• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERMASALAHAN PERAN DAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERMASALAHAN PERAN DAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERMASALAHAN PERAN DAN FUNGSI BADAN

PERMUSYAWARATAN DESA

(STUDI KASUS DI DESA POCO RI’I, KECAMATAN BORONG, KABUPATEN

MANGGARAI TIMUR, FLORES, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR)

Krista Jeliha1), Wahyu Budi Nugroho2), Ni Made Anggita Sastri Mahadewi3)

123)Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana

Email: cristajeliha@gmail.com1), Wahyubudinug@yahoo.com2),

Anggitasastrimahadewi@unud.ac.id3)

ABSTRACT

The research aims to analyze and explain the existence of the Village Consultative Body in carrying out its main duties and functions as a government organizer in Poco Ri'i Village, East Manggarai Regency. The Village Consultative Body is an interesting research object to study from a sociological perspective. This study uses Adam Smith's theory of bureaucratic pathology, analyzing the role and function of the Village Consultative Body which affects the sustainability of rural community democracy. Using a qualitative approach with this type of descriptive-explanatory research. The data collection method is applied to support the success, the accuracy of the research data. Through a series of applied methods, the results of research that reveal the problems, roles and functions of the Village Consultative Body in Poco Ri'i Village, East Manggarai Regency, understand the important role of the Poco Ri'i Village Consultative Body.

Keywods: Problems, Roles and Functions, Village Consultative Body.

PENDAHULUAN

Disfungsi pada birokrasi aparatur pemerintahan Desa terutaman yang terjadi pada Badan Permusyawaratan Desa. Salah satunya seperti yang terjadi di desa Poco Ri’i, Kecamatan Borong, Kabupaten Maggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Keberadaan undang-undang otonomi daerah tidak serta merta berdampak signifikan terhadap peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Berbagai kendala saat ini masih terjadi pada masyarakat desa Poco Ri’i yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Terkait observasi pertama mengenai

maksimal Adanya permasalahan sedemikian banyaknya yang di hadapi Badan Permusyawaratan Desa, menjadikan salah satu faktor yang saat ini menghambat perkembangan masyarakat desa Poco Ri’i Banyaknya dinamika terjadi pada masyarakat yang dilatarbelakangi

(2)

2 permasalahan internal Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i. Membuat penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam bagaimana kinerja Badan Permusyawaratan Desa yang sebenarnya dari segi peran dan fungsi yang harusnya di jalankan dengan fakta yang terjadi di lapangan.

Berdasarkan latar belakang inilah alasan penulis meneliti mengenai Permasalahan Peran dan fungsi BPD (Studi Kasus di Daerah poco Ri’i, Kec. Borong, Kab. Manggarai Timur, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur), dengan lebih menekankan pada Permasalahan peran dan fungsi dari badan Permusyawaratan Desa yang saat ini sedang berjalan di desa Poco Ri’i. Sekaligus mengetahui sejauh mana tanggapan masyarakat tentang kinerja aparat Badan Permusyawaratan Desa yang selama ini telah berlangsung. Penelitian ini

menggunakan teori patologi birokrasi dari Adam Smith sebagai alat analisis, di mana yang menjadi pokok pemikiran yakni Dinamika yang melatar belakangi kinerja aparat Badan permusyawaratan Desa Poco Ri’i.

1.

KAJIAN PUSTAKA

Badan Permusyawaratan Desa merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa. Dewasa ini banyak dinamika yang terjadi dalam lembaga Badan Permusyawaratan Desa, baik dari struktur keorganisasian, peran hingga sistem penyelenggaraan yang belum mumpuni. Fenomena ini menarik minat beberapa peneliti untuk mengkajinya dalam berbagai aspek. Penelitian sebelumnya mengenai Peran Badan Permusyawaratan

Desa pernah di lakukan oleh Resti Putri Rahayu (2013) dengan judul Badan Permusyawaratan Desa penelitian ini bertujuan

menggambarkan peran Badan

Permusyawaratan dalam pengelolaan dana desa.Badan Permusyawaratan Desa menyampaikan gagasan mengenai pengelolaan dana desa menyangkut, pengawasan dan pemantauan dalam pengeluaran dana desa, evaluasi, serta mengkritisi laporan kepala desa mengenai pengelolaan dana desa.

Selanjutnya, Dian Pramana Putra (2013) melakukan penelitian berjudul, Pengawasan

Badan Permusyawaratan Desa

dalamPengalokasian Dana Desa. Hasil

penelitian ini menunjukan bahwa kedudukan BPD setara dengan lembaga perwakilan masyarakat yang melekat di dalamnya. Dalam penelitian ini, Badan Permusyawaratan Desa telah menjalan tugas dan fungsinya dengan baik untuk melakukan pengawasan terhadap pengalokasi dana desa. Gondang Purwanto Wardoyo (2010) melakukan penelitianxtentang

Peran Badan Permusyawaratan Desa

sebagaixAgen Demokratisasi, penelitian

tersebut mendefenisikanxsecara empiris peran Badan Permusyawaratan desa sebagai agen demokrastisasi, penelitian ini menyimpulkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa telah melaksanakan peran dan demokratisasi dengan baik.

Terdapat persamaan dan perbedaan dengan peneliti lainya yaitu, kesamaan : membahas mengenai anggaran dan pengelolaan dana desa. sementara, penulisan ini lebih menekan mengenai peran BPD dalam Mengelola Anggaran Belanja Desa dan belum menjalankan tugasnya dengan baik.

(3)

3

1.1.

LANDASAN TEORI

Adapun landasan teori yang digunakan untuk mengkaji Peran dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (Studi Kasus di Desa poco Ri’i, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur). Yaitu teori Patologi Birokrasi oleh Adam Smith, Yang meliputi: 1. Disfunction of bureaucracy, merupakan

landasan yang menjelaskan tentang pola struktur kebijakan dan tatanan atau system birokrasi instut yang gagal dan memepengaruhi kualitas birokrasi

2. Mal-administration, adalah tingkah laku yang dilaksanakan atas dasar dorongan orang lain (dibayar) seperti masah bodo, fanatik, egoisme, dari pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa.

Dalam hal ini

patologi birokrasi dapat dikategorikan

dalam lima kelompok. sebagai berikut:

1. Patologi yang timbulxkarena persepsi dan gaya manajerial para pejabat di lingkungan birokrasi.

2. Patologi yang disebabkan karena kurangnyaxatau rendahnya pengetahuan dan ketrampilanxpara petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional.

3. Patologi yang timbul karena tindakan para anggotaxbirokrasi yang melanggar norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Patologi yang dimanifestasikan dalam

perilaku para birokrasixyang bersifat disfungsional atau negatif.

5. Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalamxberbagai instansi dalam lingkungan pemerintahan.

3.

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitianxini berasas pada permasalahan belum jelas, holistik, kompleks, dinamisxdan penuh makna (Sugiyono, 2015). Pendekatan kualitatif dipilih karena berfokus untuk menggali serta mendeskripsikan informasi lebih dalam yang diperoleh dari informan di lapangan. Dalam pendekatan kualitatif, kegiatan penelitian dilaksanakan secara objektif terhadap kenyataan subjektif yang diteliti, Dengan demikian pelaksanaan penelitian tidaklah bersifat subjektif, tetapi tetap dilaksanakan secara objektif keilmuan untuk mendapatkan data dalam bentuk kata- kata lisan yang menyatakan probem, peran dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa. Penelitian ini juga tidak berfokus pada penggunaan angka-angka terutama dalam analisis data.

Penelitian kualitatif ini sangat cocok digunakan dalam meneliti Peran Badan Permusyawaratan Desa di Desa Poco Ri’i, karena Badan Permusyawaratan Desa merupakan suatu objek yang berada pada realitas masyarakat yang di pengaruhi oleh globalisasi dan modernisasi. Dengan adanya pengaruh dari globalisasi dan modernisasi, maka masyarakat desa PocoRi’i semakin dinamis dengan segala kemajuan yang ada dalam pemikirannya. Oleh karena itu, dengan melakukan penelitiaan kualitatif bisa memberikan interpretasi atau gambaran terhadap realitas masyarakat desa Poco Ri’i, dimana antara peran badan permusyawaratan desa dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Gambaran Wilayah Penelitian

(4)

4

Manggarai Timur

Kabupaten Manggarai Timur merupakan salah satu-dari 22 Kabupaten/Kota yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Timur terletak antara: 8°14' Lintang Selatan – 9°00' Lintang Selatan dan 120°20' Bujur Timur – 120°55' Bujur Selatan. bagian timur Kabupaten Matim di batasi Kabupaten Ngada, sedangkan bagian barat berbatasan dengan Kab. Mateng. (Sai, 2019).

4.1.2 Profil Kecamatan Borong

Kecamatan Borong merupakan salah satu Kecamatan, dari Sembilan Kecamatan yang ada di Kabupaten Manggarai Timur. Kecamatan Borong merupakan pusat kota dari Kabupaten Manggarai Timur yang terdiri dari 3 Kelurahan dan 15 Desa diantaranya; Kelurahan Rana Loba, Kelurahan Ndora, dan Kelurahan Nanga Labang tiga Kelurahan tersebut yang berada di Kota Borong atau pusat Kecamatan. Sedangkan untuk desanya terdiri dari Desa Balus Permai, Bangka Kantar, Benteng Raja, Benteng Riwu, Benteng Riwu, Compang Ndejing, Compang Tenda, Golo Kantar, Golo Lalong, Golo Leda, Gurung Liwut, Ngampang Mas, Poco Ri’i, Rana Masak, Satar Peot, dan Waling.

4.1.1 Profil Desa Poco Ri’i

Desa Poco Ri’i adalah desa yang terletak di ujung utara dari Kecamatan dan kota Kabupaten. Letak geografis Desa Poco Ri’i yang berada pada ketinggian 900-1.100 dari permukaan laut menjadikan Desa Poco Ri’i desa yang sangat asri dan jauh dari keramaian, Desa Poco Ri’i mempunyai luas wilayah 1.392 km. Adapun mengenai batas- batas wilayah Desa Poco Ri’i yakni: Bagian utara di batasi oleh Desa Golo Lalong, bagian timur di batasi oleh Desa Benteng

Raja, bagian barat di batasi oleh Desa Benteng Riwu, bagian selatan di batasi oleh Desa Ngampang Mas. Wilayah Pemerintahan Desa Poco Ri’i terbagi menjadi 5 (lima) dusun, yaitu Dusun Pel, Wangkung, Riwu, Wakos, Dan Lamba.

4.2

Permasalahan

yang

Dihadapi

Badan Permusyawaratan Desa di

Desa Poco Ri’i

Badan Permusyawaratan Desa merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa dapat dianggap sebagai ”parlemennya” desa. Berdirinya Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i sebagai penerima aspirasi masyarakat. Disisi lain Badan Permusyawaratan Desa merupakan lembaga pengawasan yang memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi peraturan desa serta anggaran pendapatan dan belanja desa (APBD) (Widjaja, 2010). Sejalan dengan keberadaan Badan Permusyawaratan Desa di Desa Poco Ri’i, terdapat pula kendala-kendala yang kerap dihadapi Badan Permusyawaratan Desa Baik dari faktor internal maupun eksternal. Meskipun kerap mengalami berbagai kendala, Kepala Desa maupun pihak Badan Permusyawaratan Desa selalu berusaha menjaga stabilitas pemerintahan dan selalu menjaga profesionalitas dengan baik, meskipun terkadang adanya beda pandangan yang dihadapi oleh keduanya namun beberapa masalah tersebut dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah, koordinasi dan peran komunikasi yang efektif dalam menjembatani proses pengambilan keputusan untuk kepentingan bersama.

(5)

5 Badan permusyawaratan Desa yang ada di Desa Poco Ri’i masih kurang optimal. Terbukti masih kurangnya kordinasi antaran Badan Permusyawaratan Desa dengan masyarakat seperti pekerjaan jalan yang kurang baik serta lemahnya BPD untuk mengawasi anggotanya yang bertugas untuk melayani masyarakat yang memiliki kepentingan. Rendanya pengetahuan BPD sehingga tugas dan tanggung jawab tidak bisa diterap sepenuhnya di Desa Poco Ri’i. Masalah yang jelas terlihat saat ini pada pengurus Badan Permusyawaratan Desa adalah belum optimalnya pemahaman mengenai tugas dan fungsi yang semestinya sebagai pejabat legislatif pemerintahan desa. Pengurus Badan Permusyawaratan Desa

Poco Ri’i seharusnya dapat menangani masalah-masalah terutama masalah yang di alami masyarakat. Akan tetapi pengurus Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i jurtru tidak sepenuhnya dapat menyelesaikan masalah internalnya berupa masalah struktural dengan kepala Desa maupun masalah perbedaan pendapat dengan kepala desa ang kerap muncul. Permasalahan lain yang kerap dialami Badan Permusyawatan Desa Poco Ri’i adalah ketika mendapat masukan dari masyarakat.

Umumnya masukan-masukan yang diajukan masyarakat kepada Badan Permusyawaratan Desa tidak dapat di tindak lanjuti karena terhalang minimnya pengetahuan dalam menunjang pengambilan langkah. Masalah ini kemudian menjadikan masyarakat semakin enggan berbicara mengenai masalah yang terjadi serta menanyakan kebijakan dan perkembangan apa saja yang sedang terjadi di Desa. Meskipun terdapat upaya dalam menangani masalah struktural, tidak dipungkiri adanya masalah lain yang cukup mendasar yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah lain yang ikut muncul dan jelas berdampak besar pada keberlangsungan masyarakat Desa Poco Ri’i.

Masyarakat Desa Poco Ri’i saat ini lebih banyak memilih untuk diam, dikarenakan tidak banyak yang dapat diperbuat. Penduduk Desa Poco Ri’i dominan hanya sekedar memantau apa yang dilakukan kebanyakan pejabat di desa, terutama dalam pelaksaan tugas pembangunan desa. Hubungan Badan Permusyawaratan Desa dengan masyarakat masih kurang, karena begitu banyaknya aspirasi masyarakat yang belum di jalankan oleh Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i.

(6)

6 Meskipun masyarakat tau sejatinya dalam hal mengakses informasi mengenai pembangunan desa, bantuan pemerintah, maupun pengajuan aspirasi, dapat melalui Badan Permusyawaratan Desa. Akantetapi masyarakat enggan dan lebih banyak hanya memantau saja. Mengingat keadaan birokrasi desa yang masih kurang baik dan cenderung tidak memihak kepada masyarakat Desa Poco Ri’i. walaupun Masyarakat sudah berusaha memberikan banyak masukan, akantetapi respon yang di dapat sama saja.

Namun kenyataannya tidak semua masyarakat puas akan hasil kinerja Badan Permusyawaratan Desa. Karena tidak semua keputusan yang ditetapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa dapat diterima oleh seluruh masyarakat, karena kurang menguntungkan kepentingan masyarakat desa. Terlebih lagi selama ini Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i kurang ikut serta terlibat dalam mewujudkan aspirasi masyarakat.

Meskipun saat ini Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i belum sepenuhnya bisa mengatasi tugasnya dengan baik, upaya untuk melakukan perubahan telah dilakukan meskipun dominan hanya lebih banyak bersifat teoritis. Tidak adanya upaya dari instansi Pemerintahan untuk menjalankan tugas dan kewajibannya agar terstruktur. Sebagian besar masyarakat sebenarnya menyadari bahwa keberadaaan demokrasi Desa Poco Ri’i selama ini tidak kondusif dalam kemajuan pemerintahan desa. Berbagai hambatan yang dialami Badan Permusyawaratan Desa menjadikan banyak

masalah yang berdampak kepada masyarakat. Perlunya banyak perbaikan sangat di harapkan oleh masyarakat, mengingat masih belum optimalnya sistem pemerintahan desa. Meski sudah ada upaya yang dilakukan pemerintah desa, akantetapi yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah perbaikan dari aparatur desanya guna kepentingan masa depan masyarakat Desa Poco Ri’i itu sendiri kedepannya.

4.2.1

Permasalahan Sosial Aparatur

Badan Permusyawaratan Desa

di Desa Poco Ri’i

Kebudayaan orang manggarai pada umumnya masih memegang kuat sistem kekeluargaan. Kuatnya kekeluargaan oleh masyarakat manggarai tergambar dari status sosial antar anggota keluarga yang saling bahu-membahu meningkatkan taraf kehidupan sesama anggota keluarga untuk memiliki kedudukan yang tinggi. Ketika telah memiliki kedudukan yang tinggi kekuatan kedudukan tersebut bisa menentukan kedudukan seseorang dalam kehidupan masyarakat.

Ketika salah seorang dapat menduduki jabatan penting di lingkungan pemerintahan desa, maka orang tersebut akan berusaha memasukkan anggota keluarganya untuk memduduki jabatan yang dapat mendukung kekuatan posisinya di dalam lingkungan pemerintahan. Secara tidak langsung hal ini menjadi suatu keharusan bagi orang yang menjadi aparat Badan Permusyawaratan Desa untuk ikut menguatkan status sosial sesama anggota keluarga dengan berbagai cara. Seperti halnya status sosial yang tinggi apabila dapat memiliki peran penting sebagai anggota Badan permusyawaratan Desa. Dari

(7)

7 segi pendidikan juga sangat berpengaruh dalam pandangan status sosial seseorang di Desa Poco Ri’i. Seperti yang kita ketahui pendidikan merupakan wadah untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia yang dimiliki setiap individu. Tingkat pendidikan juga merupakan faktor utama dalam suatu masyarakat untuk menciptakan tatanan sosial yang lebih mapan terutama bagi aparat Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i, karena semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki maka dalam masyarakat status sosial seseorang pun menjadi semakin tinggi untuk dipercaya untuk diberikan jabatan untuk menjalankan pemerintahan desa. Akan tetapi permasalahan lain yang kerap di hadapi oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i adalah tingkat pendidikan yang masih cukup rendah. Anggota Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i umumnya hanya tamatan sekolah menengah pertama atau paling tinggi hanya mengenyam pendidikan sampai bangku SMA.

untuk menyekolahkan anak.

4.2.2 Permasalahan Ekonomi Aparatur Badan Permusyawaratan Desa di Desa Poco Ri’i

Faktor perekonomian merupakan suatu hal yang sangat membantu dan menopang kehidupan masyarakat, termasuk bagi aparatur Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i. Tinggi rendahnya kesejaterahan ekonomi aparatur Badan Permusyawaratan Desa di Desa Poco Ri’i dapat diukur dengan minimnya pendapatan yang di peroleh sebagai anggota

Badan Permusyawaratan Desa. Meskipun umumnya aparatur Badan Permusyawaratan Desa di Desa Poco Ri’i memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani seperti petani padi, kopi, coklat, cengkeh.

Akan tetapi bagi para aparatur Badan Permusyawaratan Desa posisinya sebagai aparat desa tidak sepenuhnya dapat membantu menunjang kehidupannya. Meskipun sebagai aparat desa yang tiap bulannya sudah pasti mendapat gaji, jumlahnya tidak seberapa mengingat banyak keperluan rumah tangga yang harus dipenuhi. Meskipun telah memiliki pekerjaan sampingan yaitu sebagai petani, disisi lain sulitnya akses dalam menjual hasil pertanian karena kondisi jalan yang masih bayak belum di aspal sehingga ketika musim hujan jalanan menjadi berlumpur yang berdampak pada gangguan bagi akses mobilisasi hasil kebun yang akan dijual ke pasar. Jalan yang becek dan licin berpengaruh terhadap mobilitas pengangkutan yang menyebabkan tersendatnya mobilitas perekonomian serta menganggu kelancaran dalam urusan administrasi desa ke Kecamatan.

Jarak Desa menuju ibu kota Kecamatan maupun ke pasar adalah 10 km dengan lama jarak tempuh ke ibu kota Kecamatan dengan kendaraan bermotor kurang lebih dua jam. Sedangakan apabila diakses dengan berjalan kaki bisa menghabiskan waktu hingga lima jam itupun apabila mengikuti jalur utama dan tidak sedang mengalami cuaca buruk seperti hujan. Jalan menuju Desa Poco Ri’i dapat diakses melalui tiga jalur, yaitu jalur utama melalui Desa Ngampang Mas, jalur alternatif lain yaitu melalui Desa Gurung liwut dan Desa Benteng Riwu. Dari apa yang telah terjadi di Desa Poco Ri’i, merupakan suatu tugas berat

(8)

8 bagi Badan Permusyawaratan Desa dalam melakukan pengawasan dan penyampaian aduan permasalahan yang dialami masyarakat Desa Poco Ri’i. Serta tugas Kepala Desa dalam melakukan pengajuan perbaikan akses desa kepada pemerintah Kabupaten Kota.

Faktor penghambat perekonomian yang dialami tidak hanya anggota Badan Permusyawaratan Desa tetapi juga seluruh masyarakat Desa Poco Ri’i yang diakibatkan oleh terisolirnya akses desa menuju kota yang sharusnya bermanfaat sebagai peningkat taraf kehidupan yang dapat digunakan sebagai biaya untuk mengenyam pendidikan menjadi salah satu hambatan utama yang menjadikan banyaknya sumber daya manusia di desa Poco Ri’i yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke kota karena keadaan ekonomi yang rendah.

4.3 Peran dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa di Desa Poco Ri’i

Sebagaimana yang terdapat dalam undang-undang desa Nomor 6 Tahun 2014 mengenai kebijakan desa yaitu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah dan berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan kebijakan desa. Kebijakan ini menegaskan mengenai lembaga masyarakat desa teruntuk institusi Badan Permusyawaratan Desa yang mempunyai fungsi mengayomi masyarakat desa. BPD yang terdapat di Desa Poco Ri’i bermula di keluarnya kebijakan UU daerah No. 7 thn 2010 mengenai kehadiran BPD yang telah di tetapkan pada tahun tersebut sebagaimana telah di tetapkan di Kabupaten Manggarai Timur.

Badan Permusyawaratan Desa di Desa Poco Ri’i dibentuk akibat dikeluarkanya Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Timur tentang pembentukan Badan Permusyawaratan Desa. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Manggaramuri Timur Nomor 7 tahun 2010

Tentang pembentukan Badan

Permusyawaratan Desa maka Pemerintahan Kabupaten Manggarai Timur melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, yang selanjutnya melalaui Camat untuk membentuk Badan Perwakilan Desa di desa. Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Timur baru di tetapkan pada tahun tersebut di karenakan Kabupaten Manggarai Timur adalah Kabupaten yang baru di bentuk pada tahun 2009, merupakan pemekaran dari kabupaten Manggarai Tengah.

Sejalan dengan hal tersebut Kepala Desa Poco Ri’i menyelenggarakan rapat desa yang membahas tentang pembentukan Badan Permusyawaratan Desa. Badan Permusyawatan Desa Poco Ri’i merupakan sebuah badan baru ditingkat pemerintahan desa dan mempunyai kedudukan penting di tingkat pemerintahan desa. Pemerintahan desa adalah pemerintahan yang berjalan bersama-sama antara Badan

Permusyawaratan Desa dengan pemerintah desa yang terdiri dari kepala desa dan perangkat Desa. Masa bakti Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i adalah lima tahun terhitung tanggal pelantikan dan dapat di pilih kembali untuk masa jabatan berikutnya. Proses pembentukan Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i dibentuk melalui beberapa proses yaitu proses perencanaan, proses pencalonan, dan proses pemilihan.

Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i memiliki fungsi legislasi, pengawasan, dan

(9)

9 aspirasi masyarakat. Peranan Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i tidak hanya memiliki fungsi legislasi dalam pemerintahan desa, melainkan posisinya juga berkedudukan sejajar dengan pemerintah desa sebagai mitra kerja. Pengertian sejajar disini adalah bahwa kedudukan Badan Permusyawaratan Desa tidak lebih rendah dan tidak lebih tinggi dan merupakan bagian pemerintahan desa.

Badan Permusyawaratan Desa merupakan akses warga untuk mengetahui kegiatan pembangunan yang berlangsung di wilayah desa serta sebagai perantara masyarakat untuk menyalurkan bentuk pendapat. BPD mempunyai kedudukan unsur penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah wakil dari penduduk desa berdasarkan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama atau pemuda, dan pemuka masyarakat lainya. Upaya pencapaian pemantauan program kerja desa di setiap bidang dengan tujuan mensejatrakan masyarakat. menanggapi Penerapan pengaturan serta menghasilkan kebijakan bersama, Manfaat pemantauan Badan Permusyawaratan Desa untuk menyelenggarakan administrator desa yang bertanggung jawab, tranparansi, bijaksana, Serta mampu mewujudkan lembaga desa yang mandiri dan berbudaya.

Pentingnya keberadaan Badan Permusyawaratan Desa sebagai lebaga yang menjalankan fungsi legislasi, dengan didilandasi kordinasi yang baik kepada perangkat desa adalah bentuk peran dan fungsi yang harus dijalankan Badan

Permusyawaratan Desa. Disisi lain

masyarakat adalah faktor penentu keberhasilan Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan fungsinya. Besarnya dukungan dari masyarakat kepada badan permusyawaratan Desa menjadikan Badan Permusyawaratan Desa mempunyai ruang gerak untuk melakkukan fungsinya

Disisi lain dukungan dari Kepala Desa yang memiliki peran besar dalam melaksanakan pembangunan di wilayahnya baik sebagai konseptor pembangunan, penggerak, pengaruh, pengatur serta memiliki tugas sebagai pengawas jalannya pembangunan desa. Peningkatan kualitas kerja sesuai dengan peran dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa sangat diperlukan guna peningkatan terhadap pelayanan dan akses masyarakat tentang kebijakan dan pembangunan desa. Sehingga kedepannya desa dapat mengalami kemajuan apabila aparatur desa sudah memahami dengan jelas apa tugas dan fungsi yang di embannya sebagai aparatur pemerintahan tingkat desa.

4.4

Analisis Patologi Birokrasi dalam

Permasalahan Peran dan Fungsi

Badan Permusyawaratan Desa di

Desa Poco Ri’i

Badan Permusyawaratan Desa merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa dapat dianggap sebagai parlemennya desa. Badan Permusyawaratan Desa merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia. Begitu pula di Desa Poco Ri’i memiliki suatu badan legislatif yaitu Badan Permusyawaratan Desa. Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i memiliki

(10)

10 fungsi legislasi, pengawasan, dan aspirasi

masyarakat. Peranan Badan

Permusyawaratan Desa Poco Ri’i tidak hanya memiliki fungsi legislasi dalam pemerintahan desa, melainkan posisinya juga berkedudukan sejajar dengan pemerintah desa sebagai mitra kerja. Kegiatan birokrasi Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i saat ini memiliki banyak permasalahan dari segi peran dan fungsi yang dapat dianalisis dari sudut pandang sosiologis. Permasalahan peran dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i sangat berkaitan dengan teori patologi birokrasi yang dikemukakan oleh Adam Smith yang menjelaskan bahwa patologi birokrasi dapat dipetakan dalam dua konsep besar, yaitu: Disfunctions of bureaucracy, dan Mal-administration,

Melalui Dua konsep dasar diatas, patologi birokrasi kemudian dapat dikategorikan dalam lima kelompok sesuai dengan bentuk tindakan yang dilakukan. Yaitu sebagai berikut:

1. Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya manajerial para pejabat di lingkungan birokrasi.

2. Patologi yang disebabkan karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan dan ketrampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional.

3. Patologi yang timbul karena tindakan para anggota birokrasi yang melanggar norma- norma hukum dan peraturan perundang- undangan yang berlaku. 4. Patologi yang dimanifestasikan dalam

perilaku para birokrasi yang bersifat disfungsional atau negatif.

5. Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi dalam lingkungan pemerintahan.

Melalui pembagian jenis tindakan patologi yang didasari oleh dua konsep dasar patologi birokrasi yang telah disebutkan. Dapat dianalisis bahwa fenomena permasalahan peran dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i, dari sudut pandang patologi Adam Smith bentuk patologi birokrasi yang dilakukan aparatur Badan Permusyawaratan Desa akan berdampak besar terhadap masyarakat Desa Poco Ri’i dari segi akses informasi, pelayanan administrasi, maupun pengaduan aspirasi yang kerap tidak berjalan dengan baik. Kaitan permasalahan peran dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa dengan teori patologi birokrasi menurut Smith, apa saja masalah aparat BPD merupakan bentuk hambatan yang disebabkan oleh banyaknya anggota aparat Badan Permusyawaratan Desa yang belum pahan mengenai peran dan fungsi. Disisi lain adanya penyimpangan dan disfungsi dalam menjalankan tugas sebagai pejabat pemerintahan tingkat desa yang memperparah permasalahan yang timbul. Permasalahan peran dan fungsi sebagaimana yang disebutkan Smith, permasalahan yang dialami aparat Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i merupakan fenomena dari

Disfunctions of bureaucracy, yakni dari segi struktur antara pejabat desa dengan Badan Permusyawaratan Desa yang kerap berselisih paham, disisi lain aturan yang mengatur tentang wewenang dari Badan Permusyawaratan Desa yang belum dijalankan dengan baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan belum dijalankan sepenuhnya fungsi legislasi aparat Badan Permusyawaratan Desa sebagai aparat yang harusnya bertugas mengawasi dana desa dan penggunaan dana desa, akan tetapi banyak yang belum sepenuhnya diawasi sehingga banyak bantuan-bantuan yang penyalurannya

(11)

11 salah sasaran dan justru di berikan kepada orang yang tidak seharusnya mendapatkan. Serta dari segi prosedur atau berkaitan dengan karakteristik birokrasi yang dijalankan Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i sampai saat ini masih membutuhkan banyak perbaikan sebagaimana keterangan yang telah di sampaikan oleh informan informan pelengkap, yaitu masyarakat Desa Poco Ri’i itu sendiri. Menganggap bahwa birokrasi yang di terapkan oleh kelembagaan Permusyawaratan Desa masih dianggap belum baik dan tidak transparan, sehingga tidak mampu mewujudkan kinerja yang baik.

Jika ditelisik lebih mendalam patologi birokrasi yang terjadi dalan Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i dari segi peran dan fungsi, merupakan tindakan Mal- administration, yakni berkaitan dengan ketidakmampuan Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i dalam menindaklanjuti aduan masyarakat Desa Poci Ri’i. Disisi lain perilaku aparat di lingkungan pemerintahan yang kerap dapat disogok untuk memperlancar kepentingan yang diinginkan, di lain hal masyarakat Desa Poco Ri’i mayoritas berpandangan bahwa Badan Permusyawaratan Desa maupun pihak aparat desa tidak sensitif terhadap keadaan maupun kesulitan yang dialami masyarakat yang didasari oleh sikap yang arogan, serta seringnya terjadi misinformasi serta tidak peduli dengan keadaan masyarakat selain anggota keluarganya menjadikan aturan yang berlaku menjadi bias. Hal ini dilatar belakangi kualitas sumber daya manusia dari birokrat yang ada di dalam pemerintahan yang masih rendah, yang menyebabkan tidak pahamnya aparat mengenai peran dan fungsinya sebagai pengawas, pembuat

aturan, dan penyalur aspirasi masyarakat Desa Poco Ri’i. Tindakan yang dilakukan aparatur desa dan Badan Permusyawaratan Desa oleh masyarakat sering dilakukan pembiaran dan hanya memantau saja. Karena masyarakat tidak mampu berbuat apa-apa terlebih lagi bagi masyarakat yang tidak memiliki kenalan di lingkungan aparatur desa. Sehingga masyarakat enggan berkomentar karena mengetahui apa yang dilakukan akan berujung pada pengabaian dan pembiaran oleh aparat desa.

Bila dikategorikan dalam lima kelompok sesuai dengan bentuk tindakan yang dilakukan. Tindakan yang dilakukan berupa: 1. Patologi yang timbul karena persepsi atau pandangan Badan Permusyawaratan Desa yang belum paham betul akan tugas dan fungsi secara menyeluruh, sehingga menimbulkan gaya manajerial para pejabat di lingkungan birokrasi yang kurang baik. seperti birokrasi desa yang berjalan lambat lambat dan berbelit dalam menangani aduan-aduan masyarakat dan lebih banyak aduan yang di sampaikan tidak di tindaklanjuti; 2. interpretasi muncul yang muncul disebabkan karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan aparat Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i dalam mejalankan fungsi legislasi; 3. Patologi yang timbul karena tindakan para anggota birokrasi yang melanggar norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berupa penerapan aturan yang kerap kali tumpang tindih dan tidak adanya kejelasan aturan yang berlaku sehingga masyarakat kesulitan dalam mengetahui aturan yang berlaku di Desa Poco Ri’i; 4. Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrasi yang bersifat disfungsional atau negatif, berupa penyalah gunaan jabatan yang lebih menguntungkan

(12)

12 sanak saudara ketimbang masyarakat yang sebenarnya lebih membutuhkan bantuan berua raskin ataupun dana sumbangan; 5. Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi dalam lingkungan pemerintahan, berupa seringnya terjadi selisih paham antara Kepala Desa dengan Aparat Badan Permusyawaratan Desa. Sehingga banyak kebijakan yang tersendat dan pada akhirnya berdampak pada masyarakat karena tidak adanya kejelasan.

1.

KESIMPULAN

Aparatur Desa Poco Ri’i saat ini banyak memiliki Permasalahan yang di alami, terutama oleh aparat Badan Permusyawaratan rakyat, diantaranyam berupa seringnya terjadi selisih paham dengan kepala desa, banyaknya terjadi penyalahgunaan wewenang. Disisi lain Permasalahan dari segi sosial yang menuntut orang yang menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa untuk ikut mengangkat status sosial keluarganya dalam berbagai cara. Serta minimnya pengetahuan anggota Badan Permusyawaratan akan tugas-tugas yang harusnya di jalankan sebagai pengawas, pembuat peraturan, dan penyalur aspirasi mayarakat akibat dari rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki mayoritas anggota Badan Permusyawaratan Desa yang umumnya hanya tamatan SMP dan SMA. Selain itu rendahnya tingkat

perekonomia anggota Badan

Permusyawaratan Desa meskipun telah mendapat gaji dari desa tetapi jumlahnya tidak seberapa dan memiliki pekerjaan sampingan yaitu sebagai petani. Tetapi karena akses jalan desa banyak yang masih buruk, sehingga menghambat perkembangan ekonomi dalam

mobilisasi hasil kebun untuk dijual ke pasar. Permasalahan ini tidak hanya di alami aparat desa tetapi juga dialami masyarakat desa Poco Ri’i secara keseluruhan. Serta dengan adanya Permasalahan yang banyak di alami Badan Permusyawaratan Desa menyebabkan sulitnya akses dalam mengurus keperluan administrasi

desa. Peran dan fungsi

Badan Permusyawaratan Desa belum melaksanakan fungsinya dengan baik daalam menjalankan tugasnya. Peran tugas tersebut lebih sering dijalankan oleh kepala desa. Dalam hal ini juga masyarakat adalah faktor penentu keberhasilan Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan fungsinya. Besarnya dukungan dari masyarakat kepada Badan Permusyawaratan Desa tidak disertai penanganan aduan masyarakat dengan baik serta di tangani dengan lamban. Patologi birokrasi tidak hanya terjadi di lingkup struktural melainkan pada penerapan peraturan desa juga.

Selanjutnya hal mendasar dari konsep patologi birokrasi tercermin dari tindakan disfungsi yang dilakukan aparatur desa, tindakan Disfunctions of bureaucracy dann

Mal-administration masih kerap terjadi.

Sehingga banyak terjadi tindakan birokrasi Desa yang berjalan lambat dan berbelit, rendahnya pengetahuan aparat Badan Permusyawaratan Desa Poco Ri’i dalam mejalankan fungsi legislasi, penerapan aturan yang kerap kali tumpang tindih dan tidak adanya kejelasan aturan yang berlaku sehingga masyarakat kesulitan dalam mengetahui aturan yang berlaku di Desa Poco Ri’i, penyalah gunaan jabatan yang lebih menguntungkan sanak saudara ketimbang masyarakat yang sebenarnya lebih membutuhkan bantuan berua raskin ataupun

(13)

13 dana sumbangan, serta seringnya terjadi selisih paham antara Kepala Desa dengan Aparat Badan Permusyawaratan Desa. Sehingga banyak kebijakan yang tersendat dan pada akhirnya berdampak pada masyarakat karena tidak adanya kejelasan. Bagi Tokoh masyarakat serta masyarakat umum di Desa Poco Ri’i tidak banyak berbuat apa-apa, karena tidak memiliki kekuatan dalam melakukan tindakan serta masyarakat hanya bisa memantau saja apa yang terjadi dan di lakukan oleh aparatur desanya.

DAFTAR PUSTAkA

Buku;

Widjaja, HAW .(2000). Otonomi daerah dan

daerah otonom. Jalarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Sugiyono, (2015). Metode Penelitian Kuantitatif dan kualitatif Dan R & G. Bandung Alfabeta.

Jurnal;

Dwipayana, Eko. (2002). Membangun Goog

Governance di Desa. Yogyakarta

Pustaka Pelajar.

Soemantri, Bambang. (2011). Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan

Desa, Jakarta: Yayasan Karya

Darma.

Skripsi;

Putra Pramana, Dian. (2013). Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

dalam mengalokasi Dana Desa.

Universsitas Negeri Malang.

Rahayu, Resti Putri, (2013).

Permusyawaratan Desa Dalam

Mnegelola Dana Desa. Semarang :

Universitas Katolik Soegijapranata.

Wardoyo, Purwantoro Gonang. (2013). Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai Agen Demokrasi. Semarang : universitas Katolik soegijapranata.

Internet;

Ilham, Mughnifar. (2020). Pengertian Masalah Menurut Parah Ahli da Jenis-jenis masalah , http://materibelajar.co.id (Diakses 24Februari 2020).

Triono, O. (2014). Pengertian Fungsi Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, htpp://repository.uin-suska.ac.id (Dikases 22 Februari 2020

Referensi

Dokumen terkait

Parameter yang digunakan yaitu tingkat kelahiran, tingkat kematian alami, tingkat kematian karena penyakit yang disebabkan oleh rokok pada individu perokok

Asuransi Jasindo di wilayahnya, Petugas Lapangan (SMD WP, Manager SPR,Inseminator, Medik, Para Medik) dan stakeholders lain yang berperan dalam rangka perencanaan

Penelitian ini menjelaskan tentang kemudahan dalam menerima dan menyebarkan informasi adalah dua hal yang tidak didapat oleh generasi sebelumnya, karena kemajuan

Berdasarkan sampel dari perusahaan manufaktur dengan sub sektor industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013 sampai 2015 maka hasil regresinya menunjukkan bahwa

Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu

13 Tahun 2003, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan

Skripsi adalah studi akhir yang merupakan salah satu tugas akhir yang diwajibkan pada mahasiswa Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri

Dan selama 60 tahun terakhir, ada interes yang semakin besar pada konseling yang sensitif- diversity (Jones, 2005:429). Perbedaan-perbedaan yang ada tentunya akan memengaruhi cara