• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS PENGENCER SEMEN TERHADAP MOTILITAS, ABNORMALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA AYAM BURAS PADA PENYIMPANAN SUHU 5 oC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH JENIS PENGENCER SEMEN TERHADAP MOTILITAS, ABNORMALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA AYAM BURAS PADA PENYIMPANAN SUHU 5 oC"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

229 J. Agroland 15 (3) : 229 - 235, September 2008 ISSN : 0854 – 641X

PENGARUH JENIS PENGENCER SEMEN TERHADAP MOTILITAS,

ABNORMALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA

AYAM BURAS PADA PENYIMPANAN SUHU 5

o

C

Effect Semen Dilluter Various to The Motility, Abnormlaity and Live

Endurance Spermatozoa Lokal Chicken Depository in The Temperature 5

0

c

Ridwan1)

1). Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako

Jl. Soekarno-Hatta Km 5 Palu 94118, Sulawesi Tengah. Telp. 0451-429738. Fax : 0451-429738

ABSTRACT

The aim of the experiment was to study the influence of semen diluter types on the mortality, abnormality and live endurance of local chicken spermatozoa stored at 50C. The diluter treatments applied were as followed: i) Physiological NaCl (P1), ii) Lactate ringer solution (P2), iii) Dextrose ringer solution. Analysis of variance results showed that the diluters significantly affected (P<0.01) all parameters determined. The spermatozoa mortality were 81,79% for P1, 76.57 % for P2, and 84.32% for P3. The spermatozoa abnormalities were 4.08% for P1, 5.2% for P2, and 3.4% for P3. The spermatozoa live endurance for 4 days were73.28% for P1, 68.98% for P2 and 77.72% for P3. According to the Least Significant Test, the dextrose ringer solution was found to be the best diluter.

Keywords : Diluter, Semen, local chicken

PENDAHULUAN

Ayam buras sudah dikenal masyarakat Indonesia dan penyebarannyapun telah merata terutama di pedesaan. Karena perawatannya mudah, daya tahan hidupnya cukup tinggi, adaptasi dengan lingkungan dan makanan mudah serta lebih digemari masyarakat karena baik daging maupun telurnya memiliki cita rasa yang lebih disukai dibandingkan ayam ras. Pengembangan ayam buras saat ini sudah diarahkan sebagai penghasil daging dan telur konsumsi, meskipun mengalami berbagai kendala seperti rendahnya produksi, terbatasnya managemen pemeliharaan, dan tingginya variasi genetik antar ayam itu sendiri. Selain pola pemeliharaan yang intensif, produksi yang maksimal dapat dicapai dengan aplikasi bioteknologi reproduksi melalui perbaikan

mutu genetiknya. Salah satu bioteknologi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produktivitas dan mutu genetik adalah Inseminasi Buatan (IB). (Toelihere, 1985).

Keberhasilan IB dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan pengencer dan proses pengenceran semen. Penggunaan bahan pengencer untuk keperluan IB jangka panjang selama penyimpanan berfungsi sebagai sumber energi bagi spermatozoa, sebagai agen pelindung terjadinya kejut dingin (cold shock), sebagai penyangga (buffer) bila terjadinya perubahan pH, untuk mempertahankan tekanan osmotik, memperbanyak volume, keseimbangan elektrolit, dan mencegah pertumbuhan kuman.

Pengenceran semen adalah upaya untuk memperbanyak volume semen, mengurangi kepadatan spermatozoa serta menjaga kelangsungan hidup spermatozoa

(2)

230

sampai batas waktu penyimpanan tertentu pada kondisi penyimpanan di bawah atau di atas titik beku. Pengenceran dan penyimpanan semen merupakan usaha mempertahankan kualitas spermatozoa dalam periode yang lebih lama yakni untuk memperpanjang daya hidup spermatozoa, motilitas, dan daya fertilitasnya (Situmorang, 1992 dalam Rusdin dan Jum’at 2000).

Partodiharjo (1992) menyatakan bahwa media pengencer harus mengandung bahan makanan bagi spermatozoa, tidak bersifat racun, mengandung bahan pelindung dari terjadinya “cold shock”, dapat mencegah pertumbuhan kuman, dan sebagai penyanggah yang dapat mempertahankan pH, serta mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia yang sesuai dengan plasma semen. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hunter (1995) tentang syarat-syarat bahan pengencer yaitu harus mengandung nutrisi, melindungi spermatozoa terhadap “cold shock” mencegah perubahan pH, dan mempertahankan tekanan osmotik serta keseimbangan elektrolik.

Beberapa bahan pengencer yang umum digunakan dalam pengencer semen adalah kuning telur, susu, air kelapa. Bahan pengencer lain yang berpotensi untuk dimanfaatkan dalam mempertahankan kualitas spermatozoa adalah pengencer NaCl fisiologis, Ringer Laktat dan Ringer Dextrose.

Larutan pengencer semen yang memiliki komposisi kimia lebih lengkap akan memberikan fungsi yang baik bagi spermatozoa yang diencerkan. Subtrat-subtrat nutrisi diperlukan spermatozoa untuk mempertahankan hidupnya, terutama bagi spermatozoa yang disimpan terlebih dahulu sebelum diinseminasikan pada ayam betina.

BAHAN DAN METODE

Semen ayam yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 6 ekor ayam buras jantan dewasa. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung skala 5 ml, 1 set mikroskop, gelas objek, gelas penutup,

pipet tetes, kertas tissue, pipet haemocytometer, kamar hitung Neubauer, aluminium foil, kertas indikator pH dan lemari pendingin merek National. Bahan-bahan yang digunakan yaitu semen ayam, Larutan NaCl fisiologis, Ringer laktat, Ringer dextrose, kapas, dan alkohol.

Kandang ayam jantan yang digunakan terbuat dari bambu dan berbentuk panggung yang dibuat secara individual dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 60 cm, dan tinggi kandang 75 cm. Tempat pakan dan air minum terbuat dari plastik yang masing-masing diletakkan pada sisi depan petakan-petakan kandang.

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari campuran pakan komersial Superfeed (PT Cheil Jedang Indonesia), jagung, dan dedak dengan perbandingan 35% : 50% : 15% . Pemberian pakan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari.

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental laboratoris dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (Gaspersz, 1991), terdiri dari 3 perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali. Sebelum dilakukan pengumpulan data, dilakukan penelitian pendahuluan untuk menstadarisasi prosedur yang digunakan.

Perlakuan yang dicobakan adalah sebagai berikut : P1: Pengencer Larutan NaCl fisiologis; P2 : Pengencer Larutan Ringer Laktat; P3 : Pengencer Larutan Ringer Dextrose

Penampungan Semen

Penampungan semen dari tiap perlakuan dilakukan pada sore hari sekitar pukul 16.00. Adapun teknik penampungan semen yang digunakan adalah dengan pengurutan (masase) pada bagian punggung ayam. Penampungan semen dilakukan oleh dua orang. Seorang memegang ayam pada kedua pahanya dengan tangan kiri sambil mengurut bagian punggung ayam untuk merangsang keluarnya semen, dan seorang lagi menyiapkan tabung penampung semen berskala dan tissue pembersih kotoran ayam.

(3)

231

Pengurutan dilakukan beberapa kali sampai terjadinya rangsangan pada ayam yang ditandai dengan peregangan tubuh ayam dan keluarnya papillae dari proktodaeum kloaka. Ketika ereksi mencapai maksimal, tangan kanan dan kiri orang yang melakukan pengurutan bekerjasama memerah semen. Pada saat yang sama, orang kedua bersiap-siap menampung semen dengan tabung penampung berskala.

Pemeriksaan Semen

Pemeriksaan semen dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Penilaian semen secara makroskopis meliputi volume, bau, warna, konsistensi, derajat keasaman (pH) semen. Sedangkan secara mikroskopis yaitu motilitas, abnormalitas, dan konsentrasi spermatozoa.

Proses Pengenceran Semen

Pengenceran dilakukan dalam tabung reaksi yang steril, dimana jumlah volume semen yang diencerkan harus sesuai dengan jumlah dari kadar pengenceran yaitu dengan cara menghitung konsentrasi dan motil progresif dari semen tersebut, setelah diketahui jumlah dosis semen ayam, kemudian dikali dengan volume inseminasi dan dikurangi dengan volume semen ayam segar, sehingga didapat jumlah pengencer yang akan ditambahkan. Bahan-bahan pengencer yang digunakan yaitu larutan NaCl fisiologis, Ringer Laktat, dan Ringer Dextrose.

Cara pengenceran yaitu dengan memasukkan bahan pengencer ke dalam tabung reaksi yang berisi semen melalui dinding tabung dengan cara memutar tabung reaksi. Agar larutan homogen maka dilakukan pencampuran dengan cara membolak-balikkan tabung reaksi secara perlahan-lahan.

Peubah Yang Diamati

Motilitas Progresif Spermatozoa

Motilitas progresif spermatozoa diketahui dengan menghitung persentase

spermatozoa motil progresif dari total spermatozoa dalam sampel. Adapun cara perhitungan motilitas progresif spermatozoa adalah total spermatozoa dikurangi dengan total spermatozoa tidak motil progresif dibagi dengan total spermatozoa kali seratus persen. Kriteria tidak motil progresif adalah tidak bergerak, bergerak ditempat, bergerak melingkar, dan bergerak lambat. Menurut Salmin (2000), persentase motilitas spermatozoa diperoleh dengan menggunakan rumus :

Abnormalitas Spermatozoa

Abnormalitas spermatozoa diperoleh dengan cara menghitung spermatozoa yang abnormal dengan membuat preparat ulas dan diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 40. Adapun cara perhitungan abnormalitas spermatozoa adalah jumlah dari spermatozoa yang abnormal dibagi dengan 200 spermatozoa yang terlihat dikali seratus persen. Persentase abnormalitas spermatozoa akan didapat dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Daya Tahan Hidup Spermatozoa

Pengukuran daya tahan hidup spermatozoa pada suhu 5oC dilakukan dengan mengamati seberapa lama spermatozoa tersebut dapat bertahan hidup dari total konsentrasi hidup sesaat sebelum dimasukkan ke dalam lemari es bersuhu 5oC hingga benar-benar spermatozoa yang didapatkan mati semua (0%) dan dinyatakan dalam satuan hari.

Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara statistik menurut petunjuk Steel dan Torrie (1991) sesuai dengan rancangan yang digunakan :

% 100 Pr Pr    Sperma Ttl ogresif Motil tdk Sperma Ttl Sperma Ttl ogresif Motil Sperma % 100 200  SpermatozoaAbnormal a Spermatozo as Abnormalit

(4)

232

Dimana :

Yij = Respon pengamatan dari hasil penelitian

μ = Rata-rata populasi respon hasil penelitian αi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Galat acak percobaan

Apabila hasil analisis keragaman menunjukkan pengaruh yang nyata dari perlakuan maka dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT).

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Motilitas Progresif Spermatozoa

Rataan persentase motilitas progresif spermatozoa ayam lokal pada berbagai jenis pengencer setelah disimpan pada suhu 5oC disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa motilitas spermatozoa terbaik diperoleh pada perlakuan P3 (84,32%) dan yang terendah pada

perlakuan P2 (76,57%). Selama penyimpanan,

motilitas spermatozoa berbeda-beda pada setiap perlakuan dan ini merupakan petunjuk bahwa kemampuan setiap bahan pengencer untuk memberikan motilitas spermatozoa berbeda-beda pula antara pengencer satu dengan pengencer lainnya.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap motilitas spermatozoa. Hal ini disebabkan karena di dalam ketiga pengencer tersebut terdapat zat-zat makanan yang banyak mengandung sumber energi dan unsur-unsur lain yang berfungsi untuk mempertahankan hidup spermatozoa. Setelah dilakukan analisis lanjut dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT), ternyata perlakuan Ringer Dextrose (P3) tidak

berbeda nyata dengan perlakuan NaCl fisiologis (P1), tetapi berbeda sangat nyata

dengan Ringer Laktat (P2), sedangkan P1

berbeda sangat nyata dengan P2.

Tingginya motilitas spermatozoa yang diperoleh pada perlakuan P3 disebabkan

karena pengencer Ringer Dextrose memiliki substrat nutrisi yaitu berupa glukosa yang berfungsi sebagai sumber energi bagi spermatozoa. Menurut Sexton dan Fewlass (1978), plasma semen merupakan medium spermatozoa untuk melakukan aktivitasnya. Jika di dalam plasma semen kekurangan energi maka motilitas spermatozoa akan berkurang. Penggunaaan Ringer Dextrose mengakibatkan aktivitas spermatozoa meningkat karena Ringer Dextrose mengandung komponen yang dapat menyediakan zat makanan bagi spermatozoa khususnya sebagai sumber energi .

Rendahnya persentase motilitas pada perlakuan P2, diduga karena aktivitas

metabolisme spermatozoa hanya mempergunakan substrat dari seminal plasmanya untuk kebutuhan energi, sementara pada pengencer tersebut tidak menyediakan zat makanan sebagai sumber energi. Menurut Salisbury dan Van Demark (1985), motilitas spermatozoa sangat bergantung pada tersedianya energi yang diperlukan untuk bergerak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tagama dan Ridwan (2003) bahwa untuk dapat membuahi telur dengan hasil yang memuaskan, maka motilitas spermatozoa

Tabel 1. Rataan Motilitas Progresif Spermatozoa Ayam Buras Setelah Disimpan pada Suhu 5oC.

Ulangan Bahan Pengencer

P1 P2 P3 1 74,13 69,31 82,48 2 82,88 79,86 83,87 3 85,25 78,52 86,42 4 80,69 73,02 81,35 5 82,48 77,79 84,80 6 85,36 80,94 87,05 Jumlah 490,79 459,44 505,977 Rata-rata 81,79 76,57 84,32

(5)

233

sangat menentukan, jika motilitasnya kurang atau rendah maka kemampuan untuk membuahi juga rendah. Oleh sebab itu, penggunaan pengencer dalam semen untuk meningkatkan motilitas spermatozoa sangat dianjurkan.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Abnormalitas Spermatozoa

Rata-rata abnormalitas spermatozoa ayam buras dari masing-masing perlakuan setelah disimpan pada suhu 5 0 C, disajikan pada Tabel 2.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap abnormalitas spermatozoa. Hal ini disebabkan karena pengencer NaCl fisiologis, Ringer Laktat dan Ringer Dextrose tersusun atas bahan-bahan anorganik serta memiliki komposisi kimia yang relatif isotonis dengan cairan tubuh dan plasma semen.

Hasil Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan bahwa P2 berbeda nyata

dengan P1 dan P3, tetapi P1 tidak berbeda

nyata dengan P3. Penggunaan pengencer

Ringer Dextrose memberikan hasil yang paling baik karena tidak banyak menimbulkan kerusakan morfologi pada spermatozoa. Hal ini disebabkan karena Ringer Dextrose mengandung glukosa yang

diperlukan oleh spermatozoa dan diduga dapat mempertahankan hidupnya, terutama bagi spermatozoa yang disimpan sebelum diinseminasikan.

Rata-rata abnormalitas tertinggi pada hasil penelitian ini adalah 5,2%. Tingginya abnormalitas tersebut disebabkan karena di dalam pengencer Ringer Laktat mengandung asam laktat yang dapat menurunkan pH dan juga bisa menjadi racun bagi spermatozoa, sehingga lebih banyak menimbulkan kerusakan morfologi pada spermatozoa. Tetapi dengan persentase tersebut masih dapat dipergunakan untuk inseminasi buatan karena masih berada jauh dibawah standar normal. Abnormalitas spermatozoa tidak lebih dari 15%, masih bisa dipergunakan untuk inseminasi buatan (Evans dan Maxwell, 1987). Abnormalitas yang dimaksud meliputi ekor melingkar, ekor patah dan kepala tanpa ekor.

Pengaruh Perlakuan terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Ayam Buras.

Hasil pengamatan rataan persentase daya tahan hidup spermatozoa ayam buras dari masing-masing perlakuan setelah disimpan pada suhu 5oC disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3, tampak bahwa rataan daya tahan hidup spermatozoa dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah 68,80 jam (Pengencer Ringer Laktat), 74,60 jam (Pengencer NaCl fisiologis) dan 77,72% (Pengencer Ringer Dextrose).

Tabel 2. Rataan Abnormalitas Spermatozoa Ayam Buras Setelah Disimpan pada Suhu 5oC.

Ulangan Bahan Pengencer

P1 P2 P3 1 4,8 7,2 3,6 2 3 4 2,5 3 4,3 4,9 3,5 4 4,5 5,8 4,1 5 4,5 5,2 4 6 3,4 4,3 3 Jumlah 24,5 31,4 20,7 Rata-rata 4,08 5,2 3,4

Tabel 3. Rataan Daya Tahan Hidup Spermatozoa Ayam Buras Setelah Disimpan pada Suhu 5oC.

Hari ke- Bahan Pengencer

P1 P2 P3 0 94,7 70 76 1 85,8 68 76 2 76,7 67 77,8 3 66,7 67 76,8 4 4 74 80,8 5 73,8 68 78,8 Jumlah 439,6 414 466,2 Rata-rata 73,26 68,98 77,72

(6)

234

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap daya tahan hidup spermatozoa. Setelah dilakukan analisis lanjut dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT), ternyata perlakuan P3 berbeda sangat

nyata dengan P1 dan P2. Demikian pula

halnya P1 berbeda sangat nyata dengan P2.

Hal ini disebabkan karena larutan Ringer Dextrose memiliki substrat nutrisi bagi spermatozoa yaitu glukosa. Glukosa merupakan salah satu senyawa yang terdapat dalam plasma semen yang berfungsi sebagai sumber energi bagi spermatozoa (Sexton dan Fewlass, 1978). Lebih lanjut Gomes (1977), menyatakan bahwa penambahan glukosa di dalam bahan pengencer sangat berguna dan membantu daya tahan hidup spermatozoa. Demikian pula dengan pengencer NaCl fisiologis, merupakan larutan yang isotonis dengan plasma darah dan dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa hasil penelitian sampai 74,60 jam. Fungsi utama NaCl fisiologis adalah sebagai pengencer semen yang mempunyai tekanan osmotik sama (isotonik) dengan semen ayam Buras (Aminah, 1995). Sehingga penggunaan NaCl fisiologis dapat memberikan daya tahan hidup spermatozoa, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Sastrodihardjo dan Risnawati (1999) bahwa penggunaan pengencer NaCl fisiologis dapat mempertahankan motilitas progresif spermatozoa ayam In Vitro selama 24 jam, jika disimpan pada suhu 5-7oC. Hasil penelitian yang dilaporkan Ridwan (2003) bahwa daya tahan hidup spermatozoa ayam buras secara In Vivo pasca inseminasi buatan mencapai 23 hari. Namun

kemampuan spermatozoa membuahi sel telur dengan bertambahnya jumlah hari semakin menurun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan Hafez (1993), bahwa spermatozoa dapat kehilangan fertilitasnya sekalipun secara visual masih hidup.

Penggunaan pengencer Ringer Laktat mengandung senyawa Na-Laktat, diduga membatasi daya tahan hidup spermatozoa karena didalamnya tidak mengandung sumber energi untuk mempertahankan daya hidup spermatozoa. Olehnya penggunaan pengencer ini memberikan daya tahan hidup spermatozoa yang rendah jika dibandingkan dengan pengencer lain yang digunakan dalam penelitian ini.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan yang didapat, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut, Pengencer Ringer Dextrose lebih baik dalam mempertahankan motilitas, abnormalitas dan daya tahan hidup spermatozoa dibanding dengan pengencer NaCl fisiologis dan Ringer Laktat. Pengencer NaCl fisiologis, Ringer Laktat, dan Ringer Dextrose dapat mempertahankan Daya tahan hidup spermatozoa selama 4 hari pada temperatur 5oC.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan pengencer lain sebagai alternatif sehingga kualitas semen dapat lebih lama dipertahankan.

(7)

235

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, Y. 1995. Pengaruh Tingkat Dosis Inseminasi Buatan dan Macam Pengencer Semen Terhadap Daya Tunas dan Daya Tetas Telur Ayam Buras. Thesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Evans, G. dan W. M. C. Maxwell. 1987. Salamon’s Artificial Insemination of Sheep and Goats. Butherwoths Pty Limited, Sydney, Boston, London, Durban, Singapore, dan Wellington.

Gomes, W.R. 1977. Artificial Insemination. Dalam H.H. Cole and P.T. Cupps ed. Reproduction in Animals. Academic Press, New York and London.

Hidayat, K. 1995. Semen Quality and Sperm Fertile Period of Indonesian Native Chicken. Thesis. Faculty of Agriculture George August University Gottingen.

Hafez, E.S.E. 1993. Transport and Survival of Gametes. In : E.S.E. Hafez (ed). Reproduction in Farm Animals. 6 th Ed. Lea and Febiger. Philadelphia. pp. 144 – 164

Nurmala, C. 1993. Pengeruh Berbagai Macam Pengencer Terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Ayam Buras Pada Penyimpanan Suhu Kamar. Karya Ilmiah. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

Partodihardjo, S., 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

Rusdin dan K. Jum’at., 2000. Motilitas dan Recovery Sperma Domba dalam Berbagai Pengencer Selama Penyimpanan Pada Suhu 5ºC. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu.

Ridwan, 2003. Daya Tahan Hidup dan Periode Fertil Spermatozoa Ayam Buras Pasca Inseminasi Buatan. Jurnal Agroland Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Vol. 10. No. 2

Salisbury, G.W dan N.L. Van Demark (terjemahan R. Djanuar). 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. W.H. Freeman & Company. San Fransisco dan London.

Sastrodihardjo, S dan H. Resnawati. 1999. Inseminasi Buatan pada Ayam Buras. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sexton, T.J., and T.A. Fewlass. 1978. A New Poultry Semen Extenders : 2. Effectof Diluent Component on the Fertilizing Capacity on the Chicken Semen Storage at 5oC. Poultry Science 57 : 277 – 284.

Sturkie, P.D. 1954. Avian Physiology. Comstock Publishing Associates. A. Division of Cornell University Press. Ithaca. New York.

Tagama, R.T. dan Ridwan, 2003. Pengaruh Konservasi Semen Ayam Lokal (Gallus Domesticus) Terhadap Fertilitas, Periode Fertil dan Fertil Life Spermatozoa. Jurnal Agroland Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Vol. 10. No. 4

Toelihere, M.R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung.

ayam buras, 229, 230, 233, 234 Inseminasi Buatan, 229, 235 motilitas, 230, 231, 232, 233, 234 spermatozoa, 229, 230, 231, 232, 233, 234, 235

(8)

236 235

Gambar

Tabel 1 menunjukkan bahwa motilitas  spermatozoa terbaik diperoleh pada perlakuan  P 3   (84,32%)  dan  yang  terendah  pada  perlakuan P 2  (76,57%)
Tabel  2.    Rataan  Abnormalitas  Spermatozoa  Ayam  Buras Setelah Disimpan pada Suhu 5 o C

Referensi

Dokumen terkait

AO diperolehnya rencana perbaikan perbaikan yang cukup penting untuk meningkatkan kualitas proses produksi, dimana pada temuan masalah yang dituangkan melalui

Saya dapat menggunakan strategi yang menggabungkan (konten tertentu), teknologi dan pendekatan pengajaran yang saya pelajari dalam kursus di kelas saya maupun di luar kelas

5.1.4 Pola kuman yang didapat dari sputum penderita pneumonia di ruang ICU Rumah Sakit Immanuel Bandung periode 2007, tertinggi didapatkan pada bakteri

untuk ranah psikomotor kelas eksperiment memiliki nilai rata-rata lebih besar. 0.519 dari

Realitas dalam karya sastra dapat dipahamkan pada alamat (ayat) Tuhan, di mana diungkapkan bahwa keindahan sepenuhnya milik Tuhan, baik dari ciptaannya manusia.Semua

menunjukkan bahwa pipilan kering setiap petak dari tanaman yang sebelum tanam benihnya disimpan dengan cara klobot cenderung lebih berat sedangkan pipilan kering per

Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang berbagai cara yang dilakukan guru dalam membudayakan agama siswa di sekolah sehingga para pengambil kebijakan

PENGARUH KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF DI KELAS X AP 1. SMK BINA