• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kontaminan Nitrogen dan Fosfor di Areal Perkebunan Kelapa Sawit PTP. Nusantara Iv Kebun Pabatu Pada Musim Hujan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Kontaminan Nitrogen dan Fosfor di Areal Perkebunan Kelapa Sawit PTP. Nusantara Iv Kebun Pabatu Pada Musim Hujan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Nitrogen

Sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N2) di atmosfer yang

takarannya mencapai 78 % volume dan sumber lainnya senyawa senyawa

nitrogen yang tersimpan dalam tubuh jasad. Nitrogen sangat jarang ditemui

menjadi komponen pelikan oleh karena wataknya yang mudah larut air. Watak ini

juga menjadikan endapan endapan nitrogen yang cukup banyak hanya ditemui di

daerah beriklim kering dan itupun terbatas secara setempat. Nitrogen atmosfer

memasuki sistem tanah melalui perantaraan jasad renik penambatan N, hujan dan

kilat (Poerwowidodo, 1992).

Siklus nitrogen merupakan proses berantai yang sangat kompleks, yaitu

bahwa semua organisme, tanaman dan hewan ikut berperan di dalamnya, yaitu

sebagai berikut. Nitrogen udara ditambat secara fisik (loncatan bunga api listrik),

secara kimia (pabrik pupuk) dan secara biologis (fiksasi), kemudian jatuh ke

dalam tanah, dan dimanfaatkan oleh tanaman. Tanaman yang hidup subur

kemudian dijadikan bahan makanan oleh hewan dengan menghasilkan protein

hewani. Kalau kemudian kotoran dan tanaman/hewan mati dan jatuh di tanah,

oleh bakteri pembusuk akan di uraikan menjadi NH3 yang selanjutnya menjadi

nitrit dan nitrat. Nitrat merupakan pupuk tanaman, sedangkan sebagian lagi

melalui proses denitrifikasi akan diubah menjadi nitrit, ammonia, kemudian

nitrogen (N2) yang langsung terkumpul di udara (Yuliprianto, 2010).

Jasad renik penambatan N bebas ini akan mengubah bentuk N2 menjadi

N-asam amino dan N-asam protein. Jika jasad renik itu mati, bakteri pembusuk

(2)

ammonium dari gugus amino, yang selanjutnya akan larut dalam larutan tanah.

Amonium ini diserap oleh tanaman dan sisa ammonium akan diubah menjadi

nitrit, kemudian menjadi nirat oleh bakteri nitrifikasi dan dapat diserap langsung

oleh tanaman. Nitrat dan nitrit yang tidak termanfaatkan sebagian dan N2O akan

memasuki sistem atmosfer kembali. Senyawa N ammonium dan Nitrat yang

dimanfaatkan oleh tanaman, akan diteruskan ke hewan dan manusia dan kembali

memasuki sistem tanah melalui sisa sisa jasad. Sisa jasad hidup ini akan diurai

oleh bakteri membentuk senyawa N ammonium (Poerwowidodo, 1992).

Nitrogen Dalam Tanah

Di alam jumlah total N akan selalu sama, akan tetapi bentuk dan kadar N

pada suatu sistem tertentu bisa berubah ubah yaitu berkesetimbangan antara

bentuk yang satu dengan yang lain. Jumlah N tersedia dalam tanah yang bisa

dimanfaatkan langsung oleh tanaman secara langsung sangat kecil, demikian juga

N dalam batuan dan mineral (batubara) sangat kecil. Sedangkan N terbesar dan

tidak terbatas ada di atmosfer bumi yaitu sekitar 78% dalam bentuk N2.

Diperkirakan setiap 0,4 ha lahan dan atmosfer mengandung 32760 ton N. Gas N

ini tidak boleh langsung digunakan oleh tanaman (Winarso, 2005).

Mineralisasi, Nitrifikasi, Denitrifikasi

Mineralisasi adalah suatu proses perubahan nitrogen organik menjadi

nitrogen anorganik. Perubahan dari nitrogen organik menjadi nitrogen anorganik

dapat digunakan tanaman pada umumnya hanya mencapai 2%-3%. Perubahan ini

dapat merupakan sumber nitrogen tanah dalam waktu yang relatif lama untuk

tanaman, bila tidak terdapat gangguan lain yang mempercepat proses mineralisasi

(3)

menghidrolisis komplek protein, mineralisasi akan dipercepat bila tanah

berdrainase dan aerasi baik dan banyak kation basa. Mineralisasi bahan organik

tanah akan melepaskan nitrogen mineral dalam bentuk ammonium. Bentuk

organik nitrogen ini adalah bentuk yang dapat diserap oleh tanaman. Nitrogen

yang tersedia untuk tanaman umumnya dalam bentuk ammonium, NH4 dan nitrat,

NO3 baik dalam larutan tanah maupun terikat pada permukaan koloid

(Damanik dkk, 2010 ).

Immobilisasi adalah proses perubahan nitrogen anorganik menjadi

nitrogen organik. Pada proses dekomposisi bahan organik baik sisa tumbuhan

ataupun hewan, terutama yang mengandung nitrogen yang rendah, kebanyakan

dari nitrogen anorganik akan diubah menjadi nitrogen organik. Nitrogen tersebut

digunakan untuk menyusun jaringan-jaringan jasad renik. Bila sisa tanaman dan

hewan tidak cukup banyak mengandung nitrogen organik maka N tanah tidak

tersedia bagi tanaman disebut dengan immobilisasi. Senyawa ammonium yang

dilepaskan selama proses amonifikasi selanjunya dioksidasi secara biologi

menjadi nitrat disebut nitrifikasi (Sannchez, 1992).

Nitrifikasi merupakan proses pengubahan NH4+ menjadi NO3-,

kebanyakan proses ini terjadi di alam dan terjadi pada setiap tanah yang didrainasi

pada pH netral oleh aktivitas bakteri nitrifikasi. Berbeda dengan proses

denitrifikasi yang merupakan pembentukan nitrat. Jika substrat nitrifikasi

ditambahkan dalam tanah maka standar nitrifikasi akan meningkat. Walaupun

nitrat tersedia untuk proses asimilasi pada tanaman, nitrat sangat larut dalam dan

dengan cepat akan terlindi dari tanah yang menerima curah hujan tinggi.

(4)

Nitrifikasi menghasilkan produk NO3- yang jika terlindi ke dalam air tanah dan

perairan dapat menyebabkan degradasi lingkungan dan masalah kesehatan salah

satunya melalui perkembangan pesat (blooming) algae dan gulma

perairan/eutrofikasi (Madigan, 2000).

Denitrifikasi adalah apabila tanah dalam keadaan tergenang maka oksigen

terdesak keluar dan proses berlangsung dalam keadaan anaerob. Beberapa

mikroorganisme seperti Pseudomonas, Bacillus, dan Thiobacillus, Micrococcus

dalam keadaan demikian dapat mereduksi nitrat dan nitrit, memanfaatkan

oksigennya (Damanik dkk, 2010).

Untuk menghitung kadar Nitrogen dalam air biasanya menggunakan

metode Kjeldhal. Prinsip metode Kjeldhal adalah mula – mula bahan didekstruksi

dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran

Zn. Ammonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator.

Metode Kjeldhal pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro

dan semimikro. Cara makro – Kjeldhal digunakan untuk sampel yang sukar

dihomogenisasi dan besarnya 1–3 gram, sedangkan semimikro – Kjeldhal

dirancang untuk sampel yang berukuran kecil, yaitu kurang dari 300 mg dari

bahan yang homogen (Bintang, 2010).

Beberapa tahapan dalam Metode Kjeldhal antara lain:

1. Tahap Destruksi

Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi

destruksi menjadi unsur – unsurnya.Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi

CO, CO2 dan H2O. Sedangkan Nitrogennya (N) akan berubah menjadi

(5)

selenium. Dengan penambahan bahan katlisator tersebut titik didih asam sulfat

akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar

antara 370 – 4100C. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih

atau tidak berwarna lagi.

2. Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3)

dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang

dibebaskan selanjutnya ditangkap oleh larutan asam standar.Asam standar yang

dipakai adalah asam borat 3% dalam jumlah yang berlebihan. Untuk mengetahui

asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR dan

atau PP. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi dengan ditandai

destilat bereaksi.

3. Tahap Titrasi

Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui

dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,01 N dengan perhitungan sebagai

berikut :

% N =

����� ( ������−������ ) x N HCl x 14 x 100 %

... (1)

����������� (�) � 1000

(Sudarmadji, 1989).

Fosfor

Fosfor tanah dapat dibedakan menjadi tak tersedia (non available),

potensial tersedia (potetiallly available). Fosfor segera tersedia adalah bentuk P

anorganik di larutan tanah dalam bentuk orthofosfat. Bentuk P yang potensial

(6)

tidak tersedia seperti bentuk P terendapkan (P-Al, P-Fe, P-Mn, atau P-Ca). Bentuk

P ini cenderung terakumulasi dalam keadaan yang stabil, namun dalam keadaan

tertentu berubah menjadi keadaan tersedia, misalnya oleh pengapuran tanah

masam yang mampu meningkatkan P tersedia, atau penggenangan tanah sawah

yang mengubah bentuk P-Fe menjadi P tersedia. Fosfor tersedia tanah dapat

dianalisis dengan berbagai metode. Teknik kimia dalam P tersedia telah lama

dilakukan dan hingga kini masih diterima, dengan menggunakan beberapa larutan

ekstraktan (Poerwowidodo, 1992).

Fosfor banyak terdapat diperairan dalam bentuk inorganik dan organik

sebagai larutan, debu dan tubuh organisme. Sumber utama Fosfat inorganik dari

penggunaan detergen dan pupuk pertanian. Fosfat organik berasal dari makanan

dan buangan rumah tangga. Semua Fosfat mengalami proses perubahan biologis

menjadi Fosfat iorganik yang selanjutnya digunakan oleh tanaman untuk

membuat energi (Sutrisno, 2006).

Peranan Fosfor Dalam Tanaman

Fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara yang mutlak dibutuhkan oleh

tanaman yang berperan dalam menyimpan dan mentransfer energi serta sebagai

komponen protein dan asam nukleat. Oleh fungsi tersebut maka suplai P yang

tinggi ditunjukkan oleh perkembangan akar, perkembangan dan pembuahan yang

lebih cepat. Peranan P dalam menyimpan dan mentransfer energi merupakan yang

terpenting karena hal ini mempengaruhi berbagai proses lain dalam tanaman.

Kehadiran P dibutuhkan untuk reaksi biokimia penting seperti pemindahan ion,

kerja osmotik reaksi fotosintesis dan glikolisis. Keterlibatan P dalam reaksi reaksi

(7)

Salah satu metode analisis kuantitatif Fosfat yaitu metode asam askorbat.

Metode ini merupakan salah satu pereduksi yang dapat menghasilkan senyawa

kompleks berwarna. Dalam metode asam askorbat, amonium molibdat bereaksi

dalam medium asam dengan Fosfat membentuk kompleks fosfomolibdat

berwarna kuning yang akan direduksi menjadi kompleks biru-molibdem

(molibdenum blue) oleh asam askorbat yang mempunyai panjang gelombang

absorbansi maksimum 880 nm. Metode asam askorbat ini dapat digunakan untuk

berbagai tipe sampel dan mengalami gangguan yang lebih sedikit dibanding

dengan metode lain, selain itu metode ini lebih sederhana, cepat dan akurat

(Baush, 1974).

Unsur Hara Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, karet, tebu, tembakau, cokelat

dan banyak dibudidayakan di Sumatera Utara, baik oleh pemerintah, swasta asing,

atau nasional dan rakyat. Menurut data Statistik Kelapa Sawit Indonesia pada

tahun 2009 Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara mencakup 1.290.977 ha,

atau mencakup 17,13% dari seluruh luas total diseluruh Indonesia. Unsur hara

dalam tanah mempunyai daur yang berbeda antara unsur hara yang satu dan unsur

hara lainnya (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan bahan

organik ke dalam tanah lebih kuat pengaruhnya kearah perbaikan sifat sifat tanah,

dan bukan khususnya meningkatkan unsur hara di dalam tanah. Sebagai contoh

Urea kadar N 46%, sedangkan bahan organik mempunyai kadar N <3%, sangat

jauh perbedaan unsur N, akan tetapi Urea hanya menyumbangkan 1 unsur hara

(8)

dibutuhkan tanaman dalam perbandingan yang relatif seimbang, walaupun

kadarnya sangat kecil. Sehingga jangka panjang atau kesinambungan usaha tani,

sangat baik memperhatikan dan mempertahankan kadar bahan organik tanah

(Winarso, 2005).

Keperluan unsur dapat dipenuhi oleh tanaman sendiri dengan meruntuhkan

daun, ranting, buah, akar, batang, dan sebagainya ke tanah dan kemudian

dirombak oleh biologi dan mikrobiologi tanah. Dalam proses perombakan ini,

sebagian menjadi humus tanah dan sebagian lagi mengalami proses mineralisasi.

Dalam proses mineralisasi, sisa tanaman akan melepaskan hara yang diperlukan

oleh tanaman dalam jumlah dan macam yang sangat bervariasi. Unsur N, P, K,

Ca, Mg, dan S yang dilepaskan ke dalam tanah antara lain berupa ion-ion NH4+,

NO3-, PO43-, H2PO4-, HPO4=, K+ (K2O), Ca+(CaO), Mg2+ (MgO), dan SO4=

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Bahan Orgaik Tanah

Bahan organik tanah dapat diartikan sebagai sisa sisa tanaman dan hewan

dalam tanah yang mengalami pelapukan dan terdiri dari baik masih hidup maupun

mati. Di dalam tanah dapat berfungsi atau dapat memperbaiki baik pada sifat

kimia, fisika maupun biologi tanah, sehingga ada sebagian ahli mengatakan

bahwa bahan organik di dalam tanah mempunyai fungsi yang tidak tergantikan

(Winarso, 2005).

Laporan dampak pengkayaan (eutrofikasi) di sungai, danau dan lautan

telah dilaporkan. Alasan utamanya eutrofikasi adalah tingginya jumlah nitrat dan

fosfat yang menyebabkan ledakan pertumbuhan alga yang menghilangkan oksigen

(9)

industri, limbah rumah tangga, dan lahan lahan pertanian yang mengalami run off,

limbah atau air berasal dari perikanan, debu, dan sedimen hujan seperti lahan

pertanian (Widiatmaka, 2007).

Ion dan Koloid Tanah

Setiap koloid baik organik maupun anorganik mempunyai muatan listrik.

Muatan listrik tersebut dapat positif maupun negatif, sehingga total muatan listrik

pada tanah dapat negatif, positif, atau nol. Total muatan pada tanah nilainya

tergantung selama proses pembentukan maupun lingkungannya. Akan tetapi

sebagian besar tanah khususnya tanah mineral mempunyai total muatan tanah

negatif. Adanya muatan negatif tersebut menyababkan menarik atau mengikat

partikel partikel tanah bermuatan positif. Sebaliknya koloid bermuatan negatif

tersebut menolak partikel bermuatan positif. Unsur yang bermuatan listrik disebut

ion. Kalium (K), Natrium (Na), Hidrogen (H), Kalsium (Ca), dan Magnesium

(Mg) mempunyai muatan positif dan disebut kation (Winarso,2005).

Tabel 1. Kation Kation Utama dalam Tanah

Kation Simbol

Tabel 2. Anion anion Utama di dalam Tanah

(10)

Daerah Aliran Sungai

Dibumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km3 air yaitu 97,5%

adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada didaratan air sungai, air

danau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara. Air di

bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi dan penguapan, presipitasi dan

pengaliran keluar (outflow). Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah

akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan

akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah

yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Jadi sungai itu

mengumpulkan 3 jenis limpasan, yakni limpasan permukaan (surface run off),

aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater run off) yang

akhirnya akan mengalir ke laut (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

DAS mempunyai karakteristik yang spesifik berkaitan dengan unsur

unsur utama seperti jenis tanah, topografi, geologi, geomorfologi, vegetasi dan

tata guna lahan. Berdasarkan fungsinya DAS dibagi menjadi tiga bagian yaitu

DAS bagian hulu, DAS bagian tengah, dan DAS bagian hilir. Pengelolaan daerah

aliran sungai (DAS) merupakan suatu bentuk pengembangan dan pemanfaatan

wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya

alam (SDA). Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi yang ada

pada DAS tersebut secara optimum dan berkelanjutan. Upaya yang dilakukan

adalah dengan menekan kerusakan wilayahnya seminimum mungkin, agar

distribusi aliran sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun

(11)

Di beberapa daerah prioritas pengembangan wilayah, evaluasi lahan dapat

bertujuan antara lain untuk pengendalian banjir, konservasi hutan rehabillitasi dan

konservasi DAS dan lain lain. Tujuan tersebut mengharuskan kita mengevaluasi

tanah yang berkaitan dengan bahaya erosi dan usaha usaha pencegahan erosi

tersebut. Bahaya erosi adalah perkiraan jumlah tanah hilang maksimum yang akan

terjadi pada suatu lahan bila pengelolaan tanah tidak mengalami perubahan

(Widiatmaka, 2007).

Bentuk DAS

DAS mempunyai ciri-ciri luas dan bentuk daerah, keadaan topografi,

kepadatan drainase, geologi dan elevasi rata-rata DAS. Sedangkan keadaan

fisik daerah aliran sungai dipengaruhi oleh tiga parameter yaitu tanah,

vegetasi dan sungai. Faktor tanah meliputi luas DAS, topografi, jenis tanah,

penggunaan tanah, kadar air tanah dan kemampuan tanah menyerap air.

Sedangkan vegetasi meliputi jenis tanaman, kapasitas pengambilan air oleh

tanaman, luasan hutan dan kemampuan tanaman mengendalikan air. Sungai

meliputi luas penampang sungai, debit air sungai dan kapasitas penampungan

sungai. Vegetasi menahan sebahagian hujan yang jatuh, sebahagiannya lagi

jatuh di permukaan tanah. Jika kapasitas intersepsi, infiltrasi dan bagian yang

cekung telah terpenuhi, maka akan terjadi proses aliran permukaan yang

menyebabkan erosi (Subarkah, 1980).

Bentuk – bentuk DAS dapat dibagi dalam empat bentuk yaitu (a)

berbentuk bulu burung, (b) radial, (c) parallel dan (d) kompleks). Karakteristik

(12)

Tabel 3. Bentuk – Bentuk DAS

No TIPE KARAKTERISTIK GAMBAR

A Bulu Burung

Jalur anak sungai di kiri-kanan sungai utama mengalir menuju sungai utama, debit banjir kecil karena waktu tiba banjirdari anak – anak sungai berbeda – beda. Banjir berlangsung agak lama. B Radial Bentuk DAS menyerupai kipas atau

lingkaran, anak – anak sungai berkonsentrasi ke suatu titik secara radial, banjir besar terjadi di titik pertemuan anak – anak sungai.

C Paralel Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur aliran sungai yang sejajar bersatu dibagian hilir, banjir terjadi di titik pertemuan anak sungai

D Kompleks Memiliki beberapa buah bentuk dari ketiga bentu diatas

Sumber : Ramdan (2004).

Besarnya Debit Air Sungai

Telah dapat diperoleh beberapa data yang baik mengenai bagaiman

pengkonversian hutan alami menjadi hutan pertanaman pohon mempengaruhi

hasil air, meskipun dari kombinasi yang mungkin terjadi belum banyak yang telah

dipelajari. Akibat langsung dari peniadaan hutan alami yaitu bahwa debit air

sungai selalu meningkat secara nyata. Lama kenaikan yang besar tampaknya

bergantung pada lama waktu yang diperlukan sampai hutan bertajuk rapat kembali

menempati daerah itu. Penghutanan kembali dapat mempercepat proses ini bila

dibandingkan dengan regenerasi alami, sekalipun di daerah tropika basah

pertumbuhan kembali secara alami dapat sama cepat dan rapatnya

(13)

Debit aliran sungai akan naik setelah terjadi hujan yang cukup, kemudian

akan turun kembali setelah hujan selesai. Gambar tentang naik turunnya debit

sungai menurut waktu disebut hidrograf. Bentuk hidrograf suatu sungai tegantung

dari sifat hujan dan sifat-sifat daerah aliran sungai yang bersangkutan

(Arsyad, 2006).

Terlepas dari peniadaan ini, ada beberapa perbedaan dalam hasil air yang

dapat dikaitkan dengan perubahan jenis hutannya. Kebanyakan percobaan yang

ada menyangkut pengkonversian dari hutan berdaun lebar yang biasanya

merangas menjadi hutan coniferae berdaun jarum yang selalu hijau, yaitu keadaan

yang pengaruhnya amat menonjol. Bila pertanama pengganti mempunyai ciri ciri

tajuk yang semakin mirip dengan hutan aslinya pengaruh yang diperkirakan

akan lebih kecil. Kebanyakan penelitian menunjukkan paling sedikit adanya

debit air sungai yang agak berkurang setelah pengkonversian dilakukan

(Hamilton dan King, 1997).

Sebagian besar debit aliran pada sungai kecil yang masih alamiah adalah

debit aliran yang berasal dari air tanah atau mata air dan debit aliran air

permukaan (air hujan). Dengan demikian aliran air pada sungai kecil pada

umumnya lebih menggambarkan kondisi hujan daerah yang bersangkutan.

Sedangkan sungai besar, sebagian besar debit alirannya berasal dari sungai-sungai

kecil dan sungai sedang diatasnya. Sehingga aliran air sungai besar tidak mesti

menggambarkan kondisi hujan dilokasi yang bersangkutan. Aliran dasar pada

sungai kecil terbentuk dari aliran mata air dan air tanah, sedang aliran dasar pada

sungai besar dibentuk dari aliran dasar sungai-sungai kecil dan sedang diatasnya

(14)

Pengaruh Pemupukan Terhadap Sumber Daya Air

Kenyataan hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi bahan organik,

khususnya bahan organik belum terlapuk seperti jerami, pupuk hijau segar, dan

pupuk kandang segar dapat secara kuat mempromosikan pelepasan gas rumah

kaca CH4 dan N2O dari lahan pertanian, seperti peningkatan run off ke dalam air

tanah. Banyak ahli tanah berpendapat bahwa nitrat yang menyebabkan polusi air

tanah tidak berasal dari utamanya pupuk anorganik, tetapi dari mineralisasi bahan

organik tanah yang mengandung N (Winarso, 2005).

Hasil analisa tanah memberikan gambaran tentang status nutrisi didalam

tanah. Informasi yang dapat diperoleh dari hasil analisa tanah antara lain pH

tanah, bahan organik yang tersedia, ketersediaan nutrisi didalam tanah, nutrisi

yang dapat diserap oleh tanaman, kemampuan tanah untuk melepaskan nutrisi

agar dapat diserap tanaman. Dari informasi tersebut dapat diketahui status nutrisi

tanah apakah tergolong sangat rendah atau sangat tinggi (Lumbangaol, 2011).

Bangunan Ukur Tipe Cipoletti

Bangunan ini merupakan penyempurnaan dari alat ukur ambang tajam

yang di kontruksi sepenuhnya dengan cara berbentuk trapezium. Lubang

pengaliran berbentuk trapezium dengan sisi – sisi yang miringnya 4:1. Kelebihan

bangunan ukur ini ialah bangunannya sederhana dan mudah dibuat dengan biaya

yang tidak terlalu mahal, jika diberi papan duga berskala liter petani akan mudah

mengetahui volume air yang dipakai. Sedangkan kelemahan nya ialah pengukuran

debit sulit karena harus dilakukan dua orang, sedimentasi terjadi di hulu,

benda – benda hanyut tidak mudah di lewatkan. Perhitungan debit dengan

(15)

Q = 1,86 . L . h3/2 ………. (2)

Dimana : Q = Debit air (l/s)

L = Lebar ambang (m)

h = Tinggi muka air dari ambar (m)

(Mawardi, 2007).

Gambar 1. Bangunan Ukur Tipe Cipoletti

Keterangan gambar : h = tinggi muka air dari ambang (m)

L = lebar ambang (m) (Mawardi, 2007).

Areal Perkebunan Kelapa Sawit PTPN IV Pabatu

PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Pabatu didirikan pada

tahun 1938 oleh Maschapay Belanda dengan nama CMO (Cultural Maschapay

Onderniming) yang mengusahakan tanaman tembakau, pada tahun itu juga

berubah menjadi HU Bandar Oil Elasiquenensis pada tahun 1942 – 1945 dikuasai

oleh pemerintah Indonesia, tepatnya pada saat revolusi fisik (PTPN IV, Pabatu).

Pada 1947 sampai Desember 1957 kembali dikuasai oleh BOCM Belanda,

tetapi pada 1958 dikuasai oleh pemerintah Indonesia, dengan nama PPN (Pusat

Perkebunan Negara) IV dan bulan Januari 1963 diganti namanya menjadi PPN

SUMUT ANTAN II yang mengolah kelapa sawit dan kakao (cokelat). Bulan

(16)

Berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri UP. Dirjen Agraria tanggal 2 Juni

1978 SK. 19/HGU/DALAM/1978 dengan membudidayakan tanaman kelapa sawit

dan kakao (cokelat) (PTPN IV, Pabatu).

Kemudian pada tanggal 11 Maret 1996 namanya diganti menjadi PT.

Perkebunan Nusantara IV Kebun Pabatu. Unit Kebun Pabatu terletak di antara

Kecamatan Tebing Tinggi dan Dolok Merawan Kabupaten Serdang Bedagai serta

mempunyai letak geografis yang berjarak ± 7 Km dari Kota Tebing dan ± 87 Km

dari Kota Medan serta ± 40 Km dari Kota Pematang Siantar. Unit Kebun Pabatu

berada pada ketinggian ± 300 m di atas permukaan laut dengan topografi

bergelombang. Luas seluruh areal afdeling di PKS PTPN IV (Persero) Kebun

Gambar

Tabel 2. Anion anion Utama di dalam Tanah
Tabel 3. Bentuk – Bentuk DAS

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Markus Daniel Taliak, SpOG, Ketua POGI Cabang Maluku.. FORMULIR

Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Terhadap Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Periode 2014-2016) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan

Skripsi ini bertujuan untuk merancang sebuah sistem untuk absensi menggunakan sidik jari yang disertakan online message gateway sebagai pengontrol tambahan..

Penggunaan strategi inkuiri terbimbing adalah siswa dapat terarah dalam menyelesaikan permasalahan dalam belajar ( Rustaman 2011). Menurut Sanjaya tujuan utama

impact of board diversity on firm value: Corporate govermance perspectives), Jurnal Akuntansi dan Keuangan (Journal of Accounting and Finance) Vol.9 No.. Human

Gerakan tanah ini terjadi pada kemiringan lereng 40° dengan tinggi 9 m.Lereng tersusun oleh tufa andesit yang telah mengalami alterasi hidrotermal (Gambar 3).Bidang luncur

Menggunakan metode HTST ( High Temperature, Short Time ) dilakuakan pemanasan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang singkat, proses pasteurisasinya dengan cara