• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unud-226-74384706-Tesis Ekstrak Biji Buah Pinang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Unud-226-74384706-Tesis Ekstrak Biji Buah Pinang"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang

Seiring bertambahnya usia, semakin besar kerentanan seseorang untuk  Seiring bertambahnya usia, semakin besar kerentanan seseorang untuk  kehilangan gigi. Keadaan ini berdampak pula

kehilangan gigi. Keadaan ini berdampak pula pada meningkatnya kebutuhan akanpada meningkatnya kebutuhan akan gigi-tiruan. Gigi mempunyai banyak peran pada seseorang, hilangnya gigi dari gigi-tiruan. Gigi mempunyai banyak peran pada seseorang, hilangnya gigi dari mulut seseorang akan mengakibatkan perubahan-perubahan anatomis, fisiologis mulut seseorang akan mengakibatkan perubahan-perubahan anatomis, fisiologis maupun fungsional, bahkan tidak jarang pula men

maupun fungsional, bahkan tidak jarang pula menyebabkan trauma psikologisyebabkan trauma psikologis Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan Republik  Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan Republik  Indonesia tahun 2007 melaporkan bahwa, kehilangan gigi ditemukan pada

Indonesia tahun 2007 melaporkan bahwa, kehilangan gigi ditemukan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 1,8%, 55-64 t

kelompok umur 45-54 tahun sebesar 1,8%, 55-64 tahun sebesar 5,9%, dan padaahun sebesar 5,9%, dan pada kelompok umur 65 tahun ke atas, kehilangan gigi mencapai 17,6%. Pemakaian kelompok umur 65 tahun ke atas, kehilangan gigi mencapai 17,6%. Pemakaian gigi-tiruan diperlukan apabila seseorang telah kehilangan giginya.

gigi-tiruan diperlukan apabila seseorang telah kehilangan giginya. Terdapat dua macam gigi-tiruan, yaitu gigi-tiruan cekat dan

Terdapat dua macam gigi-tiruan, yaitu gigi-tiruan cekat dan gigi-tiruangigi-tiruan lepasan. Gigi-tiruan lepasan basis dapat terbuat dari bahan akrilik atau metal, lepasan. Gigi-tiruan lepasan basis dapat terbuat dari bahan akrilik atau metal,  bahan yang masih sering dipakai sampai saat ini adalah resin akrilik 

 bahan yang masih sering dipakai sampai saat ini adalah resin akrilik polimetil polimetil  metakrilat 

metakrilat (Combe, 1992; Craig dkk., 2004).(Combe, 1992; Craig dkk., 2004). Bahan basis gigi-tiruan resin akrilik jenis

Bahan basis gigi-tiruan resin akrilik jenis heat cured,heat cured, disamping mempunyaidisamping mempunyai keuntungan bahan tersebut juga mempunyai kekurangan yaitu menyerap cairan keuntungan bahan tersebut juga mempunyai kekurangan yaitu menyerap cairan dan mempunyai sifat porus yang merupakan tempat ideal untuk pengendapan sisa dan mempunyai sifat porus yang merupakan tempat ideal untuk pengendapan sisa makanan sehingga mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak..

(2)
(3)

Pemakaian gigi-tiruan yang terus menerus dapat menimbulkan beberapa Pemakaian gigi-tiruan yang terus menerus dapat menimbulkan beberapa reaksi terhadap jaringan karena mukosa di bawah

reaksi terhadap jaringan karena mukosa di bawah gigi-tiruan akan tertutup dalamgigi-tiruan akan tertutup dalam waktu yang lama, sehingga menghalangi pembersihan

waktu yang lama, sehingga menghalangi pembersihan permukaan mukosa ronggapermukaan mukosa rongga mulut maupun gigi-tiruan oleh lidah dan saliva mengakibatkan perlekatan

mulut maupun gigi-tiruan oleh lidah dan saliva mengakibatkan perlekatan mikroorganisme antara lain

mikroorganisme antara lain Candida albicansCandida albicans (Richard, 2002; Majewski dkk.,(Richard, 2002; Majewski dkk., 2008). Permukaan basis gigi-tiruan

2008). Permukaan basis gigi-tiruan yang menghadap mukosa adalah bagian yangyang menghadap mukosa adalah bagian yang kasar/tidak dipulas sehingga memudahkan terjadinya penumpukan plak dan sisa kasar/tidak dipulas sehingga memudahkan terjadinya penumpukan plak dan sisa makanan. Penumpukan plak dan sisa makanan a

makanan. Penumpukan plak dan sisa makanan akan meningkatkan kolonikan meningkatkan koloni Candida albicans

Candida albicans yang bisa mengakibatkanyang bisa mengakibatkan denture stomatitisdenture stomatitis (Rathee dkk.,(Rathee dkk., 2010).

2010).

Prevalensi

Prevalensi denture stomatitisdenture stomatitis di Indonesia cukup tinggi. Menurut penelitiandi Indonesia cukup tinggi. Menurut penelitian Elizabeth

Elizabeth (1996) (1996) dinyatakan dinyatakan bahwa bahwa 64% 64% dari dari 50 50 pasien pasien pemakai pemakai gigi-tiruangigi-tiruan terdeteksi adanya

terdeteksi adanya Candida albicans.Candida albicans. Penelitian oleh Marwati (2003) hampir 50%Penelitian oleh Marwati (2003) hampir 50%  penderita yang memakai gigi-tiruan dilaporkan terdeteksi adanya

 penderita yang memakai gigi-tiruan dilaporkan terdeteksi adanya CandidaCandida albicans.

albicans. Penelitian oleh Sudarmawan (2009) dinyatakan bahwa 32,3% dari 30Penelitian oleh Sudarmawan (2009) dinyatakan bahwa 32,3% dari 30  pemakai gigi-tiruan juga terdeteksi adanya

 pemakai gigi-tiruan juga terdeteksi adanya Candida albicans.Candida albicans.  Denture stomatitis

 Denture stomatitis adalah keradangan pada mukosa rongga mulut adalah keradangan pada mukosa rongga mulut yangyang diakibatkan oleh pemakaian gigi-tiruan lepasan, mempunyai tanda khas berupa diakibatkan oleh pemakaian gigi-tiruan lepasan, mempunyai tanda khas berupa erythema, edema

erythema, edema dan berwarna lebih merah dibandingkan dengan jaringandan berwarna lebih merah dibandingkan dengan jaringan sekitarnya yang tidak tertutup oleh gigi-tiruan. Infeksi j

sekitarnya yang tidak tertutup oleh gigi-tiruan. Infeksi j amur umum terjadi diamur umum terjadi di rongga mulut yang menyebabkan rasa tidak

rongga mulut yang menyebabkan rasa tidak nyaman disebabkan olehnyaman disebabkan oleh  pertumbuhan mikroorganisme jamur 

 pertumbuhan mikroorganisme jamur CandidaCandida (Shibata dkk., 2007; Majewski(Shibata dkk., 2007; Majewski dkk.,

(4)

2008). 2008).

Pencegahan

Pencegahan denture stomatitisdenture stomatitis adalah adalah dengan dengan menjaga menjaga kebersihan kebersihan mulutmulut dan kebersihan gigi-tiruan dari kontaminasi

dan kebersihan gigi-tiruan dari kontaminasi Candida albicans.Candida albicans. Salah satu caraSalah satu cara untuk mencegah

untuk mencegah denture stomatitisdenture stomatitis adalah dengan merendam gigi-tiruan tersebutadalah dengan merendam gigi-tiruan tersebut dengan larutan pembersih/

dengan larutan pembersih/denture cleanser denture cleanser (Craig dan Power, 2002; Majewski(Craig dan Power, 2002; Majewski dkk 

dkk .,., 2008).2008).

Larutan pembersih yang dipakai selama ini banyak jenisnya dan kebanyakan Larutan pembersih yang dipakai selama ini banyak jenisnya dan kebanyakan  bahan pembersih tersebut berbahan dasar dari bahan kimia dengan harga yang  bahan pembersih tersebut berbahan dasar dari bahan kimia dengan harga yang

relatif mahal. Salah satu bahan alt

relatif mahal. Salah satu bahan alternatif yang dapat menghambat pertumbuhanernatif yang dapat menghambat pertumbuhan  jamur terdapat pada biji buah pinang.

 jamur terdapat pada biji buah pinang. Tanaman pinang (

Tanaman pinang ( Areca catechu L Areca catechu L) telah banyak dimanfaatkan oleh) telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sejak

masyarakat Indonesia sejak dulu, khususnya buahnya yang digunakan untuk dulu, khususnya buahnya yang digunakan untuk  campuran makan sirih, air rebusannya juga digunakan sebagai obat kumur yang campuran makan sirih, air rebusannya juga digunakan sebagai obat kumur yang diyakini berkhasiat untuk menguatkan gigi. Biji

diyakini berkhasiat untuk menguatkan gigi. Biji pinang (pinang ( Areca catechu L. Areca catechu L.) sebagai) sebagai salah satu obat tradisional, di Jawa digunakan sebagai obat luka dan di Jambi

salah satu obat tradisional, di Jawa digunakan sebagai obat luka dan di Jambi sebagai obat kudis (Anonim, 2009).

sebagai obat kudis (Anonim, 2009). Analisis pinang di Filipina

Analisis pinang di Filipina menyatakan bahwa buah pinang mengandungmenyatakan bahwa buah pinang mengandung senyawa bioaktif yaitu flavonoid di antaranya tanin, yang dapat menguatkan gigi. senyawa bioaktif yaitu flavonoid di antaranya tanin, yang dapat menguatkan gigi. Biji pinang dapat dimakan bersama sirih dan kapur, yang berkhasiat untuk 

Biji pinang dapat dimakan bersama sirih dan kapur, yang berkhasiat untuk 

menguatkan gigi. Air rebusan biji pinang juga digunakan sebagai obat kumur dan menguatkan gigi. Air rebusan biji pinang juga digunakan sebagai obat kumur dan  penguat gigi. Kandung

 penguat gigi. Kandungan kimia fenolik dalam buah pinang bersifat bakterisid danan kimia fenolik dalam buah pinang bersifat bakterisid dan fungisid (Meiyanto dkk., 2008). Senyawa anti-jamur umumnya terdapat pada fungisid (Meiyanto dkk., 2008). Senyawa anti-jamur umumnya terdapat pada golongan senyawa saponin, fenolat, flavonoid, terpenoid, steroid dan alkaloid, golongan senyawa saponin, fenolat, flavonoid, terpenoid, steroid dan alkaloid,

(5)

dimana biji buah pinang mengandung senyawa-senyawa tersebut sehingga

menunjukkan bahwa biji buah pinang kemungkinan memiliki aktivitas antijamur. Berdasarkan uraian di atas maka diperlukan penelitian lebih lanjut

apakah efek antimikroba pada ekstrak metanol biji buah pinang dapat menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans, dengan demikian dapat diupayakan bahan pembersih alternatif gigi-tiruan yang murah dan efektif.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

a. Apakah ekstrak metanol biji buah pinang dapat menghambat  pertumbuhan koloni Candida albicans secara in vitro pada plat resin

akrilik heat cured ?

b. Apakah peningkatan konsentrasi ekstrak metanol biji buah pinang dapat menurunkan jumlah koloni Candida albicans secara in vitro pada  plat resin akrilik heat cured ?

c. Apakah lamanya perendaman dalam ekstrak metanol biji buah pinang dapat mengurangi jumlah koloni Candida albicans secara in vitro pada  plat resin akrilik heat cured ?

(6)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan waktu lamanya perendaman dalam ekstrak metanol biji  buah pinang untuk menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans  pada pemakai gigi-tiruan lepasan akrilik heat cured .

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

a.Membuktikan bahwa ekstrak metanol biji buah pinang dapat menghambat  pertumbuhan koloni Candida albicans secara in vitro pada plat resin

akrilik heat cured.

 b.Menemukan konsentrasi ekstrak metanol biji buah pinang yang dapat menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans secara in vitro pada  plat resin akrilik heat cured.

c.Menemukan waktu terbaik ekstrak metanol biji buah pinang dalam

menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans secara in vitro pada  plat resin akrilik heat cured.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat akademik 

Dari sisi akademik penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat  berupa :

(7)

a. Memberikan informasi ilmiah tentang konsentrasi larutan ekstrak  metanol biji buah pinang dan perendaman resin akrilik selama dalam larutan ekstrak metanol biji buah pinang yang dapat menghambat  pertumbuhan koloni Candida albicans.

b. Penemuan konsentrasi larutan ekstrak metanol biji buah pinang dan lama perendaman resin akrilik digunakan sebagai dasar dalam  penentuan pemakaian larutan tersebut sebagai salah satu alternatif   bahan pembersih gigi-tiruan.

c. Bermanfaat bagi dokter gigi dan operator dalam memberikan instruksi dan nasehat kepada pasien untuk menjaga kebersihan gigi-tiruan lepasan yang dipakainya.

d. Sumber data dan informasi mengenai ekstrak metanol biji buah pinang sebagai bahan pembersih gigi-tiruan lepasan akrilik.

1.4.2 Manfaat praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah didapatkan konsentrasi ekstrak  metanol biji buah pinang dalam menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans pada plat resin akrilik heat cured , sehingga ekstrak 

metanol biji buah pinang dapat digunakan sebagai bahan  perendam/pembersih alternatif untuk mencegah infeksi Candida

(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Resin Akrilik 

Resin akrilik bahan yang paling sering digunakan untuk basis gigi-tiruan lepasan merupakan rantai polimer panjang terdiri dari unit-unit metil metakrilat yang berulang disebut juga polimetilmetakrilat . Resin-resin tersebut merupakan  plastik lentur yang dibentuk dengan menggabungkan molekul-molekul metil

metakrilat multipel (Combe, 1992; Craig dkk., 2004). 2.1.1 Jenis resin akrilik 

Menurut Combe (1992) dan Craig dkk. (2004) ada dua tipe resin akrilik  yaitu :

a. Type heat cured polymer , adalah tipe resin akrilik  yang proses  polimerisasinya terjadi setelah pemanasan pada temperatur tertentu . b. Type cold cured polymer , adalah tipe resin akrilik yang tidak memerlukan

 pemanasan dalam proses polimerisasinya. 2.1.2 Komposisi resin akrilik 

Menurut Combe (1992) dan Anusavice (1996) komposisi resin akrilik: a.

Heat cured acrylic

Bubuk (powder) mengandung :

1.Polimer ( polimetilmetakrilat ) sebagai unsur utama 2. Benzoil peroksida sebagai inisiator : 0,2-0,5%

(9)

4. Pewarna dalam partikel polimer yang dapat disesuaikan dengan  jaringan mulut : 1%

5. Fiber : menyerupai serabut-serabut pembuluh darah kecil Cairan (liquid ) mengandung :

1.Monomer : methyl methacrylate, berupa cairan jernih yang mudah menguap.

2.Stabilisator : 0,006 % inhibitor hidrokuinon sebagai penghalang  polimerisasi selama penyimpanan.

3.Cross linking agent : 2 % ethylen glycol dimetacrylate, bermanfaat membantu penyambungan dua molekul polimer sehingga rantai menjadi panjang dan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan resin akrilik.

Menurut Craig dan Power (2002) , saat ini bahan untuk basis gigi-tiruan yang  paling sering digunakan adalah tipe heat cured poly methyl methacrylate. b

. Self cured acrylic

Komposisinya sama dengan tipe heat cured , tetapi ada tambahan aktivator  seperti dimethyl-p-toluidin pada liquidnya.

2.1.3 Polimerisasi resin akrilik 

Polimerisasi adalah reaksi pembentukan polimer dari beberapa buah monomer, secara fungsional dapat berlangsung tidak terbatas, dan

merupakan reaksi eksotermis. Fungsi monomer di dalam reaksi antara monomer dan polimer, adalah menghasilkan massa plastis karena sebagian  polimer larut dalam monomer. Selama periode pelarutan ini tidak 

(10)

diharapkan terjadi polimerisasi, periode ini disebut reaksi fisik antara  bubuk dan cairannya (Combe, 1992; Craig dkk., 2004).

Menurut Combe (1992) ada dua macam proses polimerisasi, yaitu : a. Reaksi kondensasi

Reaksi antara dua molekul atau lebih untuk menghasilkan molekul yang lebih dengan menghilangkan molekul yang lebih kecil misalnya air.  b. Reaksi adisi

Reaksi kimia antara dua molekul atau lebih untuk untuk pembentukan molekul besar tanpa menghilangkan molekul yang kecil.

Resin akrilik polimethyl methacrylate yang biasa dipakai sebagai bahan  basis gigi-tiruan lepasan biasanya melalaui reaksi adisi, berdasarkan

mekanismenya proses polimerisasi melalui tahapan sebagai berikut (Combe, 1992; Craig dkk., 2004) :

1. Inisiasi dan aktivasi

Proses polimerisasi membutuhkan penggerak berupa radikal bebas yaitu suatu bahan yang sangat reaktif dan mempunyai inisiator, dapat terbentuk karena proses penguraian peroksida. Pada reaksi ini sat u molekul benzoil peroksida dapat membentuk dua radikal bebas. Radikal  bebas inilah yang akan menggerakkan terjadinya polimerisasi dan disebut

inisiator yang diaktifkan dengan cara menguraikan peroksida melalui  pemanasan atau pemberian bahan kimia lain, misalnya dimetil-p-toluidin

atau merkaptan amin tersier maupun dengan penyinaran ultra violet atau radiasi gelombang elektromagnetik.

(11)

2. Propagasi

Adalah pembentukan rantai polimer dari reaksi antara molekul yang aktif dengan molekul lain. Rantai penyebaran (propagasi) terjadi karena monomer yang diaktifkan bereaksi dengan monomer lainnya, demikian seterusnya sampai terjadi perpanjangan rantai dan monomer yang diaktifkan saling berikatan.

3. Terminasi

Rantai terminasi timbul dari adanya reaksi antara dua rantai yang saling tumbuh sehingga terbentuk molekul yang stabil.

2.1.4 Resin akrilik sebagai basis gigi-tiruan

Bahan untuk basis gigi-tiruan lepasan idealnya harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Combe, 1992; Noort, 1994) :

a. Tidak beracun, tidak mengiritasi dan tidak terpengaruh lingkungan mulut sehingga tidak larut atau mengabsorbsi cairan mulut.

b. Mempunyai kekuatan mekanis yang cukup, antara lain :

1.Modulus elastisitas tinggi sehingga dalam ukuran yang sangat tipis mempunyai kekuatan yang cukup.

2.Proportional limit tinggi, sehingga gigi-tiruan tidak mudah berubah  bentuk apabila mendapat beban tekanan.

3. Kekuatan transversa atau daya lentur besar.

4.Mempunyai impact strength yang besar, sehingga tidak mudah patah apabila terjatuh.

(12)

5.Mempunyai fatique strength yang besar dan kekasaran permukaan yang cukup agar pada pemakaian tahan terhadap abrasi.

c. Mempunyai pemuaian termal yang sesuai dengan bahan gigi, titik cairnya harus lebih tinggi dari bahan makanan dan cairan yang masuk ke dalam mulut.

d. Mempunyai pemuaian termal yang sesuai dengan bahan gigi e. Tidak berubah bentuk pada saat pembuatan dan pemakaian. f. Mudah pembuatan dengan biaya yang ekonomis.

g. Mudah perbaikan h. Mudah dibersihkan.

Sampai saat ini resin akrilik masih digunakan sebagai bahan basis gigi-tiruan di bidang kedokteran gigi karena resin akrilik mempunyai sifat estetik  dan kekuatan relatif baik serta mudah dimanipulasi tetapi kekurangannya, resin akrilik mempunyai sifat porus (Combe, 1992).

2.1.5 Mekanisme pembersihan gigi-tiruan

Ada dua cara yang sering dilakukan untuk pembersihan gigi-tiruan, yaitu cara mekanik dilakukan dengan sikat gigi atau alat ultrasonic cleaner , cara kimia dilakukan dengan merendam gigi-tiruan ke dalam larutan bahan

 pembersih. Pembersihan dengan cara mekanik menggunakan sikat gigi dengan atau tanpa bahan abrasif bersifat efektif dalam menghilangkan plak, tetapi  jika dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan keausan pada plat resin

akrilik yang nantinya dapat menyebabkan gigi-tiruan menjadi tidak retentif  (Antony, 1981 cit Rianti, 2003; Sesma dkk., 2005).

(13)

Pembersihan secara kimia dilakukan dengan cara merendam gigi-tiruan dengan larutan pembersih. Menurut penelitian Silva dkk. (2009) dinyatakan  bahwa perlakuan penyikatan yang diikuti dengan perendaman cukup efektif 

dan efisien untuk membunuh bakteri dan jamur. Perendaman gigi-tiruan dalam larutan pembersih dapat dilakukan sepanjang malam, 2 jam, 1 jam atau 30 menit tergantung dari bahan pembersih yang digunakan (Sesma dkk., 2005)

Gambar. 2.1 Perendaman gigi tiruan dengan larutan pembersih (Anna, 2009)

2.2

Candida Albicans

Candida merupakan flora normal dalam selaput lendir, saluran pernapasan, saluran pencernaan dan genitalia wanita. Dalam rongga mulut spesies Candida yang paling dominan adalah Candida albicans, di dalam rongga mulut yang sehat dilaporkan berkisar antara 30 – 70 %. Pada pemakai gigi-tiruan ditemukan  jumlah Candida albicans sekitar 65 % (Takuya dkk., 2007). Candida albicans

(14)

merupakan mikroorganisme opertunistik pada tubuh manusia karena pada

keadaan tertentu jamur ini mampu menyebabkan infeksi dan kerusakan jaringan. Infeksi Candida albicans memberikan gambaran berupa lesi berwarna merah, bengkak dan menimbulkan rasa sakit pada permukaan mukosa rongga mulut, lesi ini dikenal dengan denture stomatitis (Shulman dkk., 2005; Park dkk., 2008).

Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk  tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan

 berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, agak lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28 µ, berwarna putih yang menghasilkan pseudomyelium. Disebut juga Oidium albicans, kemudian nama Oidium berubah menjadi Monila karena dianggap sesuai dengan spora-spora  jamur yang tampak seperti kalung atau monila (Webb dkk., 1998). Candida

albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus

memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok  blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum. Jamur ini bersifat saprofit tetapi dapat berubah menjadi patogen bila terdapat faktor  – faktor 

 predisposisi.

Faktor predisposisi tersebut antara lain, kebersihan mulut yang buruk,  penyakit sistemik yang kronis, kebiasaan merokok, memakai gigi-tiruan

(15)

sitostatika atau sedang menjalani terapi radiasi. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan pertumbuhan pada flora normal mulut yang dapat menyebabkan Candida albicans tumbuh dengan lebih cepat dan  bertambah banyak kemudian menginfeksi jaringan hospesnya (Park dkk., 2009).

2.2.1 Kedudukan dalam nomenklatur

Candida albicans

Kedudukan dalam nomenklatur menurut Romas (1978) adalah : Divisi Kelas Ordo Famili Genus : Eurycophyta : Deuteromycetes : Cryptococcaceae : Candidoidea : Candida

Spesies : Candida albicans

(16)

2.2.2 Pertumbuhan dan nutrisi

Candida albicans.

Spesies Candida tumbuh dengan cepat pada medium agar sederhana yang mengandung peptone, dextrose, maltose atau sukrose. Candida

albicans dalam media mengandung karbohidrat yang dapat difermentasikan dan sedikit suasana aerob, dengan penambahan nitrogen yang berlebih dalam media,  pseudohyphae, blastospore, dan chlamydospore pada kondisi tertentu dapat tumbuh dengan baik (Takuya dkk., 2007). Candida albicans pada temperatur di bawah 330C, yeast cell 

tumbuh dengan baik berbentuk ovoid (+ 3x 5 μm) dan pembentukan tunas  biasanya terjadi pada daerah kutub sel. Pertumbuhan mycelial baik dan  pertukaran yeast cell menjadi hypha cell terjadi via germ tube pada

temperatur yang ditingkatkan dengan pH yang mendekati netral,. Dinding sel Candida albicans berfungsi sebagai pelindung dan juga sebagai target dari beberapa antimikotik (webb dkk., 1998).

Jamur dapat ditanam pada medium padat atau cair dalam tabung atau  petri. Pertumbuhan jamur pada umumnya lambat dibanding pertumbuhan  bakteri, sehingga jika dalam penanaman terdapat bakteri dan jamur maka  bakteri akan menutupi permukaan media sebelum jamur sempat tumbuh.

Pada dasarnya jamur mempunyai keasaman yang lebih besar dibanding dengan bakteri (Mulja dkk., 1983)

(17)

2.2.3 Morfologi dan identifikasi

Candida albicans

Candida albicans mempunyai tiga bentuk morfologi (Merson dkk., 1989) yaitu :

1.Yeast Like cells, terlihat sebagai kumpulan sel berbentuk bulat atau

oval dengan variasi ukuran lebar 2-8 μm dan panjang 3-4 μm, diameter 1,5-5 μm. Sel-sel tersebut dapat membentuk blastospore.

2.Pseudohypha, karena blastospora tidak lepas dan terus membentuk  tunas baru.

3.Chlamydospore, dinding sel bulat dengan diameter 8-12 μm . Chlamydospore terbentuk jika Candida albicans di kultur pada

medium kurang nutrien seperti Corn meal agar.

Candida albicans adalah suatu ragi lonjong, bertunas, menghasilkan  Pseuodomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan dan eksudat. Candida albicans jamur bersel tunggal dari keluarga Cryptoceae. Candida albicans tidak berbahaya, jika pertahanan tubuh lemah dan terutama daya tubuh menurun, maka sifat komensal dapat berubah menjadi patogen yang dapat menyebabkan infeksi. Candida albicans, gram (+), berukuran 2-3 x 4-6 µm, dan se-sel bertunas yang memanjang menyerupai hifa

(pseudohifa) pada sediaan apus eksudat dan dalam agar Sabouraud yang dieramkan pada suhu kamar, bentuk koloni lunak dengan warna coklat seperti ragi. Pertumbuhan terdiri dari sel-sel bertunas lonjong,  pseudomiselium, terdiri dari pseudohifa menjadi blastokonidia pada

(18)

kadang-kadang klamidokonidia pada ujung-ujungnya (Jawetz dkk., 1996)..

Ada beberapa kriteria untuk mengidentifikasi spesies Candida (Hazen, 1970), yaitu :

a. Warna, teksture (permukaan) dan bentuk koloni pada media Sabouraud’s  Dextrose Agar.

 b. Pemeriksaan mikroskopik. c. Adanya Chlamydospore.

d. Fermentasi dan asimilasi pada karbohidrat khusus.

Struktur fisik Candida albicans terdiri dari dinding sel, membran sel, sitoplasma dan nukleus. Membran sel Candida albicans teridiri dari fosfolipid ganda (lipid bilayer ), lapisan terluar kaya akan phosphatidyl, choline,

ergosterol dan sphingolipids. Sphingolipids mengandung komponen negatif   paling besar pada membran plasma dan memegang peranan penting sebagai

target antimikotik. Sphingolipids juga terdapat pada mamalia tetapi tidak  mengandung muatan negatif (Zakrzewska dkk., 2005).

Berdasarkan reaksi ikatan antigen-antibodi, Candida albicans dikelompokkan ke dalam 2 serotype, yaitu (Rahayu, 2004) :

a.Candida albicans serotype A, mempunyai determinan antigen  pada permukaan selnya sehingga dengan reaksi ikatan

antigen-antibodi terjadi aglutinasi positif.

 b.Candida albicans serotype B, tidak memiliki antigen pada

 permukaan selnya sehingga dengan adanya reaksi antigen-antibodi tidak terjadi aglutinasi.

(19)

2.2.4 Virulensi

Candida albicans

Faktor virulensi Candida yang menentukan adalah dinding sel. Dinding sel merupakan bagian yang berinteraksi langsung dengan sel penjamu.

Dinding sel Candida mengandung zat yang penting untuk virulensinya, antara lain turunan mannoprotein yang mempunyai sifat imunosupresif  sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas penjamu. Candida tidak hanya menempel, namun juga penetrasi ke dalam mukosa. Enzim proteinase aspartil membantu Candida pada tahap awal invasi

 jaringan untuk menembus lapisan mukokutan yang berkeratin (Chaffin dkk ., 1990 cit Bachtiar dkk., 1997). Dinding sel berperan pula dalam proses

 penempelan dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut adalah memberi bentuk pada sel dan melindungi sel ragi dari

lingkungannya. Candida albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya 100 sampai 400 nm.

Penyakit yang disebabkan oleh Candida albicans dapat dibagi atas candidiasis selaput lendir, candidiasis kutis, candidiasis sistemik, dan reaksi id (Candidid ). Pada candidiasis oral terlihat mukosa yang berwarna merah yang diselubungi bercak-bercak putih. Bercak-bercak putih ini biasanya  bersifat asymptomatic, tetapi dapat juga diikuti dengan perasaan terbakar 

(burning sensation). Lesi dapat berbentuk difus maupun lokal, bersifat

erosif, dan berbentuk seperti pseudomembran (Riskillah, 2010). Candidiasis yang telah masuk ke dalam aliran darah dapat menyebar ke berbagai organ

(20)

seperti ginjal, limpa, jantung, otak, dan menimbulkan berbagai penyakit seperti

endokarditis, meningitis, endophtalmitis dan pielonefritis (Brooks dkk., 2004;

Kayser dkk ., 2005; Riskillah, 2010). 2.2.5

Candidiasis

rongga mulut

Secara klinis ditemukan empat macam kandidiasis di dalam rongga mulut yang merupakan infeksi superfisial yang biasanya disebabkan oleh Candida albicans (Webb, 1998; Rahayu, 2002) :

a. Kandidiasis pseudomembranosa akut . Manifestasi klinis biasanya berupa  papula putih atau eksudat seperti kapas yang dapat dihapus dan

meninggalkan mukosa berwarna kemerahan, biasanya dikenal sebagai thrush.

b. Kandidiasis atrofik akut , merupakan satu-satunya kandidiasis yang

menimbulkan rasa sakit, lidah dengan eritema halus, angular cheilitis dan  jarang dengan radang bibir dan pipi.

c. Kandidiasis atrofik kronik , dikenal sebagai denture stomatitis yaitu stomatitis karena pemakaian gigi-tiruan. Faktor predisposis inya karena adanya trauma, pemakaian gigi-tiruan terus-menerus dan gigi-tiruan kurang bersih. Pelikel saliva yang melapisi basis gigi-tiruan merupakan suatu mediator respon biologis oleh karena dapat mengadakan perlekatan dengan mikroorganisme sehingga jumlah koloni Candida albicans juga

(21)

akan meningkat dan hal ini meningkatkan kecendrungan terjadinya denture stomatitis.

d. Kandidiasis hiperplastik kronik , berupa bintik-bintik putih yang tidak  dapat dihapus dan dikenal sebagai leukoplakia candida.

2.2.6 Hubungan

Candida albicans

dan gigi-tiruan resin akrilik 

Permukaan resin akrilik yang menghadap mukosa adalah permukaan yang tidak dipoles, permukaan resin akrilik yang berhubungan dengan substrat pelikel menjadi lebih luas, dengan demikian perlekatan pelikel menjadi semakin banyak, sehingga Candida albicans yang melekat pada  permukaan ini semakin banyak pula (Hidzana dkk., 2006).

Pemakaian gigi-tiruan yang terus-menerus dan tidak bersih dapat menimbulkan beberapa reaksi terhadap jaringan yaitu stomatitis

hiperplastik, stomatitis angularis, hiperplasia mukosa mulut dan denture  stomatitis. Pemakaian tiruan menyebabkan mukosa di bawah

gigi-tiruan akan tertutup dalam jangka waktu yang lama, sehingga menghalangi  pembersihan permukaan mukosa maupun gigi-tiruan oleh lidah dan saliva.

Akibatnya pada permukaan gigi-tiruan akan terbentuk plak. Plak inilah yang merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme termasuk Candida albicans (Cevanti dkk., 2007). Trauma karena  pemakaian gigi-tiruan juga mempermudah terjadinya infeksi Candida.

Candida albicans merupakan jamur yang berperan dalam terjadinya denture stomatittis (Hidzana dkk., 2006; Gantini, 2009).

(22)

gigi-tiruan yang sifatnya dapat setempat atau menyeluruh. Jaringan yang meradang akibat denture stomatitis berupa erythema, odem, dan berwarna lebih merah dibandingkan jaringan sekitarnya yang tidak tertutup oleh plat gigi-tiruan (Zarb dkk., 2002).

Menurut Silva dkk . (2009) gigi-tiruan resin akrilik dapat menjadi tempat pengumpulan stain, tar dan plak disebabkan oleh sifat akrilik yang  porus dan menyerap air, sehingga mudah terjadi akumulasi sisa makanan

dan minuman dimana akan berpengaruh buruk terhadap keseh atan mulut  pemakai gigi-tiruan tersebut. Permukaan gigi-tiruan yang tidak dilakukan

 pemolesan mempermudah penempelan plak dan merupakan tempat yang  baik untuk berkembang biaknya kuman-kuman sehingga sering ditemukan adanya keradangan.

Keradangan dapat terjadi lebih hebat jika gigi-tiruan tersebut kotor  Penderita yang memakai gigi-tiruan lepasan harus benar- benar menjaga kebersihan, karena adanya plak pada basis gigi-tiruan merupakan tempat yang baik bagi berkumpulnya mikroorganisme termasuk  Candida albicans (Hidzana dkk., 2006).

Peningkatan jumlah Candida albicans dapat mengubah sifat komensal menjadi parasit, yaitu dari bentuk yeast menjadi hyphae. Bentuk hyphae ini merupakan inisiator invasi ke dalam jaringan sehingga dapat

menimbulkan denture stomatitis. Candida albicans bersifat patogen oportunistik, karena memanfaatkan situasi yang menguntungkan untuk   berkembang sebagai faktor predisposisi. Umumnya penyakit sistemik 

(23)

menjadi faktor predisposisi patogenesis infeksi Candida albicans, pada  pemakai gigi-tiruan disebut denture stomatitis. Pada penyakit sistemik 

terjadi perubahan respon imun, khusus di permukaan mukosa tidak dapat mencegah perlekatan Candida albicans sehingga terjadi infeksi di rongga mulut (Gantini, 2009; Silva dkk ., 2009).

Candidosis superficial ditemukan adanya mycelial dan hyphae pada epitel. Sedangkan denture stomatitis pada pemakai gigi-tiruan disebabkan oleh karena adanya proliferasi Candida albicans dalam plak yang terdapat  pada basis gigi-tiruan lepasan, dijumpai jumlah hyphae yang sangat

 banyak, tetapi invasi intra epitel tidak terlihat. Adanya blastospore dan  germ tube form dari Candida albicans ini yang memungkinkan sel melekat  pada mukosa dan mengadakan pelepasan dinding sel yang kemudian

 berpenetrasi pada epitel untuk memulai keradangan (Dowd dkk., 2008).. Kepadatan koloni Candida albicans pada pemakai gigi-tiruan tergantung dari lama dan kebiasaan pemakaian. Bila gigi-tiruan dipakai terus menerus termasuk tidak dilepas pada mal am hari maka mukosa akan tertutup sehingga menghalangi pembersihan oleh lidah dan saliva sehingga  jumlah Candida albicans akan meningkat dan cenderung mengakibatkan

(24)

Gambar 2.3 Denture Stomatitis (Anonim, 2010)

2.3 Pinang (

Areca Catechu L

)

Pinang ( Areca catechu L ) merupakan tumbuhan liar sejenis palma yang tumbuh di kebanyakan kawasan tropis Pasifik, Asia (India, Malaysia, Taiwan) dan  bagian Afrika timur dengan tinggi mencapai 25 m. Daun berbentuk tabung

 panjang + 80 cm serta berujung tajam, bunga jantan berbentuk kekuningan dan  buah betina hijau, buah dikenal dengan buah buni berwarna oranye (George dan

Robert, 2006). Perbedaan antara buah pinang muda dan pinang tua yakni buah  pinang tua berkulit kuning kecoklatan serta memiliki konsistensi buah yang keras,

sedangkan pinang muda berkulit hijau muda hingga hijau tua serta memiliki konsistensi buah yang lunak.

(25)

Gambar 2.4. Buah pinang(Anonim, 2010)

2.3.1 Klasifikasi tumbuhan pinang

Tanaman pinang diklasifikasikan dalam divisi spermatophyta, sub divisi angiospermae, kelas monocotyledonae, bangsa arecales, suku

arecaceae/palmae, marga areca, dan jenis Areca catechu L.  Areca catechu memiliki efek antioksidan dan antimutagenik, astringent, dan obat cacing. Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti Arekolin (C8 H13 NO2), arekolidine, arekain, guvakolin, guvasine dan isoguvasine. Ekstrak etanolik biji buah pinang mengandung tanin terkondensasi, tannin terhidrolisis, flavonoid, dan senyawa fenolik, asam galat, getah, li gnin, minyak menguap dan tidak menguap, serta garam (Wang dan Lee, 1996).

Tanaman pinang mudah tumbuh di Indonesia, budidaya tanaman i ni dilakukan dengan cara menanam bijinya yang sudah masak. Biji pinang,  buah maupun sabutnya bisa dimanfaatkan, khususnya untuk pengobatan.

Pengobatan dengan buah tanaman pinang sudah terkenal sejak zaman dulu. Pinang selain digunakan untuk campuran makan s irih juga

(26)

digunakan untuk obat luar gatal-gatal, borok dan sakit perut. Biji pinang  bisa untuk mengobati penyakit beri-beri, cacingan, perut kembung, luka,

diare, serta batuk berdahak. Sedangkan daunnya bisa digunakan untuk  menambah nafsu makan, dan mengobati sakit pinggang. Sabutnya bisa dipakai untuk menyembuhkan beri-beri, sembelit, dan gangguan

 pencernaan (Anonim,

2009).

Analisis pinang di Filipina menyatakan bahwa buah pinang mengandung senyawa bioaktif yaitu flavonoid diantaranya tanin, yang dapat menguatkan gigi. Biji pinang dapat dimakan bersama sirih dan

kapur, yang berkhasiat untuk menguatkan gigi, air rebusan biji pinang juga digunakan sebagai obat kumur dan penguat gigi. (Bartholomew, 2001 cit Yulineri dkk., 2006).

Daging buah pinang yang muda juga bisa untuk mengobati l uka dan obat luar penyakit rabun mata. Air rebusan biji buah pinang juga bisa diminum untuk pengobatan penderita cacingan, biji buah pinang mengandung proantosianidin, yaitu suatu tanin terkondensasi yang termasuk dalam golongan flavonoid (Nonaka, 1989).

Daya anti-mikroba ekstrak biji pinang dilakukan terhadap bakteri Staphyllocoocus aureus, S epidermidis, Salmonella, E-colli,  Pseudomonas, Bacillus cereus, M. Luteus dan jamur Candida albicans.

(27)

anti-mikroba (Pudjiastuti, 2006), sehingga diyakini ekstrak metanol biji

 buah pinang

dapat berfungsi sebagai pembersih gigi-tiruan lepasan akrili k.

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Bahan untuk basis gigi-tiruan pada umumnya menggunakan resin arilik yang mempunyai sifat porus dan mudah menyerap bahan cair. Saliva rongga mulut

(28)

mengandung pelikel berupa protein yang merupakan media perlekatan bagi mikroorganisme dan jamur terutama Candida albicans di dalam rongga mulut. Candida albicans adalah mikroorganisme opertunistik pada tubuh manusia karena  pada keadaan tertentu jamur ini mampu menyebabkan infeksi dan kerusakan

 jaringan. Jamur ini bersifat saprofit tetapi dapat berubah menjadi  patogen bila terdapat faktor-faktor predisposisi antara lain, kebersihan mulut

yang buruk, penyakit sistemik yang kronis, kebiasaan merokok, memakai gigi-tiruan yang kurang terawat, pengobatan antibiotik dosis tinggi jangka  panjang atau sedang menjalani terapi radiasi. Infeksi Candida albicans

memberikan gambaran berupa lesi berwarna merah, bengkak dan menimbulkan rasa sakit pada permukaan mukosa rongga mulut. Lesi ini dikenal dengan denture  stomatitis. Walaupun pengobatan dengan antifungal sangat berperan dan terus  berkembang, tetapi infeksi jamur tetap merupakan hal yang sering terjadi dan

mikroorganisme mampu menjadi resisten terhadap sesuatu obat.

Gigi-tiruan setelah kontak dengan saliva akan segera dilapisi pelikel, pelikel setelah 2 jam akan terbentuk plak. Penumpukan plak dan sisa makanan menyebabkan keradangan, dan keradangan akan menjadi lebih parah apabila gigi-tiruan tersebut kotor dan kurang menjaga kebersihan rongga mulut. Keradangan  pada pemakai gigi-tiruan lepasan disebut denture stomatitis.

 Denture stomatitis pada pemakai gigi-tiruan lepasan disebabkan oleh adanya  peningkatan koloni Candida albicans sehingga terjadi perubahan sifat Candida

albicans dari sifat komensal menjadi patogen yang disertai dengan meningkatnya  produksi toksin yang kemudian berpenetrasi kemembran mukosa dan

(29)

menyebabkan keradangan. Selama pertumbuhan dan metabolisme Candida albicans akan menghasilkan asam organik dan menurunkan pH, penurunan pH akibat aktivasi enzim protease atau phospholipase akan menyebabkan keradangan  pada mukosa

Untuk mencegah terjadinya denture stomatitis dianjurkan untuk melakukan  pemeliharaan dan pembersihan gigi-tiruan baik secara mekanik maupun kimia

setiap hari agar gigi-tiruan terbebas dari stain, deposit dan mikroorganisme.

3.2 Kerangka Konsep

Beberapa konsep yang mendasari penelitian ini adalah :

Bahan resin akrilik yang dipakai untuk basis gigi-tiruan bersif at porus merupakan tempat penumpukan plak, sisa makanan dan saliva rongga mulut mengandung pelikel berupa protein sehingga dalam kurun waktu tertentu merupakan media bagi mikroorganisme dan jamur dalam rongga mulut untuk  tumbuh dan berkembang biak (Rathee dkk., 2010). Penumpukan plak dan sisa makanan menyebabkan peningkatan koloni Candida albicans, peningkatan ini diikuti peningkatan produk endotoksin yang menyebabkan keradangan, disebut denture stomatitis. Ekstrak metanol biji buah pinang salah satu bahan yang diyakini berpotensi sebagai bahan pembersih gigi-tiruan karena mengandung alkaloid seperti arekolin, arekolidine, guvakolin, guvasine, isoguvasine, tanin,  flavan, senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak menguap dan tidak 

(30)

Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian secara in vitro untuk mengetahui konsentrasi dan lama perendaman plat resin akrilik dalam ekstrak metanol biji  buah pinang yang dapat menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans.

Konsep Penelitian

Ekstrak metanol biji buah pinang

( Areca catechu.L)

(31)

Faktor Internal: -Waktu pengeraman

C. albicans

-Media pengeramanC. albicans -Jenis plat resin akrilik

-Kekasaran permukaan plat

Faktor Eksternal:

-Suhu pengeramanC.albicans -Cara penghitungan koloni

C. albicans

-Sterilisasi alat dan bahan resin akrilik

- Plat resin akrilik head cured  lama perendaman 2 jam, 6 jam, 8 jam

- Pertumbuhan jumlah koloni C. albicansterhambat

Gambar 3.1 Kerangka konsep

3.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang ada dan sehubungan dengan permasalahan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

a. Ekstrak metanol biji buah pinang dapat menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans secara in vitro pada plat resin akrilik heat cured.

(32)

b. Peningkatan konsentrasi ekstrak metanol biji buah  pinang dapat menurunkan jumlah koloni Candida albicans secara in vitro pada plat resin akrilik heat cured .

c. Lamanya perendaman dalam ekstrak metanol biji buah pinang dapat menurunkan jumlah koloni Candida albicans secara in vitro pada plat resin akrilik heat cured .

BAB IV

METODE PENELITIAN

(33)

Rancangan penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, memakai kelompok kontrol dengan menggunakan rancangan Post test  only control group design (Marczyk dkk., 2005). Bagan rancangan  penelitian sebagai berikut:

R K O S A A A A A a A P 1 P 2 P 3 P1 P3 1 O 2 O 3 O 4

Gambar 4.1 Skema rancangan penelitian

Keterangan :

S : Sampel

RA : Random alokasi, proses pembagian sampel menjadi 4 kelompok  K : Kontrol (akuades steril)

P1 : Perlakuan 1, konsentrasi ekstrak metanol biji buah pinang 10 %

P1 : Perlakuan 1, konsentrasi ekstrak metanol biji buah pinang 10 %

P2 : Perlakuan 2, konsentrasi ekstrak metanol biji buah pinang 15 %

P3 : Perlakuan 3, konsentrasi ekstrak metanol biji buah pinang 20 % O1

O2 :

:

Jumlah koloni C.albicans pada kelompok kontrol setelah perlakuan Jumlah koloni C.albicans pada kelompok P1setelah perlakuan

(34)

O4: Jumlah koloni C.albicans pada kelompok P3 setelah perlakuan

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi penelitian :

- Pembuatan ekstrak metanolik buah pinang dilakukan di laboratorium Biofestisida Fakultas Pertanian Universitas Udayana

- Pemeriksaan laboratorium dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta

4.2 2 Waktu penelitian :

- 2 bulan (Maret – April 2011)

4.3 Sampel Penelitian :

Sampel penelitian ini adalah plat akrilik yang berisi Candida albicans. Untuk mendapatkan data yang valid dilakukan pengulangan sesuai rumus

Federer (1977) : (n-1) (t-1) ≥ 15

n = banyak pengulangan

t = perlakuan, P1( 10% ekstrak pinang, 2 jam, 6 jam, 8 jam), P2 (15%

ekstrak pinang, 2 jam, 6 jam, 8 jam), dan P3(20% ekstrak pinang, 2

 jam, 6 jam, 8 jam)

(n-1) (10-1) = 15 (n-1) (9) = 15

(35)

n = 1,667 + 1 = 2,667 ≈ 3

Jadi jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini untuk masing-masing perlakuan adalah 3.

Pembagian kelompok sampel

a. Sampel dibagi dalam 3 kelompok konsentrasi larutan ekstrak  dan 1 kelompok kontrol, yaitu :

1. Kelompok I : Kontrol (akuades steril sebagai kontrol) 2. Kelompok II : Konsentrasi larutan ekstrak 10 %

3. Kelompok III : Konsentrasi larutan ekstrak 15 % 4. Kelompok IV : Konsentrasi larutan ekstrak 20 %

 b. Sampel penelitian digolongkan dalam 3 kelompok lama perendaman  plat akrilik yang telah dikontaminasi C.albicans:

1. Kelompok I 2. Kelompok II

: Lama perendaman 2 jam : Lama perendaman 6 jam 3. Kelompok III : Lama perendaman 8 jam

4.4 Variabel Penelitian :

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah : 4.4.1 Variabel bebas :

a. Ekstrak metanol biji buah pinang 10%, 15%, 20%

 b. Lama perendaman dalam larutan ekstrak metanol biji buah pinang selama 2 jam, 6 jam, 8 jam.

4.4.2 Variabel tergantung :

(36)

4.4.3 Variabel terkendali :

a. Suhu dan waktu pengeraman Candida albicans

 b. Media pengeraman dan pembuatan Candida albicans c. Cara penghitungan koloni Candida albicans

d. Plat resin akrilik heat cured  e. Sterilisasi alat dan bahan.

Hubungan antara variabel dalam penelitian ini secara bagan ditampilkan pada gambar 4.2

Variabel Bebas

a.Ekstrak metanol biji buah pinang 10%, 15%, 20%

 b. Lama perendaman dalam ekstrak  metanol biji buah pinang selama 2 jam, 6 jam, 8 jam

Variabel Tergantung

(37)

Variabel Terkendali

a. Suhu dan waktu pengeraman Candida albicans

 b. Media pengeraman dan pembuatan Candida albicans c. Cara penghitungan koloni Candida albicans

d. Plat resin akrilik heat cured  e. Sterilisasi alat dan bahan.

.

Gambar 4.2 Hubungan antara variabel

4.5 Definisi Operasional Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut :

a. Ekstrak metanol biji buah pinang adalah sediaan pekat yang didapat dengan mengekstrak zat aktif dari biji buah pinang dengan menggunakan pelarut metanol. Pada penelitian ini dibuat konsentrasi

larutan (P3).

(38)

b. Lama perendaman adalah lamanya waktu kontak antara Candida albicans dengan ekstrak metanol biji buah pinang. Dalam penelitian ini waktu  perendaman : 2 jam, 6 jam, 8 jam.

c. Jumlah koloni Candida albicans adalah jumlah koloni yang tumbuh pada media Sabouroud dextrose agar setelah kontaminasi dengan 0,1 ml suspensi dari 10 ml RPMI yang mengandung Candida albicans hasil  perontokan dari plat resin akrilik, dengan satuan

 FormingUnit Permililiter (CFU /ml).

 pengukuran Colony

c. Media pengeraman adalah media yang dipakai untuk menumbuhkan Candida albicans dalam hal ini berbentuk agar, yang dipakai adalah Sabouraud’s dextrose agar dan RPMI.

d. Cara penghitungan jumlah koloni Candida albicans adalah menghitung  jumlah koloni Candida albicans dalam CFU /ml

e. Plat resin akrilik heat cured adalah permukaan resin akrilik yang tidak  dipoles, berasal dari stippled casting wax, merupakan jenis akrilik yang  paling sering digunakan untuk pembuatan gigitiruan lepasan.

f Sterilisasi alat dan bahan adalah suatu usaha untuk membebaskan alat-alat atau bahan-bahan dari segala macam kehidupan, terutama kehidupan mikroorganisme

4.6 Bahan Penelitian

Dalam penelitian menggunakan bahan-bahan sebagai berikut :

(39)

 b. Gips tipe III (Moldano, Bayer Jerman) c. Could Mould Seal ( Detrey, England) d. Ekstrak biji buah pinang

e. RPMI 25 ml f. Metanol

f. Suspensi Candida albicans g. Sabouraud′s dextrose agar 

h. Larutan Phosphat Buffer Saline /PBS pH 7,0 (Merck,Germany) i. Saliva steril 100 cc  j. Aquades k. Alkohol 95 % l. NaCl m. Spiritus 500 ml 4.7 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan alat-alat sebagai berikut : a. Tempat mencampur resin akrilik 

 b. Vibrator  c. Kuvet

d. Hidraulik press. e. Inkubator 

(40)

f. Petri steril g. Bunsen h. Pinset steril i. Inkubator   j. Autoclave k. Tabung reaksi l. Spreader 

m. Kertas saring Whatman No. 4 dan no 1 n. Erlenmeyer 

o. Yellow tip 1 box  p. Blue tip 1 box

q. Micropipet 100/200 μl r. Micropipet 1000 μl s. Label

t. Tally counter  u. Camera merk Sony 4.8 Prosedur Penelitian :

4.8.1 Pengisian akrilik 

a. Bahan resin akrilik dengan perbandingan bubuk dan cairan sesuai dengan aturan pabrik disiapkan dalam mangkok porselen kemudian diaduk pada suhu kamar (27 + 10C), setelah adonan mencapai

konsistensi dough stage dimasukkan ke dalam mould yang telah diulasi dengan bahan separasi.

(41)

 b. Kuvet ditutup kemudian dipres dengan hidraulik press, kuvet dibuka kelebihan akrilik dipotong kemudian kuvet ditutup dan dipress

kembali sampai tekanan 22 kg / cm2 Hg (Sudarmawan, 2009).

Selanjutnya kuvet dipindahkan pada klem. Proses Kuring

a. Kuvet yang berisi akrilik dimasukkan ke dalam curing unit. Proses kuring dilakukan dengan suhu 1000C selama 30 menit (sesuai aturan

 pabrik).

 b. Setelah proses kuring selesai, kuvet didiamkan sampai dingin, plat akrilik dikeluarkan dari kuvet.

4.8.2 Pembuatan ekstrak metanol biji buah pinang

Ekstraksi biji buah pinang segar dilakukan dengan metode meserasi disertai pengadukan (Yulineri dkk., 2006; Meiyanto dkk., 2008). Sebanyak  100 gram dimasukkan ke dalam 1 liter metanol, kemudian diekstrak dengan  pengadukan menggunakan magnetic stirrer (150 rpm) pada suhu kamar 

selama 3 jam. Selanjutnya campuran disaring dua kali berturut-t urut menggunakan kertas saring Whatman No. 4 kemudian No. 1. Filtrat yang diperoleh dari ekstraksi I dan II dikumpulkan, kemudian pelarutnya (metanol) dilarutkan dengan rotary vacum evaporator pada suhu 45ºC, sampai tidak  terjadi lagi pengembunan pelarut pada kondensor (menunjukkan semua  pelarut telah teruapkan). Hasil ini menunjukkan 100% ekstrak. Kemudian

(42)

10%, 15%, 20% masing-masing dipergunakan untuk merendam plat res in akrilik 

selama 2 jam, 6 jam, 8 jam.

Gbr. 4.3 Pembuatan ekstrak biji buah pinang

(43)

4.8.3 Pembuatan suspensi

Candida albicans

Candida albicans yang dipakai diambil dari stok Candida albicans (ATCC 10231) dengan cara sebagai berikut :

Candida albicans diambil menggunakan ose kemudian ditanam ke dalam Sabouraud’ dextrose agar , inkubasi selama 48 jam, dengan suhu 370.

Kemudian membuat suspensi Candida albicans dengan cara dilarutkan dalam Nacl fisiologis 0,85 %, 20 ml. Kekeruhan suspensi Candida albicans disesuaikan dengan standar larutan 108Mc Farland untuk 

memperoleh suspensi fungi yang mengandung 108CFU/ml. Suspensi ini

yang dipakai untuk kontaminasi pada plat resin akrilik. 4.8.4 Pembuatan saliva steril

Larutan saliva buatan (buffer) McDougall (campuran 58,80g NaHCO3,

48g Na2HPO4.7H2O, 3,42g KCl, 2,82g NaCl, 0,72g MgSO4.7H2O,

0,24g CaCl2dalam 6 liter akuades) ( Tanuwiria dkk., 2006).

4.8.5 Perlakuan sampel

1. Plat resin akrilik (10x10x1) dicuci di bawah air mengalir selama 48  jam untuk mengurangi sisa monomer kemudian disterilisasi menggunakan autoclave 1210C selama 18 menit (Minagi dkk .,

1985 cit Sudarmawan, 2009).

2.Plat akrilik direndam dalam saliva 1 jam, kemudian dibilas PBS dua kali (Evans dkk., 1977).

(44)

tabung reaksi yang berisi suspensi Candida albicans kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C.

4.Plat resin akrilik setelah dikontaminasi dengan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi ekstrak metanol biji buah pinang dengan masing-masing 3 variasi konsentrasi yaitu 10%, 15% dan 20% selama 3 waktu perlakuan yaitu 2 jam, 6 jam dan 8 jam, untuk 

kontrol digunakan akuades steril (gbr. 4.5, 4.6, 4.7).

5.Plat resin akrilik dibilas dua kali dengan PBS untuk menghilangkan sisa ekstrak metanol biji buah pinang yang masih tertinggal dalam  plat.

6.

7.

Plat resin akrilik dimasukkan ke dalam media RPMI 10 ml, kemudian divibrasi dengan vortex selama 30 detik untuk  melepaskan Candida albicans yang melekat pada plat akrilik  (Park dkk ., 2007; Sudarmawan, 2009).

Mengambil 0,1 ml suspensi Candida albicans dalam media RPMI  dimasukkan ke dalam Sabouraud′s dextrose agar , dilakukan spreading diinkubasi selama 48 jam pada suhu 370C (Park dkk .,

2007; Sudarmawan, 2009).

(45)

Gbr. 4.5 Perendaman Plat dalam ekstrak metanol biji buah pinang selama 2 jam

(46)

Gbr. 4.7 Perendaman Plat dalam ekstrak metanol biji buah pinang selama 8 jam

4.9 Alur Penelitian

Plat Resin Akrilik (permukaan tidak dipoles 10x10x1mm)

Cuci dengan air mengalir 48 jam

Rendam dalam saliva steril 1jam ,bilas dengan PBS 2 kali

(47)

Perendaman dalam larutan Ekstrak biji buah pinang dan perendaman dalam akuades steril sebagai kontrol

2 jam AB C D 6 jam ABC D 8 jam AB C D

Bilas dengan PBS 2 kali

Penanaman dalam Sabouraud’s dextrose agar, 48 jam, 370C

Penghitungan jumlah koloni Candida albicans (CFU/ml )

Analisis data

Gambar 4.8 Alur Penelitian Keterangan :

A : Konsentrasi larutan ekstrak metanol biji buah pinang 10 % B : Konsentrasi larutan ekstrak metanol biji buah pinang 15 % C : Konsentrasi larutan ekstrak metanol biji buah pinang 20 % D : Akuades steril sebagai kontrol

(48)

Data yang diperoleh, dianalisis menggunakan program SPSS (Statistical   Package For The Social Science) versi 15.0. Data dalam penelitian ini  berupa data jumlah koloni Candida albicans pada plat akrilik heat cured ,  baik pada kelompok kontrol maupun perlakuan. Adapun langkah-langkah yang diambil sebagai berikut :

4.10.1 Analisisis deskriptif :

Analisis data untuk memberikan gambaran tentang karakteristik  data yang didapatkan dari hasil penelitian.

4.10.2 Uji normalitas dan homogenitas :

a. Uji Normalitas dengan uji Shapiro wilk.  b. Uji Homogenitas dengan uji Levene’s test  4.10.3 Uji efek perlakuan

Data berdistribusi normal dan homogen maka digunakan uji  parametrik yaitu uji One Way Anova.

Dilakukan untuk membandingkan rerata data hasil pengukuran  pada posttest yaitu antara O1, O2, O3, O4.

4.10.4 Uji

Least Significant Difference

 – test

(LSD).

Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok  kontrol

(49)

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Analisis Deskriptif 

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 36 Plat akrilik yang berisi Candida albicans sebagai sampel, yang terbagi menjadi 4 (empat) kelompok  konsentrasi larutan ekstrak masing-masing berjumlah 9 plat, yaitu kelompk  kontrol (aquades), kelompok konsentrasi 10%, kelompok konsentrasi 15%, dan

(50)

kelompok konsentrasi 20% dan 3 kelompok waktu perendaman mas ing-masing  berjumlah 12 plat, yaitu kelompok waktu 2 jam, kelompok waktu 6 jam, dan

kelompok waktu 8 jam. Dalam bab ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.

5.2 Uji Normalitas Data Dan Homogenitas Data

Data jumlah Candida albicans diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah

Candida albicans

Kelompok Subjek  Kontrol (Aquades)

Ekstrak metanol biji buah pinang 10% Ekstrak metanol biji buah pinang 15% Ekstrak metanol biji buah pinang 20%

n 9 9 9 9 P 0,233 0,116 0,097 0,052 Keterangan  Normal  Normal  Normal  Normal

(51)

Data jumlah Candida albicans diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2 Homogenitas Data Jumlah

Candida albicans

antar Kelompok  Perlakuan

Variabel

Jumlah Candida albicans

F 2,614 P 0,054 Keterangan Homogen

5.3 Analisis Efek Pemberian Ekstrak Metanol Biji Buah Pinang antar Kelompok Berdasarkan Konsentrasi

5.3.1 Perendaman 2 Jam

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah Candida albicans antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak  metanol biji buah pinang. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way  Anova disajikan pada Tabel 5.3 berikut.

(52)

Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Jumlah

Candida albicans

antar Kelompok  Sesudah Diberikan Ekstrak Metanol biji buah pinang Berdasarkan

Konsentrasi Pada Perendaman 2 jam

Rerata jumlah

Kelompok Subjek n

Candida

SB

F

P

albicans

Kontrol (Aquadest) E. biji buah pinang 10% E. biji buah pinang 15% E. biji buah pinang 20%

3 3 3 3 15200,00 13000,00 10100,00 7080,00 1430,52 1062,32 335,46 385,75 43,06 0,001

Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah Candida

albicans kelompok kontrol (aquadest) adalah 15200,001430,52, rerata kelompok ekstrak metanol biji buah pinang konsentrasi 10% adalah

13000,001062,32, rerata kelompok ekstrak metanol biji buah pinang

konsentrasi 15% adalah 10100,00335,46, dan rerata kelompok ekstrak 

metanol biji buah pinang konsentrasi 20% adalah 7080,00385,75.

Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai  F = 43,06 dan nilai p = 0,001. Rerata jumlah Candida albicans pada

keempat kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).

5.3.2 Perendaman 6 Jam

(53)

albicans antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak  metanol biji buah pinang. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way  Anova disajikan pada Tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4 Perbedaan Rerata Jumlah

Candida albicans

antar Kelompok  sesudah Diberikan Ekstrak Metanol biji buah pinang Berdasarkan

Konsentrasi Pada Perendaman 6 Jam

Kelompok Subjek 

Kontrol (Aquadest) E. biji buah pinang 10%

n 3 3 Rerata

Candida

albicans

16500,00 12300,00 SB 2656,11 2721,57

F

P 12,81 0,002 E. biji buah pinang 15%

E. biji buah pinang 20%

3 3 9866,67 6706,67 1110,20 367,50

Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah Candida

albicans kelompok kontrol (aquadest) adalah 16500,002656,11, rerata kelompok ekstrak metanol biji buah pinang konsentrasi 10% adalah

12300,002721,57, rerata kelompok ekstrak metanol biji buah pinang

konsentrasi 15% adalah 9866,671110,20, dan rerata kelompok ekstrak 

metanol biji buah pinang konsentrasi 20% adalah 6706,67367,50.

Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai  F = 12,81 dan nilai p = 0,002. Rerata jumlah Candida albicans pada

(54)

keempat kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).

5.3.3 Perendaman 8 Jam

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah Candida albicans antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak  metanol biji buah pinang. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way  Anova disajikan pada tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5 Perbedaan Rerata Jumlah

Candida albicans

antar Kelompok  sesudah Diberikan Ekstrak Metanol biji buah pinang Berdasarkan

Konsentrasi Pada Perendaman 8 Jam

Rerata jumlah

Kelompok Subjek n

Candida

SB

F

P

albicans

3 19300,00 2545,90 20,02 0,001 Kontrol (Aquadest)

E. biji buah pinang 10% E. biji buah pinang 15%

3 3 9 9133,33 5853,33 3386,67 4432,67 410,53 1763,78

(55)

E. biji buah pinang 20%

Tabel 5.5 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah Candida albicans

kelompok kontrol (aquades) adalah 19300,002545,90, rerata kelompok 

ekstrak metanol biji buah pinang konsentrasi 10% adalah 9133,334432,67, rerata kelompok ekstrak metanol biji buah pinang konsentrasi 15% adalah

5853,33410,53, dan rerata kelompok ekstrak metanol biji buah pinang

konsentrasi 20% adalah 3386,671763,78. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 20,02 dan nilai p = 0,001. Rerata jumlah Candida albicans pada keempat kelompok sesudah diberikan  perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).

Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol  perlu dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD).

Hasil uji disajikan pada tabel 5.6 di bawah ini.

Tabel 5.6 Beda Nyata Terkecil Jumlah

Candida albicans

sesudah Diberikan Ekstrak Metanol Biji Buah Pinang antar Dua Kelompok 

Kelompok  Beda

(56)

Kontrol dan Konsentrasi 10% Kontrol dan Konsentrasi 15% Kontrol dan Konsentrasi 20% Konsentrasi 10% dan 15% Konsentrasi 10% dan 20% Konsentrasi 15% dan 20% 5497,78 8369,00 11253,33 2862,22 5755,56 2893,33 0,001 0,001 0,001 0,006 0,001 0,006 Berbeda Berbeda Berbeda Berbeda Berbeda Berbeda

Berdasarkan uji lanjutan dengan Least Significant Difference – test (LSD). didapatkan hasil sebagai berikut.

1.Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok konsentrasi 10% (rerata kelompok kontrol lebih tinggi daripada rerata kelompok  konsentrasi 10%), untuk ketiga waktu perendaman.

2.Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok konsentrasi 15% (rerata kelompok kontrol lebih tinggi daripada rerata kelompok  konsentrasi 15%), untuk ketiga waktu perendaman.

3.Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok konsentrasi 20% (rerata kelompok kontrol lebih tinggi daripada rerata kelompok  konsentrasi 20%), untuk ketiga waktu perendaman.

4.Rerata kelompok konsentrasi 10% berbeda bermakna dengan kelompok  konsentrasi 15% (rerata kelompok konsentrasi 10% lebih tinggi daripada rerata kelompok konsentrasi 15%), untuk waktu perendaman 2 jam

(57)

5.Rerata kelompok konsentrasi 10% berbeda bermakna dengan kelompok  konsentrasi 20% (rerata kelompok konsentrasi 10% lebih tinggi daripada rerata kelompok konsentrasi 20%), untuk ketiga waktu perendaman.

6.Rerata kelompok konsentrasi 15% berbeda bermakna dengan kelompok  konsentrasi 20% (rerata kelompok konsentrasi 15% lebih tinggi daripada rerata kelompok konsentrasi 20%), untuk waktu perendaman 2 jam

sedangkan untuk waktu 6 dan 8 jam tidak berbeda.

Gambar 5.1. Grafik Pertumbuhan

Candida albicans

antar Kelompok  Konsentrasi

5.4 Analisis Efek Pemberian Ekstrak Metanol Biji Buah Pinang antar Kelompok Berdasarkan Lama Perendaman

5.4.1 Kontrol

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah Candida albicans antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak   biji buah pinang. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova

(58)

Tabel 5.7 Perbedaan Rerata Jumlah

Candida albicans

antar Kelompok  Kontrol sesudah Diberikan Ekstrak Metanol biji buah pinang Berdasarkan

Lama Perendaman

Rerata jumlah

Kelompok Subjek n

Candida

SB

F

P

albicans

Lama Perendaman 2 Jam 3 15200,00 1430,52 Lama Perendaman 6 Jam

Lama Perendaman 8 Jam

3 3 16500,00 19300,00 2656,11 2545,90 2,62 0,152

Tabel 5.7 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah Candida

albicans kelompok lama perendaman 2 jam adalah 15200,001430,52,

rerata kelompok lama perendaman 6 jam adalah 16500,002656,11 dan rerata kelompok lama perendaman 8 jam adalah 19300,002545,90. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai  F = 2,62 dan nilai p = 0,152. Hal ini berarti bahwa rerat a jumlah Candida

albicans pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan tidak berbeda (p>0,05).

5.4.2 Konsentrasi 10%

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah Candida albicans antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak   biji buah pinang. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova

(59)

disajikan pada Tabel 5.8 berikut.

Tabel 5.8 Perbedaan Rerata Jumlah

Candida albicans

antar Kelompok  sesudah Diberikan Ekstrak Metanol biji buah pinang Konsentrasi 10%

Berdasarkan Lama Perendaman

Rerata jumlah

Kelompok Subjek n

Candida

SB

F

P

albicans

Lama Perendaman 2 Jam 3 13000,00 1062,32 Lama Perendaman 6 Jam

Lama Perendaman 8 Jam

3 3 12300,00 9133,33 2722,57 4432,67 1,36 0,326

Tabel 5.8 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah Candida

albicans kelompok lama perendaman 2 jam adalah 13000,001062,32,

rerata kelompok lama perendaman 6 jam adalah 12300,002722,57, dan

rerata kelompok lama perendaman 8 jam adalah 9133,334432,67. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai  F = 1,36 dan nilai p = 0,326. Rerata jumlah koloni Candida albicans pada

ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan tidak berbeda (p>0,05).

5.4.3 Konsentrasi 15%

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah Candida albicans antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak 

(60)

metanol biji buah pinang. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way  Anova disajikan pada Tabel 5.9 berikut.

Tabel 5.9 Perbedaan Rerata Jumlah

Candida albicans

antar Kelompok  sesudah Diberikan Ekstrak Metanol biji buah pinang Konsentrasi 15%

Berdasarkan Lama Perendaman

Rerata jumlah

Kelompok Subjek n

Candida

SB

F

P

albicans

Lama Perendaman 2 Jam 3 10100,00 335,46 Lama Perendaman 6 Jam

Lama Perendaman 8 Jam

3 3 9866,67 5853,33 1110,20 410,53 34,19 0,001

Tabel 5.9 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah Candida

albicans kelompok lama perendaman 2 jam adalah 10100,00335,46,

rerata kelompok lama perendaman 6 jam adalah 9866,671110,20, dan

rerata kelompok lama perendaman 8 jam adalah 5853,33410,53. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 34,19 dan nilai p = 0,001. Rerata jumlah Candida albicans pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).

5.4.1 Konsentrasi 20%

(61)

albicans antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak  metanol biji buah pinang. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way  Anova disajikan pada Tabel 5.10 berikut.

Tabel 5.10 Perbedaan Rerata Jumlah

Candida albicans

antar Kelompok  sesudah Diberikan Ekstrak biji buah pinang Konsentrasi 20%

Berdasarkan Lama Perendaman

Rerata jumlah

Kelompok Subjek n

Candida

SB

F

P

albicans

Lama Perendaman 2 Jam 3 7080,00 385,75 Lama Perendaman 6 Jam

Lama Perendaman 8 Jam

3 3 6706,67 3386,67 367,50 763,78 10,95 0,010

Tabel 5.10 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah Candida albicans

kelompok lama perendaman 2 jam adalah 7080,00385,75, rerata kelompok 

lama perendaman 6 jam adalah 6706,67367,50, dan rerata kelompok 

lama perendaman 8 jam adalah 3386,67763,78. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 10,95 dan nilai p = 0,010. Hal ini berarti bahwa rerata jumlah Candida albicans pada ketiga kelompok  sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).

(62)

Untuk mengetahui kelompok yang berbeda perlu dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan pada Tabel 5.11 di bawah ini.

Tabel 5.11 Beda Nyata Terkecil Jumlah

Candida albicans

Sesudah Diberikan Ekstrak Metanol Biji Buah Pinang antar Dua Kelompok 

Kelompok 

Lama Perendaman 2 jam dan 6 jam

Lama Perendaman 2 jam dan 8 jam

Lama Perendaman 6 jam dan 8 jam

Beda Rerata 16,67 1923,33 1906,67 P 0,984 0,028 0,029 Interpretasi Tidak Berbeda Berbeda Berbeda

Berdasarkan uji lanjutan dengan Least Significant Difference – test (LSD). didapatkan hasil sebagai berikut.

1. Rerata kelompok lama perendaman 2 tidak berbeda dengan kelompok  lama perendaman 6 jam untuk keempat konsentrasi.

2. Rerata kelompok lama perendaman 2 berbeda bermakna dengan kelompok  lama perendaman 8 jam untuk konsentrasi 15% dan 20%.

3. Rerata kelompok lama perendaman 6 berbeda bermakna dengan kelompok  lama perendaman 8 jam untuk konsentrasi 15% dan 20%.

(63)

Gambar 5.2. Grafik Pertumbuhan

Candida albicans

antar Kelompok  Berdasarkan Lama Perendaman

5.5 Intraksi Antara Konsentrasi dan Lama Perendaman Terhadap Jumlah

Candida Albicans

Terdapat intraksi secara bermakna antara konsentrasi dan lama perendaman terhadap jumlah Candida albicans. Analisis kemaknaan dengan uji One Way  Anova menunjukkan bahwa nilai F = 3,398 dan nilai p = 0,014. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak metanol biji buah pinang dan semakin lama plat akrilik direndam maka semakin sedikit jumlah Candida albicans (Gbr. 5.3, 5.4, 5.5)

(64)

Gbr 5.3 Jumlah koloni

Gbr 5.3 Jumlah koloni C.albicansC.albicans dalam mediadalam media Sabouraud,s dextrose agar Sabouraud,s dextrose agar .. Hasil perontokan plat resin akrilik setelah direndam dalam akuades, Hasil perontokan plat resin akrilik setelah direndam dalam akuades, ekstrak metanol biji buah pinang 10%, 15%, 20% selama 2 jam ekstrak metanol biji buah pinang 10%, 15%, 20% selama 2 jam

Gbr 5.4 Jumlah koloni

Gbr 5.4 Jumlah koloni C.albicansC.albicans dalam mediadalam media Sabouraud,s dextrose agar Sabouraud,s dextrose agar .. Hasil perontokan plat resin akrilik setelah direndam dalam akuades, Hasil perontokan plat resin akrilik setelah direndam dalam akuades, ekstrak metanol biji buah pinang 10%, 15%, 20% selama 6 jam ekstrak metanol biji buah pinang 10%, 15%, 20% selama 6 jam

Gbr 5.5 Jumlah koloni

Gbr 5.5 Jumlah koloni C.albicansC.albicans dalam mediadalam media Sabouraud,s dextroseSabouraud,s dextrose agar 

(65)

Hasil perontokan plat resin akrilik setelah direndam dalam Hasil perontokan plat resin akrilik setelah direndam dalam

akuades, ekstrak metanol biji buah pinang 10%, 15%, 20% selama akuades, ekstrak metanol biji buah pinang 10%, 15%, 20% selama 8 jam

8 jam

Data hasil penelitian berupa data jumlah koloni

Data hasil penelitian berupa data jumlah koloni Candida albicansCandida albicans sebelumsebelum dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu diuji dis

dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya. Untuk ujitribusi dan variannya. Untuk uji distribusi digunakan uji

distribusi digunakan uji Shapiro Wilk Shapiro Wilk , yaitu untuk mengetahui normalitas data dan, yaitu untuk mengetahui normalitas data dan uji homogenitas dengan uji

uji homogenitas dengan uji Levene’s test  Levene’s test . Berdasarkan hasil analisis didapatkan. Berdasarkan hasil analisis didapatkan  bahwa masing-masing kelompok berdistribusi normal dan h

 bahwa masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05).omogen (p > 0,05).

BAB VI BAB VI

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Uji perbandingan berdasarkan konsentrasi antara keempat kelompok  Uji perbandingan berdasarkan konsentrasi antara keempat kelompok  menggunakan uji

menggunakan uji One Way AnovaOne Way Anova. Rerata jumlah. Rerata jumlah Candida albicansCandida albicans kelompok kelompok 

kontrol (aquades) adalah 16977,77

kontrol (aquades) adalah 16977,772700,97, rerata kelompok ekstrak metanol2700,97, rerata kelompok ekstrak metanol

 biji buah pinang konsentrasi 10% ad

Gambar

Gambar 2.2 Candida albicans (Anonim, 2010)
Gambar 2.3 Denture Stomatitis (Anonim, 2010)
Gambar 2.4. Buah pinang(Anonim, 2010)
Gambar 3.1 Kerangka konsep
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan yang terakhir yakni pengelolaan sumber belajar, sumber belajar yang digunakan di MAN Malang 1 antara lain: buku paket, lembar kerja siswa, artikel dari internet,

Teknik observasi yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan observasi partisipasi dengan mengamati kegiatan pembelajaran yang dilakukan

Berdasarkan paparan data maka dapat disimpulkan bahwa guru PAI dalam melakukan proses komunikasi guru menjelaskan pelajaran dalam pembelajaran PAI:

Hasil kajian ini menunjukkan saiz kristalit yang lebih kecil memberi kesan ke atas sifat optik sampel pada peratus pengedopan Ga 0-6%.. Pada peratus pengedopan Ga yang lebih

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen laboratorium dengan rancangan penelitian yaitu sampel dari kulit nanas disiapkan dan diekstraksi dengan

Biasanya xiabu-xiabu hanya menjual dua varian rasa yaitu kuah tomyum dan kuah kaldu tetapi, Indo Xiabu menjual berbagai varian rasa kuah yang berbeda beda, ada

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id.. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Hasil penelitian menunjukkan, tanaman tomat yang dipupuk dengan pupuk sintetik (kontrol) maupun yang dipupuk dengan kompos maupun kombinasi keduanya menghasilkan