• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Computer Vision Syndrome pada Karyawan Bank

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Computer Vision Syndrome pada Karyawan Bank"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

Computer Vision Syndrome

pada Karyawan Bank

Factors Associated with the Incidence of Computer Vision Syndrome in

Bank Officers

Nopriadi

1

*, Yuharika Pratiwi

2

, Emy Leonita

2

, Erna Tresnanengsih

2 1

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas

2

STIKes Hang Tuah Pekanbaru

(*nopriadi_dhs@yahoo.com)

ABSTRAK

Computer Vision Syndrome (CVS) merupakan kumpulan gejala mata majemuk akibat menggunakan kom-puter. Berdasarkan survei awal diperoleh lebih dari tiga per empat karyawan Bank RK Pekanbaru yang keseha-riannya bekerja menggunakan komputer mengalami CVS. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor yang ber-hubungan dengan CVS. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif observasional dengan rancangan cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 117 responden. Analisis data yang digunakan adalah univariat, chi-square untuk analisis bivariat dan uji multiple logistic regression untuk analisis multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bah-wa karyabah-wan Bank RK Pekanbaru yang mengalami keluhan CVS, yaitu berupa mata lelah dan tegang 54,3%, nyeri pada leher 28,7%, nyeri bahu 27,7%, sakit kepala 25,5%, pandangan kabur 20,2%, melihat kembar 17%, mata berair dan sulit fokus 14,9%, nyeri punggung 11,7%, mata perih, sakit iritasi sebesar 5,3%. Berdasarkan hasil uji

chi-square didapatkan variabel yang berhubungan dengan CVS adalah jarak penglihatan (nilai p=0,016), posisi monitor (nilai p=0,011), pencahayaan (nilai p=0,001), masa kerja (nilai p=0,002), lama bekerja (nilai p=0,000). Variabel yang tidak berhubungan dengan CVS adalah umur (nilai p=0,561). Variabel lama bekerja menggunakan

komputer ≥4 jam sehari, 9 kali lebih berisiko menyebabkan CVS pada karyawan Bank RK Pekanbaru. Penelitian

menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap CVS adalah lama bekerja, faktor lain yang berperan sebagai perancu yang mempengaruhi CVS yaitu posisi monitor, pencahayaan stasiun kerja, masa bekerja dengan komputer.

Kata kunci : Computer Vision Syndrome, lama bekerja

ABSTRACT

Computer Vision Syndrome (CVS) is a collection of compound eye symp-toms due to using a computer. According to the initial survey, more than three quarter officers of Bank RK in Pekanbaru who daily work using computers experience CVS. This study aimed to determine factors associated with CVS. This type of study was quantitative observational with cross-sectional design with amount of sample 117 respondents. Data analysis used was univariate, chi-square used for bivariate analysis and multiple logistic regression used for multivariate analysis. Based on the chi-square analysis the results showed that Bank RK officers who experienced CVS com -plaints were in the forms of tired and tense eyes at 54,3%, neck pain at 28,7%, shoulder pain at 27, 7%, headache at 25,5%, blurred vision at 20,2%, seeing twins at 17%, watery eyes and difficulty to focus at 14,9%, back pain at 11,7%, sore eyes, irritation pain at 5,3%. Variables related to CVS were vision distance (p=0.016), monitor posi -tion (p=0.011), lighting (p=0.001), working period (p=0.002), the length of work (p=0.000). Variables not related to CVS was age (p=0.561). Variable of the length of work with computers ≥4 hours a day was 9 times riskier of causing CVS in Bank RK officers. This study indicates that the most dominant factor influential to CVS is the length of work, while other factors that act as confounding that affect CVS are monitor position, the lighting of the work station, the period of working with computer.

Keywords : Computer Vision Syndrome, the length of work

Copyright © 2018 Universitas Hasanuddin. This is an open access article under the CC BY-NC-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/).

(2)

PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi informasi telah berkem-bang lebih dari 20 tahun, salah satunya dengan

ditemukannya komputer.1 Penggunaan komputer

menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan di tempat kerja karena memudahkan pekerjaan dan memberikan hasil yang lebih cepat.2 Namun,

kom-puter dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan.

Occupational safety and health adminis-tration (OSHA) mendefinisikan computer vision sydrome (CVS) sebagai keluhan mata dan pengli-hatan kompleks yang dialami ketika menggunakan komputer. Menurut Asosiasi Optometrik Amerika, CVS merupakan masalah mata majemuk yang berkaitan dengan pekerjaan jarak dekat yang di-alami seseorang ketika menggunakan komputer. Tidak ada yang dapat menjelaskan penyebab pasti terjadinya CVS dikarenakan banyak faktor yang berperan dalam kejadian CVS diantaranya faktor individual, faktor lingkungan dan faktor kompu- ter.1,3,4

Seiring dengan meningkatnya penggunaan komputer maka jumlah penderita dengan kelu-han penglihatan yang dikelompokkan bersama dalam istilah CVS juga semakin meningkat, se- perti ketegangan dan kelelahan pada mata, sensa-si terbakar, iritasensa-si, kemerahan, pandangan kabur, mata kering, dan sebagainya.5 Gejala CVS

dike-lompokkan menjadi empat kelompok mayor, yaitu Astenopi (mata tegang, lelah, dan perih), berhubu- ngan dengan permukaan bola mata (mata kering, berair, iritasi, masalah penggunaan kontak lens), penglihatan (penglihatan kabur, lambat dalam pe-rubahan fokus, penglihatan ganda, presbiopi), eks- traokular (nyeri leher, nyeri punggung, dan nyeri bahu).6 Menurut Cole & Collins7 bahwa gejala di

atas merupakan kombinasi dari masalah pengliha-tan, buruknya kondisi kerja, dan kebiasaan yang salah.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa 90% dari 70 juta pekerja di Amerika menggunakan komputer lebih dari 3 jam perhari.7-9 Rata-rata

pekerja di Amerika menghabiskan waktu 7 jam per hari di kantor maupun di rumah menggunakan komputer.10 Jutaan kasus baru dapat terjadi setiap

tahunnya.3,5 Keluhan CVS ditemukan di Malaysia

sebesar 61,4% pekerja mengalami nyeri punggu-ng bagian bawah nyeri bahu dan leher sedapunggu-ngkan ketegangan pada mata terbanyak sebesar 70,6%.1

Peneliti luar negeri dari berbagai bidang (seperti Asosiasi Optometrik Amerika, kedokter-an okupasi, mkedokter-anajemen bisnis dkedokter-an teknologi, dkedokter-an sebagainya) telah banyak melakukan penelitian mengenai faktor yang berhubungan dengan keja- dian CVS, tetapi sayangnya di Indonesia penelitian mengenai CVS masih belum banyak dilakukan padahal banyak pekerja perkantoran di Indonesia yang sehari-harinya menggunakan komputer ter- utama dunia perbankan. Pekerja di bank dalam ke- sehariannya tidak terlepas dari penggunaan kom-puter untuk menginput, menganalisis data nasabah berupa angka-angka, dan ini membutuhkan keteli-tian dan konsentrasi tinggi (beban kerja yang ting-gi).

Beberapa penelitian di Indonesia mengenai CVS, seperti dari penelitian Azkadina,11

menya-takan prevalensi penderita CVS sebesar 66,8% pada responden Bank Jateng, RSI Sultan Agung dan RSUP dr. Kariadi. Anggraini,12 menyatakan

88,5% responden mengalami keluhan CVS pada operator komputer PT. Bank Kalbar yang terba- nyak dialami adalah astenopia, nyeri pada leher/ bahu dan punggung serta mata kering sebesar 23,2%. Penelitian yang dilakukan Kusumawaty, et al,13 di PT. Bank Negara Indonesia - Makassar,

menyatakan bahwa astenopia menjadi lebih berat dengan semakin banyaknya keluhan subjektif yang dialami seperti penurunan visus, dan terjadi pe- ningkatan risiko mata kering. Menurut Anggraini,12

semakin lama masa kerja seseorang semakin besar risiko mengalami CVS. Keluhan tersebut dapat menyebabkan menurunnya jam kerja dan mengu-rangi kenyamanan bekerja sehingga berdampak pada produktivitas kerja. Penurunan produktivitas kerja akibat CVS diperkirakan sebesar 40%.14

Tidak ada yang dapat menjelaskan penye-bab pasti terjadinya CVS dikarenakan banyak fak-tor yang berperan dalam kejadian CVS, diantara-nya faktor individual, lingkungan dan komputer.1

Berdasarkan prinsip kesehatan kerja di Indonesia, Depkes RI mengelompokkan faktor tersebut ke dalam prinsip K3 dasar meliputi faktor kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja. Ketiga kelompok tersebut harus seimbang, masalah ke- sehatan kerja dapat timbul akibat ketidakseimba- ngan faktor tersebut.15

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari karyawan Bank RK Pekanbaru, ada beberapa

(3)

karyawan mengalami keluhan CVS terkait dalam pekerjaan mereka menggunakan komputer. Survei awal dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disebar di seluruh bagian/divisi dari 8 cabang Pusat Bank RK Pekanbaru (Pasar Pusat, A. Yani, Harapan Raya, Panam, Senapelan, Rumbai, Nang-ka, dan di jalan Riau, Pekanbaru), pada karyawan diperoleh lebih dari 75% karyawan Bank RK Pekanbaru mengalami CVS setelah bekerja meng-gunakan komputer dengan variasi keluhan ringan seperti mata lelah, mata tegang, sakit kepala, dan sebagainya namun keluhan tersebut lebih sering diabaikan. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan mengkaji lebih dalam mengenai fak-tor yang berhubungan dengan CVS pada karyawan pengguna komputer di Bank RK Pekanbaru.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini bersifat kuantitatif anali-tik observasional dengan jenis desain studi cross sectional. Penentuan sampel dengan perhitungan

rumus Kelsey.24 Pengambilan sampel

dilaku-kan oleh peneliti sendiri, dengan cara memilih karyawan yang memenuhi kriteria inklusi sampai kriteria sampel minimal terpenuhi. Penyebaran kuesioner dilakukan pada 144 orang karyawan Bank RK Pekanbaru (total populasi), tetapi kue-sioner yang diperoleh sebanyak 117 karyawan, 27 karyawan termasuk dalam kriteria eksklusi dikare-nakan menolak mengisi kuesioner tanpa alasan, mengkonsumsi obat hipertensi, hamil, memakai lensa kontak, dan dinas luar. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling.

Pengambilan sampel dilakukan secara ber-tahap, pada bulan Agustus - September 2016. Pengumpulan data dengan menggunakan kue-sioner yang telah diuji validitas dan reliabilitas nya. Setelah pengisian kuesioner, dilanjutkan dengan pengamatan ergonomi di stasiun kerja, dan pengukuran intensitas pencahayaan dengan menggunakan lux meter digital pada stasiun kerja. Pengolahan data menggunakan komputerisasi, dan analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan uji chi-square dan multivariat dengan uji

multiple logistic regression.

HASIL

Berdasarkan hasil kuesioner diketahui se-banyak 95 responden (81,2%) mengalami CVS,

dengan keluhan bervariasi, yaitu mengalami mata lelah dan tegang 54,3%, nyeri pada leher 28,7%, nyeri bahu 27,7%, sakit kepala 25,5%, pandangan kabur 20,2 %, penglihatan kembar 17%, mata berair dan sulit fokus 14,9%, nyeri punggung 11,7%, mata perih, sakit iritasi sebesar 5,3%. Se-lain itu diperoleh sebanyak 22 responden (18,8%) tidak mengalami CVS. Persentase responden yang mengalami CVS (+) dan CVS (-) (Tabel 1).

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square

didapatkan variabel jarak penglihatan dengan nilai p 0,016 (<0,05), maka terdapat hubungan dengan kejadian CVS pada karyawan Bank RK (Tabel 2). Tabel 1. Tabel Distribusi Frekuensi

Variabel n=117 % CSV Penderita CSV Bukan Penderita Jarak Penglihatan Berisiko Tidak Berisiko Posisi Monitor Berisiko Tidak Berisiko Pencahayaan Berisiko Tidak Berisiko Masa Kerja Berisiko Tidak Berisiko Lama Bekerja Berisiko Tidak Berisiko Umur Berisiko Tidak Berisiko 95 22 59 58 55 62 58 59 56 61 56 61 52 65 81,8 18,8 50,4 49,6 47 53 49,6 50,4 47,9 52,1 47,9 52,1 44,4 55,6

Nilai POR 3,365 (C.I.95% OR=1,211-9,350), ar- tinya karyawan dengan jarak penglihatan kurang dari 50 cm atau lebih dari 50 cm berisiko 3,3 kali mengalami mengalami CVS dibandingkan dengan karyawan yang jarak penglihatan dari monitor 50 cm.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square

didapatkan variabel posisi monitor terhadap ketinggian horizontal mata dengan nilai p=0,011, maka terdapat hubungan dengan kejadian CVS. Nilai POR=3,778 (C.I.95%: OR = 1,289-11,073), artinya karyawan dengan posisi bagian atas mo- nitor tidak sejajar (lebih tinggi atau lebih rendah)

(4)

terhadap ketinggian horizontal mata berisiko 3,7 kali mengalami CVS dibandingkan pada karyawan dengan posisi bagian atas monitor sejajar terhadap ketinggian horizontal mata.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square

didapatkan variabel pencahayaan dengan nilai p=0,001, maka terdapat hubungan dengan kejadian CVS pada karyawan Bank RK. Nilai POR=5,927 (C.I.95%: OR = 1,864-18,849), artinya karyawan yang bekerja dengan pencahayaan di tempat stasi-un kerja kecil dari 280 luxmeter berisiko 5,9 kali mengalami CVS dibandingkan dengan karyawan yang bekerja dengan pencahayaan di tempat stasi-un kerja 280-300 lux meter.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square

didapatkan variabel masa kerja dengan nilai p=0,002, maka terdapat hubungan dengan keja-dian CVS pada karyawan Bank RK. Nilai POR 5,442 (CI 95% = 1,712-17,295), artinya karyawan yang bekerja dengan masa kerja 5 tahun menggu-nakan komputer berisiko 5,442 kali mengalami CVS dibandingkan dengan masa kerja kurang dari 5 tahun.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square

didapatkan variabel lama bekerja dengan nilai p

0,000, maka terdapat hubungan dengan kejadian CVS pada karyawan Bank RK. Nilai POR=13,171 (CI95% = 2,912-59,572), artinya karyawan yang bekerja 4 jam/hari menggunakan komputer be-risiko 13 kali mengalami CVS dibandingkan karyawan yang lama bekerja kurang dari 4 jam/ hari menggunakan komputer.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square

didapatkan variabel umur dengan nilai p=0,561, maka tidak terdapat hubungan dengan kejadian CVS pada karyawan Bank RK. Begitu juga ngan hasil uji statistik variabel jenis kelamin de-ngan nilai p=0,622, maka tidak terdapat hubude-ngan dengan kejadian CVS pada karyawan Bank RK Pekanbaru.

Setelah dilakukan uji multiple logistic reg- ression pada analisis multivariat, maka diketahui variabel yang paling berpengaruh dengan CVS, yaitu variabel lama bekerja di depan kompu- ter. Karyawan yang bekerja di depan komputer 4 jam berisiko 9 kali mengalami CVS dibandingkan karyawan yang bekerja kurang dari 4 jam. Varia-bel perancu adalah jarak penglihatan, posisi mo- nitor, masa kerja, pencahayaan di tempat stasiun

kerja. Model multivariat yang terbentuk sudah fit

Tabel 2. Hubungan Variabel Independen dengan CVS

Variabel Ya CVS Tidak p POR (95% CI) Jarak Penglihatan Berisiko Tidak Berisiko Posisi Monitor Berisiko Tidak Berisiko Pencahayaan <280 lux 280-300 Masa Kerja 5 tahun <5 tahun Lama Bekerja 4 jam/hari <4jam/hari Umur 40 tahun < 40 tahun Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki 53 42 50 45 54 41 52 43 54 41 41 54 55 40 6 16 5 17 4 18 4 18 2 20 11 11 14 8 0,016 0,011 0,001 0,002 0,000 0,561 0,622 3,365 (1,211-9,350) 3,778 (1,289-11,073) 5,927 (1,864-18,849) 5,442 (1,712-17,295) 13,171 (2,912-59,572) 0,759 (0,300-1,923) 0,786 (0,301-2,051)

(5)

atau layak digunakan kemaknaan model signifikan

(nilai p Omnimbus Test <0,000). Negelkerke R Square 0,263 artinya 5 variabel yang diteliti terse-but (jarak penglihatan, posisi monitor, masa kerja, pencahayaan dan lama bekerja di depan komputer) dapat menjelaskan CVS sebesar 26,3%, sisanya kemungkinan disebabkan oleh variabel lain (faktor genetik, autoimun, status gizi, suhu, kelembaban, dan sebagainya) yang tidak diteliti.

PEMBAHASAN

Jarak penglihatan pada komputer berhubu- ngan dengan kejadian CVS. Terdapat hubungan jarak melihat monitor komputer dengan kejadian CVS pada karyawan Bank RK Pekanbaru. Ha-sil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shantakumari et al,16 pada pelajar

di Ajman, Arab Saudi, diperoleh bahwa pelajar yang melihat layar komputer dengan jarak <50 cm (tanpa menggunakan anti silau dan bekerja dalam waktu yang lama dengan komputer), keluhan men-jadi berkurang jika jarak penglihatannya ditingkat-kan 50 cm.

OSHA menjelaskan bahwa jarak yang dian-jurkan untuk melihat monitor komputer berkisar 18-24 inchi (45,72 – 60,96 cm), rata-rata berjarak 50,80 cm.17 Shantakumari,16 menyatakan bahwa

jarak ideal untuk melihat komputer yaitu pada 50-70 cm. Kanitkar et al,18 menjelaskan bahwa pada jarak 50-70 cm mata berada dalam kondisi fisio-

logis, yang mana mata akan istirahat dari akomo-dasi.

Jarak penglihatan pada komputer berhubu- ngan dengan kejadian CVS. Jarak yang terlalu jauh dari monitor (>50 cm) ditambah durasi kerja yang lama dapat menyebabkan mata lelah. Penga-turan jarak penglihatan sepanjang lengan sebai-knya disosialisasikan (umumnya 50 cm). Sesama karyawan dapat saling mengingatkan, pimpinan dapat menegur karyawan yang jarak penglihatan-nya kurang dari 50 cm, memasang poster tentang ergonomi komputer di dinding tiap bagian agar setiap saat karyawan ingat dan merubah posisi- nya. Pada karyawan yang menggunakan kacamata bifokal, posisikan kacamata senyaman mungkin dengan kemampuan penglihatan sehingga tidak menyebabkan beban pada mata, leher, bahu dan punggung dalam penyesuaiannya.

Terdapat hubungan posisi bagian atas mo-

nitor terhadap ketinggian horizontal mata dengan kejadian CVS pada karyawan Bank RK Pekanba-ru. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Reddy et al,l7 menemukan

ada hubungan antara posisi bagian atas monitor komputer terhadap mata dengan kejadian CVS pada mahasiswa di Universitas Malaysia dengan nilai p=0,001. Gejala sakit kepala, mata tegang, mata kering, sensasi terbakar, sensasi berpasir, berair, bahu kaku, nyeri punggung, dan kelelahan dilaporkan meningkat seiring lamanya penggu-naan komputer sehari-hari. Menghabiskan waktu yang lama dengan layar komputer tanpa berhenti sejenak dapat menimbulkan masalah perubahan fokus pada layar, dokumen dan keyboard.5,7

Posisi bagian atas monitor lebih tinggi atau lebih rendah dari ketinggian horizontal mata menyebabkan lebarnya pembukaan kelopak mata sehingga mata menjadi kering, dan juga terjadi penyesuaian kepala terhadap monitor (postur jang-gal: membungkuk/mendongak) menyebabkan ter-jadinya GOTRAK (gangguan otot tulang rangka akibat kerja). Posisi atas monitor dapat diatur naik-turun dan ditempatkan sejajar sesuai dengan posisi mata. Sudut penglihatan mata terhadap komputer dianjurkan sebesar 100-200, sehingga karyawan tidak perlu terlalu menunduk jika posisinya lebih rendah atau terlalu mendongak ke atas jika po-sisinya terlalu tinggi karena dapat menyebabkan nyeri pada leher, bahu dan punggung. Peregangan pada leher, bahu dan punggung setiap 1 jam dapat dilakukan untuk menghindari GOTRAK. Meng-gunakan dokumen holder yang sejajar dengan pandangan dan komputer dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari komputer ketika menginput data.

Penempatan monitor di meja kerja dise-suaikan dengan posisi tubuh karyawan. Keting-gian meja dari lantai umumnya 25-34 inci, dan kursi juga harus disesuaikan dengan postur tubuh (antropometri) karyawan dan ketinggian meja sehingga kursi kerja harus ergonomis (sandaran punggung menyesuaikan lekukan tulang belakang, terdapat penyangga tangan, dan kursi dapat diatur ketinggiannya sedemikian rupa).

Terdapat hubungan pencahayaan yang ku-rang di stasiun kerja (<280 lux) dengan kejadian CVS pada karyawan Bank RK Pekanbaru. Ha-sil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shantakumari,16 bahwa

(6)

penggu-naan komputer dalam ruangan yang sangat terang atau pada ruangan yang gelap dapat menyebab-kan gangguan penglihatan. Ruangan yang terla-lu terang menyebabkan sakit kepala dan ruangan yang terlalu gelap dapat menyebabkan mata ke-ring. Pencahayaan komputer dan kontrasnya harus seimbang dengan pencahayaan ruangan.

Pencahayaan yang baik adalah pencahayaan yang memungkinkan seorang tenaga kerja melihat pekerjaannya dengan teliti, cepat dan tanpa upa-ya upa-yang tidak perlu, serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman. Pencahayaan ha-rus cukup bagi pengguna komputer untuk melihat teks pada layar komputer, tidak terlalu terang yang dapat menyebabkan silau atau ketidaknyamanan pada mata. Kesilauan tergantung pada intensitas, ukuran, sudut, luminasi dan dekatnya sumber ke pandangan. Silau dapat bersumber dari cahaya langsung dalam lapang pandang (seperti jende-la) atau cahaya pantulan dari keyboard atau yang berasal dari pantulan cahaya difus yang dapat mengurangi kontras. Silau dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan berkurangnya kemampuan melihat (OSHA).17 Kondisi pencahayaan yang

ruk di sekitar area komputer dapat berdampak bu-ruk pada mata pengguna komputer. Kebanyakan kondisi pencahayaan di tempat kerja sebesar 50-100 foot-candles. Pencahayaan yang tinggi dapat menyamarkan gambar di monitor.

Posisi karyawan dari samping yang terpapar langsung cahaya silau berasal dari jendela dapat di-kurangi dengan memberikan tirai jendela. Sebaik- nya posisi karyawan yang menggunakan kompu- ter tidak menyamping dari jendela ataupun meng-hadap jendela, tetapi dianjurkan posisi karyawan membelakangi jendela (komputer menghadap jendela) sehingga mencegah kesilauan. Posisikan monitor komputer dengan sudut yang sesuai un-tuk menghindari silau yang berasal dari pantulan cahaya lampu di atas kepala. Monitor yang penuh debu dibersihkan karena berpengaruh terhadap pencahayaan. Atur kontras dan kecerahan moni-tor dengan baik, dianjurkan tulisan hitam dan latar belakang putih. Namun untuk komputer dengan kontras sebaliknya sebaiknya gunakan screen fil -ter untuk menghindari silau yang tidak diingink-an. Karyawan yang beban kerjanya tinggi dapat dianjurkan untuk menggunakan kacamata anti si-lau dan sekaligus bersifat anti radiasi. Warna

din-ding, lantai, plafon dan stasiun kerja tidak terlalu kontras/mencolok sehingga tidak menimbulkan silau. Meja kerja jangan yang dapat memantulkan cahaya, gunakan meja dengan warna gelap, de- ngan pinggiran meja yang tumpul tidak menyakit-kan tangan pekerja ketika menyentuh pinggirnya), untuk menghindari GOTRAK. Jika kaki karyawan pendek dapat diberikan sandaran kaki

Terdapat hubungan masa kerja meng-gunakan komputer dengan kejadian CVS pada karyawan Bank RK Pekanbaru. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ang- graini,12 menemukan ada hubungan antara masa

kerja karyawan PT. Bank Kalbar dengan kejadian CVS (p=0,008), membagi masa kerja menjadi dua kategori, sebesar 73,1% responden telah bekerja 4 tahun dan sebesar 26,9% responden bekerja <4 tahun. Utami,19 melakukan penelitian pada pekerja

Harian Sumeks Grup Palembang, diperoleh sebe-sar 55% pekerja yang sudah bekerja lebih dari 4 tahun, sehingga pekerja ini lebih besar kemung- kinannya terpapar faktor risiko.

Reddy et al, mengutip dari Bergqvist dan Knave; Sanchez-Roman et al; Shima et al, yang mengemukakan bahwa masa kerja dengan kompu- ter berhubungan langsung dengan gejala pada mata, panjangnya durasi cenderung menimbulkan keluh- an menetap bahkan setelah selesai bekerja.7 Masa

kerja menggunakan komputer berhubungan de- ngan lamanya durasi kerja, dapat berefek langsung pada mata, sehingga keluhan yang muncul ini le- bih sering diabaikan dan akhirnya menetap bahkan setelah selesai bekerja. Penyuluhan mengenai efek komputer terhadap mata, bagaimana mengatasi dan kemana merujuk sebaiknya disosialisasikan agar keluhan yang timbul tersebut tidak semakin parah yang dapat menurunkan produktivitas ker-ja dan kerugian perusahaan. Karyawan yang telah bertahun-tahun bekerja menggunakan komputer dan juga kacamata sebaiknya dianjurkan untuk cek tajam penglihatan (visus) setiap tahun.

Karyawan yang mengalami CVS ketika bekerja lama (4 jam) di depan komputer, akan diperparah dengan pencahayaan yang buruk (<280 lux meter). Permenkes RI Nomor 48 Tahun 2016 Tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Ker-ja Perkantoran menganjurkan pencahayaan ruang- an 300 lux meter. Pencahayaan ruangan kantor Bank RK Pekanbaru yang kurang memadai

(7)

se-baiknya ditingkatkan menjadi 280-300 lux meter. Lampu yang kurang terang dapat ditambahkan di beberapa lokasi di atas kepala karyawan yang sebaran cahayanya merata, atau dapat juga ditam-bahkan lampu dinding. Pencahayaan tidak boleh menyebabkan silau atau memantulkan cahaya pada stasiun kerja.

Terdapat hubungan lama bekerja di depan komputer dengan kejadian CVS pada karyawan Bank RK Pekanbaru. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wimalasundera,5 dan Reddy et al,7

men-jelaskan menghabiskan waktu yang lama dengan layar komputer tanpa berhenti sejenak dapat me-nimbulkan masalah perubahan fokus pada layar, dokumen dan keyboard. Rahman dan Sanip,20

da-lam penelitiannya menyimpulkan bahwa istirahat sekurangnya 10 menit setelah 1 jam menggunakan komputer mengurangi keluhan mata tegang. Sese-orang yang bekerja dengan menggunakan kom-puter >7 jam per hari cenderung mengalami CVS. OSHA menjelaskan durasi istirahat ketika meng-gunakan komputer dilakukan setiap 20 menit, melihat sesuatu dari kejauhan berjarak 20 feet (6 meter) selama 20 detik.17 Hal ini dapat mengurangi

ketegangan pada mata dan merileksasi otot siliaris. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Reddy et al mengutip dari pe-nelitian Acousta et al; Nakazawa et al menyebut-kan bahwa gejala sakit kepala, mata tegang, mata kering, sensasi terbakar, sensasi berpasir, berair, bahu kaku, nyeri punggung, dan kelelahan dil-aporkan meningkat seiring lamanya penggunaan komputer sehari-hari.7 Ellahi et al,21 dalam

peneli-tiannya menemukan hubungan penggunaan kom-puter yang lama (>4 jam per hari) dapat menim-bulkan kejadian CVS, stress, kelainan otot tulang dan rangka serta carpaltunnel syndrome.

Lama masa bekerja di depan komputer 4 jam pada karyawan pada karyawan Bank RK Pe-kanbaru berpengaruh 13 kali menimbulkan CVS dibandingkan dengan karyawan yang lama masa bekerja di depan komputer kurang dari 4 jam. Kebanyakan karyawan hanya beristirahat setelah 4 jam bekerja yaitu ketika jam istirahat. NIOSH dan AOA merekomendasikan rule of 20-20-20 untuk mencegah keluhan CVS Artinya karyawan yang menggunakan komputer dianjurkan untuk istirahat selama 20 detik setelah 20 menit meng-gunakan komputer (istirahat tanpa meninggalkan

stasiun kerja, tetap melakukan pekerjaan lain se-lain menggunakan komputer), dan memandang objek yang berada pada jarak 20 kaki (±6 meter) ini bertujuan untuk mengurangi ketegangan pada otot yang menggerakkan bola mata (kelelahan otot terjadi setelah 15-20 menit bekerja tanpa istirahat) dan dengan melihat jarak ±6 meter diharapkan mata akan relaksasi. Rule of 20-20-20 ini dapat dijalankan dengan cara sosialisasi melalui penyu-luhan, saling mengingatkan antar karyawan, dan memasang poster di dinding atau di meja kerja.

Meletakkan tumbuhan hijau di sudut ruang- an atau aquarium mini memberikan kesegaran mata memandang. Untuk menghindari GOTRAK dapat dilakukan peregangan di stasiun kerja setiap 2 jam dan mengganti posisi yang nyaman. Selain itu, ketika bekerja dengan beban kerja yang ting-gi dalam durasi kerja yang lama (misalnya 4 jam) dimana mata akan berkurang kedipannya dianjur-kan menggunadianjur-kan tetes mata untuk menghindari mata kering, karyawan diingatkan sesering mung-kin untuk berkedip minimal 2 kali dalam 1 jam. Karyawan dengan beban kerja yang tinggi dan bekerja lama di depan komputer sebaiknya tidak menggunakan lensa kontak, gunakan kacamata koreksi yang sesuai. Jika ditemukan indikasi mata kering seperti mata terasa nyeri dan perih, ter- iritasi, terkadang mengalami hiperlakrimasi, sece-patnya diperiksa ke dokter untuk penatalaksanaan lebih lanjut.

Hasil penelitian ini tidak ada hubungan-

nya antara umur dengan CVS. Secara fisiologis, kondisi fisik orang yang berusia kurang dari 40

tahun lebih baik dibandingkan karyawan berusia 40 tahun, kondisi tersebut belum terjadi penurunan fungsi sel secara bermakna. Namun, pada kondi-si tertentu karyawan yang berukondi-sia kurang dari 40 tahun dengan perokok berat, dapat mengalami proses degeneratif dini dikarenakan peningkatan radikal bebas di dalam tubuh dan berefek ke lensa. Selain itu, motivasi tinggi dalam bekerja disertai dengan tuntutan kebutuhan hidup yang lebih besar untuk peningkatan taraf hidup lebih baik, mem-buat karyawan yang berusia kurang dari 40 tahun termotivasi memperoleh bonus yang lebih besar jika produktivitas kerjanya meningkat dengan evaluasi terhadap pemenuhan target program ker-ja. Hal lain selain yang disebutkan di atas, diduga ada kaitannya dengan faktor lain yang tidak

(8)

diteli-ti mempengaruhi umur seperditeli-ti status gizi, genediteli-tik, suhu, dan lain-lain.

Chader dan Taylor,22 menyebutkan bahwa

penyakit mata yang berhubungan dengan penua- an dapat berupa penyakit mata akibat komplikasi diabetes mellitus, mata kering, katarak, gluko-ma dan degenerasi gluko-makula. Sehubungan dengan mata kering, semakin bertambahnya umur sese- orang kemampuan produksi air mata akan sema-kin berkurang akibat disfungsi kelenjar meibom menimbulkan ketidaknyamanan dan nyeri pada mata. Hal tersebut dapat memperberat kejadian CVS.

Penelitian ini tidak ada hubungan jenis ke-lamin wanita dengan kejadian CVS pada karyawan Bank RK Pekanbaru. Menurut Rozanova et al,23

dan Wimalasundera,5 banyak penelitian yang

men-jelaskan bahwa prevalensi mata kering pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Wanita mengalami menopause yang dapat menyebabkan penurunan hormon estrogen dan mengakibatkan perubahan suasana hormonal setempat pada kelenjar lakri-mal. Hal ini menurunkan produksi air mata dan berkontribusi terhadap mata kering pada wanita.

Bali et al,6 mendukung pernyataan bahwa

wanita lebih sering mengalami keluhan mata ke- ring jika dibandingkan dengan pria. Demikian hal-nya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rah-man dan Sanip,20 mendukung pernyataan

Rozano-va et al,23 Wimalasundera,5; Azkadina,11 hasil

penelitiannya menjelaskan bahwa wanita lebih ba-nyak mengalami CVS dibandingkan dengan pria. Tidak sesuai dengan penelitian tersebut, hal ini terjadi karena beban kerja pria lebih besar daripa-da wanita daripa-dalam hal penambahan kerja di luar jam kerja, tidak seperti wanita yang mendapat perlin- dungan dalam Undang-Undang No 13 tahun 2003 mengenai jam lembur dibatasi sampai jam 23.00 WIB. Di Bank RK Pekanbaru, sebagian besar pria lebih sering lembur dibandingkan wanita teruta-ma jika ada teruta-masalah selisih antara kas dan pem-bukuan, tutup buku akhir bulan dan beban kerja akan lebih meningkat pada saat tutup buku akhir tahun. Mengenai pembatasan jam kerja ini sesuai dengan data ILO Geneva tahun 2007, bahwa pro-porsi pekerja dengan jam kerja lebih pendek di In-donesia untuk wanita sebesar 25,9% dibandingkan pria 12,8% untuk karyawan yang digaji, dan untuk tenaga kerja yang mandiri proporsi pekerja dengan

jam kerja lebih pendek lebih besar dari yang digaji yaitu 36,1 % dan pria 21%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Proporsi karyawan RK Pekanbaru yang mengalami CVS (81,2%) lebih besar daripada proporsi karyawan yang tidak mengalami CVS (18,8%). Terdapat hubungan antara variabel in-dependen (lama bekerja, posisi monitor, pencaha-yaan, masa kerja, dan lama kerja di depan kom-puter) dengan kejadian CVS pada karyawan Bank RK Pekanbaru. Variabel umur dan jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian CVS. Varia-bel yang paling dominan berpengaruh terhadap CVS, yaitu variabel lama bekerja di depan kompu- ter. Karyawan yang bekerja di depan komputer 4 jam berisiko 9 kali mengalami CVS dibandingkan karyawan yang bekerja kurang dari 4 jam. Varia-bel perancu adalah jarak penglihatan, posisi mo- nitor, masa kerja, pencahayaan di tempat stasiun kerja. Disarankan kepada pihak manajemen Bank RK Pekanbaru untuk lebih memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja di perkantoran yaitu mengatur stasiun kerja yang ergonomis, mensosialisasikan risiko dan upaya pencegahan gangguan kesehatan bagi karyawan bank salah satunya CVS dengan memasang poster di dinding dan mengatur program time warning yang diinstal pada komputer. Kepada karyawan agar melaku-kan metode 20-20-20 setiap jam, artinya setiap 20 menit, melihat sesuatu dari kejauhan berjarak 20 feet atau 6 meter selama 20 detik, melakukan peregangan, dan pengaturan pencahayaan dan er-gonomic stasiun kerja sesuai standar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Loh, K.Y., Reddy, S.C., Understanding and Preventing Computer Vision Syndrome. Ma-laysian Family Physician. 2008;3(3). ISSN : 1985-207X.

2. Khalaj, Mohammad, et al. Computer Vision Syndrome in Eleven to Eighteen Year-Old Stu-dents in Qazvin. Biotech Health Sci. 2015 Au-gust; 2(3):e28234. DOI:10.17795/bhs-28234. 3. Affandi, Edi, S. Sindrom Penglihatan Kom

-puter (Com-puter Vision Syndrome). Majalah Kedokteran Indonesia. 2005;55(3).

4. Rosenfield, Mark. Review Computer Vi -sion Syndrome : a Review of Ocular

(9)

Caus-es and Potential Treatments, Ophthalmic & Physiological Optics. 2011;31:502-515. ISSN 0275 -5408. DOI : 10.1111/j.1475-1313.2011.00834. (http://onlinelibrary. wiley. com/doi/10.1111/j.1475-313.2011.00834.x/ epdf diakses pada tanggal 3 April 2016). 5. Wimalasundera, Saman. Computer Vision

Syndrome. Galle Medical Journal. 2006;11(1). 6. Bali, Jatinder, Navin, Neeraj, Thakur, Bali, R.

Computer Vision Syndrome : A Review : Jour-nal of Clinical Ophthalmology and Research. 2007; 2(1).

7. Reddy, et al. Computer Vision Syndrome: a Study of Knowledge and Practices in University Students. Nepal J Ophthalmol. 2013;5(10):161-168.

8. Rom, William.N.. Environmental and Occu-pational Medicine. Dalam Goldsmith et al, Occupational Eye Disorder. Philadepia: Lip-pincott William and Wilkins. 2007;702-703. 9. Bansal, Y., Moudgil, Tania. Computer Vision

Syndrome.International Journal of Innovative Research & Development ISSN 22778-0211 (online). (http://www.ijird.com diakses pada tanggal 3 April 2016).

10. AOA. The Effects of Computer Use on Eye

Health and Vision. 2015 (http://www.aoa.org diakses pada tanggal 3 April 2016).

11. Azkadina, Amira. Hubungan antara Faktor Risiko Individual dan Komputer terhadap Kejadian Computer Vision Syndrome. Dipub-likasikan oleh Fakultas Kedokteran Universi-tas Diponegoro, 2012.

12. Anggraini. Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Keluhan Computer Vision Syn-drome (CVS) pada Operator Komputer PT Bank KalBar. Dipublikasikan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, 2013. 13. Kusumawaty, S., Syawal, Siti R., Sirajuddin,

Junaedi. Computer Vision Syndrome Pada Pegawai Pengguna Komputer di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) TBK Makassar. Dipublikasikan oleh Fakultas, 2012.

14. Charpe, N.A., Kaushik, Vandana. Comput-er Vision Syndrome (CVS): Recognition and Control in Software Professionals. Kamia-Raj. J Hum Ecol. 2009;28(1):67-69.

15. Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MEN-KES/SK/II/1998. Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Kerja. Depkes RI; 1998.

16. Shantakumari, Eldeeb, Sreedharan, Gopal. Computer Use and Vision-Related Prob-lems Among University Students In Ajman, United Arab Emirate, Ann Med Health Sci Res. 2014;4(2):258-263. DOI:10.4103/2141-9248.129058.

17. Occupational Safety and Health Administra-tion. Working Safely with Video Display Ter-minal. 1997.

18. Kanitkar, Kunal., Carlson, Alan., Richard. Occular Problem Associated With Computer Use, 2005.

19. Utami, Wiga. Virgian. Analisis Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Computer Vi-sion Synrome (CVS) pada Karyawan Harian Sumatera Ekspre Group Palembang Tahun 2014. Dipublikasikan oleh Fakultas Keseha-tan Masyarakat Universitas Sriwijaya; 2014. 20. Rahman, Zairina.A., Sanip, Suhaila. Compute

User : Demographic and Computer Related Factors that Predispose User to Get Com-puter Vision Syndrome. International Jour-nal of Business, Humanities and Technology. 2011;1(2).

21. Ellahi, Abida., Khalil, M.Shahid., Akram, Fouzia. Computer Users at Risk : Helath Dis-orders Associated wih Prolonged Computer Use. E3 Journal of Business Management and Economics. 2011;2(4):171-182.

22. Chader, Gerald J.,Taylor, Allen. Preface : The Aging Eye : Normal Changes, Age-Related Diseases, and Sight-Saving Approaches. In-vestigative Ophthalmology & Visual Science 2013;54: ORSF1- ORSF4. DOI: 10.1167/ iovs.13-12993, ISSN : 1552-5783.

23. Rozanova, Elena., Heilig, Peter., God-nic-cvar,Jasminka.. The Eye - A Neglected Or-gan in Environmental and Occupational Med-icine: an Overview of Known Environmental

and Occupational Non-Traumatic Effects on

The Eyes. Arh Hig Rada Toksikol 2009;60: 205-215. DOI :10.2478/10004-1254-60-2009-1869.

24. Rahman, Topan Aditya. Analisis Statistik Pe-nelitian Kesehatan (Prosedur Pemilihan Uji Hipotesis Penelitian Kesehatan). Bogor : IN Media Anggota IKAPI; 2015

Gambar

Tabel 1. Tabel Distribusi Frekuensi

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) pengaruh jenis kelamin terhadap hubungan kultur keluarga dengan kecerdasan emosional guru; (2) pengaruh jenis kelamin terhadap

Siswa melakukan beberapa penilaian lain terhadap pembelajaran biologi dengan Blended-PBL , di antaranya (1) Lembar Kerja Siswa (LKS) yang diberikan membantu siswa dalam

Ekstraksi Kitin dari Kulit Udang Secara Kontinyu Berdasarkan hasil proses demineralisasi kontinyu selama 36 jam dengan konsentrasi glukosa umpan 6,5% dan waktu tinggal 16

Kada govorimo o uzorcima u čvrstom stanju važno je naglasiti da tvari istog kemijskog sastava, mogu pokazivati znatno različito ponašanje tijekom promjene temperature

Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 8 Tahun 2018 tentang Rencana Deatil Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Surabaya Tahun 2018-2038, zona ruang terbuka hijau yang diberi

Alhamdulillah, segala puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusunan dapat menyelesaikan dan menyusun

Indeed, as Sentinel-2 has a high revisit (5 days with 2 satellites) under the same viewing conditions, images registration from different dates over the same orbit can be