4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Goreng
Minyak adalah lipid yang berasal dari tumbuhan yang berupa zat cair dan mengandung asam lemak tak jenuh (Poedjiadi, 1994). Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan, merupakan salah satu dari Sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat (Wijana, 2005). Berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dari bahan pangan (Sutiah,dkk. 2008).
Dibalik warnanya yang bening kekuningan, minyak goreng merupakan campuran dari berbagai senyawa. Komposisi terbanyak dari minyak goreng yang mencapai hampir 100% adalah lemak. Minyak goreng juga mengandung senyawa-senyawa lain seperti betakaroten, vitamin E, lestinin, sterol, asam lemak babas, bahkan juga karbohidrat dan juga protein. Akan tetapi semua senyawa itu hanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil (Luciana, 2005).
Sebagian besar lemak dalam makanan termasuk minyak goreng berbentuk trigliserida. Jika terurai, trigliserida akan menjadi satu melekul gliserol dan tiga melekul asam lemak bebas yang dihasilkan (Morton dan Varela, 1988).
Berdasarkan ikatan kimianya, lemak dalam minyak goreng dibagi menjadi dua yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh, pembagian jenuh dan tidak jenuh berpengaruh terhadap efek kolesterol darah (Luciana, 2005).
Asam lemak jenuh yang ada pada minyak goreng umumnya terdiri dari asam miristat, asam palmitat, asam laurat, dan asam kaprat. Asam lemak tidak jenuh dalam minyak goreng mengandung asam oleat dan asam lenoleat (Soedarmo, 1985 dan Simson, 2007).
5
Masing-masing lemak mengandung sejumlah asam melekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurat) dengan C18 (asam stearat) yang mengandung lemak jenuh dan juga dengan lemak tak jenuh (Ketaren, 2008).
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam lenolenat terdapat dalam minyak goreng bekas yang merupakan trigliserida yang dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan sabun menggantikan asam lemak babas jenuh yang merupakan produk samping proses pengolahan minyak goreng (Djatmiko, 1973 dan Ketaren, 1986).
Tabel : 2.1 Standar Mutu Minyak Goreng
Kriteria Uji Satuan Mutu
Keadaan Bau Rasa Warna - - - Normal Normal
Puth Kunign Pucat - kunign
Kadar Air % b/b 0,1 – 0,30
Asam lemak bebas Asam laurat Asam linolenat Asam Palmitat Asam oleat % b/b % b/b % b/b % b/b Maks 0,30 Maks 2,00 Maks 0,30 Maks 0,30
Bilangan asam Mg KOH/g Maks 2,00
Bilangan peroksida Mg 𝑂2/100𝑔 Maks 2,00
Bilangan Penyabunan % b/b 196-206
Cemaran Logam Mq/Kg Maks 0,1
Sumber : (SNI No. 7709 2012)
2.2 Minyak Jelantah
Minyak goreng berulang kali atau yang lebuh dikenal dengan minyak jelantah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya.minyak ini merupakan minyak bebas pemakaian kebutuhan rumah tangga yang dapat digunakan kembali untuk keperluan kuliner, akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang
6
bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan sehingga dapat menyebabkan penyakit kanker dalam jangka waktu yang panjang (Tamrin, 2013).
2.2.1 Akibat Penggunaan Minyak Jelantah
Minyak goreng sangat mudah mengalami oksidasi (Ketaren, 2005). Maka minyak jelantah telah mengalami penguraian molekul-molekul, sehingga titik asapnya turun drastis, dan bila disimpan dapat menyebabkan minyak menjadi berbau tengik. Bau tengik dapat terjadi karena penyimpanan yang salah dalam janga watu tertentu menyebaban pecahnya ikatan trigliserida menjadi gliserol dan free fatty acid (FFA) atau asam lema bebas. Selain itu, minyak jelantah ini juga sangat di sukai oleh jamur aflatosin. Jamur ini dapat menghasilkan racun alfatosin yang dapat menyebaban penyait pada hati.
Akibat dari penggunaan minyak jelantah dapat dijelaskan melalui penelitian yang dilakukan oleh Rukmini (2007) tentang regenerasi minyak jelantah dengan arang sekam menekan kerusakan organ tubuh. Hasil penelitian pada tikus wistar yang diberi pakan yang mengandung minyak jelantah yang sudah tidak layak pakai terjadi kerusakan pada sel heper (liver), jantung, pembuluh darah maupun ginjal.
2.2.2 Sifat-sifat Minyak Jelantah
Sifat-sifat minyak jelantah dibagi menjadi sifat fisik dan sifat kimia (Ketaren, 2005) yaitu :
a. Sifat Fisik
1) Warna, terdiri dari dua golongan : golongan pertama yaitu zat warna alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain 𝛼 dan 𝛽 karoten (berwarna kuning), xantofil (berwarna kuning kecoklatan), klorofil (berwarna kehijuaun) dan antosyanin (berwarna kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna
7
dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), warna coklat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna kunign umumnya terjadi pada minyak jenuh. 2) Odor atau flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga
terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek. 3) Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil), dan minyak sedikit larut dalam alkohol, etil ester, karbon disulfide dan pelarut-pelarut halogen.
4) Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk Kristal.
5) Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut. 6) Titik lunak (Softening Point), dimksud untuk identifikasi minyak
terebut.
7) Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya.
8) Shot melthing point, yaitu temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak.
9) Bobot jenis, biasanya ditentukan temperatur 25℃, dan juga perlu dilakukan pengukuran pada temperatur 40℃.
10) Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak dipanaskan. Merupakan kriteria mutu yang penting dalam hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng.
11) Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.
8 b. Sifat Kimia
1) Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menajdi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumah air dalam minyak tersebut.
2) Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadi reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak.
3) Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.
4) Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap, sifat-sifat minyak jelantah secara sederhana dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel : 2.2 Sifat Fisik dan Kimia Minyak Jelantah
Sifat Fisik Minyak Jelantah Sifat Kimia Minyak Jelantah
Warna coklat kekuning-kuningan Hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Berbau tengik Proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak.
Tedapat endapan
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon
asam lemak pada minyak. Sumber : geminastiti (2002)
2.3 Pemurnian Minyak Goreng Bekas
Pemurnian merupakan tahap pertama dari proses pemanfaatan minyak goreng bekas, yang hasilnya dapat digunakan sebagai minyak goreng kembali atau sebagai bahan baku produk untuk pembuatan sabun. Tujuan utama permurnian minyak goreng ini adalah mengilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna
9
yang kurang menarik dan memperpanjang daya simpan sebelum diganakan kembali (Susinggih, dkk. 2005).
Pemurnian minyak goreng meliputi : a. penghilangan kotoran
penghilangan bumbu (kotoran) merupakan proses pengendapan dan pemisahan kotoran akibat bumbu dari bahan pangan yang bertujuan untuk menghilangkan partikel halus tersuspensi atau berbentuk koloid seperti protein, garam, gula, dan bumbu rempah-rempah yang digunakan menggoreng bahan pangan.
b. netralisasi
netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga berbentuk sabun. Selain itu penggunaan basa membantu mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak. Penggunaan larutan basa 0,5 N pada suhu 70 ℃ akan menyabunkan trigliserida sebanyak 1 persen (Ketaren, 1986).
c. Pemucatan
Pemucatan adalah tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah adsorben, seperti tanah serap, lempung aktif dan arang aktif atau dapat juga menggunakan kimia (Ketaren, 1986).
2.4 Penentuan Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas (Free Fatty Acid) adalah asam yang sudah lepas dari trigliseralhida yang dikandung pada minyak. Asam lemak bebas ini dianalisa sebagai angka asam dengan menggunakan metode titrasi alkali metri. Semakin tinggi nilai asam maka semakin banyak asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak dan menyebabkan kualitas minyak semakin rendah.
Pada prinsipnya, analisa asam lemak bebas (Free Fatty Acid) dilakukan dengan menitar sampel menggunakan larutan basa yang telah distandarisasi. Larutan basa yang umumnya digunakan adalah larutan Natrium Hidroksida (NaOH) atau
10
Kalium Hidroksida (KOH). Volum hasil titrasi akan dimasukan ke dalam rumus berikut untuk menghitung total asam lemak bebas yang terkandung minyak.
%𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 =25,6 × 𝑁 × 𝑉 𝑊 Dengan :
V = Volume lerutan titar yang digunakan (mL) N = Normalitas larutan titar
W = Berat contoh uji (g)
25,6 = Konstanta untuk menghitung kadar ALB sebagai asam palmitat
2.5 Karbon Aktif
Karbon aktif adalah suatu bahan padat yang berpori yang umumnya diproleh dari hasil pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur karbon yang telah diaktivasi dengan menggunakan bahan-bahan kimia, sehingga pori-porinya terbuka. Dengan demikian daya adsorbsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau (Ketaren, 1986).
Cangkang kelapa sawit merupakan biomassa yang terbentuk dari hasil fotosintesis butir-butir hijau daun yang bekerja sebagai sel surya yang menyerap energi sinar matahari dan mengkonversi karbondioksida dengan air menjadi suatu senyawa kimia yang terdiri atas karbon, hidrogen dan oksogen. Senyawa kimia tersebut dalam bentuk padatan dapat dikonversi menjadi karbon aktif kelapa sawit.
Tabel : 2. 3 Karakteristik Kimia dari Cangkang Kelapa Sawit
Karakter Parameter Nilai (%)
Kimia C H O N S CL (ppm) 49,79 5,58 34,06 0,72 < 0,08 89 Struktur Karbohidrat Hemiselulose Selulose Lignin 26,16 6,92 53,85 Sumber : Okroigwe et al. (2014)
11
Menurut susinggih, dkk (2005) ; Veronica dan Yuliana (2007), bahwa adsorben atau bahan penyerap berupa karbon aktif yang digunakan pada proses pemurnian dapat meningkan kembali mutu minyak goreng bekas, dimana karbon aktif akan bereaksi menyerap warna yang membuat minyak goreng bekas menjadi keruh. Cangkang kelapa sawit baik digunakan sebagai bahan bakar ataupun arang yang mampu menghasilkan suhu maksimal 694℃, karena memiliki bahan lignoselulosa yang tinggi, mempunyai berat jenis yang lebih tinggi dari kayu yaitu 1,4 g/𝐶𝑀3 (Diputra, 2010).
Proses aktivasi pada arang secara umum ada tiga, antara lain proses fisika, kimia dan kombinasi fisika kimia. Proses pengaktifan secara fisika dilakukan dengan pembakaran arang dalam tungku dengan suhu 850℃ (Hendra, 2010). Proses pengaktifan secara kimia dilakukan dengan menambahkan senyawa kimia tertentu pada arang. Senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai bahan pengaktif antara lain KCL, NaCl, 𝑍𝑛𝐶𝑙2, 𝐶𝑎𝐶𝑙2, 𝑀𝑔𝐶𝑙2, 𝐻3𝑃𝑂4, 𝑁𝑎𝐶𝑂3 dan garam mineral lainnya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Hendra (2010) kondisi optimum untuk membuat arang aktif dengan kualitas terbaik dari bahan baku cangkang kelapa sawit yaitu pada suhu 850℃. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Faradina dan Setiawati (2010) arang diaktifkan dengan menggunakan senyawa kimia yaitu 𝑍𝑛𝐶𝑙2. Prasetyani (2010) pengaktifkan karbon aktif dilakukan dengan menambahkan 𝑍𝑛𝐶𝑙2 sebagai altivator sehingga pori-pori permukaan arang menjadi lebih luas. Hal ini akan memudahkan proses penyerapan.
Aktivasi Fisika-kimia dilakukan dengan cara cangkang kelapa sawit yang telah dijadikan arang sebanyak 100 gram dimasukan kedalam 250 ml larutan 𝑍𝑛𝐶𝑙2 0,1 N, diaduk serta ditutup selama 24 jam, lalu disaring dan dicuci arang dengan aquadest. Setelah itu dikeringkan dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100℃ selama 1 jam.Arang yang telah diaktivasi digunakan untuk proses pemurnian minyak jelantah yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun.
12 2.6 Sabun Padat
Sabun merupakan garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam lemak, terutama mengandung garam 𝐶16 (asam palmitat) dan 𝐶18 (asam stearat) namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah (Fessenden, 1994 dan Ketaren, 1996).
Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam NaOH (minyak dipanaskan dengan NaOH) sampai terhidrolisi sempurna. Asam lemak yang berikatan dengan natrium itu dinamakan sabun. Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol, selain 𝐶12 dan 𝐶16 sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat (Ketaren, 1986).
Sabun adalah dari senyawa garam asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stereat 𝐶17𝐻35𝐶𝑂𝑂𝑁𝑎+. Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan dari permukaan air. Konsep ini dapat dipahami dengan pengingat kedua sifat dari anion sabun. Suatu gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil sebagai “kepala” dengan hidrokarbon yang panjang sebagai “ekor” (Rukaesih, 2004).
Garam natrium atau kalium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut dalam air dikenal sebagai sabun. Sabun kalium disebut sebagai sabun lunak dan digunakan sebagan sabun untuk bayi. Asam lemak yang digunakan untuk sabun umunya adalah asam palmitat atau stearat. Dalam industri, sabun tidak dibuat dari asam lemak tetapi langsung dari minyak yang berasal dari tumbuhan. Minyak adalah ester asam lemak tidak jenuh dengan gliserol. Melalui proses hidrogenasi dengan bantuan katalis Pt dan Ni, asam lemak tidak jenuh diubah menjadi asam lemak
Dipabrik-pabrik, gliserol (lemak) dididihkan dalam larutan NaOH. Setelah sabun terbentuk, NaCl ditambahkan ke dalam campuran agar sabun mengendap dan dapat dipisahkan dengan cara penyaringan. Adapun gliserol dipindahkan dengan cara destilasi. Kemudian sabun yang kotor dimurnikan dengan cara mengendapkan beberapa kali (represipitasi). Akhirnya ditambahkan parfum supaya sabun memiliki bau yang dikehendaki.
13
Sabun adalah salah satu surfaktan (bahan), senyawa yang munurunkan tegangan permukaan air. Sifat ini menyebabkan larutan sabun dapat memasuki serat, menghilangkan dan mengusir kotoran dan minyak. Selain kotoran dan minyak dari permukaaan serat, sabun dpat menolong mencucinya karena struktur kimianya. Bagian akhir dari rantai (ionnya) yang bersifat hidrofil (senang air) sedangkan rantai karbonnya bersifat hidrofobik (benci air). Rantai hidrokarbon larut dalam partikel minyak yang tidak larut dalam air. Ionnya terdispersi atau teremulsi dalam air sehingga dapat dicuci.
Sementara itu SNI (1994) menjelaskan bahwa sabun mandi merupakan pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara imia antara basa natrium atau basa kalium dan asam lemak yang berasal dari minyak nabati dan atau lemak hwani yang umunya ditambahkan zat pewangi atau antiseptik dan digunakan untuk membersohkan tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan. Sabun tersebut dapat berwujud padat, lunak atau cair, berbusa dan digunakan sebagai pembersih.
2.6.1 Karakteristik Sabun
Analisi yang dilakukan pada sabun yang dihasilkan mengacu pada SNI SNI 06-3532-1994 yang lengkapnya bisa dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.4 Syarat mutu sabun mandi
Jenis Uji Syarat Mutu
Kadar air (%)
Jumlah asam lemak, (%)
Kadar alkali bebas dihitung sebagai kadar NaOH (%) Asam lemak bebas dan atau lemak netral (%)
Kadar Klorida (%)
Lemak Tak Tersabunkan (%) Bilangan Penyabunan (%) Maks 15 Min 65,0 Maks 0,1 Maks 2,5 Maks 0,1 Maks 0,5 196-206
2.6.2 Senyawa Dalam Sabun
Sabun yang telah berkembang sejak zaman mesir kuno berfungsi sebagai alat pembersih. Keberadaan sabun yang hanya berfungsi sebagai alat
14
pembersih dirasa kurang, mengingat pemasaran dan permintaan masyarkat akan nilai lebih dari sabun mandi.
Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika dikembangkan lagi sabun mandi yang mempunyai nilai lebih, seperti pelembut kulit, antioksidan, mencegah gatal-gatal dan pemutih dengan penampilan (bentuk, aroma, warna) yang menarik. Perkembangan tersebut disesuaikan dengan perkembangan zat-zat aditif yang telah ada. Selain itu, perlu ditambahkan zat-zat pengisi (filter) untuk menekan biaya supaya lebih murah.
2.6.3 Sifat-Sifat Sabun Sifat-sifat sabun yaitu :
1. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suhu tingi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
𝐶𝐻3(𝐶𝐻2) + 16𝐶𝑂𝑂𝑁𝑎 + 𝐻2𝑂 → 𝐶𝐻3(𝐶𝐻2)16𝐶𝑂𝑂𝐻 + 𝑁𝑎𝑂𝐻 2. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk
maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mngendap.
𝐶𝐻3(𝐶𝐻2) + 16𝐶𝑂𝑂𝑁𝑎 + 𝐶𝑎𝑆𝑂4
→ 𝑁𝑎2𝑆𝑂4+ 𝐶𝑎(𝐶𝐻3(𝐶𝐻2)16𝐶𝑂𝑂𝐻)2
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunkan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar. Melekul sabun mempunyai rantai hidrogen 𝐶𝐻3(𝐶𝐻2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik tidak (suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air (Phatalina, dkk. 2013).
Sabun merupakan salah satu pembersih yang dapat dibuat dengan reaksi kimia antara basa natrium dengan kalium natrium dengan minyak
15
nabatiatau lemak hewani. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat itulah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan ataupun pakaian. Selain itu, sabun juga merupakan pembersih yang dapat dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun dibuat dengan cara yaituproses saponifikasi dan proses-proses netralisasi minyak, proses saponifikasi akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antar trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali.
Proses esterifikasi merupakan proses yang cendrung digunakan dalam produksi ester dari asam lemak spesifik lajuk reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh struktur melekul reaktan dan raikalyang terbentuk dalam senyawa antara. Data tentang laju reaksi serta mekanismenya disusun berdasarkan karakter kinetiknya, sedangkan data tentang perkembangan reaksi dinyatakan sebagai konstanta kesetimbangan.
Karakteristik sabun bukan hanya ditentukan oleh pemilihan asam lemaknya saja, tetapi juga ditentukan oleh kadar dari bahan baku lainnya seperti NaOH. NaOH berfungsi sebagai pengubah minyak nabati dan lemak hewan menjadi sabun. NaOH memiliki efek korosif yang tinggi pada kulit, sehingga dapat menyebabkan luka pada kulit, sehingga kadar NaOH pada pembuatan sabun perlu ditangani dan diperhatikan sebab penambahan alkali yang berlebihan pada proses penyabunan menyebabkan meningkatnya alkali bebas. Alkali bebas yang berlebihan tidak diingnkan ada dalam sabun, sebab alkali bersifat keras dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit, tetapi jika sabun kekurangan NaOH maka akan menyebakan berlebihnya asam lemak bebas yang tidak tersabunkan sehingga akan mengurangi daya ikat sabun terhadap kotoran. Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama
16
dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap), sabun keras dibuat dari lemak netral yang padat atau dari minyak nabati, sabun ini dalam bentuk batangan dan berdifat sukar larut dalam air, sabun lunak dibuat dari minyak kelapa, minyak kelapa sawit atau minyak tumbuhan yang tidak jernih, sabun ini dalam bentuk pasta maupun cair bersifat mudah larut dalam air.
Asam lemak akan menberikan sifat yang berbeda pada sabun yang terbentuk. Asam lemak pada sabun dapat menyebabkan sabun menjadi keras dan menghasilkan busa yang lembut, sama seperti asam miristat, asam palmitat, selain dapat mengeraskan juga dapat busa menjadi stabil. Berbeda dengan asam oleat dan linoleat, mereka berperan dalam melembabkan sabun pada saat sabun digunakan. Alkali yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan NaOH yang dapat membuat sabun menjadi padat, sedangkan alkali yang digunakan untuk membuat sabun cair digunakan larutan KOH (Kateran, 1986).
2.6.4 Prinsip Proses Pembuatan Sabun a. Proses pendidihan penuh
Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan pemanasan atau proses batch yaitu minyak/lemak dipanaskan didalam ketel dengan menambahkan NaOH yang telah dipanaskan sampai terbentuk pasta kira-kira setelah 4 jam pemanasan. Setelah terbentuk pasta ditambahkan NaCL (10-12%) untuk mengendapkan sabun. Endapan sabun dipisahkan dengan menggunakan air panas dan terbentuklah produk utama sabun.
b. Proses semi pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaan. Terjadiah reaksi saponifikasi. Setelah reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan sabun yang dihasilkan.
17 c. Proses dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol dibiarkan didalam satu tempat/bejana tanpa dipanaskan (temperature kamar 25℃). Reaksi antara NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi eksotern sehingga dapat menghasilkan panas. Proses ini memerlukan waktu untuk reaksi sempurna selama 24 jam.
Syarat-syarat terjadinya dingin adalah sebagai berikut :
 Temperatur harus terkontrol dengan baik
 Minyak/lemak yang digunakan harus murni
 Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti 2.7 Pengetian sentrifugasi
Prinsip sentrifugasi didasarkan pada pemisahan melekul dari sel. Pemisahan tersebut berdasarkan konsep bahwa partikel yang tersuspensi di sebuah wadah akan mengendap (bersedimentasi) ke dasar wadah karena adanya gaya gravitasi. Sehingga laju pengendapan suatu partikel tersuspensi tersebut dapat diatur dengan meningkatkan atau menurunkan pengaruh gravitasi terhadap partikel.
Pencampuran bahan kimia pengadukan (pencampuran)
1. Defenisi pencampuran (pengadukan) pencampuran diartikan sebagai suatu proses menghimpun dan membaur bahan-bahan. Dalam hal ini diperlukan gaya mekanik untuk menggerakkan alat pencampur supaya pencampuran dapat berlangsung dengan baik.
2. Tujuan pencampuran
 Menghasilkan campuran bahan dengan komposisi tertentu dan homogen.
 Mempertahankan kondisi campuran selama proses kimia dan fisika agar tetap homogen, mempunyai luas permukaan kontak antar kompone yang besar, menghilangkan perbedaan konsentrasi dan perbedaan suhu, mempertahanan panas.
 Menghasilkan bahan setengah jadi agar mudah diolah pada proses selanjutnya atau menghasilkan produk akhir yang baik. Derajat
18
pencampuran adalah ukuran tercampurnya dengan merata bahan-bahan yang ada dalam suatu campuran pada saat pembentukan campuran yang homogen.
Keberhasilan proses pembuatan sabun dipengaruhi oleh putaran pengadukan. Pengadukan bisa dilakukan dengan tangan serta alat seperti mixer. Peningkatan kecepatan pengadukan reaksi berpengaruh sangat signifikan terhadap sabun yang dihasilkan, sedangkan kualitas sabun dipengaruhi secara signifikan oleh jenis larutan reaksi yang digunakan yaitu caustic soda dan pengaruh suhu.
2.8 Teknik Pembuatan Sabun
Free fatty acid yang sudah melalui tahap pemisahan dari CPO akan di campurkan dengan Caustic soda (NaOH) beserta dengan pengaruh dari berbagai faktor yaitu suhu, waktu, dan kadar atau jumlah basa. Setelah larutan sabun tercampur secara homogen maka akan ditambahkan zat-zat pelengkap seperti pewangi dan pengawet. Sabun dibentuk melalui cetakan-cetakan yang sudah disesuaikan dan siap untuk di analisa uji.
2.8.1 Saponifikasi
Saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan garam karbonil (sejenis sabun) dan gliserol (alkohol). Alkali yang biasanya digunakan adalah NaOH dan 𝑁𝑎2𝐶𝑂3 maupun KOH dengan 𝐾2𝐶𝑂3. Ada dua produk yang dihasilkan dari proses ini yaitu sabun dan gliserin. Secara teknik, sabun adalah hasil reaksi kimia antara fatty acid dan alkali. Fatty acid adalah lemak yang diperoleh dari lemak hewan dan nabati.
Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam NaOH (minyak dipanaskan dengan NaOH) sampai terhidrolisis sempurna. Asam lemak yang berkaitan dengan natrium ini dinakaman sabun. Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah
19
gliserol, selain 𝐶12 dan 𝐶16, sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat (Ketaren, 1986).
Sifat-sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam-asam lemak yang digunakan yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaannya karena dapat membuat iritasi pada kulit. Sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon mambentuk sabun yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa.
Sumber lemak dan minyak yang digunakan sebagai bahan dasar sabun dapat bersal dari hewani (lemak babi dan lemak sapi) maupun dari nabati (tumbuhan kelapa, palem dan minyak zaitun). Alkali yang dilakukan pada percobaan ini adalah larutan Naoh yang dapat membuat sabun menjadi padat, sedangkan alkali yang digunakan untuk membuat sabun cair digunakan larutan KOH (Ketaren, 1986).
Selain dari minyak atau lemak dan NaOH pada pembuatan sabun, juga Dipergunakan bahan-bahan tambahan sebagai berikut :
1. Cairan pengisi seperti tepung tapioca, gapleh dan lain-lain. 2. Zat pewarna
3. Parfum, agar baunya wangi 4. Zat pemutih, missal natrium sulfat
2.9 Penentu Karakteristik atau Mutu Sabun
Pada hasil akhir pembuatan sabun, maka sabun kan diuji hasilnya sebelum di gunakan. Berikut beberapa karakteristik mutu sabun, walaupun peneliti tidak bertujuan untuk membuat sabun mandi untuk dikulit sesuai kriteria pada karakteristik sabun mandi sesuai SNI 3532-2016, penentuan dilakukan terbagi dua yaitu penentuan pada minyak dan pada saat sesudah menjadi sabun :
20
Tabel 2.5 Analisa Uji Mutu Sabun
Uraian Sabun Padat
Kadar Air (%) Bilangan Penyabunan (%) Banyak Busa (ml) Maks 15 196-206 -
1. Penentuan Asam Lemak Bebas Minyak Jelantah
Salah satu sifat penting yang harus diketahui dalam minyak jelantah adalah kandungan asam lemak bebas (Free Fatty Acid. FFA menggambarkan banyaknya kandungan asam lemak bebas dalam minyak jelantah. Semakin rendah nilai FFA, maka semakin tinggi kualitas minyak jelantah.
% asam lemak bebas = 25,6×𝑁×𝑉
𝑊 ………..(2)
2. Penentuan Kadar Air
Kadar air merupakan jumlah kadar air yang terkandung dalam suatu bahan (Marsi, 2009). Kandungan pada sabun ditergen yang mempunyai kadar air tinggi dan sabun batang kadar air rendah yang sangat menentukan kualitas sabun, maka uji kadar air sangat diperlukan.
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 = 𝐵. 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑜𝑣𝑒𝑛 − 𝐵. 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑜𝑣𝑒𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑜𝑣𝑒𝑛 … . (1) 3. Penentuan Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram NaOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Apabila sejumlah sampel minyak atau lemak disabunkan dengan larutan NaOH berlebih dalam alkohol, maka NaOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga melekul NaOH bereaksi dengan satu melekul minyak atau lemak (Kataren, 1986).
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 (𝑆𝑉) =𝑉 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 56,1
21 4. Uji Banyak Busa
Uji banyak busa bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak busa yang dihasilkan dari larutan sabun. Larutan sabun yang dibuat dari proses penyabunan dimasukan kedalam gelas ukur di tutup dengan plastik, lalu dikocok dengan alat shaker untuk menghasilkan busa dari larutan sabun yang dibuat dari proses penyabunan (Raskita, 2008).
𝑉𝐵 =𝑉𝑆 𝑉 𝑂
⁄ … … … (4) Dimana :
𝑉𝐵 = Volume busa
𝑉𝑆 = Volume busa pada detik ke 60 𝑉𝑂 = Volume busa pada detik ke 30