BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada saat sekarang ini etanol merupakan produk penting di pasaran bahan bakar. Produksinya kira-kira 50 juta m^/ tahun, dan diharapkan meningkat menjadi 120 juta m^/ tahun pada tahun 2020 [Taherzadeh dan Niklasson, 2004].
Menurut Yudiarto, A dan Djuma'ali [2007] bioetanol dapat diolah dari berbagai jenis tanaman berpati (ubi kayu, jagung, sagu), tanaman bergula (tebu,molase) serta serat (jerami, sisa gergaji, ampas tebu). Tanpa dibarengi dengan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan, industri bioetanol akan berkompetisi secara lansung dengan pengguna tebu/molases, ubi kayu, jagung, dan bahan baku lainnya. Pada kondisi kritis ini, industri bioetanol lebih sensitif terhadap peningkatan harga dibandingkan dengan industri pangan, karena biaya produksi 1 liter bioetanol hampir sama dengan harga 1 kg produk industri pangan. Padahal 1 liter etanol memerlukan 2 kg bahan baku setara 2 kg produk industri pangan. Jadi, industri bioetanol pasti akan kalah bersaing dan mencari bahan baku altematif yang lebih murah. Limbah lignoselulosa (biomassa) merupakan bahan baku altematif yang akan menjadi bahan baku utama produksi etanol dimasa mendatang.
Proses dari biomassa untuk menjadi etanol dilakukan dengan pretreatment lignoselulosa (biomassa), hidrolisis, fermentasi. Dilanjutkan dengan distilasi dan dehidrasi menjadi etanol, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 Pemecahan struktur lignoselulosa (biomassa) bisa menggunakan hidrolisa larutan asam atau steam explosion pada tahapan pretreatment, selulosa dan hemiselulosa dipecah menjadi monomer (gula) dengan asam, hidrolisis enzim, hasil hidrolisa difermentasi menjadi etanol dengan mikroorganisme [Taherzadeh dan Niklasson, 2004].
Pada penelitian ini yang dilakukan hanya pretreatment biomassa untuk menghasilkan etanol. Proses Biomassa menghasilkan etanol secara singkat dapat dilihat pada Gambar 2.2.
i i
5 To pelletizer and/or burner Ethanol >99% To ^'Wastewater
Gambar 2.1 Proses Produksi Etanol dari material lignoselulosa [Taherzadeh dan Niklasson, 2004]
1 T~Z
11
1 •.
T~Z
1Xylose
ferm^ritatian — f - _1 ptatkibWsn Enzyme
-J-Gambar 2.2 Proses Biomassa menghasilkan etanol [Philippidis.G.P danWyman, 1992]
6
2.1 Biomassa
Biomassa merupakan salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui. Biomassa dapat diperoleh dari limbah organik yang terdapat pada limbah pertanian, limbah hutan, dan limbah perkotaan. Kandungan biomassa yang terdiri dari karbon dan hidrogen dapat dijadikan dasar sebagai kandungan yang terdapat dalam bahan bakar [Quebec, 2004]. Biomass Technology Group [2003] melaporkan bahwa lebih dari 300 senyawa telah diidentifikasi terkandung dalam biomassa seperti lignin (diantaranya fenol dan eugenol), selulosa dan turunan hemiselulosa (gula, asetaldehid dan asam formiat).
Biomassa secara umum lebih dikenal sebagai bahan kering material organik atau bahan yang tersisa setelah suatu tanaman atau material organik dihilangkan kadar airnya (dikeringkan). Material organik hidup seperti tumbuhan, hewan dan kotorannya, umumnya mengandung 80 - 90% air, namun setelah kering akan mengandung senyawa hidrokarbon yang sangat tinggi. Senyawa hidrokarbon inilah yang penting sebagai potensi sumber energi yang tersimpan pada biomassa. Untuk lebih mudah, kita coba bayangkan BBM, gas dan batu bara yang sebetulnya berasal dari fosil hewan dan tumbuhan purba dan tertimbun di dalam perut bumi dalam keadaan masih menyimpan kandungan senyawa hidrokarbon yang tinggi.
Biomassa ini sangat mudah kita temukan dari aktivitas pertanian, peternakan, kehutanan, perkebunan, perikanan dan limbah-limbahnya di daerah, sehingga mudah dimanfaatkan untuk mengembangkan altematif energi. Sebagaimana kita ketahui bahwa kebijakan bidang-bidang tersebut, sebagian besar telah menjadi bagian dari kewenangan daerah. Contoh nyata pemanfaatan energi biomassa yang berasal dari produk limbah aktivitas kehutanan dan perkebunan dan telah banyak dilaksanakan, yaitu kayu bakar dan arang [Tatang, S, 2005]. Berikut adalah beberapa contoh biomassa dan kompososinya dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanto, [1998] dan Zulfansyah dkk, [2001] yang ditampilkan pada Tabel 2.1.
7
Tabel 2.1 Contoh Biomassa dan Komposisi Kimianya Biomassa
(Lignoselulosa) (% Berat) Selulosa Hemiselulosa (% Berat) (% Berat) Lignin
Kayu keras 38-49 19-26 23-30
Kayu lunak 40-45 7-14 26-34
Pelepah sawit 37-45 23-25 18-20
Tandan Kosong Sawit 36-42 25-27 15-17
Ampas Tebu 32-44 27-32 19-24 Jerami Padi 28-36 23-28 12-16 Jerami Gandum 29-35 26-32 16-21 Bambu 26-43 16-26 21-32 Rumput Esparto 33-38 27-32 17-19 Sabut Kelapa 30,6 19,9 38,9 Sabut Sawit 34,3 27,2 31,9 Batang Sawit 45,8 25,9 22,6 Batang Jagung 42,43 25,06 21,73 Kayu Karet 45,48 19,36 21,42
Sumber : Susanto [1998] dan Zulfansyah dkk, [2001] 2.2 Selulosa
Selulosa merupakan komponen kimia utama sebagai penyusun dinding sel kayu. Selulosa adalah karbohidrat yang tersusun atas unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Selulosa terdapat pada semua tanaman pohon tingkat tinggi hingga organisme primitif, seperti rumput laut, flagelata, dan bakteri. Rumus molekul dari selulosa adalah (C6Hio05)n, dimana n adalah jumlah pengulangan unit glukosa, n disebut juga derajat polimerisasi, nilai n bervariasi tergantung pada sumber dan pengolahannya [Fengel, 1983].
Selulosa merupakan polimer dengan rantai lurus yang terdiri dari 700-1000 unit glukosa, yang dihubungkan satu sama lain oleh ikatan P-1.4-glukosa [Walker, 1993], selulosa tidak larut dalam kebanyakan pelarut, tetapi dapat dilarutkan dalam beberapa asam pekat, seperti asam sulfat (72%), asam
8
klorida(41%), asam trifluoroasetat (100 %) dan asam asetat (95 %) [Fengel dan Wegener, 1984]. Rumus bangun selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.3
Berdasarkan dari penelitian Saraswati [2006], selulosa dapat dihidrolisa menjadi glukosa, dimana konversi selulosa dapat ditingkatkan secara signifikan dengan menggunakan perlakuan pendahuluan (pretreatment).
Gambar 2.3 Rumus Bangun Sellulosa [Fengel dan Wegener,1984] 2.3 Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polisakarida lainnya yang terdapat dalam biomassa. Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa memiliki berbagai unit pembentuk gula. Unit-unit gula yang membentuk hemiselulosa dapat dibedakan menjadi kelompok pentosa, heksosa, asam heksauronat, dan deoksi heksosa [Walker, 1993]. Rumus bangun hemiselulosa dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Hemiselulosa relatif mudah dihidrolisa menjadi komponen monomernya yang terdiri dari D-manosa, D-galaktosa, D-glukosa, D-xylosa, L-arabinosa dan asam uronat. Hemiselulosa akan terdegradasi lebih dahulu dari pada selulosa, karena rantai molekul hemiselulosa lebih pendek dan bercabang, rumus molekul hemiselulosa (CeHioOs)!! dimana n = 50-200 [Saraswati, 2006]. Perbandingan konsentrasi monomer-monomer dari hidrolisa hemiselulosa batang jagung pada variasi konsentrasi asam berdasarkan dari hasil penelitian McMillan, D.J, [2002] dapat dilihat pada Tabel 2.2.
9 Pentosa Heksosa CH20H COOH 0 /
\
OH / \ OH/
' A
/
HO N /1
OH I OH OH OHp-D-xylosa p-D-glukosa P-D-Asam glukuronat a-L-Rhamnosa
CHjOH COOH
OH HO
OH OH OH
a-L-Arabinopitanosa P-D-Manosa a-D-4-O-Asam metilglukuronat a-L-Fukosa
CH2OH COOH
^ / OH
OH OH
a-L-Arabinofuranosa a-D-Galaktosa a-D-Asam galakturonat
Gambar 2.4 Rumus Bangun Komponen Hemisellulosa [Fengel dan Wegener,! 984]
2.4 Lignin
Lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi, tersusun atas unit-unit fenilpropan ( lihat pada Gambar 2.5 ). Meskipun tersusun atas karbon, hidrogen dan oksigen, lignin bukanlah suatu karbohidrat dan bahkan tidak ada hubungannya dengan golongan senyawa tersebut. Sebaliknya, lignin pada dasamya adalah suatu fenolik. Lignin sangat stabil dan sukar dipisahkan dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam karenanya susunan lignin yang pasti di dalam kayu tetap tidak menentu [Fengel dan Wegener, 1984]. Bentuk umum lignin sebagai berikut:
10 CH^OH I CH II CH
Q
OH p-coumaryl alcohol C H 2 O H I CH II CHQ
- 0 C H 3 OH coniferyl alcohol H 3 C O OCH, OH sinapyl alcoholGambar 2.5 Unit-unit pembentuk lignin [Walker 1993] Tabel 2.2 Perbandingan Hidrolisat Hemiselulosa Batang Jagung pada
Variasi Konsentrasi Pelarut Asam
Komponen Konsentrasi (g/L) ( 20% padat) Konsentrasi (g/L) (30% padat)
Glukosa 9.24 17.7 Xylosa 59.68 93.6 Arabinosa 8.81 13.5 Galactosa 4.55 7.1 Mannosa 2.69 4.1 Oligomer 10.93 9.4 Furfural 1.51 2.4 Hydroxymetil Furfural 0.25 0.5 Asam asetat 7.06 11.49 Sumber: McMillan, D. J, [2002] 2.5 Pretreatment
Tujuan dari pretreatment adalah terutama untuk memutuskan struktur material untuk memudahkan terbentuknya struktur selulosa. Bagaimanapun sebagian kecil gula dari hemiselulosa kemungkinan terbentuk, selama proses pretreatment terjadi. Pretreatment dapat dilakukan dengan berbagai macam
metode [Taherzadeh dan Niklasson, 2004] :
1. Metode fisika dengan penggilingan, pemanasan, ekspansi, pyrolysis, dan radiasi.
11
2. Metode kimia dengan alkali (NaOH, NH3, (NH3)2S04), asam (H2SO4, HCl, H 3 P O 4 ) , gas (CIO2, NOx, SO2 ), agen oksidasi (H202,03), pelarut selulosa
(Cadoxen-ethylene diamine dan air, atau CMCS - sodium tertarate, ferric chloride, sodium sulfite dan pelarut sodium hydroxide ) dan ektraksi pelarut dengan etanol- air, benzen-etanol, etilene glikol, atau butanol-air.
3. Metode biologi dengan enzim atau jamur. 2.6 Spektrofotometer Sinar Tampak
Spektrometer absorbsi adalah sebuah instrumen untuk mengukur absorbsi/penyerapan cahaya dengan energi (panjang gelombang) tertentu oleh suatu atom/molekul. Besar penyerapan cahaya (absorbansi) dari suatu kumpulan atom/molekul dinyatakan oleh Hukum Beer-Lambert:
1. Hukum Lambert menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang yang diserap oleh suatu bahan/medium tidak bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang. Hukum Lambert ini tentunya hanya berlaku jika di dalam bahan/medium tersebut tidak ada reaksi kimia ataupun proses fisis yang dapat dipicu atau diimbas oleh berkas cahaya datang tersebut. Dalam hal demikian, intensitas cahaya yang keluar setelah melewati bahan/medium tersebut dapat dituliskan dalam bentuk sederhana sbb.:
Dengan I adalah intensitas berkas cahaya keluar, lo adalah intensitas berkas cahaya masuk/datang, dan T adalah transmitansi yang merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan melalui larutan. Jika transmisi dinyatakan dalam prosentase, maka
2. Hukum Beer menyatakan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan dengan konsentrasi dan ketebalan bahan/medium, yaitu:
I = TxIo (1)
%T = (I/Io)xlOO (dalam satuan %) (2)
12
Dengan s adalah molar absorbsitivitas untuk panjang gelombang tertentu, atau disebut juga sebagai koefisien ekstinsif (dalam 1 mol"' cm"'), c adalah konsentrasi molar (mol 1"'), 1 adalah panjang/ketebalan dari bahan/medium yang dilintasi oleh cahaya (cm).
Kombinasi dari kedua hukum tersebut (Hukum Beer-Lambert) dapat dituliskan sebagai berikut:
%T = (I/Io) X100 = exp(- 8 c L) (4) atau
A = log (lo/I) = e c L. (5)
Gambar 2.6 memperlihatkan kekuatan sinar sebelum (lo) dan sesudah ( I ) melewati larutan dengan ketebalan L cm dan kosentrasi zat penyerap sinar c. Sebagai akibat interaksi antara cahaya dan partikel-partikel penyerap (pengabsorbsi) adalah berkurangnya kekuatan sinar dari lo ke I.
lo