69
Kekuatan Puntir dan Porositas Hasil Sambungan Las Gesek
AlMg-Si dengan Variasi
Chamfer
dan Gaya Tekan Akhir
Dicky Adi Tyagita, Yudy Surya Irawan, Wahyono Suprapto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl. MT. Haryono 167 Malang 65165, Indonesia E-mail: dicky.tyagita@yahoo.com
Abstract
Friction welding is the most suitable method for joining aluminum alloys. Aluminum alloys have limitations heat to concentrate only in weld area when used arc or gas welding. That causes it is has good thermal conductivity. The parameters that influence on friction welding are friction time, compressive force, upset force, rotational speed, and chamfer angle. The purpose of the research was to know influence of chamfer angle and upset force on the Al-Mg-Si. The chamfer angles variated 0, 15°, 30°, 45° and upset force variated 157 kgf, 185 kgf and 202 kgf. Specimens were friction welded with rotation speed of 1600 rpm, compressive force 123 kgf for 120 seconds, and upset force variation by 157, 185, 202 kgf for 120 seconds. In addition torsion and porosity testing were also performed on friction welding product. Results showed that specimens with a chamfer angle 15 ° in various upset force has maximum shear strength, so were on specimens with a chamfer angle 15 ° has minimum percentage of porosity in various upset force. Keywords : shear strength, friction welding, chamfer angle, upset force, porosity and Al-Mg-Si
PENDAHULUAN
Aluminium paduan dalam industri manufaktur memiliki kesulitan dalam proses pengelasan menggunakan pengelasan fusi. Permasalahan pada pengelasan aluminium ini disebabkan salah satunya oleh konduktifitas panas aluminium yang mendekati 2/3 konduktifitas panas tembaga [1] sehingga sulit mengkonsentrasikan pemanasan hanya pada daerah lasan saat dilakukan pengelasan dengan menggunakan las busur atau las gas. Permasalahan pada pengelasan aluminium inilah yang mendorong ditemukannya metode-metode baru untuk mengatasi masalah penyambungan aluminium dan paduannya.
Salah metode yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini adalah
friction welding. Friction welding adalah
pengelasan solid state karena berlangsung sebelum logam induk meleleh. Sedangkan pengelas fusi berlangsung sesudah sebagian logam induknya meleleh [2]. Tipe friction
welding yang sering digunakan dalam industri
manufaktur untuk menyambungkan benda bulat adalah continuous drive friction welding.
Continuous drive friction welding adalah
penyambungan dua material dimana salah satu material berputar dan material yang lain bergerak maju untuk membuat tekanan terhadap ujung material yang berputar [3].
Benda kerja dalam proses pengelasan gesek mengalami empat perubahan fase yang berbeda yaitu: fase solid, fase transisi,
fase steady dan fase pendinginan. Gesekan
mulai terjadi pada fase solid dimana panas akan mulai timbul akibat gesekan kedua material dan mengalami peningkatan panas seiring dengan kecepatan putar dan tekanan yang diberikan. Pada fase transisi, material cair mulai terbentuk sebagai akibat dari peningkatan panas yang sedang berlangsung. Setelah itu, pada awal fase steady tingkat pencairan material sama dengan tingkat aliran keluaran material cair. Segera setelah fase ini telah tercapai, ketebalan lapisan cair adalah konstan. Fase steady dipertahankan sampai masukan energinya maksimal. Setelah itu terjadilah fase pendinginan dan pemadatan sehingga terbentuklah sambungan [4].
Kemampuan suatu material dalam menyerap panas menyebabkan terjadinya
70
perbedaan ukuran butir pada daerah sambungan antara kedua sisi material. Luas permukaan kontak berpengaruh terhadap seberapa besar panas yang akan dihasilkan dalam proses penyambungan dalam waktu dan tekanan yang sama. Gaya yang diterima oleh benda kerja akan menghasilkan tekanan yang lebih besar pada permukaan sisi kontak dengan luasan kontak kecil, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memanaskan daerah sambungan bisa cepat tercapai [5].Friction welding memiliki beberapa
keuntungan dibanding dengan fusion welding yaitu: lebih menghemat material, dapat menyambung benda bulat maupun tidak bulat, dapat menyambung material yang serupa maupun menyambung material yang berbeda jenisnya. Tidak hanya aluminium, logam-logam lain seperti stainless steel atau bahkan aluminium dan stainless steel terbukti dapat dilas dengan metode friction welding [3].
Parameter proses yang penting dalam proses pengelasan gesek (friction welding) adalah waktu gesekan, tekanan gesekan, lama pemberian tekanan tempa dan kecepatan putar [6]. Faktor lain yang turut mempengaruhi hasil las gesek adalah sudut
chamfer [7].
Penggunaan sudut chamfer yang tepat pada spesimen pengelasan gesek memberikan peningkatan kekuatan tarik sambungan las dibandingkan dengan spesimen tanpa sudut chamfer [8]. Semakin besar nilai gaya tekan akhir yang diberikan maka akan menurunkan prosentase porositas. Prosentase porositas yang besar akan menurunkan kekuatan tarik spesimen hasil pengelasan gesek begitu pula sebaliknya prosentase porositas yang semakin kecil juga akan meningkatkan kekuatan tarik spesimen hasil pengelasan gesek [9].
Dalam pengaplikasiannya di dunia industri manufaktur, hasil sambungan las gesek umumnya tidak hanya menerima beban tarik saja tetapi juga beban-beban lain salah satunya beban puntir. Untuk tercapainya gambaran mengenai kekuatan dan karakteristik material yang lebih lengkap maka diperlukan uji puntir pada hasil pengelasan gesek paduan Al-Mg-Si.
Selain ditinjau dari aspek kekuatan materialnya, pengujian dari segi cacat yang terjadi saat pengelasan juga diperlukan salah
satunya adalah porositas. Pengujian porositas diperlukan untuk mengukur dan mengetahui adanya rongga-rongga pada spesimen hasil las gesek Al-Mg-Si sebelum dilakukan pengujian puntir. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang kekuatan puntir dan porositas hasil sambungan las gesek Al-Mg-Si dengan variasi chamfer dan gaya tekan akhir
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang akan dilgunakan adalah metode penelitian eksperimental sejati
(true experimental research), Material yang
digunakan adalah Al-Mg-Si yang berbentuk silinder pejal. Dari hasil uji komposisi kimia, material Al-Mg-Si memiliki kandungan unsur seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1.
dengan menggunakan amplas #1000.
Tabel 1. Komposisi Kimia Al-Mg-Si (% berat) Kandungan Unsur Nilai (%) Kandungan Unsur Nilai (%) Si 0, 6050 Pb 0,0014 Fe 0,1820 P 0,0006 Cu 0,2500 Sn 0,0006 Mn 0,0086 Sb < 0,0004 Mg 0,8810 Sr 0,0001 Cr 0,1120 Be 0,00006 Zn 0,0108 Zr 0,0015 Ti 0,0182 Bi < 0,0003 Na 0,0021 Cd 0,0010 Ca 0,0005 Al 97,900 Ni 0,0044
Material awal untuk pembuatan spesimen pengelasan gesek berbentuk silinder pejal. Material tersebut dipotong dengan menggunakan power hack saw sesuai dengan ukuran yang diinginkan disertai dengan tambahan air coolant untuk meminimalisir timbulnya panas yang akan berdampak negatif pada hasil pemotongan spesimen. Material yang sudah dipotong kemudian dibentuk ujungnya dengan variasi sudut chamfer 0, 15°, 30°, 45° seperti terlihat
71
Sambungan las gesek pada Gambar 1. Pembuatan sudut chamfer
dilakukan dengan mesin bubut setelah itu dilakukan proses pengamplasan dengan tujuan untuk mengurangi gesekan. Pengamplasan dilakukan pada mesin bubut
Gambar 1. Dimensi benda kerja dengan variasi sudut chamfer . ƒ ƒ ƒ
Gambar 2. Skema pengaturan jarak benda kerja pada mesin bubut. Proses pengelasan gesek dilakukan menggunakan mesin bubut dengan memasang benda kerja I pada chuck, benda kerja II pada alat bantu cekam seperti pada Gambar 2.
Gambar 3. Skema pemberian gaya tekan awal dan akhir
Pengelasan gesek dilakukan menggunakan kecepatan spindle sebesar 1600 rpm, dengan pemberian tekanan awal sebesar 123 kgf secara konstan. Proses pengelasan dilaksanakan selama 2 menit. Setelah itu putaran dihentikan dan ditambahkan gaya tekan akhir sebesar 157 kgf, 185 kgf, dan 202 kgf selama 2 menit. Metode yang digunakan untuk menghasilkan gaya tekan awal dan akhir adalah dengan memanfaatkan gaya tekan pegas yang ditempatkan dalam sebuah alat bantu cekam yang dipasang pada tail stock. Dengan memutar hand wheel pada tail stock akan menaikan gaya tekan pegas pada benda kerja II. Skema pemberian gaya tekan awal dan akhir dapat dilihat pada Gambar 3.
Pada detik 0-120 terjadi proses pengelasan gesek desertai pemberian gaya tekan awal, sedangkan pada detik 121-240 terjadi proses tempa atau proses pemberian gaya tekan akhir.
satuan: mm
Gambar 4. Spesimen Uji Puntir Standar ASTM E-143[10]
Untuk proses pengujian puntir, spesimen dibentuk berdasarkan standart ASTM seperti pada Gambar 4. Agar spesimen tidak mengalami panas berlebih yang menimbulkan efek negatif seperti struktur material yang berubah akibat panas, selama proses pemesinan digunakan air coolant. Gambar 4 pula menunjukkan dimensi benda kerja yang akan digunakan dalam penelitian.
Untuk mengetahui kekuatan puntir maksimum, terlebih dahulu dilakukan pengujian porositas menggunakan metode piknometri yaitu dengan menghitung prosentase porositas yang terdapat pada spesimen uji dengan membandingkan densitas sampel atau apparent density dengan densitas teoritis atau true density [11], dengan menggunakan persamaan 1 sementara rincian jumlah spesimen yang Chuck r 2 mm 20 mm 145 mm 70 mm Penyangga 30 30 55 45 Ø10 Ø16 R15
I
II
I
II
30 mm 20 mm72
digunakan untuk pengujian porositas dan pengujian puntir ditunjukkan pada Tabel 2.% P = @sF Þ
ßÓA x 100% (1)
dengan:
% P = Prosentase porositas (%)
!s = Densitas sampel atau apparent
density (g/cm3)
!th = Densitas teoritis atau true
density (g/cm3)
Tabel 2. Jumlah Spesimen Uji Porositas dan Uji Puntir No. Kombinasi Perlakuan Jumlah spesimen (pcs) 1. . ) 185, dan 202 kgf 9 2. .185, dan 202 kgf ƒ ) 9 3. . ƒ ) 185, dan 202 kgf 9 4. .185, dan 202 kgf ƒ ) 9 Total 36 Keterangan: . %HVDU VXGXW FKDPIHU
F = Gaya tekan akhir
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengujian puntir dapat diketahui nilai tegangan geser maksimum dari masing-masing spesimen dengan variasi sudut dan gaya tekan akhir. Hubungan antara kekuatan puntir dengan sudut chamfer serta gaya tekan akhir tersaji pada Gambar 6
Dari gambar 6 kekuatan puntir hasil sambungan las gesek Al-Mg-Si tertinggi terdapat pada spesimen dengan sudut
chamfer 15° dan gaya tekan akhirnya 202 kgf,
dengan nilai kekuatan puntirnya adalah 193,93 MPa. Sedangkan kekuatan puntir hasil sambungan las gesek Al-Mg-Si terendah terdapat pada spesimen dengan sudut
chamfer 0 dan gaya tekan akhirnya 157 kgf,
dengan nilai kekuatan puntirnya adalah 108,63 Mpa.
Dengan penambahan sudut chamfer pada kedua permukaan benda kerja akan
menyebabkan menurunnya luas permukaan kontak sehingga gaya yang diterima benda kerja akan meningkatkan tekanan yang lebih besar pada permukaan sisi kontak dengan luasan kontak kecil. Peningkatan tekanan inilah yang menyebabkan pemanasan pada daerah las menjadi lebih cepat tercapai sehingga proses difusi dapat berlangsung lebih cepat pula.
Gambar 6. Grafik hubungan antara sudut
chamfer, gaya tekan akhir dan
kekuatan puntir
Spesimen hasil friction welding yang menggunakan sudut chamfer memiliki durasi difusi yang berlangsung lebih lama dibandingkan permukaan kontak tanpa menggunakan sudut chamfer dalam waktu pengelasan yang sama. Durasi difusi yang berlangsung lebih lama inilah yang akan menghasilkan sambungan las yang baik sehingga akan meningkatkan kekuatan puntirnya.
Gambar 7. Grafik hubungan antara sudut
chamfer, gaya tekan akhir dan
porositas.
Kekuatan puntir sambungan hasil friction
welding juga dipengaruhi oleh prosentase
0 50 100 150 200 250 0 15° 30° 45° ÷m a k, Teg angan g e se r m ak si m um (M P a) Sudut Chamfer( ) 157 kgf 185 kgf 202 kgf 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0 15° 30° 45° P oros it as (% ) Sudut Chamfer( ) 157 kgf 185 kgf 202 kgf
73
porositas yang terdapat pada spesimen pengujian puntir. Untuk itu perlu dilakukan pengujian porositas yang bertujuan untuk mengetahui dan mengukur adanya rongga di dalam spesimen hasil pengelasan gesek. Hasil pengujian porositas disajikan pada gambar 7.Dari pengijian porositas pada spesimen uji puntir dapat diketahui bahwa porositas hasil sambungan las gesek Al-Mg-Si tertinggi terdapat pada spesimen dengan variasi sudut
chamfer 0 dan gaya tekan akhirnya 157 kgf,
dengan nilai porositas sebesar 0.28 %. Sedangkan porositas hasil sambungan las gesek Al-Mg-Si terendah terdapat pada spesimen dengan variasi sudut chamfer 15° dan gaya tekan akhirnya 202 kgf, dengan nilai porositas sebesar 0.21 %. Spesimen dengan penambahan sudut chamfer pada kedua permukaan benda kerja akan menyebabkan menurunnya luas permukaan kontak sehingga akan meningkatkan tekanan pengelasan. Peningkatan tekanan inilah yang menyebabkan gas-gas yang terdapat pada area lasan terdorong keluar, sehingga akan menurunkan prosentase porositas yang terjadi selama proses friction welding berlangsung. Dengan nilai prosentase porositas yang semakin kecil maka akan meningkatkan kekuatan puntir sambungan hasil friction welding.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah di lakukan ini bisa diambil kesimpulan yaitu:
1. Semakin menurunnya sudut chamfer dan semakin besarnya gaya tekan akhir akan meningkatkan kekuatan puntir pada pengelasan gesek paduan Al-Mg-Si. Pada penelitian ini sudut chamfer 15° dengan gaya tekan akhir 202 kgf memiliki kekuatan puntir tertinggi yaitu sebesar 193,93 MPa.
2. Porositas akan menurun dengan semakin menurunnya sudut chamfer dan semakin besarnya gaya tekan akhir. Spesimen dengan sudut chamfer 15° dan gaya tekan akhirnya 202 kgf memiliki nilai porositas terendah yaitu sebesar 0.2122 %.
DAFTAR PUSTAKA
[1] ASM International, 2005, Properties and Selection: Nonferrous Alloys and
Special-Purpose Materials. Metals Handbook Vol.
2. Materials Park. Ohio.
[2] Sathiya, P., Aravindan, S. & Haq, A. N., 2007, Effect of Friction Welding Parameters on Mechanical and Metallurgical Properties of Ferritic Stainless Steel, International Journal of
Advanced Manufacture., Vol.31,
1076-1082.
[3] Manufacturing Technology Inc., 1999,
Friction Welding. Brochure of friction
welding. MTI. Washington.
[4] Sahoo, R. dan Samantaray P., 2007, Study of Friction Welding. Unpublished
Thesis. Rourkela: Department of
Mechanical Engineering National Institute of Technology Rourkela India.
[5] Sahin, Mumin, 2007, Joining of Stainless steel and Aluminium Materials by Friction Welding, International Journal of
Advanced Manufacture Technology.,
Vol.41, 487-497
[6] Kalpakjian, Serope, Steven R., & Oswald. 2001, Manufacturing Engineering and
Technology. London: Prentice-Hall
International.
[7] Lin, C.B., Mu, C. K., Wu, W. W. dan Hung, C.H., 1999, The Effect of Joint Design and Volume Fraction on Friction
Welding Properties of A360/SiC
Composites. Welding Research
Supplement. Department of Mechanical Engineering. Tamkang University. Taiwan.
[8] ,UDZDQ < 6 :LURKDUGMR 0 0D¶DULI M.S., 2012, Tensile Strength of Weld Joint Produced by Spinning Friction Welding of Round Aluminum A6061 with Various Chamfer Angles, Advanced
Materials Research., Vol. 576, 761-765.
Switzerland: Trans Tech Publications [9] Santoso, Eko B., Irawan, Y.S., Sutikno,
E., 2012, Pengaruh Sudut Chamfer dan Gaya Tekan Akhir Terhadap Kekuatan Tarik dan Porositas Sambungan Las Gesek Al-Mg-Si, Jurnal Rekayasa Mesin., Vol.3, No. 1, 293-298
74
[10] American Society for Testing andMaterials, 2004, Standard Test Method
for Torsion at Room Temperature, ASTM
Designation E143.,Annual Book of ASTM Standards, Vol.3, No.1, 338-342
[11] Taylor, Sum & McClain, and Berry, 2000, Uncertainty Analysis of Metal Casting Porosity Measurements Using Archimedes Principle, International
Journal of Cast Metals Research., Vol 11.