• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

Tinjauan Umum Mengenai Perlindungan Konsumen

A. Pengertian Konsumen dan Perlindungan Konsumen

Sebagai suatu konsep, “konsumen” telah diperkenalkan beberapa

puluhtahun yang lalu di berbagai negara dan sampai saat ini sudah puluhan negaramemiliki undang-undang atau peraturan khusus tentang perlindungan konsumentermasuk penyediaan sarana peradilannya. Sesuai dengan perkembangan itu,berbagai negara telah menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan sebagailandasan pengaturan perlindungan konsumen.13

Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atauconsument/konsument (Belanda). Secara harafiah, arti kata consumer adalahlawan dari arti kata produsen, yaitu “setiap orang yang menggunakan

barang”.Tujuan dari penggunaan barang atau jasa yang akan menentukan

termasukkonsumen kelompok mana pengguna tersebut. Dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, kata consumer diartikan sebagai “pemakai atau konsumen”.14

Black’s Law Dictionary mendefinisikan konsumen sebagai “A person

whobuy goods or service for personal, family, or household use, with no intention

or resale, a natural person who use products for personal rather than business

purpose”.15Textbook on Consumer Law menyatakan “Consumer is one who purchase goods or service”. Kamus Umum Bahasa Indonesia

13

Nurmadjito, makalah “Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen dalam Menghadapi Era Perdagangan Bebas” dalam buku Celina

Tri Siwi Kristiyanti, hal 22

14

Az. Nasution, Op. Cit., hal. 3.

15

(2)

mendefinisikan“Konsumen sebagai lawan produsen, yakni pemakai

barang-barang hasil industri,bahan makanan, dan sebagainya”.16

Dari definisi tersebut dihendaki bahwa konsumen adalah “setiap orangatau

individu yang harus dilindungi selama tidak memiliki kapasitas dan bertindaksebagai produsen, pelaku usaha dan/atau pebisnis”.17

Hukum positif Indonesia yang ada sampai pada tahun 1999, belum mengenal istilah konsumen. Akan tetapi, hukum positif Indonesia berusaha untuk menggunakan beberapa istilah yang pengertiannya berkaitan dengan konsumen.

Berbagai penggunaan istilah yang berkaitan dengan konsumen tersebut mengacu kepada perlindungan konsumen, walaupun belum memiliki ketegasan dankepastian tentang hak-hak konsumen.18Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang menggunakan istilah “setiap orang” untuk pemakai,pengguna dan/atau pemanfaat jasa kesehatan dalam

konteks konsumen. Istilah inidisebutkan dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 46.Istilah“masyarakat” yang disebutkan dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 21 juga mengacu kepada konsumen.19

Berbagai pengertian tentang “konsumen” dikemukakan agar dapat

mempermudah pembahasan tentang perlindungan konsumen. Pengertian tersebut dapat ditemukan dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan

16

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1976), hal. 521.

17

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Kencana, 2013), hal. 15.

18

Ibid., hal. 14 19

(3)

Konsumen,sebagai upaya ke arah terbentuknya Undang-Undang Perlindungan Konsumen maupun dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.20

Pengertian konsumen dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yaitu :“Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat,bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang tidak untuk diperdagangkan kembali”.21

Pengertian konsumen dalam naskah final Rancangan Akademik Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang disusun oleh Fakultas Hukum UniversitasIndonesia bersama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan PerdaganganDepartemen Perdagangan RI, yaitu : “Konsumen adalah setiap orang

atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk

diperdagangkan”.22

Di Belanda, oleh Hondius disimpulkan bahwa arti konsumen

adalah“pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa”23

, sedangkan di Spanyol,pengertian konsumen didefinisikan secara lebih luas, yaitu “konsumen

bukanhanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai akhir”.24

20

Ahmadi Miru, Op. Cit., hal. 19.

21

Ibid., hal. 20.

22

Ibid.

23

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Grasindo, 2000), hal. 3.

24

(4)

Mariam Darus Badrul Zaman mendefinisikan konsumen dengan mengambil pengertian yang dipergunakan oleh kepustakaan Belanda yaitu“Semua individu

yang menggunakan barang dan jasa secara konkret dan riil”.

Sementara itu, Anderson dan Krumpt menyatakan kesulitannya untuk merumuskan definisi konsumen. Akan tetapi, para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah “Pemakai akhir dari benda dan/atau jasayang

diserahkan kepada mereka oleh pengusaha”.25

Terdapat tiga pengertian konsumen yang ingin mendapat perlindungan, yaitu :26

a. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.

b. Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang/jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha.

c. Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya, dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

Konsumen akhir inilah yang dengan jelas diatur perlindungannya dalamUndang-Undang Perlindungan Konsumen.27 Pengertian konsumen menurut

25

Zulham, Op. Cit., hal. 16.

26

(5)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1angka 2 yang menyatakan : “Konsumen adalah setiap orang pemakai

barangdan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan”.28

Unsur-unsur definisi konsumen yaitu :29

a. Setiap Orang

Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yangberstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. 30Dalam Undang- Undang ini, yang dimaksudkan “orang” merupakan orang alami dan bukan badan hukum. Sebab yang dapat menggunakan dan/ataumemanfaatkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kepentingan diri

sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan, hanyalah orang alami atau manusia.31 b. Pemakai

Sesuai dengan Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-UndangPerlindungan Konsumen, kata pemakai merujuk pada konsumen akhir(ultimate consumer). Dalam hal ini penggunaan istilah

“pemakai”menunjukkan barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta

-merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Konsumen memang tidak sekadar pembeli (buyer) tetapi semua orang (perorangan atau badanu saha) yang mengonsumsi jasa dan/atau barang. Jadi, yang paling penting dalam terjadinya suatu transaksi konsumen berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya.

c. Barang dan/atau Jasa

Saat ini, kata “produk” sudah berkonotasi barang atau jasa. Undang

-Undang Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai setiapbenda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupuntidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan,yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak menjelaskan perbedaan istilah-istilah

27

Ibid.

28

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1, Angka 2

29

Shidarta, Op. Cit., hal. 4-9.

30

Ibid., hal. 27.

31

(6)

“dipakai,dipergunakan, atau dimanfaatkan”. Sementara itu, jasa diartikansebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yangdisediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. d. Yang Tersedia dalam Masyarakat

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harustersedia di pasaran. Hal ini tercantum juga dalam Undang-UndangPerlindungan Konsumen Pasal 9 ayat 1 huruf e. Namun dalamp erkembangan perdagangan yang makin kompleks saat ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang (developer) perumahan sudah biasa mengadakan

transaksi terlebih dulu sebelum bangunannya jadi.

e. Bagi Kepentingan Diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain, Makhluk Hidup Lain

Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri,keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Kepentingan ini tidaksekadar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barangdan/atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (di luar diri sendiri dankeluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan.

f. Barang dan/atau Jasa itu tidak untuk Diperdagangkan

Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen mempertegas hanya kepada konsumen akhir. Penegasan ini sudah biasa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen di berbagai negara.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak mengenal istilah konsumen atau consument.32Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan beberapa istilah yang berkaitan dengan konsumen yaitu pembeli (koper)diaturdalam pasal 1457–1540 KUH Perdata, penyewa (hurder) diatur dalamPasal 1548–1600 KUH Perdata, penitip barang (bewarrgever) diatur dalamPasal 1694–1739KUH Perdata, peminjam (verbruiklener) diatur dalam Pasal 1754– 1769 KUHPerdata, dan sebagainya. Sementara itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditemukan istilah tertanggung (verzekerde) diatur dalam Pasal 246–308Buku I KUH Dagang dan penumpang (opvarende)diatur dalam Pasal 341– 394 Buku II KUH Dagang.33

32

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 62.

33

(7)

Selain istilah-istilah yang telah dibahas sebelumnya, terdapat lagi istilahlain seperti hukum perlindungan konsumen. Di dalam Undang-UndangPerlindungan Konsumen tidak dijelaskan pengertian tentang hukum perlindungankonsumen, tetapi hanya dijelaskan pengertian tentang perlindungan konsumen itusendiri.

Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 1disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamina danya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”34

Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen” sudah

sangat sering terdengar. Hukum (perlindungan) konsumen merupakan salah satu bidang dari ilmu hukum. Hukum konsumen hanya ranting kecil dari pohon hukum, yaitu merupakan bagian dari jangkauan dari hukum dagang yang tercakup dalam bagian III dari hukum dagang dengan cabang besarnya hukum dagang.35

Secara umum, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen itu seperti yang dinyatakan oleh Lowe yakni : “… rules of law which

recognize the bargaining weakness of the individual consumer and which ensure

that weakness is not unfairly exploited”.36

34

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1, Angka 1.

35

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 22.

36

(8)

Ada sarjana yang berpendapat hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas itu. Misalnya, Az. Nasution berpendapat bahwa: 37

“Hukum konsumen memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat

mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas atau kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup”.

Adapun pengertian hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsum endalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau jasa konsumen.38

Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. Pada dasarnya, hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang sama,yaitu kepentingan hukum (hak-hak) konsumen. Dimana materi pembahasan nyameliputi bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum sertabagaimana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat. Dengan demikian,hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. 39

37

Az. Nasution, Op. Cit., hal. 23.

38

Janus Sidabalok, Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti : 2010), hal. 46.

39

(9)

Dengan demikian, jika perlindungan konsumen diartikan sebagai segal upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen adalah hukum yang mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen. 40

B. Pengaturan Perlindungan Konsumen di Indonesia

Dalam membahas hukum konsumen di Indonesia, tidaklah lengkap apabila tidak membahas terlebih dahulu sejarah perlindungan konsumen dan pengaturannya, perlindungan konsumen merupakan suatu hal yang cukup baru di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Perkembangan perekonomian dan perdagangan yang sangat pesat telah mendorong tumbuhnya sistem perlindungan konsumen, dengan kemajuan teknologi telekomunikasi dan informasi, arus transaksi barang dan jasa semakin luas melintasi batas-batas wilayah suatu negara, yang pada akhirnya konsumen menghadapi berbagai jenis barang dan jasa yang beraneka ragam baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.41

Jenis barang dan jasa yang beraneka ragam itu memang memberikan kemudahan bagi konsumen dalam memilih, namun disisi lain memberikan dampak negatif bagi penggunanya apabila produk tersebut mengakibatkankerugian bagi sipengguna.

Tumbuhnya perlindungan konsumen bermula dari adanya gerakan-gerakan konsumen (consumers movement) diawal abad ke 19. Diikuti dengan dibentuknyaLiga Konsumen yang pertama kali di New York pada tahun

40

Ibid., hal. 47.

41

(10)

1891.42Pada tahun 1960 berdiri sebuah organisasi konsumen bertarafInternasional bernama Internasional Organization of Consumer Union (IOCU)yang di wakili dari berbagai Negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Australia dan Belgia.43 Di era tahun 1960-an Negara-negara lain mulai membentuk Undang-undang Perlindungan Konsumen. Di Amerika Serikat banyak peraturan yang telah berhasil diundangkan dan putusan-putusan hakim yang dijadikan acuan dalam memperkuat perlindungan konsumen.44

Pada tahun 1962 Presiden AS John F Kennedy menyampaikan consumer message yang terkenal dengan empat hak konsumen yaitu:45

1. Hak untuk mendapatkan keamanan 2. Hak untuk mendapatkan informasi 3. Hak untuk memilih

4. Hak untuk didengar

Di Indonesia sendiri, masalah perlindungan konsumen baru mulai terdengar pada tahun 1970-an yang ditandai dengan lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Lembaga ini lahir karena pesatnya investasi diIndonesia, baik dilakukan secara joint venture maupun melalui investasi dalam negeri.46YLKI pada awalnya hanya memperhatikan promosi untuk memperlancar barang-barang dalam negeri, sampai akhirnya YLKI mengimbangi dengan langkah-langkah pengawasan agar masyarakat tidak merasa dirugikan oleh pelaku usaha dan produk yang dibeli kualitasnya terjamin.

42

Ibid., hal. 12.

43

N.H.T Siahaan, Pelindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, (Jakarta : Pantai Rei, 2005), hal. 292

44

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Grasindo, 2000), hal.29

45

N.H.T Siahaan, Op.Cit, hal. 295

46

(11)

Setelah Indonesia merdeka hingga tahun 1999, undang-undang di Indonesia belum mengenal istilah perlindungan konsumen. Namun bebera paperaturan perundang-undangan di Indonesia telah berusaha untuk memenuhi unsur-unsur perlindungan konsumen namun tetap saja peraturan tersebut belum memiliki ketegasan dan kepastian hukum tentang hak-hak konsumen.47

YLKI bersama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)membentuk Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Namun Rancangan Undang-Undang ini ternyata belum dapat memberi hasil, sebab pemerintah mengkhawatirkan bahwa dengan lahirnya Undang-UndangPerlindungan Konsumen akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi.Setelah dua puluh tahun diperjuangkan, DPR akhirnya melalui sidangparipurna pada tanggal 30 Maret 1999 menyepakati Rancangan Undang-Undang(RUU) tentang perlindungan konsumen. Atas keaktifan YLKI dalam melindungi konsumen baik secara nasional maupun internasional dan desakan masyarakat Indonesia akhirnya dapat menghasilkan sebuah Undang-undang mengenaiperlindungan konsumen yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Sesuai dengan Pasal 1 Angka 1 UUPK “Perlindungan Konsumen adalahsegala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberiperlindungan kepada konsumen. Perlindungan terhadap konsumen dipandangsecara materil maupun formil semakin terasa sangat penting.”

47

(12)

Mengingat semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan bagian terpenting untuk kemajuan kehidupan manusia. Semakinberkembangnya produktifitas jual beli semakin banyak pula permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen. Mengingat konsumen sering berada diposisi yang lemah. Upaya-upaya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen merupakan suatu hal penting yang harus segera dicari solusinya. Untuk itu pemerintah tentu harus memberikan perhatian dan perlindungan besar kepada konsumen berupa peraturan perundang-undangan.

Adanya undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha. Undang-undang perlindungan konsumen justru mendorong iklim usaha yang sehat serta mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persainganyang ada dengan menyediakan barang dan/atau jasa yang berkualitas.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah payung hukum (Umbrella Act) bagi perlindungan konsumen. UUPK sendiri di dalam penjelasannya menyebutkan sejumlah Undang-undang yangdapat dikategorikan sebagai peraturan hukum sektoral.

(13)

Pemerintah, dan berbagai Peraturan atau Keputusan Menteri dari berbagai departemen, antara lain seperti:48

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 202, 203,204, 205, 263, 364, 266, 382 bis, 383, 388 dsb.

Pasal-pasal tersebut mengatur pemidanaan dari perbuatan-perbuatan: a. Memasukkan bahan berbahaya ke dalam sumber air minum umum b. Menjual, menawarkan, menerimakan atau membagikanbarang yang

dapat membahayakan jiwa atau kesehatanorang c. Memalsukan surat

d. Melakukan persaingan curang

e. Melaukan penipuan terhadap pembeli

f. Menjual, menawarkan, atau menyerahkan makanan,minuman dan obat-obat palsu.

2. Kitab undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1473-1512 dan Pasal 1320-1338.

Pasal-pasal tersebut mengatur perbuatan yang berkaitan dengan perlindungan kepada pembeli dan perlindungan kepada pihak pihak yang terkait dalam perjanjian.

3. Ordonansi Bahan-bahan Berbahaya Tahun 1949

Ordonansi yang menetukan larangan untuk setiap pemasukan, pembuatan, pengangkutan, persediaan, penjualan, penyerahan, penggunaan dan pemakaian bahan berbahaya yang bersifat racun atau berposisi racun terhadap kesehatan manusia.

4. Undang-undang tentang Obat Keras Tahun 1949

Undang-undang ini memberikan kewenangan pengawasan olehpememrintah terhadap pemasukan, pengeluaran, pengangkutanbahan-bahan obat keras yang akan diproduksi atau diedarkan.

5. Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Undang-undang ini memberikan kewenangan pengawasan pemerintah terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan. Undang-undang ini merupakan landasan untuk mengatur hal-halseperti pengawasan produksi obat, pendaftaran makanan,minuman, dan obat, penandaan, cara berproduksi yang baik danlain sebagainya. Undang-undang ini sebagai pengganti berbagaiundang-undang yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengankesehatan manusia.

6. Undang-undang No. 10 Tahun 1961 Tentang Barang

Undang-undang ini merupakan landasan untuk mengatur hal-halyang berkaitan dengan standar barang. Salah satu pelaksanaa nundang-undang ini adalah terbitnya Peraturan Pemerintah tentangStandar Nasional Indonesia (SNI).

7. Undang-undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

48

(14)

Untuk memberikan gambaran pengaturan hukum perlindungan konsumen secara komprehensif dalam hukum positif Indonesia, maka peraturan tersebut dikelompokkan menjadi aspek hukum keperdataan, hukum pidana, Hukum Administrasi Negara dan Hukum Internasional.49

1. Hukum Keperdataan

Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat yaitu segalahukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan.50 Dalamarti yang lebih sempit dikatakan hukum perdata sebagai lawan hukum dagang.51Kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara pelaku usaha penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa dengan konsumennya masing-masing termuat di dalam:52

a. KUHPerdata, terutama dalam Buku kedua, ketiga dan keempat b. KUHD, Buku kesatu dan Buku kedua

c. Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidah-kaidah hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum dan masalah antara penyedia barang atau penyelenggara jasa tertentu dan konsumen.

Hak-hak dan kewajiban konsumen berkaitan dengan aspek keperdataan, salah satunya adalah hal-hal yang berkaitan dengan perikatan. Hubungan hukumantara konsumen dengan pelaku usaha umumnya dimulai melalui suatu

49

Ibid., hal. 98.

50

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : Intermasa, 2001), hal.9.

51

Ibid.

52

(15)

perikatan.53Dalam perikatan karena perjanjian, para pihak bersepakat untukmengikatkan diri dan melaksanakan kewajiban masing-masing. Perjanjian itu punbiasanya diisi dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak. Biasanyadalam bentuk syarat baku atau tidak baku yang dibuat secara tertulis maupun tidaktertulis. Dalam perjanjian tersebut dimuat pula ketentuan ganti rugi apabila salahsatu pihak melakukan wanprestasi. Sehingga pihak yang merasa dirugikan dapatmenuntut pemenuhannya berdasarkan perjanjian tersebut.

Kata konsumen tidak ada diatur dalam KUHPerdata, namun kata-kata seperti pembeli, penyewa dan siberutang digunakan di dalam KUHPerdata.

Berikut beberapa pasal di dalam KUHPerdata yang menyangkut dengan hukum konsumen:54

1. Pasal 1235 (Jo. Pasal-pasal 1033, 1157, 1236, 1365, 1444, 1445,1473, 1474, 1550, 1560, 1706, 1744)

Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termasuk kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik sampai pada saat penyerahan.

2. Pasal 1236 (Jo. Pasal-pasal 1235, 1243, 1264, 1275, 1391, 1444,1480) Si berutang adalah berwajib memberikan ganti biaya, rugi, dan bunga kepada si berpiutang, jika ia membawa dirinya dalam keadaan tak mampu untuk menyerahkan kebendaannya, atau tidak merawatnya sepatutnya guna menyelamatkannya.

3. Pasal 1504 (Jo. Pasal-pasal 1322, 1473, 1474, 1491, 1504 s.d1511) Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk pemakaian yang dimaksudkan itu, sehingga seandainya pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan membeli barangnya, atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang.

53

AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Diadit Media, 2002), hal.72.

54

(16)

Dengan adanya Undang-undang perlindungan konsumen, maka kelemahan kelemahan yang dulu ada pada hukum perdata sudah dapat diatasi.Diantaranya perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha sepert ipemberian informasi yang benar dan jujur, memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa tertentu yang rusak atau cacat.55

2. Hukum Pidana

Hukum pidana termasuk ranah hukum publik. Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana tidak ada disebut kata konsumen. Namun secara implisit ada bebarapa pasal yang memberikan perlindungan hukum bagi konsumen, yaitu:56

a. Pasal 204: Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang, yang diketahui bahwa membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat berbahaya itu tidak diberitahukan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Jika perbuatan mengakibatkan matinya orang, yang bersalah dikenakan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

b. Pasal 359: Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, dianvam dengan pidana penjara palinng lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

c. Pasal 383: Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli: (1) karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli, (2) mengenai jenis keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan dengan menggunakan tipu muslihat.

Diluar Kitab Undang-undang Hukum Pidana terdapat banyak sekaliketentuan pidana yang beraspekkan perlindungan konsumen. Lapanganpengaturan yang paling luas kaitannya dengan hukum perlindungan

55

AZ. Nasution, Op.Cit, hal.108

56

(17)

konsumenterdapat pada bidang kesehatan dan pengaturan hak-hak atas kekayaan intelektual.57

3. Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara merupakan instrumen hukum publik yang penting dalam perlindungan konsumen. Karena, sanksi-sanksi hukum perdata dan pidana seringkali kurang efektif jika tidak disertai sanksi administratif. Sanksi administratif ditujukan kepada pelaku usaha, baik produsen maupun pelaku usaha lain yang mendistribusikan produknya.58

Didalam UUPK penerapan sanksi adminstratif berupa penetapan ganti rugicenderung menonjol, mengingat dengan adanya Pasal 60 UUPK yang mengaturtentang kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang notabene bukan Pemerintah yang telah menerbitkan izin tersebut.59 Pencabutan izinhanya bertujuan menghentikan proses produksi dari produsen/penyalur. Dengan demikian, dampaknya secara tidak langsung berarti melindungi konsumen danmencegah jatuhnya lebih banyak korban. Campur tangan administratif Negaraharus dilatarbelakangi iktikad baik untuk melindungi masyarakat dari bahaya.60

Sanksi administratif dianggap lebih efektif dibanding dengan sanksipidana atau perdata. Hal ini didukung dengan bebarapa alasan yaitu:61

57

Celina Tri Siwi, Op.Cit, hal. 82

58

Shidarta, Op.Cit, hal.117

59

Ibid., hal. 118

60

Ibid.

61

(18)

a. Sanksi administratif dapat diterapkan secara langsung dan sepihak, dengan demikian para penguasa sebagai pihak pemberi izin tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu dari pihak manapun. Sanksi administratif juga tidak perlu melalui proses pengadilan.

b. Sanksi perdata atau pidana seringkali tidak memberikan efek jera bagi pelakunya. Ganti rugi yang dijatuhkan mungkin tidak sebarapa dibandingkan dengan keuntungan yang diraih dari perbuatan negatif produsen. Belum lagi dengan mekanisme penjatuhan putusan yang berbelit-belit dan membutuhkan proses yang lama

C. Asas – Asas Perlindungan Konsumen

Dalam setiap Undang - Undang yang dibuat oleh pembentuk Undang - Undang biasanya dikenal sejumlah asas atau prinsip yang mendasari diterbitkannya Undang - Undang itu. Asas - asas hukum merupakan pondasi suatu Undang - Undang itu dan segenap peraturan pelaksananya. Mertokusumo memberikan ulasan sebagai berikut :

“... bahwa asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang - undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat - sifat atau ciri - ciri yang umum dalam peraturan konkrit

tersebut .”62

Didalam Pasal 2 Undang - Undang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa “ Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,

keamanan, dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum ”. Memperhatikan

substansi Pasal 2 Undang - Undang Perlindungan Konsumen demikian pula

62

(19)

penjelasannya, perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 ( lima ) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu :

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar - besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangn antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.63

D. Hak dan Kewajiban Konsumen

Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum atau suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum baik pribadi maupun umum. Maka dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak diterima.

Sebelum membahas mengenai hak konsumen, ada baiknya dikemukakan dulu apa pengertian hak itu. Sudikno Martokusumo dalam bukunya Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, menyatakan bahwa “dalam pengertian

hukum, hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan itu sendiri berarti tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Sehingga dapat

63

(20)

dikatakan bahwa hak adalah suatu tuntutan yang pemenuhannya dilindungi oleh

hukum”.64

Menurut Janus Sidabalok dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia menyebutkan ada tiga macam hak berdasarkan sumber pemenuhannya, yakni ;

1. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernapas. Hak ini tidak boleh diganggu gugat oleh negara, dan bahkan negara wajib menjamin pemenuhannya.

2. Hak yang lahir dari hukum, Yaitu hak yang diberikan oleh negara kepada warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum. 3. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada

perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain.65 Menurut Consumers Internasional (CI) menyebutkan ada tiga macam hak berdasarkan sumber pemenuhannya, yakni ;

1. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernapas. Hak ini tidak boleh diganggu gugat oleh negara, dan bahkan negara wajib menjamin pemenuhannya.

2. Hak yang lahir dari hukum, Yaitu hak yang diberikan oleh negara kepada warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum. Contohnya hak untuk memberi suara dalam Pemilu.

3. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain.Contohnya pada peristiwa jual beli. Hak pembeli adalah menerima barang. Sedangkan hak penjual adalah menerima uang.66

Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Hak Konsumen diatur didalam Pasal 4, yakni ;

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

64

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2003) hal 50

65

Janus Sidabalok,Op Cit, hal 21

66

(21)

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.67 Hak tersebut di atas pada intinya adalah untuk meraih kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Sebab masalah tersebut merupakan hal yang paling utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan kenyamanan, tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat. Juga untuk menjamin bahwa suatu barang dan/atau jasa yang dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar, jelas, dan jujur.

Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk di dengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti rugi. Hak-hak konsumen yang tersebut di atas berguna untuk melindungi kepentingan konsumen, sebagaimana tercantum dalam tujuan dari perlindungan konsumen yaitu mengangkat harkat hidup dan martabat konsumen. Sehingga diharapkan konsumen menyadari akan hak-haknya dan pelaku usaha diharuskan untuk memerhatikan apa saja perbuatan-perbuatan usaha yang dilarang

67

(22)

menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen sehingga tidak ada lagi pelanggaran hak-hak konsumen.68

Selain ada hak, konsumen juga memiliki beberapa kewajiban. Kewajiban adalah “ suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual”. Frederic M. Hart

dan Nathalie Martin mengemukakan kewajiban konsumen sebagai berikut :

“... obligation can arise from a large variety of transactions. If personal

property is sold,leased,licensed,assigned,or otherwise disposed of, the obligation

to pay is an account. If service have been rendered or are to be rendered, the

obligation to pay for them is an account. ...”69

Dengan kata lain kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan. Kewajiban konsumen dalam Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian; 2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa konsumen secara patut.70 Kewajiban ini dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh hasil yang optimum atas perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi dirinya.71

68

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op Cit, hal 91

69

Frederic M. Hart dan Nathalie Martin, Secured Transaction (United States of America: Aspen Publisher, 2007), hal 29

70

Indonesia (c), Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 5

71

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran dengan menerapkan buku ajar berbasis pemaknaan, menganalisis peran buku ajar berbasis pemaknaan

Administrasi merupakan salah satu tolak ukur berkembangnya suatu organisasi dengan pesat. Administrasi berkaitan erat dengan pengolahan data yang saat ini sesuai

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari potensi berbagai jenis gulma air yang mampu tumbuh pada media tercemar, sehingga gulma air tersebut berpotensi untuk digunakan

When the number L of levels of quantization is high, the optimum partition and the quantization error power can be obtained as a function of the probability density function p X( x

Berdasarkan hasil observasi, dalam kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan warga Nahdliyyin di desa Mayong Lor, tampak bahwa acara maulidan banyak mewarnai kegiatan

Ketika saya ditanya tentang seseorang yang saya ketahui bahwa dirinya adalah salafi, namun seseorang mengambil ucapannya keluar dari konteks, atau menyodorkan

Judul Skripsi : Analisis Data Runtun Waktu Menggunakan Metode Wavelet Thresholding dengan Maximal Overlap Discrete Wavelet Transform (Studi Kasus : Nilai Tukar Rupiah

Dari hasil penelitian mengenai hubungan terpaan pesan persuasif Nusatrip di media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, dan Pinterest) dan persepsi kualitas website