TINJAUAN PUSTAKA
Nitrogen
Sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N2) di atmosfer yang
takarannya mencapai 78 % volume dan sumber lainnya senyawa senyawa
nitrogen yang tersimpan dalam tubuh jasad. Nitrogen sangat jarang ditemui
menjadi komponen pelikan oleh karena wataknya yang mudah larut air. Watak ini
juga menjadikan endapan endapan nitrogen yang cukup banyak hanya ditemui di
daerah beriklim kering dan itupun terbatas secara setempat. Nitrogen atmosfer
memasuki sistem tanah melalui perantaraan jasad renik penambatan N, hujan dan
kilat (Poerwowidodo, 1992).
Siklus nitrogen merupakan proses berantai yang sangat kompleks, yaitu
bahwa semua organisme, tanaman dan hewan ikut berperan di dalamnya, yaitu
sebagai berikut. Nitrogen udara ditambat secara fisik (loncatan bunga api listrik),
secara kimia (pabrik pupuk) dan secara biologis (fiksasi), kemudian jatuh ke
dalam tanah, dan dimanfaatkan oleh tanaman. Tanaman yang hidup subur
kemudian dijadikan bahan makanan oleh hewan dengan menghasilkan protein
hewani. Kalau kemudian kotoran dan tanaman/hewan mati dan jatuh di tanah,
oleh bakteri pembusuk akan di uraikan menjadi NH3 yang selanjutnya menjadi
nitrit dan nitrat. Nitrat merupakan pupuk tanaman, sedangkan sebagian lagi
melalui proses denitrifikasi akan diubah menjadi nitrit, ammonia, kemudian
nitrogen (N2) yang langsung terkumpul di udara (Yuliprianto, 2010).
Jasad renik penambatan N bebas ini akan mengubah bentuk N2 menjadi
N-asam amino dan N-asam protein. Jika jasad renik itu mati, bakteri pembusuk
ammonium dari gugus amino, yang selanjutnya akan larut dalam larutan tanah.
Amonium ini diserap oleh tanaman dan sisa ammonium akan diubah menjadi
nitrit, kemudian menjadi nirat oleh bakteri nitrifikasi dan dapat diserap langsung
oleh tanaman. Nitrat dan nitrit yang tidak termanfaatkan sebagian dan N2O akan
memasuki sistem atmosfer kembali. Senyawa N ammonium dan Nitrat yang
dimanfaatkan oleh tanaman, akan diteruskan ke hewan dan manusia dan kembali
memasuki sistem tanah melalui sisa sisa jasad. Sisa jasad hidup ini akan diurai
oleh bakteri membentuk senyawa N ammonium (Poerwowidodo, 1992).
Nitrogen Dalam Tanah
Di alam jumlah total N akan selalu sama, akan tetapi bentuk dan kadar N
pada suatu sistem tertentu bisa berubah ubah yaitu berkesetimbangan antara
bentuk yang satu dengan yang lain. Jumlah N tersedia dalam tanah yang bisa
dimanfaatkan langsung oleh tanaman secara langsung sangat kecil, demikian juga
N dalam batuan dan mineral (batubara) sangat kecil. Sedangkan N terbesar dan
tidak terbatas ada di atmosfer bumi yaitu sekitar 78% dalam bentuk N2.
Diperkirakan setiap 0,4 ha lahan dan atmosfer mengandung 32760 ton N. Gas N
ini tidak boleh langsung digunakan oleh tanaman (Winarso, 2005).
Mineralisasi, Nitrifikasi, Denitrifikasi
Mineralisasi adalah suatu proses perubahan nitrogen organik menjadi
nitrogen anorganik. Perubahan dari nitrogen organik menjadi nitrogen anorganik
dapat digunakan tanaman pada umumnya hanya mencapai 2%-3%. Perubahan ini
dapat merupakan sumber nitrogen tanah dalam waktu yang relatif lama untuk
tanaman, bila tidak terdapat gangguan lain yang mempercepat proses mineralisasi
menghidrolisis komplek protein, mineralisasi akan dipercepat bila tanah
berdrainase dan aerasi baik dan banyak kation basa. Mineralisasi bahan organik
tanah akan melepaskan nitrogen mineral dalam bentuk ammonium. Bentuk
organik nitrogen ini adalah bentuk yang dapat diserap oleh tanaman. Nitrogen
yang tersedia untuk tanaman umumnya dalam bentuk ammonium, NH4 dan nitrat,
NO3 baik dalam larutan tanah maupun terikat pada permukaan koloid
(Damanik dkk, 2010 ).
Immobilisasi adalah proses perubahan nitrogen anorganik menjadi
nitrogen organik. Pada proses dekomposisi bahan organik baik sisa tumbuhan
ataupun hewan, terutama yang mengandung nitrogen yang rendah, kebanyakan
dari nitrogen anorganik akan diubah menjadi nitrogen organik. Nitrogen tersebut
digunakan untuk menyusun jaringan-jaringan jasad renik. Bila sisa tanaman dan
hewan tidak cukup banyak mengandung nitrogen organik maka N tanah tidak
tersedia bagi tanaman disebut dengan immobilisasi. Senyawa ammonium yang
dilepaskan selama proses amonifikasi selanjunya dioksidasi secara biologi
menjadi nitrat disebut nitrifikasi (Sannchez, 1992).
Nitrifikasi merupakan proses pengubahan NH4+ menjadi NO3-,
kebanyakan proses ini terjadi di alam dan terjadi pada setiap tanah yang didrainasi
pada pH netral oleh aktivitas bakteri nitrifikasi. Berbeda dengan proses
denitrifikasi yang merupakan pembentukan nitrat. Jika substrat nitrifikasi
ditambahkan dalam tanah maka standar nitrifikasi akan meningkat. Walaupun
nitrat tersedia untuk proses asimilasi pada tanaman, nitrat sangat larut dalam dan
dengan cepat akan terlindi dari tanah yang menerima curah hujan tinggi.
Nitrifikasi menghasilkan produk NO3- yang jika terlindi ke dalam air tanah dan
perairan dapat menyebabkan degradasi lingkungan dan masalah kesehatan salah
satunya melalui perkembangan pesat (blooming) algae dan gulma
perairan/eutrofikasi (Madigan, 2000).
Denitrifikasi adalah apabila tanah dalam keadaan tergenang maka oksigen
terdesak keluar dan proses berlangsung dalam keadaan anaerob. Beberapa
mikroorganisme seperti Pseudomonas, Bacillus, dan Thiobacillus, Micrococcus
dalam keadaan demikian dapat mereduksi nitrat dan nitrit, memanfaatkan
oksigennya (Damanik dkk, 2010).
Untuk menghitung kadar Nitrogen dalam air biasanya menggunakan
metode Kjeldhal. Prinsip metode Kjeldhal adalah mula – mula bahan didekstruksi
dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran
Zn. Ammonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator.
Metode Kjeldhal pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro
dan semimikro. Cara makro – Kjeldhal digunakan untuk sampel yang sukar
dihomogenisasi dan besarnya 1–3 gram, sedangkan semimikro – Kjeldhal
dirancang untuk sampel yang berukuran kecil, yaitu kurang dari 300 mg dari
bahan yang homogen (Bintang, 2010).
Beberapa tahapan dalam Metode Kjeldhal antara lain:
1. Tahap Destruksi
Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur – unsurnya.Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi
CO, CO2 dan H2O. Sedangkan Nitrogennya (N) akan berubah menjadi
selenium. Dengan penambahan bahan katlisator tersebut titik didih asam sulfat
akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar
antara 370 – 4100C. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih
atau tidak berwarna lagi.
2. Tahap Destilasi
Pada tahap destilasi ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3)
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang
dibebaskan selanjutnya ditangkap oleh larutan asam standar.Asam standar yang
dipakai adalah asam borat 3% dalam jumlah yang berlebihan. Untuk mengetahui
asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR dan
atau PP. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi dengan ditandai
destilat bereaksi.
3. Tahap Titrasi
Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui
dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,01 N dengan perhitungan sebagai
berikut :
% N =
����� ( ������−������ ) x N HCl x 14 x 100 %
... (1)
����������� (�) � 1000
(Sudarmadji, 1989).
Fosfor
Fosfor tanah dapat dibedakan menjadi tak tersedia (non available),
potensial tersedia (potetiallly available). Fosfor segera tersedia adalah bentuk P
anorganik di larutan tanah dalam bentuk orthofosfat. Bentuk P yang potensial
tidak tersedia seperti bentuk P terendapkan (P-Al, P-Fe, P-Mn, atau P-Ca). Bentuk
P ini cenderung terakumulasi dalam keadaan yang stabil, namun dalam keadaan
tertentu berubah menjadi keadaan tersedia, misalnya oleh pengapuran tanah
masam yang mampu meningkatkan P tersedia, atau penggenangan tanah sawah
yang mengubah bentuk P-Fe menjadi P tersedia. Fosfor tersedia tanah dapat
dianalisis dengan berbagai metode. Teknik kimia dalam P tersedia telah lama
dilakukan dan hingga kini masih diterima, dengan menggunakan beberapa larutan
ekstraktan (Poerwowidodo, 1992).
Fosfor banyak terdapat diperairan dalam bentuk inorganik dan organik
sebagai larutan, debu dan tubuh organisme. Sumber utama Fosfat inorganik dari
penggunaan detergen dan pupuk pertanian. Fosfat organik berasal dari makanan
dan buangan rumah tangga. Semua Fosfat mengalami proses perubahan biologis
menjadi Fosfat iorganik yang selanjutnya digunakan oleh tanaman untuk
membuat energi (Sutrisno, 2006).
Peranan Fosfor Dalam Tanaman
Fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara yang mutlak dibutuhkan oleh
tanaman yang berperan dalam menyimpan dan mentransfer energi serta sebagai
komponen protein dan asam nukleat. Oleh fungsi tersebut maka suplai P yang
tinggi ditunjukkan oleh perkembangan akar, perkembangan dan pembuahan yang
lebih cepat. Peranan P dalam menyimpan dan mentransfer energi merupakan yang
terpenting karena hal ini mempengaruhi berbagai proses lain dalam tanaman.
Kehadiran P dibutuhkan untuk reaksi biokimia penting seperti pemindahan ion,
kerja osmotik reaksi fotosintesis dan glikolisis. Keterlibatan P dalam reaksi reaksi
Salah satu metode analisis kuantitatif Fosfat yaitu metode asam askorbat.
Metode ini merupakan salah satu pereduksi yang dapat menghasilkan senyawa
kompleks berwarna. Dalam metode asam askorbat, amonium molibdat bereaksi
dalam medium asam dengan Fosfat membentuk kompleks fosfomolibdat
berwarna kuning yang akan direduksi menjadi kompleks biru-molibdem
(molibdenum blue) oleh asam askorbat yang mempunyai panjang gelombang
absorbansi maksimum 880 nm. Metode asam askorbat ini dapat digunakan untuk
berbagai tipe sampel dan mengalami gangguan yang lebih sedikit dibanding
dengan metode lain, selain itu metode ini lebih sederhana, cepat dan akurat
(Baush, 1974).
Unsur Hara Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, karet, tebu, tembakau, cokelat
dan banyak dibudidayakan di Sumatera Utara, baik oleh pemerintah, swasta asing,
atau nasional dan rakyat. Menurut data Statistik Kelapa Sawit Indonesia pada
tahun 2009 Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara mencakup 1.290.977 ha,
atau mencakup 17,13% dari seluruh luas total diseluruh Indonesia. Unsur hara
dalam tanah mempunyai daur yang berbeda antara unsur hara yang satu dan unsur
hara lainnya (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan bahan
organik ke dalam tanah lebih kuat pengaruhnya kearah perbaikan sifat sifat tanah,
dan bukan khususnya meningkatkan unsur hara di dalam tanah. Sebagai contoh
Urea kadar N 46%, sedangkan bahan organik mempunyai kadar N <3%, sangat
jauh perbedaan unsur N, akan tetapi Urea hanya menyumbangkan 1 unsur hara
dibutuhkan tanaman dalam perbandingan yang relatif seimbang, walaupun
kadarnya sangat kecil. Sehingga jangka panjang atau kesinambungan usaha tani,
sangat baik memperhatikan dan mempertahankan kadar bahan organik tanah
(Winarso, 2005).
Keperluan unsur dapat dipenuhi oleh tanaman sendiri dengan meruntuhkan
daun, ranting, buah, akar, batang, dan sebagainya ke tanah dan kemudian
dirombak oleh biologi dan mikrobiologi tanah. Dalam proses perombakan ini,
sebagian menjadi humus tanah dan sebagian lagi mengalami proses mineralisasi.
Dalam proses mineralisasi, sisa tanaman akan melepaskan hara yang diperlukan
oleh tanaman dalam jumlah dan macam yang sangat bervariasi. Unsur N, P, K,
Ca, Mg, dan S yang dilepaskan ke dalam tanah antara lain berupa ion-ion NH4+,
NO3-, PO43-, H2PO4-, HPO4=, K+ (K2O), Ca+(CaO), Mg2+ (MgO), dan SO4=
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Bahan Orgaik Tanah
Bahan organik tanah dapat diartikan sebagai sisa sisa tanaman dan hewan
dalam tanah yang mengalami pelapukan dan terdiri dari baik masih hidup maupun
mati. Di dalam tanah dapat berfungsi atau dapat memperbaiki baik pada sifat
kimia, fisika maupun biologi tanah, sehingga ada sebagian ahli mengatakan
bahwa bahan organik di dalam tanah mempunyai fungsi yang tidak tergantikan
(Winarso, 2005).
Laporan dampak pengkayaan (eutrofikasi) di sungai, danau dan lautan
telah dilaporkan. Alasan utamanya eutrofikasi adalah tingginya jumlah nitrat dan
fosfat yang menyebabkan ledakan pertumbuhan alga yang menghilangkan oksigen
industri, limbah rumah tangga, dan lahan lahan pertanian yang mengalami run off,
limbah atau air berasal dari perikanan, debu, dan sedimen hujan seperti lahan
pertanian (Widiatmaka, 2007).
Ion dan Koloid Tanah
Setiap koloid baik organik maupun anorganik mempunyai muatan listrik.
Muatan listrik tersebut dapat positif maupun negatif, sehingga total muatan listrik
pada tanah dapat negatif, positif, atau nol. Total muatan pada tanah nilainya
tergantung selama proses pembentukan maupun lingkungannya. Akan tetapi
sebagian besar tanah khususnya tanah mineral mempunyai total muatan tanah
negatif. Adanya muatan negatif tersebut menyababkan menarik atau mengikat
partikel partikel tanah bermuatan positif. Sebaliknya koloid bermuatan negatif
tersebut menolak partikel bermuatan positif. Unsur yang bermuatan listrik disebut
ion. Kalium (K), Natrium (Na), Hidrogen (H), Kalsium (Ca), dan Magnesium
(Mg) mempunyai muatan positif dan disebut kation (Winarso,2005).
Tabel 1. Kation Kation Utama dalam Tanah
Kation Simbol
Tabel 2. Anion anion Utama di dalam Tanah
Daerah Aliran Sungai
Dibumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km3 air yaitu 97,5%
adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada didaratan air sungai, air
danau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara. Air di
bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi dan penguapan, presipitasi dan
pengaliran keluar (outflow). Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah
akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan
akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah
yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Jadi sungai itu
mengumpulkan 3 jenis limpasan, yakni limpasan permukaan (surface run off),
aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater run off) yang
akhirnya akan mengalir ke laut (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
DAS mempunyai karakteristik yang spesifik berkaitan dengan unsur
unsur utama seperti jenis tanah, topografi, geologi, geomorfologi, vegetasi dan
tata guna lahan. Berdasarkan fungsinya DAS dibagi menjadi tiga bagian yaitu
DAS bagian hulu, DAS bagian tengah, dan DAS bagian hilir. Pengelolaan daerah
aliran sungai (DAS) merupakan suatu bentuk pengembangan dan pemanfaatan
wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya
alam (SDA). Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi yang ada
pada DAS tersebut secara optimum dan berkelanjutan. Upaya yang dilakukan
adalah dengan menekan kerusakan wilayahnya seminimum mungkin, agar
distribusi aliran sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun
Di beberapa daerah prioritas pengembangan wilayah, evaluasi lahan dapat
bertujuan antara lain untuk pengendalian banjir, konservasi hutan rehabillitasi dan
konservasi DAS dan lain lain. Tujuan tersebut mengharuskan kita mengevaluasi
tanah yang berkaitan dengan bahaya erosi dan usaha usaha pencegahan erosi
tersebut. Bahaya erosi adalah perkiraan jumlah tanah hilang maksimum yang akan
terjadi pada suatu lahan bila pengelolaan tanah tidak mengalami perubahan
(Widiatmaka, 2007).
Bentuk DAS
DAS mempunyai ciri-ciri luas dan bentuk daerah, keadaan topografi,
kepadatan drainase, geologi dan elevasi rata-rata DAS. Sedangkan keadaan
fisik daerah aliran sungai dipengaruhi oleh tiga parameter yaitu tanah,
vegetasi dan sungai. Faktor tanah meliputi luas DAS, topografi, jenis tanah,
penggunaan tanah, kadar air tanah dan kemampuan tanah menyerap air.
Sedangkan vegetasi meliputi jenis tanaman, kapasitas pengambilan air oleh
tanaman, luasan hutan dan kemampuan tanaman mengendalikan air. Sungai
meliputi luas penampang sungai, debit air sungai dan kapasitas penampungan
sungai. Vegetasi menahan sebahagian hujan yang jatuh, sebahagiannya lagi
jatuh di permukaan tanah. Jika kapasitas intersepsi, infiltrasi dan bagian yang
cekung telah terpenuhi, maka akan terjadi proses aliran permukaan yang
menyebabkan erosi (Subarkah, 1980).
Bentuk – bentuk DAS dapat dibagi dalam empat bentuk yaitu (a)
berbentuk bulu burung, (b) radial, (c) parallel dan (d) kompleks). Karakteristik
Tabel 3. Bentuk – Bentuk DAS
No TIPE KARAKTERISTIK GAMBAR
A Bulu Burung
Jalur anak sungai di kiri-kanan sungai utama mengalir menuju sungai utama, debit banjir kecil karena waktu tiba banjirdari anak – anak sungai berbeda – beda. Banjir berlangsung agak lama. B Radial Bentuk DAS menyerupai kipas atau
lingkaran, anak – anak sungai berkonsentrasi ke suatu titik secara radial, banjir besar terjadi di titik pertemuan anak – anak sungai.
C Paralel Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur aliran sungai yang sejajar bersatu dibagian hilir, banjir terjadi di titik pertemuan anak sungai
D Kompleks Memiliki beberapa buah bentuk dari ketiga bentu diatas
Sumber : Ramdan (2004).
Besarnya Debit Air Sungai
Telah dapat diperoleh beberapa data yang baik mengenai bagaiman
pengkonversian hutan alami menjadi hutan pertanaman pohon mempengaruhi
hasil air, meskipun dari kombinasi yang mungkin terjadi belum banyak yang telah
dipelajari. Akibat langsung dari peniadaan hutan alami yaitu bahwa debit air
sungai selalu meningkat secara nyata. Lama kenaikan yang besar tampaknya
bergantung pada lama waktu yang diperlukan sampai hutan bertajuk rapat kembali
menempati daerah itu. Penghutanan kembali dapat mempercepat proses ini bila
dibandingkan dengan regenerasi alami, sekalipun di daerah tropika basah
pertumbuhan kembali secara alami dapat sama cepat dan rapatnya
Debit aliran sungai akan naik setelah terjadi hujan yang cukup, kemudian
akan turun kembali setelah hujan selesai. Gambar tentang naik turunnya debit
sungai menurut waktu disebut hidrograf. Bentuk hidrograf suatu sungai tegantung
dari sifat hujan dan sifat-sifat daerah aliran sungai yang bersangkutan
(Arsyad, 2006).
Terlepas dari peniadaan ini, ada beberapa perbedaan dalam hasil air yang
dapat dikaitkan dengan perubahan jenis hutannya. Kebanyakan percobaan yang
ada menyangkut pengkonversian dari hutan berdaun lebar yang biasanya
merangas menjadi hutan coniferae berdaun jarum yang selalu hijau, yaitu keadaan
yang pengaruhnya amat menonjol. Bila pertanama pengganti mempunyai ciri ciri
tajuk yang semakin mirip dengan hutan aslinya pengaruh yang diperkirakan
akan lebih kecil. Kebanyakan penelitian menunjukkan paling sedikit adanya
debit air sungai yang agak berkurang setelah pengkonversian dilakukan
(Hamilton dan King, 1997).
Sebagian besar debit aliran pada sungai kecil yang masih alamiah adalah
debit aliran yang berasal dari air tanah atau mata air dan debit aliran air
permukaan (air hujan). Dengan demikian aliran air pada sungai kecil pada
umumnya lebih menggambarkan kondisi hujan daerah yang bersangkutan.
Sedangkan sungai besar, sebagian besar debit alirannya berasal dari sungai-sungai
kecil dan sungai sedang diatasnya. Sehingga aliran air sungai besar tidak mesti
menggambarkan kondisi hujan dilokasi yang bersangkutan. Aliran dasar pada
sungai kecil terbentuk dari aliran mata air dan air tanah, sedang aliran dasar pada
sungai besar dibentuk dari aliran dasar sungai-sungai kecil dan sedang diatasnya
Pengaruh Pemupukan Terhadap Sumber Daya Air
Kenyataan hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi bahan organik,
khususnya bahan organik belum terlapuk seperti jerami, pupuk hijau segar, dan
pupuk kandang segar dapat secara kuat mempromosikan pelepasan gas rumah
kaca CH4 dan N2O dari lahan pertanian, seperti peningkatan run off ke dalam air
tanah. Banyak ahli tanah berpendapat bahwa nitrat yang menyebabkan polusi air
tanah tidak berasal dari utamanya pupuk anorganik, tetapi dari mineralisasi bahan
organik tanah yang mengandung N (Winarso, 2005).
Hasil analisa tanah memberikan gambaran tentang status nutrisi didalam
tanah. Informasi yang dapat diperoleh dari hasil analisa tanah antara lain pH
tanah, bahan organik yang tersedia, ketersediaan nutrisi didalam tanah, nutrisi
yang dapat diserap oleh tanaman, kemampuan tanah untuk melepaskan nutrisi
agar dapat diserap tanaman. Dari informasi tersebut dapat diketahui status nutrisi
tanah apakah tergolong sangat rendah atau sangat tinggi (Lumbangaol, 2011).
Bangunan Ukur Tipe Cipoletti
Bangunan ini merupakan penyempurnaan dari alat ukur ambang tajam
yang di kontruksi sepenuhnya dengan cara berbentuk trapezium. Lubang
pengaliran berbentuk trapezium dengan sisi – sisi yang miringnya 4:1. Kelebihan
bangunan ukur ini ialah bangunannya sederhana dan mudah dibuat dengan biaya
yang tidak terlalu mahal, jika diberi papan duga berskala liter petani akan mudah
mengetahui volume air yang dipakai. Sedangkan kelemahan nya ialah pengukuran
debit sulit karena harus dilakukan dua orang, sedimentasi terjadi di hulu,
benda – benda hanyut tidak mudah di lewatkan. Perhitungan debit dengan
Q = 1,86 . L . h3/2 ………. (2)
Dimana : Q = Debit air (l/s)
L = Lebar ambang (m)
h = Tinggi muka air dari ambar (m)
(Mawardi, 2007).
Gambar 1. Bangunan Ukur Tipe Cipoletti
Keterangan gambar : h = tinggi muka air dari ambang (m)
L = lebar ambang (m) (Mawardi, 2007).
Areal Perkebunan Kelapa Sawit PTPN IV Pabatu
PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Pabatu didirikan pada
tahun 1938 oleh Maschapay Belanda dengan nama CMO (Cultural Maschapay
Onderniming) yang mengusahakan tanaman tembakau, pada tahun itu juga
berubah menjadi HU Bandar Oil Elasiquenensis pada tahun 1942 – 1945 dikuasai
oleh pemerintah Indonesia, tepatnya pada saat revolusi fisik (PTPN IV, Pabatu).
Pada 1947 sampai Desember 1957 kembali dikuasai oleh BOCM Belanda,
tetapi pada 1958 dikuasai oleh pemerintah Indonesia, dengan nama PPN (Pusat
Perkebunan Negara) IV dan bulan Januari 1963 diganti namanya menjadi PPN
SUMUT ANTAN II yang mengolah kelapa sawit dan kakao (cokelat). Bulan
Berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri UP. Dirjen Agraria tanggal 2 Juni
1978 SK. 19/HGU/DALAM/1978 dengan membudidayakan tanaman kelapa sawit
dan kakao (cokelat) (PTPN IV, Pabatu).
Kemudian pada tanggal 11 Maret 1996 namanya diganti menjadi PT.
Perkebunan Nusantara IV Kebun Pabatu. Unit Kebun Pabatu terletak di antara
Kecamatan Tebing Tinggi dan Dolok Merawan Kabupaten Serdang Bedagai serta
mempunyai letak geografis yang berjarak ± 7 Km dari Kota Tebing dan ± 87 Km
dari Kota Medan serta ± 40 Km dari Kota Pematang Siantar. Unit Kebun Pabatu
berada pada ketinggian ± 300 m di atas permukaan laut dengan topografi
bergelombang. Luas seluruh areal afdeling di PKS PTPN IV (Persero) Kebun