• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Agama Islam dan Politik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Agama Islam dan Politik"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Sistem politik adalah suatu bagian yang pasti ada di setiap Negara sistem politik sendiri berfungsi sebagai pengatur dan membuat peraturan untuk dipatuhi oleh seluruh warga negaranya. Ada beberapa sistem politik yaitu sistem politik komunis, liberal dan demokrasi dari beberapa sistem politik tersebut masih ada juga sistem politik Islam. Setiap Negara pasti memiliki sistem politiknya masing-masing.

Seperti misalnya Negara Indonesia yang menggunakan sistem politik demokrasi yang berarti sistem tersebut didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang demokratis

Disini kami akan membahas tentang peranan agama Islam dalam perkembangan politik di dunia saat ini, dengan mengkaji berbagai informasi berdasarkan Al-Qur an, dan Al Hadits. ‟

1.2 BATASAN MASALAH

Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:

1. Pengertian Politik

2. Pandangan islam dalam politik

3. kontribusi islam dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara

1.3 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalahmasalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa itu Politik?

2. Bagaimana pandangan poltik dalam islam?

(2)

1.4 TUJUAN

Dalam menyusun makalah ini penulis mempunyai beberapa tujuan,yaitu: 1. Penulis ingin mengetahui arti dari Politik.

2. Penulis ingin mengetahui bagaimana pandangan islam dalam politik.

3. Penulis ingin mengetahui kontribusi islam dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

(3)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 PENGERTIAN POLITIK

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.

Komponen-komponen yang diperlukan dalam politik yaitu : a. Masyarakat

b. Kekuasaan c. Negara

Fungsi Politik adalah

Perumusan kepentingan Pemaduan kepentingan Pembuatan kebijakan umum Penerapan kebijakan Pengawasan pelaksanaan kebijakan.

Pengertian Politik Islam

Politik dan agama adalah sesuatu yang terpisah. Dan, sesungguhnya pembentukan pemerintahan dan kenegaraan adalah atas dasar manfaatmanfaat amaliah, bukan atas dasar sesuatu yang lain. Jadi, pembentukan negara modern didasarkan pada kepentingan-kepentingan praktis, bukan atas dasar agama.

Pemerintahan yang berlaku pada masa Rasulullah dan khalifah bukanlah diturunkan Allah dari langit. Wahyu Allah hanya mengarahkan Rasul dan kaum muslimin untuk menjamin kemaslahatan umum, tanpa merenggut kebebasan mereka untuk memikirkan usaha-usaha menegakkan kebenaran, kebajikan, dan keadilan.

(4)

muslimin, kemudian memberikan kebebasan untuk memikirkan hal-hal yang diinginkan dengan ketentuan tidak sampai melanggar batas-batas yang telah ditetapkan.

Islam pada dasarnya adalah Siyasatullah fil Ardh. Maksudnya, dengan Islam inilah Allah mengatur semesta alam, yang diperuntukan kepada manusia. Islam itu secara substantif bersifat politis. Konteks pemberian amanah kepada manusia yang dimaksud di atas adalah Istikhlaf sebagai konsep politik. Istikhlaf berarti "menjadikan khalifah untuk mewakili dan melaksanakan tugas yang diwakilkan kepadanya."

Untuk lebih memahaminya, perlu kita ingat kembali bahwa Allah memberikan manusia dua amanah :

1. Ubudiyah, yaitu untuk beribadah, penghambaan kepada Allah.

2. Amanah Kekhalifahan, hal ini lebih dekat kepada otoritas untuk mengendalikan kehidupan (di atas bumi).

Allah SWT berfirman,

" Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan mengerjakan amal saleh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam). Dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. An Nur: 55)

(5)

Salah satu tujuan Islam adalah bagaimana agar bisa menerapkan kehidupan secara Islami dan agar sampai tidak ada lagi fitnah di muka bumi.

Untuk itu perlu dilakukan suatu tindakan untuk merubah situasi saat yang masih jauh dari harapan ini agar mencapai tujuan di atas. Ada dua pendekatan dalam agenda perubahan tersebut (secara berurut):

1. Pendekatan secara kultural. Tersirat dalam firman Allah SWT pada Surat Al Jumuah ayat 2, "Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata."

2. Pendekatan secara struktural. Pendekatan inilah yang lebih bersifat siyasi. Jadi, ketika telah terbentuk masyarakat yang Islami secara kultural, maka dibutuhkanlah pemerintahan yang Islami. Contohnya dalam peristiwa Piagam Madinah. Ketika itu masyarakat Madinah sudah terkondisikan sebagai masyarakat yang Islami secara kultural. Kedua pendekatan di atas tidak dapat dipilah-pilahkan satu sama lain. Kedua hal di atas hanyalah terkait pada tahapan perubahan saja. Jadi, sebenarnya tidak ada istilah Islam kultural, dan Islam Politik. Islam itu adalah menyeluruh.

Kemudian Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah sasayasusu-siyasah . Yang berarti (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya) dan secara bahasa adalah cara pemerintahan Islam mengurus urusan rakyatnya, serta urusan negara, umat dan rakyatnya terkait dengan negara, umat dan bangsa lain.

Urusan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan: politik, sosial, ekonomi, pendidikan, keamanan, dll, yang mana pada masa Rasulullah SAW makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaannya. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi (yasûsu) rakyatnya saat mengurusi urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula dalam perkataan orang Arab dikatakan,yang artinya:

(6)

perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib).

Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya :

"Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim).

Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka.

Untuk itu perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan) seperti ditegaskan dalam banyak hadits terkenal. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda :

"Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia bukan dari golongan mereka." (HR. Al Hakim).

2.2 PANDANGAN ISLAM DALAM POLITIK

Islam adalah agama yang syammil mutakammil (sempurna dan paripurna), islam bukan hanya mengatur masalah ritual ubudiyah saja, tapi seluruh aspek kehidupan manusia, bahkan sampai ke hal-hal terkecil dalam kehidupan manusia. Jika islam hanya mengatur masalah-masalah ibadah saja, tanpa mengatur masalah-masalah sosial budaya, pendidikan, tata Negara/pemerintahan, dan sosial politik, maka sama saja islam dengan agama lain, tidak ada keistimewaan islam dibandingkan agama-agama lainnya.

(7)

sebenarnya sama saja mengatakan bahwa islam itu agama yang tidak sempurna dan paripurna, islam agama yang tidak menjangkau semua aspek kehidupan.

Aqidah Islam bersifat komprehensif dan menyeluruh, ia berbeda dari semua umat karena konsepsinya tentang ubudiyah. Umat Islam meyakini bahwa Allah Maha Esa, dan meyakini bahwa Allah meliputi setiap gerak manusia dalam semua urusan. Dia adalah Pencipta dan Pemberi Rizki kepada hamba-Nya. Dia juga pembuat undang-undang untuk mereka menyangkut semua aspek kehidupan. Islam tidak membatasi ubudiyah kepada Allah hanya menyangkut aspek spiritual belaka, sementara aspek kehidupan lainnya ditujukan kepada selain-Nya. Misalnya, membuang nilai-nilai aturan Allah dari kehidupan politik, ekonomi, dan moral. Islam menilai pemisahan ini sebagai kesesatan dan penyesatan terhadap umat manusia, dan bertentangan dengan aksiomatik islam yang hanif.

Sementara itu, umat-umat lain membuat rumusan, “serahkanlah kepada Allah apa yang menjadi wewenang Allah, dan serahkan kepada kaisar apa yang menjadi kewenangan kaisar.” Pemikiran yang memisahkan agama dari Negara seperti itu merupakan suatu kebathilan yang harus dilenyapkan. Islam tidak mengenal pemisahan agama dari Negara. (buku Menuju Jama’atul Muslimin, karya; Husssain bin Muhammad bin Ali jabir, M.A.). Firman Allah :

“dan mereka memperutukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka, ‘ ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami…..’”. (QS. Al-An’am: 136)

Seperti permitaan Nabi Yusuf kepada raja mesir, hal ini di abadikan Allah dalam Al-Qur’an.

Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.". (QS. Yusuf: 55).

(8)

Bukan hanya Nabi Yusuf yang meminta kekuasaan, Nabi Sulaimana juga pernah berdoa meminta kerajaan/kekuasaan kepada Allah.

Ia berkata: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi”. (QS. Shaad: 35)

Dua ayat Al-Qur’an diatas sudah cukuplah menerangkan kepada kita bahwa mengapai kekuasaan untuk kemaslahatan umat itu diperbolehkan, bahkan diwajibkan. Apakah masih ada alasan bagi kita mengingkari politik dalam islam?

Dalam Al-Qur’an juga banyak menyebutkan ayat tentang imamah dan Negara (QS. An-Nisa: 58-59, QS. An-An-Nisa: 83, QS. Al-Maidah: 49-50, QS. Al-Maidah: 44, QS. Al-Anfal: , QS. Al-Hajj: 41, dll). Belum lagi terdapat ratusan hadist Nabi yang berbicara tentang kepemimpinan dan Negara.

Hujjatul islam Imam Gozali pernah menyampaikan “kewajiban menjalankan syariat dan meraih kekuasaan politik adalah saudara kembar”.Pemisahan politik dan agama selain karena kurangnya pemahaman, karena rasa putus asa dan sudah terlanjur terbentuk pandangan negatif pada masyarakat terhada politik, juga karena kepentingan dari pihak-pihak yang tidak suka akan kejayaan islam, seperti ungkapan perintis Jamaah Islam Liberal (JIL) Nurcholis Madjid, Islam Yes, Partai No.. Mereka takut jika islam berpolitik, maka islam akan mencapai kejayaan seperti dulu.Betullah apa yang dikatakan oleh Ustadz Rahmat Abdullah: “ada sejenis orang yang mulai putus asa dengan dinamika sosial. Akhirnya mereka mengurung diri dalam sangkar emas ritual dan mengabaikan peran sosial politik. …..kelak datanglah beberapa murid orientalis dan kolonialis mengharaman umat berpolitik dan membiarkan musuh berpolitik merugikan umat. Dengan itu mereka mendapatkan perlindungan dan kekayaan….

Politik dalam Islam

(9)

terkait dengan masalah kekuasaan ialah menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi. Ini menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi ialah kekuasaan Allah Sementara, manusia pada dasarnya sama sekali tidak memiliki kekuasaan. Bahkan Islam menentang adanya penguasaan mutlak seorang manusia atas manusia yang lain, karena yang demikian ini bertentangan dengan doktrin Laa ilaha illallah yang telah membebaskan manusia dari segenap thaghut (tiran). Sehingga, kekuasaan manusia yang menentang hukum-hukum Allah adalah tidak sah.

Tujuan Siyasah dalam Islam Islam memandang kehidupan dunia sebagai ladang bagi kehidupan akhirat. Kehidupan dunia harus diatur seapik mungkin sehingga manusia bisa mengabdi kepada Allah secara lebih sempurna. Tata kehidupan di dunia tersebut harus senantiasa tegak di atas aturan-aturan dien.

Konsep ini sering dianggap mewakili tujuan siyasah dalam Islam:  iqamatud din (hirasatud din)

 wa siyasatud dunya (menegakkan din dan mengatur urusan dunia).

Hubungan antara Islam dan Politik

Islam merupakan agama yang mencakup keseluruhan sendi kehidupan manusia (syamil). Islam bukanlah sekedar agama kerahiban yang hanya memiliki prosesi-prosesi ritual dan ajaran kasih-sayang . Islam bukan pula agama yang hanya mementingkan aspek legal formal tanpa menghiraukan aspek-aspek moral. Politik, sebagai salah satu sendi kehidupan, dengan demikian juga diatur oleh Islam. Akan tetapi, Islam tidak hanya terbatas pada urusan politik.

Islam Tidak Bisa Dibangun Secara Sempurna Tanpa Politik

Tegaknya hukum-hukum Allah di muka bumi merupakan amanah yang harus diwujudkan. Hukum-hukum tersebut tidak akan mungkin bisa tegak tanpa politik pada umumnya dan kekuasaan pada khususnya.

Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa Islam harus ditegakkan dengan dua hal : AlQur’an dan pedang. Al-Qur’an merupakan sumber hukum-hukum Allah sedangkan pedang melambangkan kekuatan politik atau kekuasaan yang menjamin tegaknya isi Al-Qur’an.

(10)

“ Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya kecuali jika ia menjadi seorang politikus, mempunyai pandangan jauh ke depan dan memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya. Keislaman seseorang menuntutnya untuk memberikan perhatian kepada persoalanpersoalan bangsanya"

2.3 KONTRIBUSI ISLAM DALAM KEHIDUPAN POLITIK BERBANGSA DAN BERNEGARA

Agama itu sangat penting disegala aspek kehidupan umat manusia selain itu agama juga agama berperan untuk menenangkan jiwa dan raga. Dengan agama yg kita yakini hidup akan lebih baik dan indah. Dengan agama kita akan lebih bijak menyikapi sesuatu. Contohnya saja diZaman Nabi Muhammad agama berperan penting dalam segala bidang termasuk pemerintahannya. Dizaman sekarang ini banyak orang pinter tapi agamanya kurang selain itu pinternya pada kebelinger, pintar bicara saja. tapi tidak ada buktinya. Makanya agama itu dibutuhkan oleh setiap umat manusia

Islam adalah solusi. Solusi segala permasalahan di dunia ini dengan kesempurnaan ajarannya (syumul). Kesempurnaan ajaran Islam dapat ditelaah dari sumber aslinya, yaitu Alquran dan Sunnah yang mengatur pola kehidupan manusia, mulai dari hal terkecil hingga terbesar baik ekonomi, sosial, politik, hukum, ketatanegaraan, budaya, seni, akhlak/etika, keluarga, dan lain-lain. Bahkan, bagaimana cara membersihkan najis pun diatur oleh Islam.

Ajaran Islam merupakan rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi semesta alam), artinya Islam selalu membawa kedamaian, keamanan, kesejukan, dan keadilan bagi seluruh makhluk hidup yang berada diatas dunia. Islam tidak memandang bentuk atau rupa seseorang dan membedakan derajat atau martabat manusia dalam level apapapun. Islam menghormati dan memberikan kebebasan kepada seseorang untuk menganut suatu keyakinan atau agama tanpa memaksakan ajaran Islam tersebut dijalankan (laa ikrahaa fiddiin).

(11)

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59)

Tentang Ayat Ini

Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata tentang firman-Nya, “Taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan Ulil Amri di antara kamu.” Ayat ini turun berkenaan dengan ‘Abdullah bin Hudzafah bin Qais bin ‘Adi, ketika diutus oleh Rasulullah di dalam satu pasukan khusus. Demikianlah yang dikeluarkan oleh seluruh jama’ah kecuali Ibnu Majah.

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali, ia berkata: “Rasulullah SAW mengutus satu pasukan khusus dan mengangkat salah seorang Anshar menjadi komandan mereka. Tatkala mereka telah keluar, maka ia marah kepada mereka dalam suatu masalah, lalu ia berkata, ‘Bukanlah Rasulullah SAW memerintahkan kalian untuk mentaatiku?’ Mereka menjawab, ‘Betul.’ Dia berkata lagi, ‘Kumpulkanlah untukku kayu bakar oleh kalian.’ Kemudian ia meminta api, lalu ia membakrnya, dan ia berkata, ‘Aku berkeinginan keras agar kalian masuk ke dalamnya.’ Maka seorang pemuda diantara mereka berkata. ‘Sebaiknya kalian lari menuju Rasulullah SAW dari api ini. Maka jangan terburu-buru (mengambil keputusan) sampai kalian bertemu dengan Rasullah SAW. Jika beliau perintahkan kalian untuk masuk ke dalamnya, maka masuklah.’ Lalu mereka kembali kepada Rasulullah SAW dan mengabarkan tentang hal itu. Maka Rasulullah pun bersabda kepada mereka, ‘Seandainya kalian masuk ke dalam api itu, niscaya kalian tidak akan keluar lagi selama-lamanya. Ketaatan itu hanya pada yang ma’ruf.” (HR. Bukhari-Muslim dari hadits Al-A’masy)

Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW sudah memberi batasan kepada kita, bahwasannya ketaatan hanya pada yang ma’ruf, dan bukannya pada yang tidak ma’ruf.

(12)

Menurut Ustadz Ihsan Tanjung, ayat ini begitu populer dikumandangkan para jurkam di musim kampanye. Dan oleh para pemimpin negeri ini ayat ini juga sering disitir ketika mereka berpidato dihadapan alim ulama, ustadz, santri dan aktifis islam. tidak ketinggalan juga, para pendukung thaghut (pemimpin yang tidak memberlakukan hukum Islam) menjadikannya sebagai dalil untuk melegitimasi loyalitas dan ketaatan pada mereka. Kenapa bisa demikian? karena di dalamnya terkandung perintah Allah agar ummat taat kepada Ulil Amri Minkum (para pemimpin di antara kalian atau para pemimpin di antara orang-orang beriman).

مككننمم رممنأألنا يلموأكوأ لأوسكررألا اوعكيطمأأوأ هألرألا اوعكيطمأأ اونكمأآأ نأيذملرأا اهأيركأأ ايأ

"Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu." (QS. An-Nisa: 59)

Mereka biasanya hanya membacakan ayat tersebut hingga kata-kata Ulil Amri Minkum. Bagian sesudahnya jarang dikutip. Padahal justru bagian selanjutnya yang sangat penting. Mengapa? Karena justru bagian itulah yang menjelaskan ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum. Bagian itulah yang menjadikan kita memahami siapa yang sebenarnya Ulil Amri Minkum dan siapa yang bukan. Bagian itulah yang akan menentukan apakah fulan-fulan yang berkampanye tersebut pantas atau tidak memperoleh ketaatan ummat. Dalam bagian selanjutnya Allah berfirman:

الليومأنتأ نكسأحنأأوأ ررينخأ كألمذأ رمخمآألنا ممونيألناوأ هملرألابم نأونكممؤنتك منتكننكك ننإم لموسكررألاوأ هملرألا ىلأإم هكودركركفأ ءءينشأ يفم منتكعنزأانأتأ ننإمفأ

"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa: 59)

(13)

مريلمعأ عريممسأ هألرألا نرأإم هألرألا اوقكترأاوأ هملموسكرأوأ هملرألا يمدأيأ نأينبأ اومكدرمقأتك الأ اونكمأآأ نأيذملرأا اهأيركأأ ايأ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan

bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Hujuraat: 1)

Sehingga kita jumpai dalam catatan sejarah bagaimana seorang Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu di masa paceklik mengeluarkan sebuah kebijakan ijtihadi berupa larangan bagi kaum wanita beriman untuk meminta mahar yang memberatkan kaum pria beriman yang mau menikah. Tiba-tiba seorang wanita beriman mengangkat suaranya mengkritik kebijakan Khalifah seraya mengutip firman Allah yang mengizinkan kaum mu’minat untuk menentukan mahar sesuka hati mereka. Maka Amirul Mu’minin langsung ber-istighfar dan berkata: "Wanita itu benar dan Umar salah. Maka dengan ini kebijakan tersebut saya cabut kembali...!"

Subhanallah, demikianlah komitmen para pendahulu kita dalam hal mentaati Allah dan Rasul-Nya dalam segenap perkara yang diperselisihkan.

Makna Ulil Amri

‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas bahwa, “Wa uulil amri minkum” (Dan Ulil Amri di antara kamu), maknanya adalah ahli fiqh dan ahli agama. Sedangkan menurut Mujahid, ‘Atha, Al-Hasan Bashri dan Abul ‘Aliyah-begitu pula Ibnu Qayyim Al-Jauziyah-, bermakna ulama. Ibnu Katsir menambahkan, “Yang jelas bahwa Ulil Amri itu umum mencakup setiap pemegang urusan, baik umara maupun ulama.”

Ibnu Qayyim dalam I’lamul Muwaqi’in mengatakan, “Allah SWT memerintahkan manusia agar taat kepada Ulil Amri, dan Ulil Amri itu tidak lain adalah ulama, akan tetapi diartikan juga sebagai umara (pemerintah/tokoh formal masyarakat).”

Jadi, tidaklah benar ‘Ulil Amri’ bermakna satu-satunya pemimimpin dalam satu jamaah tertentu.

(14)

kamu,’ yaitu pada apa yang mereka perintahkan kepada kalian dalam rangka taat kepada Allah, bukan dalam maksiat kepada-Nya. Karena, tidak berlaku ketaatan kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Allah.”

Artinya taat kepada Ulil Amri ada batasannya, berbeda dengan taat kepada Allah dan Rasul-Nya yang merupakan sesuatu yang mutlak.

Larangan Taqlid pada Ulil Amri

Ibnu Qayyim meneruskan dalam kitabnya tersebut, bahwasannya makna taat kepada Ulil Amri adalah bertaqlid kepada apa yang mereka fatwakan. Akan tetapi hal yang tidak dimengerti oleh orang-orang yang taqlid adalah bahwa Ulil Amri-seharusnya-hanya ditaati apabila tidak keluar dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Para ulama dalam hal ini hanya berfungsi sebagai mediator (penyampai perintah dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat), sementara Umara memegang peranan sebagai fasilitator demi kelancarannya. oleh karena itu, ketaatan kepada mereka merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Di bagian mana dalam ayat ini yang menunjukkan prioritas pendapat para ulama atas Sunnah Rasulullah SAW, dan anjuran untuk bertaqlid kepada pendapat-pendapat itu?

Ibnu Qayyim meneruskan, bahwa sesungguhnya ayat yang membicarakan tentang ketaatan kepada Ulil Amri adalah alasan yang paling kuat untuk membantah dan memperjelas kekeliruan taqlid. Kekeliruan tersebut dapat dilihat dari beberapa sisi:

Pertama, perintah taat kepada Allah adalah perintah untuk melakukan segala apa yang diperintahkannya, dan menjauhi segala apa yang dilarangnya.

Kedua, Ketaatan kepada Rasul SAW. Dua bentuk ketaatan ini tidak akan dapat ditunaikan oleh seorang hamba kecuali dengan mengenal dan tahu persis apa yang diperintahkan kepadanya. Orang yang tidak mengetahui perintah-perintah Allah dan hanya bertaqlid kepada Ulil Amri, niscaya ia tidak mungkin mewujudkan ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya.

(15)

Keempat, Allah SWT berfirman, “Apabila kalian berselisih dalam sebuah urusan, maka kembalikanlah hal itu kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (Sunnahnya), sekiranya kalian beriman kepada-Nya dan kepada hari kiamat.” (QS. An-Nisa: 59)

Ayat ini dengan tegas menyalahkan taqlid dan melarang untuk mengembalikan perselisihan pada pendapat seseorang atau pandangan satu madzhab tertentu. Wallahu a-lam.

Hadits Tentang Politik

1. Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka. (HR. Abu Na'im)

2. Tidak akan sukses suatu kaum yang mengangkat seorang wanita sebagai pemimpin. (HR. Bukhari)

3. Rasulullah Saw berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, "Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu maka kamu akan ditolong mengatasinya." (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda ditangan orang-orang yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya orang-orang dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan harta berada di tangan orang-orang kikir. (HR. Ad-Dailami)

5. Kami tidak mengangkat orang yang berambisi berkedudukan. (HR. Muslim) 6. Ada tiga perkara yang tergolong musibah yang membinasakan, yaitu:

a. Seorang penguasa bila kamu berbuat baik kepadanya, dia tidak mensyukurimu dan bila kamu berbuat kesalahan dia tidak mengampuni.

b. Tetangga apabila melihat kebaikanmu dia pendam (dirahasiakan atau diam saja) tapi bila melihat keburukanmu dia sebarluaskan.

c. Isteri bila berkumpul dia mengganggumu (diantaranya dengan ucapan dan perbuatan yang menyakiti) dan bila kamu pergi (tidak di tempat) dia akan mengkhianatimu. (HR. Ath-Thabrani)

7. Allah melaknat penyuap, penerima suap dan yang memberi peluang bagi mereka. (HR. Ahmad)

(16)

melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk dari bangkai. (HR. Ath-Thabrani)

9. Jabatan (kedudukan) pada permulaannya penyesalan, pada pertengahannya kesengsaraan (kekesalan hati) dan pada akhirnya azab pada hari kiamat. (HR. Ath-Thabrani)

Keterangan: Hal tersebut karena dia menyalah-gunakan jabatannya dengan berbuat yang zhalim dan menipu (korupsi dll).

10.Aku mendengar Rasulullah Saw memprihatinkan umatnya dalam enam perkara: a. Diangkatnya anak-anak sebagai pemimpin (penguasa).

b. Terlampau banyak petugas keamanan. c. Main suap dalam urusan hukum.

d. Pemutusan silaturahmi dan meremehkan pembunuhan. e. Generasi baru yang menjadikan Al Qur'an sebagai nyanyian.

f. Mereka mendahulukan atau mengutamakan seorang yang bukan paling mengerti fiqih dan bukan pula yang paling besar berjasa tapi hanya orang yang berseni sastra lah. (HR. Ahmad)

11.Barangsiapa diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani kaum lemah dan orang yang membutuhkannya maka Allah tidak akan mengindahkannya pada hari kiamat. (HR. Ahmad)

12.Khianat paling besar adalah bila seorang penguasa memperdagangkan rakyatnya. (HR. Ath-Thabrani)

13.Menyuap dalam urusan hukum adalah kufur. (HR. Ath-Thabrani dan Ar-Rabii')

14.Barangsiapa tidak menyukai sesuatu dari tindakan penguasa maka hendaklah bersabar. Sesungguhnya orang yang meninggalkan (membelot) jamaah walaupun hanya sejengkal maka wafatnya tergolong jahiliyah. (HR. Bukhari dan Muslim)

15.Jangan bersilang sengketa. Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu bersilang sengketa (cekcok, bermusuh-musuhan) lalu mereka binasah. (HR. Ahmad)

16.Ka'ab bin 'Iyadh Ra bertanya, "Ya Rasulullah, apabila seorang mencintai kaumnya, apakah itu tergolong fanatisme?" Nabi Saw menjawab, "Tidak, fanatisme (Ashabiyah) ialah bila seorang mendukung (membantu) kaumnya atas suatu kezaliman." (HR. Ahmad) 17.Kaum muslimin kompak bersatu menghadapi yang lain. (HR. Asysyihaab)

18.Kekuatan Allah beserta jama'ah (seluruh umat). Barangsiapa membelot maka dia membelot ke neraka. (HR. Tirmidzi)

(17)

(karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya. (HR. Bukhari dan Muslim)

20.Barangsiapa membaiat seorang imam (pemimpin) dan telah memberinya buah hatinya dan jabatan tangannya maka hendaklah dia taat sepenuhnya sedapat mungkin. (HR. Muslim)

21.Akan terlepas (kelak) ikatan (kekuatan) Islam, ikatan demi ikatan. Setiap kali terlepas satu ikatan maka orang-orang akan berpegangan kepada yang lainnya. Yang pertama kali terlepas ialah hukum dan yang terakhir adalah shalat. (HR. Ahmad dan Al Hakim)

22.Hendaklah kamu mendengar, patuh dan taat (kepada pemimpinmu), dalam masa kesenangan (kemudahan dan kelapangan), dalam kesulitan dan kesempitan, dalam kegiatanmu dan di saat mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan sekalipun keadaan itu merugikan kepentinganmu. (HR. Muslim dan An-Nasaa'i)

23.Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Karena itu jika terjadi perselisihan maka ikutilah suara terbanyak. (HR. Anas bin Malik)

24.Dua orang lebih baik dari seorang dan tiga orang lebih baik dari dua orang, dan empat orang lebih baik dari tiga orang. Tetaplah kamu dalam jamaah. Sesungguhnya Allah Azza wajalla tidak akan mempersatukan umatku kecuali dalam petunjuk (hidayah) (HR. Abu Dawud)

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Dengan demikian penyusun dapat menyimpulkan bahwa hubungan Islam dan Politik itu sangat berkaitan karena telah dijelaskan tentang aturan dan caracara dalam berpolitik yang sesuai tuntunan Al Quran dan Hadits. Oleh karena itu sistem politik Islam yang melihat dokumen-dokumen dari Al-Qur an ini memuat prinsip-prinsip politik berupa keadilan, musyawarah,‟ toleransi, hak-hak dan kewajiban, amar ma’ruf dan nahi mungkar, kejujuran, dan penegakan hukum.

(18)

SARAN

Dengan uraian di atas kita dapat menyadari bahwa apapun sistem politik yang di gunakan disetiap Negara akan percuma kalau tidak didasari dengan kesadaran Iman dan Taqwa kepada Allah oleh setiap pemimpin dan rakyatnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/politik-islam-danpolitik-jahiliyyah.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Islam http://id.wikipedia.org/wiki/Khalifah Politik dalam Islam

http://biosaefful.blogspot.co.id/2012/07/memahami-kontribusi-agama-dalam.html  Al-Qur’anul Karim

 Riyadhus Sholihin, Karya Imam Nawawi  Tafsir Ibnu Katsir

 Menuju Jamaatul Muslimin, Karya Husssain bin Muhammad bin Ali jabir, M.A.  Fiqh politik Hasan Al-Banna, Karya Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris.  Pilar-Pilar Asasi, Karya KH. Rahmat Abdullah.

(19)

 Al-Islam, Karya Sa’id Hawa

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai kritik atas masa lalu, zaman modern banyak memutus nilai-nilai dan jalan hidup tradisional dan digantikan dengan nilai-nilai baru berdasar sains yang dicapai manusia. Di era

bunga bank karena bunga saat ini tidak seperti riba pada era pra-Islam yang. mengandung eksplotasi bagi kaum lemah dan sudah ada undang-udang