disebut juga Orthogonal Arrays yang memungkinkan untuk melakukan analisa banyak faktor dengan sedikit perlakuan (run). Sebagai contoh desain L8 ( 27 ), L8 berarti 8 perlakuan (run), 27 berarti 7 faktor dengan 2 level. Hanya memerlukan 8 perlakuan untuk 7 faktor dengan 2 level, padahal bila memakai desain faktorial seharusnya ada 128 perlakuan. 8
2.3.3. Langkah-Langkah Dasar dalam Rancangan Eksperimen
Didalam mengaplikasikan DOE, terdapat beberapa langkah dasar dalam sebuah rancangan eksperimen, yaitu : 9
________________________
7
C. Tri Hendradi, “Statistik Six Sigma dengan Minitab”, Andi, 2006, hal.137
8
Ibid hal : 138
9
Peter S.Pande, Robert P. Neuman, Roland R.Cavanagh, “The Six Sigma Way”, Andi Yogyakarta, 2002 hal 400,
1. Mengidentifikasi faktor-faktor untuk dievaluasi; seperti : apa yang perlu dipelajari dari eksperimen ? apa pengaruh-pengaruhnya terhadap proses atau produk ?.
2. Menentukan “level” faktor-faktor yang diuji. Dalam kasus faktor variabel seperti kecepatan, waktu, berat dan sebagainya, dapat diuji pada level yang tidak terbatas.
3. Membuat serangkaian kombinasi eksperimental. Dengan bantuan alat-alat software statistik, atau dengan tabel, dapat diperoleh kombinasi atau susunan yang mungkin dilakukan.
4. Melakukan ekperimen dibawah kondisi yang telah ditentukan sebelumnya. Kuncinya menghindari faktor-faktor yang tidak diuji agar tidak mempengaruhi hasil yang diperoleh.
5. Mengevaluasi hasil dan kesimpulan.
2.4. Prinsip Kualitas dan Six Sigma
Manajemen kualitas modern didasari oleh tiga prinsip dasar, yaitu : 2.4.1. Fokus pada pelanggan
Pelanggan adalah penilai utama kualitas. Persepsi nilai dan kepuasannya dipengaruhi oleh banyak factor. Untuk memenuhi tuntutan ini, upaya sebuah perusahaan harus lebih dari sekedar mematuhi spesifikasi produk, mengurangi kecacatan dan kesalahan, atau melayani keluhan pelanggan. Perusahaan yang dekat dengan pelanggannya mengerti dengan apa yang diinginkan pelanggan, bagaimana pelanggan menggunakan produknya, mangantisipasi kebutuhan pelanggan serta terus berusaha mengembangkan cara-cara baru untuk membangun hubungan baik dengan pelanggan. Fokus terhadap pelanggan menjadi sangat menentukan disetiap tahap proyek Six Sigma. Salah satu aspek dasar dari metodologi Six Sigma adalah mengidentifikasi hal-hal yang penting untuk kualitas (critical to quality-CTQ) yang menentukan kepuasan pelanggan.
Dalam proses menghasilkan produk maupun jasa, amatlah penting untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan oleh pelanggan internal bagi aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian proses untuk menjaga agar produk tersebut memenuhi CTQ. Jika CTQ tidak terpenuhi, maka
perusahaan harus membangun sistem pengukuran dan pengendalian yang lebih baik lagi. 10
2.4.2. Partisipasi dan Kerja Sama Semua Individu
Para manajer Jepang menggunakan secara penuh pengetahuan serta kreativitas seluruh karyawan sebagai salah satu kunci pencapaian kualitas bangsa Jepang yang begitu pesat. Didalam organisasi manapun, orang yang paling mengerti pekerjaan tertentu serta bagaimana meningkatkan produk maupun proses yang terlibat dalam pekerjaan tersebut adalah orang yang melakukannya. Para karyawan diizinkan untuk berpartisipasi, baik secara individu maupun tim dalam keputusan yang mempengaruhi pekerjaan dan pelanggan sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja bisinis dan kualitas.
Six Sigma bergantung pada parisipasi dan kerja sama karyawan pada setiap tingkatan, dari mulai garis depan hingga manajemen tingkat atas, untuk dapat lebih memahami masalah-masalah bisnis, menemukan sumber permasalahan, menghasilkan solusi untuk perbaikan dan mengimplementasikannya. Salah satu karakter unik Six Sigma adalah hierarki perbaikan proses dengan menggunakan analogi ilmu bela diri, yaitu menggambarkan bahwa proses bisnis seperti layaknya berada dalam dimensi bela diri. Untuk mencapai kesempurnaan proses dibutuhkan kesempurnaan diri, kesiapan mental, disiplin, percaya diri, keahlian, ketrampilan, spiritual dan kejujuran.
Dalam konteks organisasional Six Sigma warna sabuk diberikan sebagai tanda dari tingkat kemampuan diri, sama dengan pemberian sabuk pada ilmu bela diri. Dasar kemampuan tersebut merupakan esensi tolok ukur dari kompetensi Six Sigma yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
____________________________
10
Arthur R. Tenner dan Irving J. DeToro, Total Quality Management: Three Steps to Continuous Improvement , Reading, MA: Addison-Wesley, 1992
a. Sabuk Kuning (yellow belt) :
Merupakan anggota tim Six Sigma dengan kompetensi :
- mempunyai pemahaman yang baik atas pekerjaan/tugas/proses input, pemanfaatan sumber daya, fungsi-fungsi pengendalian, ekspektasi konsumen (eksternal dan internal) dan output.
- Kesediaan dan abilitas dalam bekerja sama dalam tim. - Kesiapan dalam mengembangkan ide-ide (inisiatif). - Kualitas personal yang baik.
- Mempunyai keahlian dasar, seperti : dasar grafis, table, diagram flow dan teknik kalkulasi sederhana.
- Memahami dasar-dasar aplikasi metode Six Sigma. b. Sabuk Hijau (green belt) :
Pemimpin tim dalam program/proyek pengembangan dan peningkatan (lokal) yang sudah memiliki nilai-nilai kompetensi yellow belt ditambah dengan : - Mempunyai inisiatif, proaktif dalam mengidentifikasi berbagai
permasalahan.
- Mempunyai sikap kepemimpinan dalam fungsi-fungsi kepelatihan Six Sigma.
- Identifikasi kesesuaian proyek, pengorganisasian, perencanaan, pengalokasian dan pengendalian sumber daya Six Sigma, seleksi tujuan atau sasaran aktivitas kerja yang relevan, alokasi waktu serta evaluasi kinerja proyek.
- Kemampuan teknis dan interpersonal yang baik. c. Sabuk Hitam (black belt) :
Pedoman utama bagi Six Sigma- black belt adalah membawa inisiatif Six Sigma kedalam fungsi-fungsi aktivitas pengembangan dan peningkatan kualitas, membawa nilai-nilai keaslian fungsi-fungsi manajemen kedalam realitas, mengatur dan menyajikan nilai-nilai potensial tertinggi dalam inisiatif Six Sigma.
- Black belt adalah seseorang atau tim yang ahli dalam menanggulangi berbagai masalah diantara fungsi-funsi teknis organisasi.
- Merupakan ahli yang sangat kompeten dalam metode-metode pengembangan dan peningkatan kualitas Six Sigma dan memiliki kemampuan dalam aktivitas perencanaan dan memanajemen waktu aktivitas organisasi.
d. Master Black Belt :
Mentor yang terpilih secara alami berdasarkan abilitas, kapabilitas, kompetensi, prestasi kerja, komitmen dan pertimbangan-pertimbangan istimewa lainnya, yang mempunyai kompetensi sebagai kordinator, fasilitator, penguasa dan sebagai pembimbing.
Gambar 2.3 Struktur Kompetensi Dalam Six Sigma
2.4.3. Fokus Proses dan Perbaikan serta Pembelajaran Terus Menerus
Proses adalah serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai suatu hasil, sedangkan dalam konteks produksi, proses adalah sekumpulan aktivitas dan operasi yang terlibat dalam perubahan input (fisik, material, peralatan, manusia dan energi) menjadi output berupa produk dan jasa. Proses merupakan hal yang paling dasar dalam Six Sigma, karena proses adalah cara bagaimana sebuah pekerjaan menghasilkan nilai bagi pelanggan.
Proses harus dilihat secara keseluruhan sehingga akan menyatukan semua aktivitas yang penting serta meningkatkan pengetahuan mengenai keseluruhan sistem. Jika ada suatu kinerja proses yang kurang, maka perbaikan (improvement) harus dilakukan baik secara perlahan-lahan, dalam bentuk kecil dan bertahap serta yang bersifat terobosan, besar dan cepat. Perbaikan proses merupakan aktivitas paling utama dalam Six Sigma dan dapat berupa bentuk-bentuk seperti :
1. Mengurangi kesalahan, cacat, limbah serta biaya-biaya lain yang terkait. 2. Meningkatkan nilai untuk pelanggan dan jasa yang baru dan lebih baik. 3. Meningkatkan produktivitas dan efektivitas.
4. Memperbaiki respons dan masa siklus kinerja proses.
2.5. Kapabilitas Proses dan Six Sigma
Kapabilitas proses adalah kisaran dimana variasi alami suatu proses terjadi akibat penyebab umum suatu sistem, atau dengan kata lain pencapaian suatu proses dalam kondisi stabil. 11 . Kinerja suatu proses adalah gambaran dari seberapa baik suatu proses kerja dijalankan. Kinerja proses diukur berdasarkan perbandingan level kinerja proses aktual dengan level kinerja proses ideal.
Kapabilitas suatu proses menggambarkan seberapa uniform proses tersebut. Suatu proses dikatakan memiliki kapabilitas apabila semua nilai variabel yang mungkin berada dalam batas spesifikasi.
Ada berbagai macam indeks kapabilitas, namun hanya ada tiga yang utama yaitu : Cp, C pk , dan Cpm.
2.5.1. Indeks Kapabilitas Cp
Merupakan indeks kapabilitas yang paling sederhana, dan didapat dari hasil perbandingan rentang spesifikasi dengan rentang proses. Formula Cp adalah sebagai berikut :
Cp = USL - LSL 6σ
2.5.2. Indeks Kapabilitas C pk
Kelemahan utama Cp adalah pada kenyataannya sangat sedikit proses yang tetap berpusat pada rata-rata proses, sehingga harus dipertimbangkan dimana rata-rata proses berlokasi relatif terhadap batas spesifikasi. C pk mencari jarak terdekat lokasi pusat proses dengan USL dan LCL kemudian dibagi dengan rentang proses.
__________________________
11
James R.Evans, William M.Lindsay, “An Introduction to Six Sigma & Process Improvement”, Salemba Empat, 2007, hal 140
Formulanya sebagai berikut :
C pk = min [ USL -
µ
atauµ
- LCL ] 3σ 3σ2.5.3. Indeks Kapabilitas C pm
Nama lain dari Cpm adalah indeks kapabilitas Taguchi dan dikembangkan diakhir tahun 1980-an. Cpm digunakan untuk menghitung kedekatan rata-rata proses dengan target (T). Formulanya adalah sebagai berikut :
Cpm = USL - LCL 6√ σ
²
+ (µ
- T)²
2.6. Manajemen Proses
Manajemen proses adalah bagian terpenting dalam upaya pengembangan dan peningkatan derajat efisiensi dan efektivitas proses. Manajemen proses juga merupakan salah satu perangkat kerja yang potensial dalam meningkatkan nilai kepuasan konsumen. Organisasi kerja yang termotivasi untuk mengelola aktivitasnya dengan menggunakan pendekatan manajemen proses dengan fokus kepada lima dimensi pada fungsi-fungsi :
- kualitas - efisiensi
- respons terhadap waktu - aktivitas kerja
- biaya proses
Untuk mendapatkan profitabilitas bisnis yang maksimal, organisasi kerja perlu berpikir untuk menekan tingkat biaya proses, mengurangi tingkat kegagalan produk/proses, mengembangkan dan meningkatkan kualitas produk/proses.
Manajemen proses terdiri atas lima fase aktivitas, yaitu : 1. Pemetaan proses
2. Diagnosis proses 3. Desain proses 4. Implementasi proses 5. Pemeliharaan proses
Pemetaan proses adalah merupakan aktivitas awal yang paling penting dalam manajemen proses yang fungsinya untuk mendefinisikan proses-proses dan menangkap berbagai isu strategis. Ketika objektivitas serta fungsi-fungsi proses sudah terpenuhi dan terdokumentasi maka langkah diagnosis sudah dapat dilaksanakan.
Fokus utama manajemen proses adalah pada besar kecilnya biaya anggaran, efisiensi dan pemanfaatan waktu, tetapi masalah konsistensi kinerja dan kapabilitas proses tidak mendapat perhatian penuh dalam manajemen proses tersebut. Dalam kondisi demikian, Six Sigma merupakan langkah strategis untuk mengatasi masalah tersebut. Metode Six Sigma digunakan secara bersama-sama dengan manajemen proses untuk penjaminan kualitas dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan kinerja proses dan kapabilitas proses yang ada.
2.7. Total Quality Management (TQM)
TQM adalah kegiatan mengelola organisasi secara keseluruhan sehingga semua dimensi produk dan jasa yang dipandang penting oleh pelanggan menjadi unggul dan istimewa serta mempunyai dua goal fundamental, yaitu :
1. Desain produk dan jasa yang hati-hati
2. Meyakinkan sistem organisasi untuk konsisten memproduksi desain 12
TQM adalah suatu orientasi pelanggan, kepemimpinan, perencanaan strategis, tanggung jawab karyawan, perbaikan berkelanjutan, kerja sama, metode statistik yang digunakan didalam pendidikan dan pelatihan. TQM menghadirkan asas manajemen yang memusatkan perhatian pada manajemen mutu sebagai daya penggerak semua fungsional dalam perusahaan. TQM meletakkan definisi mutu pada pelanggan. Manajemen disemua tingkatan dan karyawan bertanggung jawab untuk menghasilkan keluaran yang memenuhi spesifikasi mutu yang diharapkan oleh pelanggan.
___________________________
12
Chase, Aquilano dan Jacobs, “Operations Management For Competitive Advantage”, Mc Graw Hill, 2004, hal 274.
Sekalipun TQM telah memberikan sumbangan besar dalam perbaikan mutu didunia usaha, namun TQM masih mempunyai beberapa kelemahan sehingga perusahaan kelas dunia beralih ke Six Sigma. Kelemahan tersebut diantaranya meliputi :
1. Kurang integratif, tanggung jawab mutu diserahkan kepada tim kecil yang tidak memiliki kendali langsung terhadap departemen yang berkompeten. 2. Kepemimpinan yang apatis (ketergantungan penuh pada manajemen
puncak).
3. Definisi mutu sering tidak tegas, sehingga sulit diimplementasikan dan diukur kinerjanya.
4. Fokus pada kualitas produk, bukan pada proses bisnisnya.
5. Tujuan untuk memuaskan pelanggan biasanya tidak diikuti cetak biru bagaimana mencapainya.
6. Cenderung mempertahankan sikap dan metode kerja yang lama.
7. Umumnya gagal menghilangkan kendala internal, semua divisi sibuk mengurusi proyek dan tugasnya masing-masing.
8. Perbaikan mutu dicapai secara gradual, tahap demi tahap secara incremental.
9. Pelatihan karyawan umumnya tidak efektif.