• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Budaya terhadap sistem pendidik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Budaya terhadap sistem pendidik"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pendidikan dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 1 mengatakan “pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara” (Depdiknas, 2003(3)). Pada dewasa ini sistem pendidikan nasional sudah mengalami perubahan salah satunya dengan di berlakukan sistem pendidikan karakter. Pendidikan karakter di Indonesia untuk pertama kalinya di canangkan secara resmi oleh menteri pendidikan, Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA pada tanggal 2 Mei 2010.

(3)

Dalam perkembangannya sistem pendidikan karakter mengalamai beberapa kendala. Kendala utama yang dihadapi lembaga pendidikan sekolah adalah lemahnya sistem penjaminan mutu pendidikan karakter, lemahnya dukungan sistem informasi untuk mendukung kegiatan pendidikan karakter berkualitas. Selain dari pada itu, anggaran yang terbatas serta belum berfungsinya budaya mutu sebagai pembeda sekolah yang fokus dengan pendidikan karakter dengan sekolah yang tidak memiliki orientasi pada pendidikan karakter (suherman , 2017). Selain itu Warsito dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Budaya dan Pendidikan Karakter Bagi Pembangunan Bangsa” yang mengatakan jika pendidikan karakter di sekolah hanya bertumpu pada interaksi antara peserta didik dengan guru di kelas dan di sekolah maka pencapain karakter yang di harapkan sulit diwujudkan.

(4)

Sistem pendidikan karakter bukan hanya diterapkan di dalam lembaga Pendidikan Indonesia namun keluarga dan lingkungan merupakan agen utama untuk membentuk karakter yang dilatarbelakangi ajaran budaya yang dianut. Alasan-alasan diatas seharusnya dipertimbangkan kembali oleh pemerintah dalam menetapkan sebuah kebijakan pendidikan karakter, sebab budaya juga mempunyai aturan yang fundamental bagi penganut budaya tersebut.

Roger M keesing dalam bukunya yang berjudul Teori-Teori Tentang Budaya mengatakan, konsep budaya turun menjadi adat istiadat”(customs) atau “cara kehidupan” (way of life) manusia. Salah satunya adalah dari segi pendidikan yang di mana pendidikan juga mempunyai sebuah regulasi yang harus di jalankan secara universal oleh setiap individu yang bersekolah, namun sebagai anggota masyarakat yang berbudaya setiap anggota sudah memiliki sifat karakter yang fundamental di bentuk dari lingkungannya sehingga aturan dalam sebuah sistem kebijakan pendidikan yang di buat pemerintah dapat di pengaruhi oleh budaya setempat sebab budaya itu mengakar sekaligus dinamis. Keberadaannya tidak semata-mata ada, tetapi dibangun dari nol sampai beratus tahun atau berabad kemudian menjadi besar dan memiliki banyak penganut budaya. Dalam budaya, untuk mempermudah identifikasi, masyarakat memberikan nama untuk budaya yang dianut (Chyisanti Arumsari).

(5)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan pendidikan berkarakter pada peserta didik di daerah penelitian?

2. Bagaimana pengaruh karakteristik budaya terhadap penerapan pendidikan karakter di daerah penelitian?

3. Apa saja karakteristik budaya yang berpengaruh terhadap faktor pendukung dan faktor penghambat penerapan pendidikan berkarakter di daerah penelitian? 4. Bagaimana cara mengatasi faktor penghambat dalam penerapan pendidikan

berkarakter di daerah penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan dan mengkaji lebih dalam tentang penerapan pendidikan berkarakter, dalam hal ini meneliti peran budaya dengan menitikberatkan perhatian pada metode yang dilakukan guru dalam menerapkan pendidikan berkarakter di daerah penelitian.

2. Mendeskripsikan dan mengkaji lebih dalam tentang pengaruh karakteristik budaya terhadap penerapan pendidikan karakter di daerah penelitian.

3. Untuk mengetahui apa saja karakteristik budaya yang berpengaruh terhadap faktor penghambat dan faktor pendukung dalam penerapan pendidikan berkarakter di daerah penelitian.

(6)

1.4.Manfaat Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam meninjau kembali terkait UU No. 20 tahun 2003 terkait kebijakan pendidikan berkarakter.

2. Sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan kepada pihak pemerintah untuk terus mengembangkan kebijakan, melihat pentingnya membangun karakter pada pelajar sesuai dengan budaya yang berkembang di masyarakat. 3. Sebagai media evaluasi bagi daerah-daerah yang diteliti terkait pengaruh

budaya yang berkembang terhadap pendidikan karakter di daerah penelitian. 4. Sebagai bahan informasi dan refrensi yang dapat menambah dan memperkaya

(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Platform Pendidikan Karakter

Pada bagian ini akan menguraikan platform (visi, misi, tujuan, dan sasaran) pendidikan karakter.

1. Visi dan Misi Pendidikan Karakter

a. Visi pendidikan karakter dalam konteks ini adalah kemampuan untuk memandang arah pendidikan karakter ke depan dengan berpijak pada permasalahan saat ini untuk disusun perencanaan secara bijak. Menurut Buku I Pedoman Umum dan Nilai Budi Pekerti untuk Pendidikan Dasar dan Menengah (2004: 4), visi pendidikan budi pekerti/karakter adalah mewujudkan pendidikan budi pekerti/karakter sebagai bentuk pendidikan nilai, moral, etika yang berfungsi menumbuhkembangkan individu warga negara Indonesia yang berakhlak mulia dalam piker, sikap, dan perbuatannya sehari-hari, yang secara kurikuler benar-benar menjiwai dan memaknai semua mata pelajaran yang relevan serta sistem sosial-kultural dunia pendidikan sehingga dari dalam diri setiap lulusan setiap jenis, jalur, jenjang pendidikan terpancar akhlak mulia.

b. Adapun misi pendidikan budi pekerti/karakter menurut Cahyoto (2001: 19) adalah sebagai berikut.

(8)

kehidupan yang demokratis dengan tetap berlandaskan norma budi pekerti warga Indonesia.

 Membantu siswa memahami displin ilmu yang berperan mengembangkan budi pekerti/karakter sehingga diperoleh wawasan keilmuan yang berguna untuk mengembangkan penggunaan hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

 Membantu siswa memahami arti demokrasi dengan cara belajar dalam suasana demokratis bagi upaya mewujudkan masyarakat yang lebih demokratis.

2. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Karakter

a. Tujuan Pendidikan Karakter Menurut Nurul Zuriah (2007: 67) tujuan pendidikan karakter adalah sebagai berikut.

 Siswa memahami nilai-nilai karakter di lingkungan keluarga, lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang, dan tatanan antarbangsa.

 Siswa mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam mengambil keputuan budi pekerti di tengah-tengah rumitnya kehidupan bermasyarakat saat ini.

 Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan sesuai dengan norma budi pekerti/karakter.

(9)

b. Sasaran Pendidikan Karakter “Pendidikan karakter mempunyai sasaran kepribadian siswa, khusunya unsur karakter atau watak yang mengandung hati nurani (conscience) sebagai kesadaran diri (consciousness) untuk berbuat kebijakan (virtue)” (Ibid, 2007: 68).

2.1.2. Budaya dalam Pendidikan Karakter 1. Budaya Batak Terkait Pendidikan Karakter

Prinsip etika sosial Batak berlandaskan pada Dalihan na Tolu, artinya tungku berkaki tiga. Masyarakat Batak diumpamakan sebuah kuali dan Dahlian na Tolu adalah tungkunya. Di sini tergambar perlunya keharmonisan dari ketiga kaki tungku tersebut yakni: Hula-hula (para keturunan laki-laki dari satu luluhur), Boru (anak perempuan), dan Dongan Sabutuha (semua anggota laki-laki semarga).

Dengan adanya tungku itu maka kuali masyarakat Batak menjadi seimbang, harmonis, dan menyala api solidaritasnya. Akar dari sistem nilai Dalihan na Tolu adalah kerendahan hati (humble). Orang Batak harus hormat kepada Hula-hulanya tanpa syarat, tidak peduli hula-Hula-hulanya miskin, tidak berpendidikan dan sebagainya. Kecuali itu Dahlian na Tolu juga dikembangkan oleh keinginan memanifestasi Olong (rasa kasih sayang).

Dengan Dahlian na Tolu, muncul dan berakarlah demokrasi kekeluargaan dalam masyarakat Batak. Demokrasi kekeluargaan ini dibina dengan cara musyawarah mufakat. Esensi hasil musyawarah mufakat adalah:

a) Pembicaraan perseorangan tidak diterima, pendapat umumlah yang menentukan.

(10)

c) Mayoritas bergembira, jika sudah tidak ada minoritas yang mengeluh.

d) Putusan yang diharapkan, yaitu putusan yang dapat diterima oleh semua orang.

e) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, sangat bergantung kepada masyarakat.

Sampel

Kabupaten samosir : kehidupan masyarakat samosir yang masih kental akan budaya batak terlihat dari bahasa sehari-hari yang mereka gunakan yaitu bahasa batak dan kabupaten somosir merupakan daerah pusuk buhit yang merupakan asal muasal orang batak.

2. Budaya jawa dalam pembentukan karakter

(11)

yang diterapkan orang tua Jawa adalah dengan memberi perintah terperinci, dan tidak emosional serta tanpa ancaman hukuman. (Idrus 2012)

Sampel

Kabupaten Sleman : budaya jawa yang masih kental di kehidupan masyarakat sleman terlihat dari peran pemuda dalam menjaga kelestarian budaya ketoprak sehingga sampe sekarang ketoprak masih eksis di Sleman dalam membentuk karakter di luar pendidikan formal ( Perwitasari 2017 )

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?

mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=11 3936&obyek_id=4

3. Budaya dayak dalam pembentukan karakter

(12)

Sampel

Kabupaten landak : sistem pendidikan yang di harapkan oleh pemerintah kabupaten Landak salah satunya adalah membentuk karakter para peserta didik tanpa mengesampingkan nilai-nilai lokal atau kebudayaan.

http://www.disdik.landakkab.co.id/html/siswa.php? id=profil&kode=11&profil=Visi%20dan%20Misi

4. Budaya Toraja dalam pembentukan karakter

Upacara rambu solo’ dapat dijadikan sebagi sumber pembelajaran pendidikan berkarakter. Hal tersebut dikarenakan aspek sosial-budaya yang terkandung upcara rambu solo’, yaitu sebagai wadah pemersatu keluarga, sebagai tempat menyatakan martabat,sebagai tempat bergotong royong dan tanggung jawab, dan sebagai wadah berdonasi. Nilai ini dibutuhkan untuk membentuk karakter bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.(Panggara 2015 : 22)

Sampel

Kabupaten Tana Toraja : Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa

(13)

5. Budaya Asmat dalam pembentukan karakter

Bagi suku Asmat seni adalah hidup artinya seni tidak dapat di pisahkan dari kehidupan mereka, baik itu seni tari, seni ukir, seni musik dan lainnya. Seni adalah bagian dari sendi-sendi kebudayaan Asmat, seni adalah penyeimbang dalam kehidupan manusia Asmat dengan sesamanya, manusia Asmat dengan lingkungannya dan manusia Asmat dengan Roh leluhur nenek moyang mereka. Sehingga seni membentuk karakter kepribadian Suku Asmat untuk hidup saling menghormati.

Sampel

Kabupaten Asmat : kabupaten asmat merukan salah satu daerah yang mayoritas suku Asmat.

2.2. Landasan Teori 2.2.2 Pendidikan Karakter

Teori-teori pendidikan karakter menurut ahli adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona

Karakter menurut Lickona terbagi atas beberapa bagian yang tercakup di dalamnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lickona di bawah ini:

(14)

about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within. (1991: 51).

Berdasarkan pendapat Lickona di atas dapat dijelaskan bahwa karakter terdiri atas tiga korelasi antara lain moral knowing, moral feeling, dan moral behavior. Karakter itu sendiri terdiri atas, antara lain: mengetahui hal-hal yang baik, memiliki keinginan untuk berbuat baik, dan melaksanakan yang baik tadi berdasarkan atas pemikiran, dan perasaan apakah hal tersebut baik untuk dilakukan atau tidak, kemudian dikerjakan. Ketiga hal tersebut dapat memberikan pengarahan atau pengalaman moral hidup yang baik, dan memberikan kedewasaan dalam bersikap.

Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh thomas lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.

2. Pendidikan karakter menurut Suyanto

Suyanto (koesoema 2017 ) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

(15)

“Bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”.

4. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (2008)

Karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

(16)

melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.

5. Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D.

Pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.

(17)

Ada empat jenis karakter yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam proses pendidikan, yaitu:

1. Pendidikan karakter berbasis nilai religius, yang merupakan kebenaran wahyu Tuhan (konservasi moral).

2. pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain yang berupa budi pekerti, pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa.

3. pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan). pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi humanis) Yahya Khan, 2010.

2.2.2. Budaya

Liliweri (2002 :8) budaya merupakan perilaku yang telah tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan secara social (disosialisasikan) tidak sekedar sebuah catatab ringkas, tetapi dalam bentuk sebuah prilaku melalui pembelajaran sosial. Clifford (Bernard 2000:19) budaya merupakan suatu sistem simbol dari makna-makna : kebuadayaan adalah sesuatu yang dengannya kita memahami dan memberi makna pada hidup kita dan kebudayaan mengacu pada suatu pola makna-makna yang di wujudkan dalam simbol-simbol yang diturunalihkan secara historis, suatu sistem gagasan-gagasan yang diwarisi dan diungkapkan dengan bentuk-bentuk simbolikyang dengan manusia menyampaikan, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai,serta sikap dan pendirian mereka terhadap pendirian.

(18)

1. Unsur Religi

Unsur religi ialah dimana manusia mengakui keberadaan tuhan sebagai sang pencipta, di indonesia sendiri terdapat berbagai macam agama di antaranya mayoritas penduduk indonesia memeuk agama islam. Agama ialah suatu unsur yang wajib di perlakukan dalam kehidupan sehari - hari kita, karena jika seorang manusia tidak memiliki kepercayaan terhadapagama maka semua manusia tidak akan teratur karena tidak memiliki peraturan. Fungsi agama yaitu untuk mengatur kehidupan manusa dalam hubunganya dengan sang pencipta.

2. Sistem Kemasyarakatan

Sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa diciptakan sebagai yang paling sempurna namun tetap memiliki kekurangan/kelemahan dan kelebihan masing - masing antar individu sehingga untukberorganisasi dan bersatu karena pada dasarnya manusia bukan lah makluk yang invidiualis mereka saling membutuhkan satu sama lain agar bisa berkembang.

3. Sistem Peralatan

Maksuda dari sistem ini sendiri ialah peralatan yang di gunakan manusia untuk menopang kehidupan sehari - hari manusia. Pada zaman sekarang lebih tepatnya era globalisasi manusia memerlukan peralatan yang memudahkan dalam melakukan tugas apapun dalam keseharianya, agar bisa mengirit waktu ataupun mempermudah dalam berkomunikasi dan bersosialisasi.

4. Sistem Mata Pencaharian

(19)

pangan dll karena itulah manusia di tuntut atau di haruskan bekerja untuk tetap bertahan hidup dan memenuhi segala kebutuhan nya.

5. Sistem Bahasa

Bahasa adalah cara manusia berkomunkasi, terdapat banyak bahasa di muka bumi ini tergantung kebudayaanya di indonesia sendiri ada satu bahasa pedoman yakni bahasa indonesia yang di jadikan cara berkomunikasi sehari - hari namun masih banyak bahsa - bahasa dari berbagai macam suku di indonesia sendiri.

6. Sistem Pengetahuan

Ilmu pengetahuan sendiri sangatlah identik dengan manusia, karena manusia memiliki akal dan fikiran yang telah di karuniakan kepada masing - masing individualis. Di indonesia masyarakatnya sendiri di wajibkan mengeyam bangku sekolah sampai 9 tahun dari SD, SMP dan SMA karena mereka sadar akapn penting nya ilmu pengetahuan dalam perkembangan zaman di era globalisasi ini persaingan antar manusia semakin sengit dalam segi profsei ataupun yang lainya.

7. Seni

Dalam kehdiupan manusia, manusia tidak lepas dari yang namanya seni. Karena disitulah manusia bebas berekpresi meluapkan kreatifitasnya sendiri, dalam kehdiupan sehari - haripun manusia tidak bisa lepas dari seni karena seni adalah bagian dari manusia.

3.4. Kerangka Berpikir

(20)

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai hal yang penting jadi dengan demikian maka kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk proses dari keseluruhan dari penelitian yang akan dilakukan.”

Pendidikan karakter merupakan suatu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam dunia pendidikan. Penerapan kebijakan tersebut tidak terlepas dari unsur budaya yang berkembang pada daerah-daerah di Iindonesia. Hal tersebut akan menghasilkan faktor pendukung dan faktor penghambat realisasi pendidikan karakter. Sehingga dibutuhkan suatu konsep yang matang dalam mengatasi faktor penghambat pendidikan karakter. Adapun yang menjadi kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

HIPOTESIS

(21)

Definisi hipotesis menurut Uma Sekaran (2011:103) adalah hubungan yang diduga secara logis antar dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat diuji secara empiris. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu, hipotesis dalam penelitian ini adalah : Budaya Barat dan Budaya Timur berepengaruh terhadap Pendidikan Berkarakter.

BAB III

(22)

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode penentuan daerah penelitian dilakukan secara purpose sampling (disengaja). Teknik purpose sampling pada dasarnya dilakukan sebagai sebuah teknik yang secara sengaja mengambil sample tertentu yang telah sesuai dan memenuhi segala persyaratan yang dibutuhkan yang meliputi: sifat-sifat, karakteristik, ciri dan kriteria sample tertentu, dimana dalam hal ini pengambilan sample mencerminkan populasi dari sample itu sendiri.

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Populasi adalah “generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono 2013: 117). Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek yang diteliti itu. Populasi dalam penelitian ini adalah 12 Kota di Indoneia yang mempunyai budaya yang berbeda.

Sehingga penentuan besar sample menggunakan rumus Slovin yaitu: n = N

Sekolah Menengah Kejuruan : 2 413

(23)

n = 36.357

Sekolah Menengah Pertama : 13 693

Sekolah Menengah Atas : 3 806

Sekolah Menengah Kejuruan : 13 538

(24)

Sekolah menengah atas : 6.609

Sekolah menegah kejuruan : 6.831

Jumlah : 65.692

n = 65.692 65.692(0,05)2+1 = 397,6

= 398 e. Kabupaten Asmat

Sekolah Dasar : 18.168

Sekolah Menengah Pertama : 2.797

Sekolah Menengah Atas : 1.131

Sekolah Menegah Kejuruan : 57

Jumlah Total : 22.153

n = 22.153 22.153(0,05)2+1 = 392,9

= 393

TOTAL KESELURUHAN = 396 + 397 + 398 + 398 + 393 = 1.982

(25)

itu” (Sugiyono, 2013: 93). Simple Random Sampling dilakukan apabila anggota populasi dianggap homogen. Simple Random Sampling dapat dilakukan dengan cara undian, memilih bilangan dari daftar bilangan secara acak, dsb. Dari 12 Kota yang menjadi populasi penelitian ini adalah 6 Kota.

TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Tempat dan waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Sumatera Utara

Tempat : Kabupaten Samosir Waktu : 7 – 18 juli

Penelitian Lapangan

Keterangan : tanggal 15 juli libur

DI Yogyakarta

Tempat : kabupaten Sleman Waktu : 19 juli – 30 juli

Penelitian Lapangan

Keterangan : tanggal 29 libur

Kalimantan barat

Tempat: kabupaten landak

Waktu : 31 juli - 11 agustus Penelitian Lapangan

(26)

Sulawesi Selatan

Tempat : kabupaten tana toraja

Waktu : 12 - 24 agustus

Penelitian Lapangan Keterangan : libur 17 &19 agustus

Papua

Tempat : kabupaten asmat

Waktu : 25 agustus - 6 september Penelitian Lapangan

Keterangan : tanggal 5 september libur 3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data primer. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan hasil wawancara mendalam. Data primer adalah “data yang mengacu pada informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti yang berkaitan dengan variabel minat untuk tujuan spesifik studi. Sumber data primer adalah responden individu, kelompok fokus, internet juga dapat menjadi sumber data primer jika koesioner disebarkan melalui internet” (Uma Sekaran, 2011).

3.4. Metode Analisis Data

(27)

Regresi Logistik. Analisis ini dapat digunakan untuk menerangkan tingkat ketergantungan suatu variabel terikat dengan satu atau lebih variabel bebas. Variabel terikat yang dimasukkan adalah konversi lahan, sedangkan untuk variabel bebas yang dimasukkan dalam model regresi logistik adalah:

1. Tingkat Usia (Tahun)

Tingkat usia menunjukkan produktivitas seseorang. Semakin tinggi usia seseorang maka produktivitas dalam mengadopsi kebijakan pendidikan berkarakter lebih tinggi.

2. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga diasumsikan memiliki pengaruh dalam mengadopsi pendidikan karakter, dikarenakan keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam pendidikan.

3. Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga yang lebih tinggi diasumsikan pelajar tersebut memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga

4. Lama Pendidikan Petani (Tahun)

Lama pendidikan diduga berpengaruh terhadap keputusan peserta didik mengadopsi kebijakan pendidikan berkarakter. Karena semakin lama tingkat pendidikan diasumsikan semakin mudah menerima pendidikan karakter

5. Penggunaan Bahasa Daerah

Bahasa merupakan salah satu elemen kebudayaan yang sangat mendasar. Sehingga, pelajar yang cakap dalam berbahasa daerah dianggap lebih mudah menerima pendidikan karakter

(28)

Lokasi tinggal yang jauh dari kota dianggap memiliki kebudayaan yang lebih kental dibanding yang tinggal dikota. Sehingga nilai-nilai budaya yang kental tersebut memudahkan menerima pendidikan karakter

Analisis regresi logistik digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam mengkonversi lahan jeruk menjadi kopi. Menurut Nachrowi et all (2002), model logit adalah model non linear, baik dalam parameter maupun dalamvariabel. Model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik yang dapat dispesifikasikan sebagai berikut (Juanda 2009) :

Pi= F(Zi)= F(∝ + βXi)= 1

1+ e-z = 1

1+ e-(α+ βXi)

Dimana e mempresentasikan bilangan dasar logaritma natural (e=2.718....). Dengan aljabar biasa, persamaan dapat di tunjukkan menjadi :

ez= Pi 1- Pi

Peubah Pi/1 - Pi dalam persamaan diatas disebut sebagai odds, yaitu rasio peluang terjadinya pilihan 1 terhadap peluang terjadinya pilihan 0 alternatif. Parameter model estimasi logit harus diestimasi dengan metode maximum likelihood (ML). Dengan persamaan logaritma natural, maka :

Persamaan model regresi logistik untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan adalah sebagai berikut :

lnPi 1-Pi

= Z = α+ β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+…+ ϵ

Dimana:

(29)

1-Pi = Peluang petani tidak mengkonversikan lahanna (Y=1) Y = Keputusan petani

α = Intersep

βi = Koefisien regresi

ϵ = Error Term X1 = Umur (Tahun)

X2 = Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa) X3 = Pendapatan Keluarga (Rupiah) X4 = Lama Pendidikan (Tahun) D1 = Penggunaan Bahasa Daerah D2 = Lokasi Tinggal

Agar diperoleh hasil analisis regresi logit yang baik perlu dilakukan pengujian untuk melihat model logit yang dihasilkan keseluruhan dapat menjelaskan keputusan pilihan secara kualitatif. Pengujian parameter yang dilakukan dengan menguji semua secara keseluruhan dan menguji masing–masing parameter secara terpisah. Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Uji Hosmer and Lemeshow

H0 : ( 1 - B) = 0, B (distribusi frekuensi estimasi/ observasi) = 1. Artinya tidak ada perbedaan antara distribusi obeservasi dengan distribusi frekuensi estimasi, sehingga model dinyatakan sesuai untuk digunakan.

H1 : ada perbedaan antara distribusi observasi dengan distribusi frekuensi estimasi.

(30)

b. Uji Seluruh Variabel (uji G)

H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = 0, dimana tidak ada satupun variabel bebas yang

berpengaruh terhadap variabel terikat.

H1 : βx ≠ 0, sekurang kurangnya terdapat satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat.

Sig > 0,05 : tolak H1 ,terima H0 Sig ≤ 0,05 : terima H1, tolak H0 c. Uji Wald

Uji ini untuk menguji signifikansi setiap variabel bebas.

H0 : βj= 0 untuk suatu j tertentu; j = 1,2..p maka tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.

H1: βj ≠ 0 maka ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. Wj ≤ xa ,1

2

atau Sig. > 0,05; tolak H1, terima H0 Wj > xa ,2 1 atau Sig. < 0,05; terima H1, tolak H0 d. Efek Marginal

(31)

3.5. BATASAN MASALAH

Agar pembahasan tidak terlalu meluas, penulis merasa perlu memberikan batasan permasalahan sebagai berikut.

a. Batasan tempat

(32)

Karena terbatasnya waktu yang diberikan bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini, maka waktu yang dibutuhkan oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah sejak tanggal 6 Juni 2018 hingga 30 Agustus 2018.

Daftar pustaka

BUKU

Bernard, (2000). Etika Sosial Lintas Budaya . Kanisius: Yoyakarta.

(33)

Koesoema , (2007). Pendidikan Karakter. Grasindo : Jakarta

Liliweri Alo, (2002). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya . Lkis: Yogyakarta.

Panggara Robi, (2015) .Upacara Rambu Solo di Tana Toraja : Memahami Bnetuk Kerekununan di tengah situasi konflik. STT Jaffray : Makasar.

Saptono , (2011) . Dimensi-Dimensi Pendidikan Karakter . Erlangga.

Samani , Hariyanto , (2016). Pendidikan Karakter. PT Remaja Rosdakarya : Bandung.

Selamat suyanto, (2009) Strategi Pendidikan Anak, Yogyakarta : Hikayat.

Tadkirotun Musfidah, (2008). Pembinaan karakter si SMP, Jakarta: Direktorat PSMP.

Thomas lickona ,(1991) Terjemahan; education of carakter, Bandung: alfabeta. Warsito. (2012). Pendidikan Pancasila Era Reformasi .Yogyakarta: Penerbit Ombak

Wiranata ,(2011). Antropologi Budaya. Bandung : Citra Aditya Bakti

JURNAL

CHAMBERLAIN, 2016 . Recognizing and Responding to Cultural Differences in the Education of Culturally and Linguistically Diverse Learners.

Chyisanti Arumsari , 2012. “Dinamika Timur” dan “Barat” dalam tokoh Boonyi Kaul Noman dalam Shalimar the Clown Karya Shalman Rushdie. Depok

Guntara, Fatchan, Ruja, 2016. KAJIAN SOSIAL-BUDAYA RAMBU

SOLO’DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK. Malang.

Hatta Simeon, 2016 . KONTRIBUSI GAWAI DAYAK DALAM MENUMBUHKAN NILAI-NILAI SOLIDARITAS GENERASI MUDA DESA SEKENDAL. Pontianak. Idrus Muhamad. 2012. PENDIDIKAN KARAKTER PADA KELUARGA JAWA. Yoyakarta.

Istiawati Fitri , 2016. PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ADAT AMMATOA DALAM MENUMBUHKAN KARAKTER KONSERVASI. Blitar.

(34)

Rumansara,Kondologit,Flassy,Irianto,Sarini, 2014 . Inventarisasi dan Verifikasi Karya Budaya SENI UKIR ASMAT. Yogyakarta.

Sumber Internet

(http://www.goodcharacter.com/Article_4.html) (Diunduh 17 Maret 2018)

Referensi

Dokumen terkait

Winarno Surachman, Perkembangan Pribadi dan Keseimbangan Mental, IKIP, Bandung, 1965, hlm.7... 1) Pengayoman Polri kepada masyarakat, harus menyentuh setiap lapisan

Atas dasar uraian diatas, penulis beranggapan bahwa kompetensi yang dimiliki lulusan SMK masih belum sesuai dengan keinginan industri, sehingga penulis merasa

Melengkapi pos- pos yang masih kurang contohnya laba atau rugi dari investasi yang menggunakan metode ekuitas dalam laporan laba rugi, pos-pos laporan arus kas seperti yang

Setelah dilakukan wawancara terhadap beberapa anak ternyata salah satu faktor penyebab hasil belajar mereka rendah salah satunya dikarenakan pola asuh orang tua

Maka, penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis kertas saring manakah yang baik digunakan sebagai bahan pembuatan kertas indikator pH dari ekstrak daun bayam

4.  Pedoman  PKB  dan  Angka  Kreditnya,  Buku  4,  Ditjend  Peningkatan  Mutu  Pendidik  dan  Tenaga  Kependidikan,  Kemendiknas, Tahun 2010 

yang berarti bahwa nilai tukar tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham secara parsial dalam penelitian

Menurut Fatwa Dewan Syarah Nasional No.09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui