• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artikel Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Diare

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Artikel Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Diare"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Diare di Puskesmas Batu Jaya

Periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2012

Henrikus Sejahtera Universitas Kristen krida Wacana

Abstrak

Hingga saat ini penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, bahkan di beberapa daerah dengan kondisi tertentu dapat timbul dalam bentuk Kejadian Luar Biasa (KLB) disertai angka kematian yang tinggi. Diperkirakan kasus diare di Puskesmas rata-rata 150.000 kasus setiap tahunnya. Dari hasil survei Subdit diare, angka kesakitan diare pada semua umur tahun 2010 adalah 411/1000 penduduk. Evaluasi program pemberantasan diare dilakukan di Puskesmas Batu Jaya periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2012 dengan metode pendekatan sistem didapatkan hasil angka kesakitan 40/1000, angka kematian 0/1000, dan tidak pernah terjadinya KLB dalam periode ini. Cakupan penemuan penderita diare secara pasif 69,9%, distribusi logistik oralit tiap penderita sebesar 33,33%, cakupan oralit tiap kader 0%, cakupan kebutuhan oralit 39,95%, cakupan kegiatan Pojok Oralit 0%, dan cakupan penyuluhan kelompok 33,33%. Ditemukan dua prioritas masalah yaitu cakupan penyuluhan kelompok yang rendah dan tidak terdapat kegiatan Pojok Oralit. Penyebab masalah adalah tidak disediakan ruangan untuk dibuat Pojok Oralit, tidak ada perencanaan dan struktur organisasi tertulis yang terinci dan jelas dalam pembagian tugas untuk kegiatan Pojok Oralit. Penyuluhan kelompok hanya direncanakan 4 kali per tahun dan tidak ada struktur organisasi dalam pembagian tugas untuk dilakukan penyuluhan setiap bulan. Pihak Puskesmas disarankan untuk memanfaatkan ruangan di dalam Puskesmas menjadi Pojok Oralit, menyusun pembagian tugas secara jelas dan tertulis serta penting dilakukan pemantauan terhadap berjalannya kegiatan program oleh Kepala Puskesmas atau koordinator Pemberantasan Penyakit Menular (P2M).

(2)

Latar Belakang

Hingga saat ini penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun karena diare, sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Menurut World Health Organisation (WHO), di negara berkembang pada tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta anak balita meninggal karena diare, 8 dari 10 kematian tersebut pada umur kurang dari dua tahun. Rata-rata anak usia kurang dari tiga tahun di negara berkembang mengalami episode diare tiga kali dalam setahun.1

Kematian diare pada anak balita 75,3 per 100.000 balita dan semua umur 23,2 per 100.000 penduduk semua umur (hasil SKRT, 2001). Diare merupakan penyebab kematian nomor empat (13,2%) pada semua umur dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor satu pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%) (hasil Riskesdes, 2007).

Pada tingkat provinsi Jawa Barat, diare masih merupakan penyakit yang berpotensial wabah. Diperkirakan kasus diare di Puskesmas rata-rata 150.000 kasus setiap tahunnya. Untuk mengatasinya pemerintah telah mengembangkan

program pemberantasan penyakit diare dan

mewajibkan semua puskesmas

menjalankan program tersebut. Pada tingkat Kabupaten Karawang, penemuan penderita diare pada tahun 2010 meningkat menjadi 79.522 orang dibandingkan tahun 2009 yaitu 73.857 orang. Diare termasuk dalam 10 besar penyakit yang ditemukan di Balai Pengobatan Umum Puskesmas Kecamatan Batu Jaya. Oleh karena masih banyaknya penemuan kasus diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Batu jaya, maka diperlukan evaluasi terhadap keberhasilan “Progam Pengendalian Penyakit Diare” di Puskesmas Kecamatan Batu Jaya periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2012.2,7

Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan diare sebagai kejadian buang air besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi 3 kali atau lebih selama 1 hari atau lebih. Definisi ini lebih menekankan pada konsistensi tinja daripada frekuensinya. Diare paling sering menyerang anak-anak usia 6 bulan sampai 2 tahun. Penyebab diare antara lain infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau infeksi parasit, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi. Penyakit diare merupakan salah satu dari penyakit yang dikenal sebagai Water Borne Disease.1,3,4

(3)

Kementrian Kesehatan telah menyusun Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE), yaitu rehidrasi menggunakan cairan oralit osmolaritas

rendah, zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut, teruskan pemberian ASI dan makanan, antibiotik selektif, dan nasihat kepada orang tua atau pengasuh.1

Materi dan Metode Materi

Materi yang dievaluasi dalam program ini terdiri dari laporan bulanan

puskesmas mengenai Program

Pengendalian Penyakit Diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Batu Jaya periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2012 yang terdiri dari:

1. Penemuan kasus penderita diare secara pasif.

2. Penentuan diagnosis. 3. Pengobatan kasus diare. 4. Surveilans diare

5. Distribusi logistik.

6. Penyuluhan baik perorangan dan kelompok.

7. Pelatihan kader.

8. Pojok URO (Upaya Rehidrasi Oral).

9. Pencatatan dan pelaporan.

Metode

Evaluasi program ini dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan intepretasi data yang didapatkan di Puskesmas Kecamatan Batu Jaya periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2012, terhadap tolok ukur yang ditetapkan dengan melakukan pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi data dengan menggunakan pendekatan sistem sehingga ditemukan masalah pada program pengendalian penyakit diare kemudian dibuat usulan dan saran sebagai pemecahan masalah yang ditemukan berdasarkan penyebab dari masing-masing unsur keluaran pada pendekatan sistem.

(4)

Bagan 1.0 Skematik pendekatan sistem dengan eleman-elemen saling berhubungan Gambar di atas menerangkan sistem

menurut Ryan. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan dengan suatu proses atau

struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan.

Tolok Ukur Keberhasilan

Tolak ukur keberhasilan terdiri atas variabel-variabel yaitu masukan, proses, keluaran, umpan balik, lingkungan, dan dampak yang digunakan sebagai pembanding atau target yang harus dicapai dalam Program Pengendalian Penyakit Diare.

Sumber Data

Laporan Bulanan Puskesmas Kecamatan Batu Jaya periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2012 dan data Monografi Puskesmas Batu Jaya tahun 2012.

Sasaran

Seluruh penduduk dari semua golongan umur di wilayah kerja Puskesmas Batu Jaya periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2012 terutama balita.

Perumusan Masalah

 Diare masih merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada anak berumur

kurang dari lima tahun (balita) dan merupakan penyebab kematian nomor empat (13,2%) pada semua umur dalam kelompok penyakit menular.

 Berdasarkan hasil survei Subdit diare, angka kesakitan diare pada semua umur meningkat dari tahun ke tahun dan ditemukan pada tahun 2010 angka kesakitan diare semua umur adalah 411 per 1000 penduduk.

 Penyebab utama diare adalah Rotavirus dan Adenovirus yang merupakan agen etiologi sebanyak 70% kasus diare akut pada anak-anak sedangkan infeksi karena bakteri hanya 8,4%.

 Masyarakat di Indonesia masih belum sepenuhnya menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.  Masih tingginya kasus diare pada

Puskesmas yang berada di Provinsi Jawa Barat, yaitu 150.000 kasus setiap tahunnya dan di Puskesmas Kecamatan Batu Jaya termasuk 10

(5)

penyakit terbanyak di Balai Pengobatan Umum.

Prioritas Masalah

 Cakupan penyuluhan kelompok tentang PHBS dan diare 33,33% dari target 100%

 Cakupan kegiatan Pojok Oralit yang tidak ada dengan besar masalah 100%.

Penyelesaian Masalah

Masalah 1 : Cakupan penyuluhan kelompok tentang PHBS dam diare sebesar 33,33% dari target 100% (Hanya dilakukan sebanyak 4 kali per tahun).

Penyebab masalah :

• Penyuluhan kelompok tentang diare dan PHBS sebanyak 4 kali per tahun.

• Tidak ada struktur organisasi tertulis yang terinci dan jelas Penyelesaian Masalah :

• Dibuatnya perencanaan penyuluhan kelompok

• Menyusun pembagian tugas yang jelas, rinci, dan tertulis

• kerjasama dengan unit program pokok wajib Puskesmas sehingga frekuensi penyuluhan ditingkatkan • meningkatkan persentase penggunaan jamban sehat yang memenuhi syarat

• penyuluhan masyarakat secara kelompok PHBS, mengamalkan gaya hidup yang bersih dan sehat • Pengawasan dan pemantauan lebih

ketat dari kepala puskesmas

Masalah 2 : Cakupan kegiatan Pojok Oralit/ Upaya Rehidrasi Oral (URO) sebanyak 0% dari target 100%.

Penyebab masalah :

• Tidak disediakan ruangan untuk dibuat Pojok Oralit.

• Tidak direncanakan untuk kegiatan Pojok Oralit.

• Tidak ada struktur organisasi tertulis yang terinci dan jelas • Tidak dilaksanakannya kegiatan

Pojok Oralit.

Penyelesaian Masalah :

• Memanfaatkan ruangan yang terdapat dalam Puskesmas

• Dibuatnya perencanaan untuk dilaksanakannya kegiatan Pojok Oralit di Puskesmas

• Menyusun pembagian tugas yang jelas dan tertulis

• Kegiatan Pojok Oralit dilakukan

oleh petugas yang

dipertanggungjawabkan dan dilakukan pemantauan

(6)

Kesimpulan

 Cakupan penemuan penderita diare secara pasif sebesar 69,9% lebih dari target 75%.

 Cakupan distribusi logistik oralit yang tersedia untuk tiap penderita sebesar 33,33 % dari target 100%.  Cakupan penyuluhan kelompok

tentang PHBS dan diare sebesar 33,33 % dari target 100%

 Cakupan pelatihan kader khusus penanganan diare 0% dari target 100%.

 Cakupan kegiatan Pojok Oralit/

Upaya Rehidrasi Oral

(URO)sebanyak 0% dari target 100%.

Saran

• Puskesmas memanfaatkan ruangan yang ada di dalam Puskesmas untuk dijadikan Pojok Oralit. • Menyusun pembagian tugas secara

jelas dan tertulis mengenai petugas yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pojok oralit dan penyuluhan kelompok

• Memberikan pelatihan kader agar mereka dapat memberikan penyuluhan paling minimal di tempat tinggal masing-masing. • Kerjasama lintas program di

Puskesmas & penyuluhan

masyarakat secara kelompok terutama mengenai hal yang berhubungan dengan PHBS

• Meningkatkan persentase penggunaan jamban sehat yang memenuhi syarat dengan melakukan pemantauan dan memberi masukan informasi tentang syarat-syarat jamban sehat

Daftar Pustaka

1. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Bakti Husada; 2011: hal.1-69.

2. Situasi Diare di Indonesia, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Bakti Husada, Kementerian Kesehatan RI, Triwulan II; 2011, hal 1-2, 26-8, 33.

3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1216/Menkes/SK/XI/2001 Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, edisi ke 4, 2005, Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PPM&PL, hal 1, 15-7.

4. Anonim. Pengendalian diare di Indonesia. Dalam: Situasi diare di Indonesia. Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Cerna Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta,

(7)

2011. Diunduh dari http://www.depkes.go.id/downloads/B uletin%20Diare_Final(1).pdf, pada 3 Mei 2013.

5. Marcellus SK, Daldiyono. Diare akut. Dalam: Gastroenterologi. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2006.hlm.408-13.

6. Winlar W. Faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak kurang dua tahun di kelurahan Turangga. Fakultas

kedokteran Kristen Maranatha.

Diunduh dari

http://www.litbang.depkes.go.id/aktual /diare/faktor.pdf, pada 3 Mei 2013. 7. Data Kesehatan di Kabupaten

Karawang tahun 2009 dan 2010,

diunduh dari

http://www.karawangkab.go.id/inform

asi-umum/data-hasil-pembangunan/kesehatan.html, diakses pada 4 Mei 2013.

8. Puskesmas Kecamatan Batujaya. 2012. Data Laporan Tahunan Program Pemberantasan Penyakit Diare.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu perlu pengkajian pengukuran sifat fisik dari bahan pakan dengan parameter sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan padatan tumpukan dan laju pemadatan

Yang berarti setiap entitas pada himpunan entitas A dapat berhubungan dengan banyak entitas pada himpunan entitas B, tetapi tidak sebaliknya, dimana setiap

Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran komponen cinta ( intimacy, passion, commitment ) pada sikap terhadap hubungan seksual pranikah remaja akhir yang berpacaran di Kabupaten

Komponen-komponen elektronik boleh dikelaskan sebagai komponen pasif dan komponen aktif. Komponen pasif ialah komponen-komponen yang tidak menyumbang kepadagandaan

1) Dalam hal Pegawai memilih Manfaat Pensiun diterima pada bulan berikutnya setelah bulan pelaksanaan MPP atau setelahnya tetapi belum mencapai Usia Pensiun Normal, kepada

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Desa, yang mengatakan bahwa Kepala Desa menjalankan hak, wewenang

Ekoteollisuuspuiston yritykset muodostavat kokonaisuuden, jotka ovat yhteiskunnal- lisia toimijoita, joiden toimintaan kytkeytyy muita ei-inhimillisiä toimijoita ja joilla puo- lestaan

Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Simonds (1983), Kota Surabaya mempunyai standar kebutuhan ruang terbuka hijau dengan luas 40 meter persegi per