• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tekanan Internasional dan Respon Kebijak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tekanan Internasional dan Respon Kebijak"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Tekanan Internasional dan Respon Kebijakan Luar Negeri: China’s Peaceful Development dalam Isu Lingkungan Global dan Pembangunan Ekonomi

Negara

RUTH MARLIN GRACE SIDABUTAR

Abstrak

China telah tumbuh menjadi negara yang sangat pesat perkembangannya. Dalam beberapa dekade terakhir, China telah melihat masalah lingkungan yang serius seperti perubahan iklim yang menghantarkan China pada pembangunan yang terhambat. Tekanan internasional (international pressures) membuat posisi China menjadi lebih terpojok dan berupaya menciptakan inisiatif suatu kebijakan yang akan dapat meredakan tekanan internasional tersebut. China’s Peaceful Development menjadi kebijakan sekaligus strategi China dalam mencapai kepentingan nasionalnya yaitu untuk pembangunan ekonomi negaranya serta mengurangi tekanan internasional terhadap lingkungan China. Kebijakan China’s Peaceful Development tergolong efektif dan membawa dampak positif bagi pembangunan China. Perumusan kebijakan ini didasari oleh tujuan China yang ingin menyelaraskan pembangunannya dengan isu lingkungan dan dibuat sesuai dengan karakter negara China. Pada akhirnya China’s Peaceful Development

dapat menjadi instrumen China pula sebagai diplomasi publik untuk membangun

national image China ke arah yang lebih positif. Dengan demikian, negara-negara lain berkurang orientasi pandangan negatifnya terhadap China. Tekanan internasional pun akhirnya melemah ketika China sanggup menunjukkan pada dunia partisipasi dan perhatiannya terhadap isu lingkungan. Hal ini ditunjukkan oleh China dari peran aktifnya dalam salah satu mekanisme yang dihasilkan dari Protokol Kyoto, yaitu CDM.

(2)

PENDAHULUAN

Kebangkitan China tidak dapat dipungkiri menjadi ancaman dan tantangan global bagi negara-negara superpower, layaknya Amerika Serikat dan Uni Eropa. Jauh sebelumnya bahkan tokoh pahlawan Prancis, Napoleon Bonaparte, memberi label kepada negara China sebagai “sleeping giant” yang apabila dibangunkan, maka akan mengguncang dunia.1

Abad ke-20 semakin menunjukkan dan membuktikan eksistensi China dimana China menjadi negara terdepan dalam segala bidang mulai dari perdagangan, investasi, teknologi, isu nuklir hingga lingkungan dan perubahan iklim. Kemajuan China ini tidak terlepas dari kekuatan ekonominya yang memiliki pengaruh besar bagi negara-negara di dunia. Tujuan jangka panjang China sendiri adalah untuk melakukan transformasi sebagai sumber kekuatan dunia utama (major world power) yang kini diperlihatkan dengan keberadaannya sebagai negara yang perkembangannya telah tumbuh dengan pesat.

Pada awal abad baru, Presiden China, Hu Jintao, mempresentasikan strategi ‘peaceful development’.2 Hal ini merupakan pilihan yang signifikan untuk strategi pembangunan China dalam konteks globalisasi dan komitmen serius China dalam menanggapi kekhawatiran dan keraguan peran negara China dalam arena internasional.

      

1 Li Xing et all. 2008. The Rise of China and Its Impact on the Existing Capitalist World System.  DIIPER Research Series, Working Paper No. 8. Aalborg University. Denmark. hal.1  Diakses dalam  <http://vbn.aau.dk/files/14583847/DIIPER_wp_8.pdf>  

2

(3)

Perubahan iklim (climate change) telah menjadi wacana yang dibahas di agenda internasional akhir-akhir ini. Hal ini tidak terlepas dari gejala iklim yang berubah secara cepat dan dirasakan langsung oleh masyarakat di seluruh dunia. Perubahan iklim adalah salah satu lingkungan terbesar, ancaman sosial dan ekonomi yang dihadapi planet kita hari ini.3 Berbagai pertemuan serta perjanjian-perjanjian telah dilakukan dalam mengantisipasi maupun mengatasi permasalahan perubahan iklim.

Pemerintah China melihat perubahan iklim sebagai ancaman bersama untuk hidup di planet ini, tetapi yang lebih penting adalah sebagai tantangan khusus untuk pembuatan kebijakan luar negeri.4 Fakta bahwa China merupakan negara terbesar emitor gas rumah kaca di dunia dan memproduksi lebih dari 6.000 mega ton karbon dioksida (CO2) setiap tahun, mendorong China untuk membuat suatu kebijakan yang efektif dimana pemerintah berupaya untuk mengurangi emisi dan lebih efektif dalam mengoptimalkan penggunaan energi.

ISU LINGKUNGAN GLOBAL : CHINA

Emisi China meningkat dengan cepat tiap tahunnya. Dari tahun 1990 hingga 2001, emisi CO2 di China meningkat sejumlah 82.3 juta ton, dengan 27% peningkatan di seluruh dunia dalam periode yang sama. Diperkirakan pada tahun 2025, China dapat menggantikan Amerika Serikat sebagai negara dengan emisi

      

3

 European Communities. 2008. EU Action Against Climate Change: Adapting to Climate Change.  Belgia.  Diakses  dalam  <http://ec.europa.eu/clima/publications/docs/adapting_en.pdf>  pada  tanggal 22 Desember 2011.

4

 Timothy Julian S. 2008. Understanding China’s Strategic Engagement on Climate Change: an  Economic Nationalist Perspective. Diakses dalam 

(4)

CO2 tertinggi di dunia.5 Dengan data ini, China telah menjadi fokus pengawasan terhadap perubahan iklim yang telah menjadi isu global paling penting. China pada akhirnya mendapat perhatian internasional sehingga China membuat kebijakan yang berhubungan dengan perubahan iklim ini.

Sebelumnya China tidak terlalu memperhatikan masalah isu perubahan iklim. China cenderung mengabaikan isu-isu seputar climate change dan tidak terlibat di dalamnya baik berupa organisasi maupun penandatanganan perjanjian. Pengaruh China telah meningkat dalam abad terakhir, namun China tetap menjadi lebih dan lebih enggan untuk menandatangani perjanjian baru yang akan terintegrasi lebih jauh ke dalam sistem internasional.6 Tindakan Cina yang menaruh perhatian terhadap isu perubahan iklim namun disertai keengganannya dalam terikat secara hukum terhadap komitmen internasional menarik dan menggugah minat untuk menganalisa masalah ini lebih lanjut. Fakta bahwa China menjadi salah satu negara penyumbang terbesar emisi membawa China pada kemunculan tekanan internasional yang diberikan oleh negara-negara lain kepadanya. Tekanan internasional ini dibatasi dari keengganan China untuk terlibat secara holistic (menyeluruh) terhadap perjanjian dalam target pengurangan emisi. Selain itu, adanya kritikan-kritikan dan pandangan negatif terhadap China menjadi tekanan sendiri bagi negara China sebagaimana China saat ini berusaha untuk melakukan pencitraan terhadap negaranya sebagai negara yang dapat

      

5  Ibid.   6

(5)

dipercaya, kooperatif, cinta damai dan negara berkembang yang memperhatikan jumlah populasi penduduknya.7

Hal ini yang menjadi anomali kembali ketika Cina telah memperhatikan isu lingkungan namun tidak terikat secara holistic (menyeluruh) terhadap kesepakatan antara negara-negara di dunia terkait isu lingkungan. Posisi China layaknya suatu koin yang memiliki dua sisi, dimana di satu sisi China menjadi suatu negara dengan posisi yang diuntungkan (benefits) dan di sisi lainnya menjadi negara yang dirugikan (costs). Dikatakan diuntungkan karena China tidak harus menurunkan emisi gas karbon nya dengan alasan posisi China yang berada dalam kategori “Annex II”.

Aturan serta kesepakatan mengenai lingkungan global dapat dilihat pertama kali dari pengadaan konvensi internasional United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). United Nations Framework Convention on Climate Change adalah perjanjian lingkungan internasional yang dikeluarkan ketika Earth Summit di Rio De Janeiro, Brazil. Perjanjian ini mulai ditandatangani pada tanggal 9 Mei 1992. UNFCCC ini merupakan konvensi internasional pertama yang melibatkan partisipasi seluruh anggota masyarakat internasional. Ini adalah tindakan legislatif oleh masyarakat internasional untuk menyatakan perubahan iklim sebagai ancaman serius, yang menetapkan dasar suara untuk tindak lanjut inisiatif internasional.8

      

7

 Ingrid d’Hooghe. Public Diplomacy in the People’s Republic of China in The New Public  Diplomacy. Palgrave MacMillan. New York. 

8

(6)

Dalam konvensi ini, negara-negara berdasarkan persamaan dan persetujuan bersama sesuai dengan tanggung jawab bersama tetapi dengan porsi yang berbeda melindungi sistem iklim untuk kepentingan saat ini dan masa depan generasi umat manusia. Dari konvensi ini kemudian dibentuk protokol yang dikenal dengan sebutan Protokol Kyoto pada tahun 1992 dengan tujuan memerangi pemanasan global. Di bawah protokol ini, negara-negara yang masuk dalam kategori “Annex I” sepakat untuk mengurangi jumlah emisi gas karbon rumah kaca (greenhouse gases biasa disingkat GHG) sebesar rata-rata 5.2% dalam periode 2008-2012.

(7)

RESPON KEBIJAKAN LUAR NEGERI CHINA DALAM CHINA’S PEACEFUL DEVELOPMENT TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL

Pemerintah China memerlukan penyelesaian dalam mengatasi kritik serta tekanan internasional yang ditujukan pada negaranya mengenai isu lingkungan. Ini adalah masalah yang melibatkan lingkungan dan pembangunan, tetapi akhirnya merupakan masalah pembangunan.9 China telah lama diketahui sangat fokus terhadap kebijakan luar negeri nya. Kebijakan luar negeri China, bagaimanapun, adalah bawahan dari tujuan utama negara: mencapai pertumbuhan domestik yang cepat dan modernisasi.10 Isu lingkungan global yang tidak dapat dihindari oleh China pada akhirnya membuat China merumuskan suatu kebijakan yang berkaitan erat dengan memperhatikan lingkungan serta pembangunan untuk mencapai kepentingan nasional negaranya.

Kebijakan luar negeri dipahami sebagai fungsi pemerintah dan juga sebagai bagian dari sistem internasional.11 China menyadari pembuatan kebijakan luar negeri sangat penting dan dipengaruhi oleh politik domestik dan lingkungan sekitarnya. Kebangkitan China di satu sisi membawa pengaruh terhadap kerugian lingkungan. Terutama mengenai kegiatan China yang menghasilkan jumlah gas rumah kaca di atmosfer dalam jumlah banyak. Ini membuat atmosfer bumi menjadi hangat dan menimbulkan perubahan iklim yang signifikan. Perubahan iklim akibat pemanasan global membawa dampak besar terhadap ekosistem dan

      

9National Climate Change Program. 2007. Diakses dalam 

<http://www.china.org.cn/english/environment/213624.htm> pada tanggal 30 Maret 2012.  10

 Ingrid d’Hooghe. Public Diplomacy in the People’s Republic of China in The New Public  Diplomacy. Palgrave MacMillan. New York. 

11

(8)

kondisi sosial ekonomi manusia. Dalam konteks China, hal ini dapat berpengaruh terhadap sektor pertanian sebagaimana China bergelut di bidang agrikultur dalam perekonomiannya. Selain itu juga wilayah pesisir China yang berbatasan dengan Laut China Selatan menjadi ancaman karena pemanasan global mengakibatkan kenaikan permukaan air laut. Masalah ini layak mendapatkan perhatian serius dan sudah saatnya otoritas China untuk mengambil tindakan positif dalam menanggapi masalah lingkungan dan keprihatinan internasional terhadap masalah ini.

Kebijakan luar negeri China, China’s Peaceful Development, disampaikan oleh Presiden China, Mr. Hu Jintao dalam Boao Forum for Asia (BFA) pada tahun 2004. Sebelumnya, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dinamakan

China’s Peaceful Rise (Zhonggui de heping jueqi). Kebijakan ini menunjukkan China sebagai pemimpin, menekankan pada soft power dan menekankan pada wilayah regional bahwa China menguntungkan dan membawa pada kemakmuran. Namun, konsep ini kemudian diubah karena kata ‘rise’ disini mengundang persepsi negara China sebagai ancaman baru di dunia. Dari sini para pemimpin China mengubah kebijakannya dan dinamakan China’s Peaceful Development. Konotasi kebijakan semula China yang mengundang perhatian negara lain khususnya negara-negara maju yang menganggap China sebagai ancaman utama dapat dianalisis menjadi salah satu faktor pendorong munculnya kebijakan baru China yaitu China’s Peaceful Development.

(9)

persahabatan dengan negara lain. Sesuai dengan national image yang ingin dibangun oleh China, maka disini pemimpin China merumuskan kembali kebijakan luar negerinya sehingga membuat negara lain terutama negara-negara di kawasan tidak merasa terancam dan membuat kerja sama yang menguntungkan dengan China.

Tujuan keseluruhan China dalam peaceful development-nya melingkupi berbagai hal mulai dari segi ekonomi hingga lingkungan. Aktivitas-aktivitas China dalam produksinya telah membawa polusi, emisi gas, dan kelangkaan energi. Untuk itu China perlu merumuskan strategi yang menjadi penyelaras antara pembangunannya dan perhatiannya terhadap lingkungan. Para pemimpin China saat ini sekarang jauh lebih sadar akan kerusakan yang dilakukan terhadap lingkungan yang tidak sehat di masa lalu.12 China juga berambisi untuk terus menurunkan angka kemiskinannya dan meningkatkan perekonomiannya dengan membuat GNP per kapita mencapai tingkat medium negara maju.

Dalam membuat kebijakan luar negeri, China memulai untuk memahami identitas negaranya terlebih dahulu sebelum suatu keputusan dibuat. Ini juga yang menjadi alasan mengapa China susah ditembus oleh nilai-nilai Barat (western values). China cenderung menggunakan nilai-nilai tradisionalnya yang penuh filosofis serta apa yang disebut dengan Chinese way of thinking dalam mendasari

      

12 Victor  Bulmer  Thomas.  2007. Inside  China’s  Peaceful  Development.  Around  the  globe,  The  Monash  Institute  for  the  study  of  global  movements  Vol  4  No  1.  Victoria.  Diakses  dalam  <http://www.globalmovements.monash.edu.au/publications/documents/atgissues/Volume%204 /No%201%20‐

(10)

pembuatan keputusan. Kebijakan luar negeri China adalah strategi diplomatik.13 Orientasi kebijakan luar negeri China merupakan suatu outcome untuk mewujudkan tujuan negaranya dan kepentingan nasional.

Negara China sangat rentan terhadap perubahan iklim dan dampaknya mempengaruhi aktivitas ekonominya sebagai sektor pemasukan utama negara China. Untuk itu para pembuat keputusan China akhirnya merumuskan kebijakan

China’s Peaceful Development sebagai cerminan negara China untuk bermain aktif dalam persoalan perubahan iklim global. Di samping itu, kebijakan luar negeri ini juga menjadi alat diplomasi publik China dalam mempromosikan kepentingan nasional China pada dunia global. Tampak disini pemerintah mulai memperhatikan soft power dalam perumusan kebijakannya untuk mencapai kepentingan nasional negaranya. China telah lama dikenal sebagai negara yang tertutup sehingga cenderung menggunakan hard power dalam mempengaruhi negara lain. Adanya China’s Peaceful Development kemudian menjadi instrumen diplomasi publik untuk kembali meningkatkan image yang positif bagi negara China dan membuktikan negara China yang concern terhadap lingkungan.

Kebijakan ini sekaligus strategi China untuk merangkum dan menjawab segala tekanan yang diberikan oleh internasional kepada negaranya. Di bawah tekanan dan segala skenario yang pesimis serta ancaman yang diberikan China, para pembuat keputusan China mulai menekankan perhatian penting terhadap lingkungan dalam perumusan kebijakannya. Persepsi pemimpin China terhadap

      

13

(11)

suatu permasalahan atau isu juga menjadi pertimbangan dalam perumusan kebijakan. Pada akhirnya China’s Peaceful Development menjadi langkah strategi China untuk meningkatkan kembali negaranya di mata internasional, berpartisipasi aktif dalam bersama-sama mengurangi dampak lingkungan global serta memajukan ekonomi negara China itu sendiri.

STRATEGI CHINA’S PEACEFUL DEVELOPMENT

Dalam China’s Peaceful Development, China menekankan kontribusinya terhadap perdamaian dunia dan isu-isu internasional yang melingkupi berbagai arena termasuk di dalamnya lingkungan global yang akhirnya membawa dampak pada pembangunan dan perekonomian negara China. Langkah awal China yang terkandung dalam kebijakan ini adalah dengan merumuskan rencana lima tahun China (five year plans). Kebijakan ini telah dibuat sejak tahun 1953 dan selalu diagendakan setiap lima tahunnya sesuai dengan kebijakan luar negeri China pemimpin yang berkuasa. Tujuan rencana jangka lima tahun ini menekankan pada kepentingan pembangunan ekonomi.

(12)

meningkatkan GDP nya sebesar 8%.14 Namun, China hingga kini tetap meningkatkan perlindungan lingkungan mengingat isu lingkungan global menjadi ancaman serius bagi negara-negara di dunia.

Untuk masalah ini kemudian China sebagai negara berkembang berinisiatif untuk memerangi dan mengurangi dampak lingkungan global. China telah mendapat banyak tekanan internasional terutama dari Amerika Serikat dan Uni Eropa. Uni Eropa dan Amerika Serikat, mengenakan tekanan langsung kepada China, yang memicu sebuah serangan balik yang intens.15 Amerika Serikat hingga saat ini belum meratifikasi protokol Kyoto. Tindakan AS ini dipicu oleh negara China yang menjadi penyumbang emitor terbesar, sehingga membuat kekhawatiran terhadap Uni Eropa dimana AS tidak akan mengambil komitmen lebih jauh lagi dalam mengurangi emisinya apabila negara-negara berkembang tidak terlibat lebih dalam dan memiliki komitmen untuk turut serta bekerjasama dalam mengurangi emisi sesuai kesepakatan target. Untuk itu, Uni Eropa memberi tekanan pada China dan mendesak China sebagai negara terdepan di negara-negara berkembang membentuk kesepakatan dalam masalah lingkungan ini.

Rencana lima tahun China yang di dalamnya telah menaruh agenda masalah isu lingkungan juga telah disetujui oleh Dewan Negara China. China berupaya membangun perekonomiannya namun juga dengan memperhatikan masalah lingkungan. Energi menjadi pertimbangan utama China dalam

      

14

 Gang  Phan.  2011. China’s  Wen  delivers  key  targets  of  its  development.  Diakses  dalam  <http://hken.ibtimes.com/articles/119137/20110305/china‐delivers‐key‐targets‐the‐12th‐five‐ year‐pan.htm> pada tanggal 1 April 2012. 

15

(13)

menghadapi isu lingkungan global ini. Kecemasan tentang keamanan energi China membawa China pada dilema. Di satu sisi, banyaknya permintaan membuat China untuk memasok energi lebih banyak dan hal ini mendorong para investor dan menciptakan perdagangan yang memberi dampak pada pembangunan China. Energi ini digunakan paling banyak dari bahan bakar fosil dan penggunaan lahan, yang secara inheren terkait dengan pembangunan ekonomi China.

Ini menjadi tantangan bagi China di saat China mendapat tekanan dari dunia internasional untuk menurunkan dan mengendalikan emisi gas rumah kacanya sebagaimana China banyak mendapat lonjakan investasi dalam industri berat. Di sisi lainnya, tekanan internasional serta persoalan domestik yang secara faktual memang terjadi mendorong China untuk melakukan konservasi energi dan meningkatkan efisiensi energinya. Berkelanjutan, untuk itu Cina perlu meningkatkan efisiensi dengan menggunakan sumber daya energi dalam meminimalkan dampak lingkungan dengan memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi penduduknya.16

Tindakan China selanjutnya adalah merumuskan strategi yang sesuai dengan konsep kebijakan luar negerinya yaitu perumusan Ten Key Projects.

Inisatif China dalam perumusan ini bertujuan untuk pengurangan penggunaan energi di industri dan bangunan melalui (1) renovasi pembangkit listrik tenaga batubara (2) gabungan panas dan proyek pembangkit listrik, (3) menggunakan

      

16 

Joanna I. Lewis. 2007. China’s Strategic Priorities in International Climate Change Negotiations.  The Washington Quarterly. Diakses dalam 

(14)

limbah panas, (4) minyak konservasi, (5) meningkatkan efisiensi di mesin (6)

mengoptimalkan sistem energi (7) efisiensi energi di gedung-gedung, (8)

pencahayaan yang lebih efisien, (9) penghasilan produk pemerintah yang lebih

hemat energi dan (10) sistem monitoring dan evaluasi.17 China menyadari bahwa

perlunya kebijakan energi untuk membuat perekonomian dan pembangunan

negaranya tetap stabil. Selain itu, China dalam kebijakan China’s Peaceful

Development-nya kemudian membuat China’s National Climate Change

Program. Dari program ini China antara lain berorientasi untuk mengurangi

jumlah emisi gasnya, adaptasi terhadap perubahan iklim, mengimplementasikan

komitmen yang telah diatur dalam UNFCCC dan Protokol Kyoto serta kerja sama

regional terhadap perubahan iklim.

Aksi China yang terlibat dalam lingkungan global dapat ditemui dari

keterlibatan China dalam mekanisme pengurangan emisi gas yang dihasilkan dari

Protokol Kyoto, yaitu Clean Development Mechanism (CDM). China telah

menjadi salah satu negara yang paling aktif dan menarik untuk proyek-proyek

CDM.18 Saat ini, CDM berkonsentrasi pada perbaikan lingkungan ekologi, seperti

meningkatkan penggunaan energi yang efektif, pengembangan energi daur ulang

dan penghijauan skala besar.19

Prioritas proyek CDM di China adalah peningkatan efisiensi energi dan

      

17 Joshua  W.  Busby.  2010. China  and  Climate  Chang:  A  Strategy  for  U.S.  Engagement.  Diakses 

dalam  <http://www.rff.org/RFF/Documents/RFF‐Rpt‐Busby‐ChinaClimateChangeFinal.pdf>  pada  tanggal 1 April 2012. 

18 Gorild  Heggelund.  2007. 

China’s  Climate  Change  Policy:  Domestic  and  International  Developments.  Asian  perspective,  Vol.  31,  No.  2,  2007,  pp.  155‐191.  Diakses  dalam  <http://www.asianperspective.org/articles/v31n2‐g.pdf> pada tanggal 9 Maret 2012. 

19

(15)

pengembangan serta pemanfaatan energi baru. Pemerintah asing dan perusahaan

dari negara lainnya menunjukkan minat untuk mengembangkan proyek di China

sehingga memberi kesempatan bagi China untuk mengurangi pertumbuhan

emisinya melalui CDM. China’s Peaceful Development yang diusung China juga

memberi ruang pada China untuk berpartisipasi lebih aktif lagi dalam mengurangi

dampak perubahan iklim. Keputusan-keputusan China kini menitikberatkan pada

lingkungan dalam aspek ekonominya. China juga membentuk

departemen-departemen yang secara khusus terlibat dalam merumuskan posisi negosiasi China

terkait pembangunan ekonomi China dan juga persoalan lingkungan.

Baik inisiatif maupun strategi yang ada dalam China’s Peaceful

Development semuanya kembali lagi pada pencapaian tujuan (goals) dan

kepentingan nasional China. Tekanan internasional yang diberikan kepada China

mendorong China untuk meningkatkan national image-nya sehingga

menguntungkan China di mata lingkungan internasional. Sebagaimana saat ini isu

lingkungan global menjadi perbincangan hangat di negara-negara dunia, maka

China perlu juga memberi perhatian lebih terhadap masalah ini. Pada akhirnya

fokus utama negara China yang memiliki prioritas terhadap pembangunan

ekonomi negaranya memiliki keterkaitan erat terhadap pembuatan kebijakannya

dengan mempertimbangkan permasalahan dan dampak bagi lingkungan

(16)

EFEKTIVITAS CHINA’S PEACEFUL DEVELOPMENT

Keefektifan China’s Peaceful Development dapat ditinjau dari beberapa

faktor. Pertama adalah sejauh mana kebijakan ini mempengaruhi national image

negara China sebagaimana tujuan kebijakan ini adalah untuk mengurangi tekanan

internasional terhadap negara China yang mengabaikan isu perubahan iklim.

Kedua, ditinjau dari segi pertumbuhan ekonomi China yang menjadi fokus utama dalam tujuan negara China. Segala kebijakan domestik dan luar negeri China menitikberatkan pada pencapaian pembangunan negaranya. Isu lingkungan global yang menghampiri negara-negara di dunia termasuk China pada akhirnya memaksa China untuk merealisasikan kebijakan luar negeri yang terkait erat dan sejalan dengan pengurangan dampak lingkungan global. China berusaha untuk melindungi kedaulatannya dan menggunakan isu perubahan iklim untuk memperoleh investasi internasional, meningkatkan citra global dimana kedua hal ini berkontribusi dalam pembangunan ekonomi.

Peran aktif China dalam CDM yang membuat para investor mengadakan proyek-proyek di China dan bagaimana China melalui China’s Peaceful Development membentuk suatu upaya diplomasi publik yang dapat menekan tekanan internasional dan bersama-sama dengan negara lain melakukan kerja sama dalam pengurangan dampak perubahan iklim.

(17)

utama dalam setiap kebijakan China. Melalui China’s Peaceful Development ini, China berupaya menjadi pemimpin terdepan ekonomi di dunia dengan melakukan pembangunan yang memperhatikan lingkungan, membangun hubungan yang baik dengan negara tetangga dan kawasan, tidak melihat adanya hegemoni serta mempromosikan untuk pembangunan dunia yang harmonis.

PENUTUP

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Asian perspective, Vol. 31, No. 2, 2007, pp. 155-191. Diakses dalam <http://www.asianperspective.org/articles/v31n2-g.pdf> pada tanggal 30 Maret 2012.

Bo Yan, Giulia C. Romano and Zhimin Chen. 2011. The EU’s Engagement with China in Building a Multilateral Climate Change Regime: Uneasy Process Towards an Effective Approach. MERCURY E-paper No. 12. Diakses dalam <http://www.mercury fp7.net/fileadmin/user_upload/E-paper_no12_r2011.pdf> pada tanggal 30 Maret 2012.

Busby, Joshua W. 2010. China and Climate Chang: A Strategy for U.S. Engagement. Diakses dalam <http://www.rff.org/RFF/Documents/RFF-Rpt-Busby ChinaClimateChangeFinal.pdf> pada tanggal 1 April 2012. Clarke, Michael., Brian White. 1989. Understanding Foreign Policy: The Foreign

Policy Systems Approach. E. Elgar. USA

European Communities. 2008. EU Action Against Climate Change: Adapting to

Climate Change. Belgia. Diakses dalam

<http://ec.europa.eu/clima/publications/docs/adapting_en.pdf> pada tanggal 22 Desember 2011.

Godement, Francois. 2009. A Global China PolicyEU-China Relations. European Council on Foreign Relations.

Heggelund, Gorild. 2007. China’s Climate Change Policy: Domestic and International Developments. Asian Perspective, Vol. 31, No. 2, 2007, pp. 155-191. Diakses dalam <http://www.asianperspective.org/articles/v31n2-g.pdf> pada tanggal 9 Maret 2012.

Ingrid d’Hooghe. Public Diplomacy in the People’s Republic of China in The New Public Diplomacy. Palgrave MacMillan. New York.

Julian S, Timothy. 2008. Understanding China’s Strategic Engagement on Climate Change: an Economic Nationalist Perspective. Diakses dalam <http://dspace.library.uvic.ca:8080/bitstream/handle/1828/2668/China%20 Thesis%20-%20(Final)%20-%2027%20April%202010.pdf?sequence=1> pada tanggal 3 Maret 2012.

(19)

<http://www.twq.com/08winter/docs/08winter_lewis.pdf> pada tanggal 9 Maret 2012.

Liqun, Zhu. 2010. China’s Foreign Policy Debates. EU Institute for Security

Studies. Paris. Diakses dalam

<http://www.iss.europa.eu/uploads/media/cp121-China_s_Foreign_Policy_Debates.pdf> pada tanggal 30 Maret 2012. National Climate Change Program. 2007. Diakses dalam

<http://www.china.org.cn/english/environment/213624.htm> pada tanggal 30 Maret 2012.

Phan, Gang. 2011. China’s Wen delivers key targets of its development. Diakses dalam <http://hken.ibtimes.com/articles/119137/20110305/china-delivers-key-targets-the-12th-five-year-pan.htm> pada tanggal 1 April 2012.

Thomas, Victor Bulmer. 2007. Inside China’s Peaceful Development. Around the globe, The Monash Institute for the study of global movements Vol 4 No

1. Victoria. Diakses dalam

<http://www.globalmovements.monash.edu.au/publications/documents/atg

issues/Volume%204/No%201%20-%20Inside%20China's%20Peaceful%20Development/ATG%20Vol%204 %20No%201%20Cover%20&%20Text.pdf> pada tanggal 30 Maret 2012. Tianbao, Qin. 2007. China’s Peaceful Development and Global Climate Change:

A Legal Perspective. Diakses dalam <http://www.lead-journal.org/content/07054.pdf> pada tanggal 3 Maret 2012.

Xing, Li et all. 2008. The Rise of China and Its Impact on the Existing Capitalist World System. DIIPER Research Series, Working Paper No. 8. Aalborg

University. Denmark. hal.1 Diakses dalam

Referensi

Dokumen terkait

“Setelah dilakukan pendataan ternyata para pelajar tersebut berasal dari SMK Negeri 1 Cianjur yang akan menuju Candi Borobudur untuk liburan,” kata Kapolres

berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu cukup menarik minat anak, sebab tidak jarang anak menganggap pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat. Tugas

ELNUSA adalah perusahaan jasa energi terpadu, dengan kompetensi inti di jasa hulu migas yaitu jasa seismik ( geoscience services: land, transition &amp; marine zone

In addition to seismic, this vessel has met the maritime specifications so it can be used also for geological and geophysical surveys, environmental and

(1) Setiap Unggas sebelum dipotong harus diistirahatkan paling sedikit 12 (dua belas) jam sebelum pemotongan dan harus dilakukan Pemeriksaan Ante Mortem oleh Petugas

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang bagaimana pengaruh Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas, dan Struktur Modal terhadap Kebijakan Dividen

Nilai tersebut dapat dibilang tidak tinggi hal tersebut dapat terjadi karena data memiliki hubungan yang berbanding terbalik yang mana berkorelasi dengan

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis di BRI Syariah KCP Purwodadi dapat disimpulkan bahwa dalam pengelolaan manajemen risiko layanan BRIS Online,