PENEGAKAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA DALAM
BIDANG INDUSTRI KREATIF DI NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA
SKRIPSI
Oleh:
ZAINUL AMIN
NBI : 311000997
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA DALAM
BIDANG INDUSTRI KREATIF DI NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi
Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar
Sarjana Hukum
OLEH:
ZAINUL AMIN
NBI : 311000997
Dosen Pembimbing:
Tomy Michael, S.H.,M.H.
NPP : 20310130613
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada Juni 2008, Menteri Perdagangan Republik Indonesia merilis cetak
biru pengembangan ekonomi kreatif Indonesia 2009-2025 serta pengembangan
sub sektor industri kreatif yang kemudian dikenal sebagai ekonomi kreatif,
ekonomi kreatif adalah proses peningkatan nilai tambah hasil yang berasal
eksplorasi dan eksploitasi intelektual berupa kreatifitas intelektual manusia,
keahlian dan bakat individu (baik individu maupun kelompok) yang berpotensi
meningkatkan kesejahteraan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi
individu ataupun kelompok yang berpengaruh kepada kesejahteraan masyarakat
Indonesia dan dapat dilindung melalui rezim hak atas kekayaan intelektual.
Komponen industri kreatif (ekonomi kreatif) merupakan modal intelektual yang
meliputi: teknologi, seni, budaya dan, bisnis hak cipta dengan industri kreatif
merupakan suatu pokok utama dan bagian yang tak terpisahkan dalam
pengembangan sektor ekonomi kreatif yang memberikan dampak positif bagi
kehidupan bangsa dan negara. Hal yang dapat dilakukan untuk merangsang
pertumbuhan ekonomi kreatif di suatu negara adalah peranan pemerintah itu
sendiri.1
1 Iswajuni, Indrianawati Usman, dan Muslich Anshori, Pengembangan Model Usaha Ekonomi
Industri kreatif merupakan bagian dari objek yang dilindungi oleh hak
cipta hal ini dapat dilihat dari ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5599). Peraturan perundang-undang tentang hak cipta itu sendiri yang pertama
kali diterbitkan di Indonesia paska kemerdekaan adalah Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1982 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3217), yang disempurnakan dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1987 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3362),
kemudian menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1997
tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 29,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3679), hingga
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4220), sebagaimana diubahnya lagi dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5599). Bahwa Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia
4220) sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat
sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru.
Pada Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599),
ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra terdiri atas :
a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya.
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya.
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan. d. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks.
e. Drama, drama musical, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.
f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase.
g. Karya seni terapan. h. Karya arsitektur. i. Peta.
j. Karya seni batik atau motif lainnya. k. Karya fotografi.
l. Potret.
m. Karya sinema tografi
n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya seni lain dari hasil transformasi.
o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional.
p. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun medialainnya.
q. Komplikasi ekspresi budaya tradisional selama kompilakasi tersebut
merupakan karya yang asli.
r. Permainan video, dan
s. Program, komputer.
Industri kreatif Indonesia membutuhkan perlindungan hak atas kekayaan
intelektual yang lebih kuat karena kerangka hukum hak atas kekayaan intelektual
mengembangkan ide terbaru, sehingga akan memberikan konstribusi terhadap
perekonomian Indonesia. Indonesia di dalam bidang industri kreatif mulai
berkembang dan memperoleh perhatian khusus dari pemerintah adalah hal baru,
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia mendefinisikan
industri kreatif yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat
individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui
penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut, terdapat
15 (lima belas) sub sektor kelompok antara lain:2
1) arsitektur,
Tindakan dari pemerintah untuk mendukung industri kreatif di Indonesia
dengan cara meningkatkan sumber daya manusia dalam bidang industri dengan
meningkatkan bidang pendidikan industri kreatif di Indonesia. Tingkat pendidikan
di bidang industri kreatif yang maju akan menghasilkan produk-produk kreatif
yang optimal dan pencapaian pendidikan di bidang industri kreatif tidak bisa
2Kementerian Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif Indonesia. Buku Cetak Biru Pengembangan
berdiri sendiri, serta ditentukan oleh kondisi ekonomi (industri) dan/atau
kebijakan pemerintah.
Hak cipta pada dasarnya adalah hak milik perorangan yang tidak
berwujud dan timbul karena intelektual manusia sebagai hak milik hak cipta dapat
pula dialihkan oleh penciptanya atau yang berhak atas ciptaan itu sendiri hak cipta
dapat dialihkan kepada perorangan atau badan hukum, salah satu cara pengalihan
hak cipta dikenal dengan nama lisensi hak cipta atau lebih dikenal dengan
perjanjian lisensi, untuk membuat lisensi itu sendiri maka pengalihan hak cipta
harus ditulis dalam bentuk akte notaris.
Alasan produsen membajak karya orang lain karena dari segi modal yang
murah dan dari segi ekonomi dapat keuntungan yang lebih banyak, demikian pula
halnya dengan alasan konsumen membeli produk bajakan dikarenakan harganya
yang sangat murah dan konsumen menyatakan bahwa membeli barang bajakan
hanya digunakan untuk diri sendiri/pribadi, di suatu sisi produsen yang melakukan
pembajakan berdalih bahwa desainnya ada perbedaan dengan desain produk yang
asli, meskipun perbedaan itu hanya sedikit, bahkan sering kali pembajakan
dilakukan secara terbuka dan menyerupai dengan produk aslinya dua (2) sisi ini
yang kemudian menjadi produk-produk bajakan laku di Indonesia yang kemudian
muncul presepsi bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa plagiat. Peran hak atas
kekayaan intelektual di bidang industri kreatif sangat besar karena akan memacu
akselerasi industri kreatif jika dijalankan dengan baik.3
3
Contoh: kasus pelanggaran hak cipta musik dan lagu yang dituangkan
dalam bentuk Video Compact Disc/Digital Video Disc.4 Lokasi perdagangan
Video Compact Disc/Digital Video Disc bajakan yang sangat popular dikawasan
Ibu Kota (Jakarta) merupakan kawasan yang sangat setrategis karena letaknya di
salah satu pusat bisnis perbelanjaan di Jakarta dari latar belakang sosisal ekonomi
mereka dapat dikategorikan sebagai masyarakat bawah, pedagang Video Compact
Disc/Digital Video Disc bajakan sendiri berasal dari lingkungan sekitar dan
selebihnya berasal dari luar daerah Jakarta dan para pedagang tersebut telah
melakuk an perdagangan dikawasan Ibu Kota (Jakarta) lebih dari 3 (tiga) tahun,
adapun Video Compact Disc/Digital Video Disc bajakan yang diperdagangankan
itu meliputi Video Compact Disc/Digital Video Disc yang berisikan Musik dan
Lagu serta berisikan Film bahkan kepingan Video Compact Disc/Digita l Video
Disc kosong. Adanya peredaran VideoCompact Disc dan Digital Video Disc yang
bermuatan Musik, Lagu dan Film berasal dari dalam negeri bahkan juga berasal
dari luar negeri, umumnya pedagang Video Compact Disc/Digital Video Disc
bajakan yang paling laku didominasi oleh VideoCompact Disc/Digital Video Disc
yang isinya merupakan hal terbaru. Perdagangan Video Compact Disc dan juga
Digital Video Disc bajakan setiap kiosnya memperdagangkan kurang lebih 1.000
(seribu) keping Video Compact Disc dan Digital Video Disc sementara itu di
daerah tersebut diperkirakan ada lebih dari 350 (tiga ratus lima puluh) kios yang
melakukan perdagangan Video Compact Disc dan Digital Video Disc bajakan.
Dari jumlah kios tersebut ada yang kios bersifat permanen dan temporer, perlu
4
diketahui bahwa sekitar pedagang Video Compact Disc/Digital Video Disc
bajakan ini terdapat juga kios permanen yang memperdagangkan Video Compact
Disc/Digital Video Disc yang original (legal), dalam transaksi perdagangan Video
Compact Disc/Digital Video Disc bajakan ini banyak diketemukan dan ada
banyak pihak yang terlibat, pihak-pihak disini tidak hanya antara pedagang
dengan pembeli (konsumen) tetapi ada pihak-pihak lainnya, yaitu penyalur,
keamanan, polisi dan petugas retribusi dan tukang parkir. Dari praktek
perdagangan Video Compact Disc/Digital Video Disc bajakan tersebut maka
sangat jelas bahwa praktek perdagangan tersebut merupakan suatu tindakan
pelanggaran hukum hak cipta. Pelanggaran hukum hak cipta ini dapat
menimbulkan kerugian yang sangat luas “economic rights” dari pemilik atau
pemegang hak, namun dalam skala yang lebih luas juga menimbulkan dampak
negatif bagi pemerintah serta masyarakat luas yang secara totalitas menimbulkan
kerugian yang sangat besar.
Kasus di atas menjelaskan bahwa suatu tindakan pelanggaran hak cipta
yang melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf a, b, e, dan/atau huruf g Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5599), dan hukuman atau sanksi dari kasus tersebut
termaktub dalam Pasal 113 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599)
“setiap orang tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaima na dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, b, e dan/atau huruf g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjaraa paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak 1.000.000.000,00 (satu miliyar rupiah). Dengan segala bentuk dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak ekonomi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, b, e, g dipidana dengan pidana kurungan 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.00.000.000.000,00 (satu miliyar rupiah).”
Di dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Nomor
844/Pid.D/2015/PN.JKT.UTR terdakwa dinyatakan bersalah oleh pengadilan
karena melakukan tindak pidana hak cipta dan terdakwa dijatuhi pidana percobaan
6 (enam) bulan dan/atau denda Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Seharusnya di dalam Pasal 113 ayat (3) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5599) sanksi pidana percobaan dan/atau denda tersebut kurang
memberatkan bagi tersangka pelanggaran hak cipta. Di dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5599) telah disebutkan dengan jelas yaitu memberikan
sanksi pidana 4 (empat) tahun dan/atau denda senilai Rp 1.00.000.000.000 (satu
miliar rupiah), tanpa adanya sanksi pidana penjara yang maksimal (kurungan
penjara) para pelaku tidak mempunyai efek jera untuk melakukan tindakan atau
perbuatan tersebut. Dengan demikian perlindungan dan/atau penegakan hukum
kepingan Video Compact Disc dan/atau Digital Video Disc yang melakukan
pelanggaran pada Pasal 9 ayat (1) huruf a, b, e, dan/atau huruf g dan sanksi Pasal
113 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599), kurang
ditegakannya sanksi yang maksimal supaya memberatkan bagi para pelaku
pelanggaran hak cipta. Negara Indonesia menetapkan perlindungan hak cipta
diberikan pada ciptaan yang bersifat pribadi dengan memenuhi persyaratan
keaslian, berdasarkan kemampuan pemikiran, imajinasi, kreatifitas, dan dalam
bentuk yang khas.5
Perlindungan hukum dalam hak cipta dibedakan menjadi 2 (dua) macam,
perlindungan hukum bagi rakyat yaitu perlindungan hukum preventif (mencegah)
dan perlindungan hukum yang represif (menekan), pada perlindungan hukum
yang preventif, kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan
atau pendapatnya sebelum sesuatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang
definitif. Dengan demikian perlindungan hukum yang preventif, bertujuan untuk
mencegah terjadinya sengketa dengan sanksi tuntutan pidana, sedangkan
sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa dengan sanksi gugatan perdata, perlindungan hukum preventif sangat
besar artinya bagi pemerintahan yang didasarkan kepada kebebasan bertindak
karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah mendorong
untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang berdasarkan kepada
5 Rahmi Janed. Hak Kekayaan Intelektual (Penyalahgunaan Hak Eksklusif). Universitas Airlangga
diskresi, dengan pengertian yang demikian penanganan perlindungan hukum bagi
rakyat oleh peradilan umum di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum
yang represif.6
Dalam hubungan kepemilikan hak cipta hukum bertindak dan menjamin
pencipta untuk menguasai dan menikmati secara eksklusif hasil karyanya itu dan
jika perlu dengan bantuan negara untuk menegakkan hukumanya, hal ini
menunjukan bahwa perlindungan hukum adalah merupakan kepentingan pemilik
hak cipta baik secara individu maupun kelompok sebagai subjek hak, untuk
membatasi penonjolan individu, hukum memberi jaminan supaya tetap
terpeliharanya kepentingan masyarakat dan menjamin suatu ciptaan yang
tercermin dalam sistem hak atas kekayaan intelektual yang berkembang saat ini,
dengan menyeimbangkan antara 2 (dua) kepentingan yaitu kepentingan pemilik
hak cipta dan kepentingan masyarakat umum.7
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang, peneliti mengangkat rumusan masalah :
Penegakan hukum terhadap hak cipta dalam bidang industri kreatif di Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
3. Tujuan Penelitian
Untuk menjelaskan dan melaksanakan analisis ketentuan menegakan
sanksi hukum pidana kurungan dan/atau pidana denda atas pelanggaran hak cipta
di bidang industri kreatif di Indonesia menurut Undang-Undang Republik
6 Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia. PT Bina Ilmu, Surabaya,
1987. H, 2.
7
Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5599).
4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Memberi konstribusi pemikiran bagi ilmu hukum hak atas kekayaan intelektual
di Negara Kesatuan Republik Indonesia khususnya dalam bidang hak cipta.
b. Manfaat Praktis
1) Memberikan konstribusi pemikiran bagi pemerintah dan Direktorat Jenderal
Hak atas kekayaan intelektual di Indonesia agar dalam menghasilkan
peraturan peraturan perundang-undangan selalu memperhatikan asas
kejelasan rumusan dan kejelasan norma yang berkaitan dan tidak
bertentangan dengan hukum positif di Indonesia. Hal ini dikarenakan
undang-undang yang tidak dapat dimengerti, hanya dimengerti dengan
bahasa Indonesia untuk bidang hukum dan peraturan perundang-undangan
yang benar sehingga bermuara pada kepastian hukum.
2) Memberikan konstribusi pemikiran bagi Direktorat Jenderal Hak atas
kekayaan intelektual di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum yang memiliki arti
menjawab suatu masalah.8 Penelitian hukum dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Menurut Soerjono Soekanto,9 penelitian hukum normatif mencakup.
1) Penelitian asas-asas hukum adalah kajian asas-asas pembentukan hukum yang
baik serta relevan dengan permasalahan yang dibahas.
2) Penelitian taraf sinkronisasi vertikal adalah mengkaji sinkronisasi ketentuan
dalam :
a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 76 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209).
b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599).
3) Penelitian taraf sinkronisasi horizontal adalah mengkaji harmonisasi
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
8
Moh Fadli, Disertasi: Perkembangan Peraturan Delegasi Di Indonesia, Universitas Padjadjaran, Bandung, 2012, h. 10.
9 Soerjono Soekanto, Tata Cara Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Hukum, Ghalia Indonesia,
Hukum Acara Pidana (lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 Tahun
1981, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209).
b. Pendekatan Masalah
Di dalam menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas,
peneliti menggunakan pendekatan:
1) Pendekatan perundang-undangan. Dalam pendekatan perundang-undangan
(statute approach), dilihat hukum sebagai suatu sistem yang tertutup dan
memiliki sifat:10
a) Komprehensif adalah norma-norma hukum yang ada didalamnya saling
berkaitan secara logis.
b) Inklusif adalah kumpulan norma hukum tersebut cukup mampu
menampung permasalahan hukum yang ada sehingga tidak akan ada
kekurangan hukum.
c) Sistematik adalah norma hukum tersusun secara sistematis. Dengan
pendekatan perundang-undangan diharapkan ditemukan dari sisi hierarkis
peraturan perundang-undangan apakah ada kesesuaian yang logis, metodis
secara formil maupun materil antara peraturan perundang-undangan yang
satu dengan yang lain terkait perihal norma pelanggaran hak cipta. Dari
sisi praktik implementasi perundang-undangan maka dengan mengambil
fokus analisa pada pemahaman secara benar terhadap asas-asas hukum
yang terkait dengan ini seperti lex superior derogate legi inferiori, lex
10 Johny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Surabaya, 2007,
specialis derogate legi generali, lex posterior derogate legi priori, maka
nantinya didapatkan hasil kebenaran yang seharusnya dari kenyataan yang
telah ada saat ini.
2) Pendekatan konseptual untuk mengelaborasi beberapa konsep hukum, teori
hukum dan asas hukum, doktrin hukum yang relevan dengan permasalahan
dikaji.
c. Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini yaitu;
1) Bahan hukum primer meliputi Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5599),
2) Bahan hukum sekunder meliputi pendapat para pakar yang tertuang dalam
berbagai literatur seperti disertasi, jurnal, buku, artikel dan makalah.
3) Bahan hukum tersier meliputi kamus besar bahasa Indonesia.
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Bahan hukum dikumpulkan melalui studi pustaka dan dokumen yaitu dengan
mengumpulkan bahan-bahan yang relevan dengan pokok permasalahan yang
e. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis bahan hukum menggunakan model yuridis kualitatif bahwa:
“Analisis data secara Yuridis-Kualitatif, adalah cara penelitian yang menghasilkan data Deskriptif-Analitis, yaitu dengan dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta tingkahlaku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh tanpa menggunakan rumus matematika.11”
Digunakan yuridis kualitatif karena penelitian ini bertitik tolak dari
peraturan-peraturan yang ada sebagai norma hukum positif terhadap masalah yang berkaitan
dengan norma pelanggaran hak cipta dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Sistematika Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 4 (empat) bab yang disusun secara sistematis
sebagai berikut:
Bab I adalah sebagai pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah
dan rumusan masala, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,
pendahuluan ini dasar pijakan untuk melangkah kebab selanjutnya, pendahuluan
ini dituliskan dengan maksud sebagai pengantar untuk memudahkan pembaca
agar mengerti garis besar permasalahan dan penelitian.
Bab II adalah tinjauan pustaka yang terdiri dari penegakan hukum, hak
cipta Indonesia, sejarah hak cipta, latar belakang berlakunya hak atas kekayaan
intelektual, sejarah industri kreatif.
11Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang
Bab III adalah pembahasan bab ini berisi pembahasan dari rumusan
masalah yang dikemukakan yaitu: Penegakkan hukum terhadap hak cipta dalam
bidang industri kreatif di Negara Kesatuan Republik Indonesia?
Bab IV adalah penutup. Dalam bab ini terdiri simpulan dan saran.
Simpulan menerapkan jawaban atas permasalahan yang telah dikemukakan. Saran
merupakan sumbangan pemikiran keilmuan untuk permasalahan yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Penegakan Hukum
Dalam konstelasi negara modern, hukum dapat difungsikan sebagai
sarana rekayasa sosial (law as a tool of social engeneering), Roscoe Pound
menekankan arti pentingnya hukum sebagai sarana rekayasa sosial ini, terutama
melalui mekanisme penyelesaian kasus oleh badan-badan peradilan yang akan
menghasilkan jurisprudensi, konteks sosial teori ini adalah masyarakat dan badan
peradilan.12
Pada tataran konteks ke Indonesian itu oleh, Mochtar Kusumaatmadja di
artikan sebagai sarana pendorong pembaruan masyarakat Indonesia, sebagai
sarana pendorong pembaruan masyarakat, penekanannya terletak pada bentuknya
peraturan perundang-undangan oleh lembaga legislatif, yang dimaksudkan untuk
menggagas konstruksi masyarakat baru yang ingin diwujudkan dimasa depan
melalui pemberlakuan peraturan perundang-undangan itu.13
Penegakan hukum, sebagaimana dirumuskan secara sederhana oleh
Satjipto Rahardjo, merupakan suatu proses untuk mewujudkan
keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan, keinginan-keinginan-keinginan-keinginan hukum yang
dimaksudkan disini yaitu yang merupakan pikiran-pikiran badan pembentuk
undang-undang yang dirumuskan dalam bentuk peraturan-peraturan itu.
12 Roscoe Pound, Filsafat Hukum, Jakarta, Bharatara, Jakarta, 1987, h. 7; Lili Rasyidi,
Dasar-Dasar filsafat hukum, Bandung: Alumni, 1992, h. 43.
13 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi Hukum Dalam Masyarakat Yang Sedang Membangun.
Perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum,
turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan.14 Demikian pada gilirannya proses penegakan itu memuncak pada pelaksanaannya oleh para
pejabat penegak hukum itu sendiri, dari keadaan ini dengan nada ekstrim dapat
dikatakan bahwa keberhasilan ataupun kegagalan para penegak hukum dalam
melaksanakan tugasnya sebetulnya sudah dimulai sejak peraturan hukum yang
harus dijalanjakan itu dibuat.15
Proses penegakan hukum, dalam pandangan Soerjono Soekanto,
dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor:16
1) Pertama, faktor hukum atau peraturan perundang-undangan.
2) Kedua, faktor aparat penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembuatan dan penerapan hukumnya, yang berkaitan dengan masalah mentalitas.
3) Ketiga, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung proses penegakan hukum. 4) Keempat, faktor masyarakat, yakni lingkungan sosial dimana hukum tersebut
berlaku atau di terapkan, berhubungan dengan kesadaran dan kepatuhan hukum yang merefleksi dalam prilaku masyarakat.
5) Kelima, faktor kebudayaan, yakni karya cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Sementara itu, Satjipto Rahardjo, membedakan berbagai unsur yang
berpengaruh dalam proses penegakan hukum berdasarkan derajat kedekatannya
pada proses, yakni yang agak jauh dan yang agak dekat.17 Berdasarkan kriteria kedekatan tersebut, maka Satjipto Rahardjo membedakan tiga (3) unsur utama
yang terlibat dalam proses penegakan hukum, pertama unsur pembuatan
undang-undang (lembaga legislatif), kedua unsur penegak hukumnya (Polisi Jaksa dan
14
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Biru, Bandung, 1983, h. 24.
15 Ibid., h. 25.
16 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, PBHN & Bina Cipta, Jakarta, 1983, h. 15.
17 Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta,
Hakim), ketiga unsur lingkungan yang meliputi pribadi warga negara dan sosial.18 Pada sisi lain, Jerome Frank, juga berbicara tentang berbagai faktor yang turut
terlibat dalam proses penegakan hukum, beberapa faktor ini selain faktor
kaidah-kaidah hukumnya, juga meliputi perasangka politik, ekonomi, moral serta simpati
dan antipasti pribadi.19
Demikian pula tidak hanya ada penyalahgunaan kekuasaan hukum, tetapi
juga tidak ada penyalahgunaan kekuasaan ekonomi, penyalahgunaan ekonomi,
penyalahgunaan kekuasaan, politik dan sebagainya, tidak ada praktek faforitisme
(pilih kasih) di semua bidang kehidupan. Kondisi yang diresahkan oleh
masyarakat saat ini tidak semata-mata terletak pada ketidak puasaan terhadap
praktek keadilan yang dapat disebut sebagai penegakan hukum dalam arti sempit,
tetapi justru ketidak puasan terhadap penegakan hukum dalam arti luas yaitu
penegakan seluruh norma/tatanan kehidupan bermasyarakat (di bidang poloitik,
sosial, ekonomi dan sebagainya), bahkan dapat dikatakan bahwa ketidak beresan
(ketidak benaran, ketidak adilan, penyalahgunaan kekuasaan, praktek pilih kasih
dan sebagainya) di bidang politik ekonomi, dan sebagainya, inilah yang justru
paling meresahkan masyarakat, oleh karena itu, upaya pembangunan dan
penegakan hukum harus juga meliputi penegakan hukum dalam arti luas ini,
tentunya hal ini membawa konsekuensi bahwa upaya peningkatan kualitas
pembangunan dan penegakan hukum tidak semata-mata menjadi tanggung jawab
aparat penegak hukum, lembaga pradilan, dan lembaga pendidikan hukum, tetapi
juga seyogyanya menjadi perhatian dan tanggung jawab semua aparat dan
18 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Biru, Bandung, 1983, h. 23 dan 24. 19
pemegang peran di seluruh bidang kehidupan (pemerintah, politik, ekonomi,
perdagangan, perbankan, pertahanan-keamanan dan sebagainya).20
a. Penegakan Hukum Pidana
Hukum Pidana, merupakan salah satu hukum publik yang berlaku di
Indonesia. Adanya hukum pidana mempunyai dua (2) aliran tujuan hukum pidana
yaitu:
1) Untuk menakuti. Adanya hukum pidana bertujuan untuk menakut-nakuti orang
agar tidak melakukan berbuatan yang tidak baik (aliran klasik).
2) Untuk mendidik orang. Adanya hukum pidana bertujuan untuk mendidik orang
yang pernah melakukan perbuatan tidak baik agar tidak mengulangi perbuatan (aliran modern).
Menurut aliran klasik hukum pidana, bertujuan untuk melindungi
individu dari kekuasaan negara atau kekuasaan penguasa, sedangkan menurut
hukum pidana, aliran modern bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
kejahatan, sehingga hukum pidana harus memperhatikan kejahatan yang
dilakukan dan keadaan penjahat, menurut aliran modern hukum pidana
dipengaruhi oleh perkembangan kriminologi, pada Pasal 51 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana bulan Juli tahun 2006. Tujuan hukum pidana meliputi:21
a) Menegakkan norma hukum untuk mengayomi masyarakat.
b) Mencegah tindak pidana.
c) Memasyakatkan terpidana dengan memberikan pembinaan agar menjadi
pribadi yang lebih baik dan berguna bagi masyarakat
d) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindakan pidana, mendatangkan rasa damai dan aman dalam masyarakat dan memulihka n keseimbangan dalam kehidupan masyarakat.
e) Menghilangkan rasa bersalah pada terpidana.
20 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.
PT Citra Aditya Bakti, Bandung 2001, h. 21. 21
Di dalam tujuan penegakkan hukum ada yang menyatakan bahwa antara
lain berupa mewujudkan keamanan dan/atau ketertiban, perdamaian dan/atau
keadilan dan/atau kesejahteraan, kepastian hukum dan/atau keadilan, dan
kemanfaatan, maka mengenai tujuan hukum itu secara pokok dapat dinyatakan
ada dua (2) macam yaitu tujuan hukum mikro dan tujuan hukum makro.
Tujuan hukum mikro adalah bahwa keberadaan hukum (dalam
pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan) berupa perwujudan perdamaian yang
berkeadilan keadaan akan dapat diwujudkan, yaitu apabila dalam setiap pergaulan
masyarakat yang ada (di bidang-bidang politik ekonomi, sosial, budaya, dan
hukum) didasarkan pada demokrasi, hak asasi manusia, dan ilmu pengetahuan
teknologi. Tanpa itu semua maka yang di dapat adalah perdamaian yang semu
atau tanpa kedamaian sama sekali, sedangkan tujuan hukum makro ialah bahwa
untuk keberadaan hukum itu berupa mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan
sosial (meniadakan kemiskinan). Keadaan demikian akan diwujudkan, abapila
dalam keberadaan hukum itu beserta aspeknya didasarkan pada efisien dan/atau
menejemen professional dengan dasar nasionalisme dan humanisme,
perikemanusiaan, internasionalisme.22
b. Aparat Penegak Hukum
Aparat penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak
hukum dan aparat penegak hukum, dalam arti sempit, aparat penegak hukum yang
terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat
22
hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat penegak hu
kum dan aparat terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan
tugas atau peranya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan,
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan
pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana. 23
2. Hak Atas Kekayaan Intelektual
a. Latar Belakang Berlakunya Hak Atas Kekayaan Intelektual
Hak atas kekayaan intelektual adalah suatu system yang sekarang ini
melekat pada kata kehidupan modern, seperti juga pada aspek-aspek lain yang
memberiwarna pada kehidupan modern misalnya masalah lingkungan hidup serta
persaingan usaha, serta hak atas kekayaan intelektual merupakan konsep yang
relatif baru bagi sebagian besar negara, terutama negara-negara berkembang.
Namun pada ujung abad ke-20 dan awal abad ke-21 tercapai kesepakatan
negara-negara untuk mengangkat konsep hak atas kekayaan intelektual kearah
kesepakatan bersama dalam wujud Agreement Establishing The World Trade
Organization Agreement dan segala perjanjian internasional yang menjadi
lampirannya, termasuk yang menyangkut hak atas kekayaan intelektual.24
World Trade Organization sendiri tidak dapat dilepas dari kisah masa
lalunya, dimulai dengan keinginan kuat negara-negara memulihkan kembali
perekonomian dunia yang hancur setelah Perang Dunia ke II, yakni di adakan
suatu konferensi Bretton Woods, Conenecticut, Amerika serikat tahun 1947.
23Jimly Asshidiqie. Penegakan Hukum, diakses- 05-September-2015.
24Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca Trips. PT. ALUMNI, Bandung,
Indonesia sebagai negara berkembang sudah menjadi anggota dan secara sah ikut
dalam agreement on trade related aspect of intellectual property rights, melalui
retifikasi World Trade Organization dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Eshtabilishing The Word
Trade Organization (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3564), ratifikasi ini kemudian diimplementasikan dalam
revisi terhadap ke tiga (3) undang-undang di bidang hak atas kekayaan intelektual
yang berlaku saat itu, diikuti perubahan yang menyusul oleh undang-undang
lain.25 Secara umum hak atas kekayaan intelektual dapat terbagi dalam dua (2) kategori yaitu:
1) Hak Cipta
2) Hak. Kekayaan Industri, meliputi: a) Paten
b) Merek
c) Desain Industri
d) Rahasia Dagang
e) Perlindungan Varietas Tanam
f) Desain Tata Letak Sirkuit
b. Manfaat Hak Atas Kekayaan Intelektual
1) Manfaat hak atas kekayaan intelektual bagi dunia usaha, adalah adanya
perlindungan terhadap penyalah gunaan atau pemalsuan kekayaan
intelektual yang dimilikinya oleh pihak lain di dalam negeri maupun diluar
negeri. Perusahaan yang dibangun mendapatkan citra yang positif dalam
persaingan apabila memiliki perlindungan hukum di bidang hak atas
kekayaan intelektual.
25Ibid., h
2) Manfaat hak atas kekayaan intelektual bagi inovator dapat menjamin
kepastian hukum baik individu maupun kelompok serta terhindar dari
kerugian akibat pemalsuan dan perbuatan curang pihak lain.
3) Manfaat hak atas kekayaan intelektual bagi pemerintah yaitu adanya citra
positif pmerintah yang menerapkan hak atas kekayaan intelektual di tingkat
World Trade Organization. Selain itu adanya penerimaan devisa yang
diperoleh dari pendaftaran hak atas kekayaan intelektual.
4) Dapat digunakan sebagai alat promosi untuk memperluas pasar produk.
5) Adanya kepastian hukum yaitu pemegang dapat melakukan usahanya
dengan tenang tanpa gangguan dari pihak lain.
6) Pemegang hak dapat melakukan upaya hukum baik perdata maupun pidana
dengan masyarakat umum.
7) Pemegang hak dapat memberikan izin atau lisensi kepada pihak lain.
Sifat dan dasar hukum hak atas kekayaan intelektual adalah hukum yang
mengatur dan yang bersiafat teritorial, pendaftaran ataupun penegakan hak atas
kekayaan intelektual harus dilakuan secara terpisah dimasing-masing yuridiksi
yang bersangkutan dengan hak atas kekayaan intelektual di Indonesia adalah hak
atas kekayaan intelektual yang sudah didaftarkan di negara Indonesia.
c. Dasar Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual
Sebulum adanya undang-undang hak atas kekayaan intelektual Indonesia
mengikuti perjanjian Internasional untuk melindungi suatu karya ciptaan.
1) Perjanjian internaisonal
b) Paris Convention 1886 – Paten, merek, Disain Industri
c) Perjanjian agreement on trade related aspect of intellectual property rights
2) Undang-undang nasional
a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 241 Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4044).
b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 242 Tahun
2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045).
c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2000 tentang
Disain Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 243 Tahun
2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046).
d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 tentang Tata
Letak Disain Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 244
Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4047).
e) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2001,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4130).
f) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2001,
g) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599).
3. Hak Cipta Indonesia
Hak cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang
memiliki ruang lingkup objek yang dilindungi paling luas, karena mencakup ilmu
pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang di dalamnya menyangkut pula
program komputer. Perkembangan ekonomi kreatif yang menjadi salah satu
andalan Indonesia dan berbagai negara dan perkembangan pesatnya teknologi
informasi dan komunikasi. Mengingat hak cipta menjadi basis terpenting dari
ekonomi kreatif nasional Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) yang
memenuhi unsur perlindungan dan perkembangan ekonomi kreatif ini maka
diharapkan kontribusi sektor hak cipta dan hak terkait bagi perekonomian negara
dapat lebih optimal.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi salah
satu variabel dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599). Mengingat
teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi mempunyai peran strategis dalam
pengembangan hak cipta, tetapi disis lain juga menjadi alat untuk pelanggaran
diperlukan, agar fungsi positif dapat di optimalkan dan dampak negatifnya dapat
diminimalkan.
a. Histori Hak Cipta di Indonesia
Keaslian suatu karya, baik berupa kerangka atau ciptaan merupakan
suatu hal esensial dalam perlindungan hukum melalui hak cipta memiliki arti
bahwa karya tersebut harus benar-benar merupakan hasil karya orang yang
mengakui karya tersebut sebagai karangan atau ciptaannya, demikian juga harus
ada relevansi antara hasil karya dengan yuridiksi apabila karya tersebut ingin
dilindungi. Di Indonesia hak pengarang atau pencipta disebut author rights, ini
sejak diberlakukannya authorswet 1912 Stb. 1912 No 600; yang kemudian
digunakan istilah hak cipta dalam peraturan perundangan-undangan selanjutnya.
Istilah hak cipta sebenarnya berasa dari negara yang menganut common law yakni
copyright, sedangkan di Eropa, seperti Prancis dikenal droit d’auteur dan di
Jerman sebagai urherberecht, di Inggris mengunakan istilah copyright
dikembangkan untuk melindungi penerbit, bukan untuk melindungi si pencipta.
Namun seiring dengan berkembangnya hukum dan teknologi, maka perlindungan
diberikan kepada pencipta serta cakupan hak cipta diperluas, tidak hanya
mencangkup bidang buku, tetapi drama, musik, artistic work, fotografi, dan
lain-lain.26 Awalnya hak monopoli tersebut hanya diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak, baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai
diundangkan pada tahun 1710 dengan stute of anne di Inggris, hak tersebut
26Endang Purwaningsih. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights. Ghalia, Indonesia
diberikan kepada pemegang hak cipta, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga
mencangkup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit
tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli
berlangsung, selain itu peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak
eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 (dua puluh delapan) tahun,
yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum. Berne convention
for the protection of artistic and literary works (konverensi bern tentang
perlindungan seni dan sastra atau konvernsi bern) pada tahun 1886 adalah yang
pertama kali yang mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat,
dalam konfrensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada pencipta dan
pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright.
Segera setelah karya dicetak atau disimpan dalam suatu media, pencipta otomatis
mendapat hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya
derivatifnya.27
Pada tahun 1982, pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak
cipta berdasarkan Autorswet 1912 staatsblad Nomor 600 Tahun 1912 dan
menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 tentang
Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 15,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3217), yang merupakan
undang-undang hak cipta pertama kali di Indonesia. Undang-Undang tersebut
kemudian diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1987 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6
27
Tahun 1982 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3362), Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3679), Undang-Undang Republik Indoneia Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420),
dan pada akhirnya dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) yang
kini berlaku di Indonesia.
Pada Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599)
mendefinisikan „Pembajakan‟ adalah penggandaan ciptaan dan/atau produk hak
terkait yang tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud
secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi, dan pada Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599), hak cipta adalah hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
yang berlaku. Hak terkait menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5599), hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta
yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau
lembaga penyiaran, sedangkan perjanjian lisensi pada Pasal 1 angka 20
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5599), lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh
pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait kepada pihak lain untuk
melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat
tertentu.
Hak cipta diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu
pengetahuan, kesenian, dan sastra, hak cipta hanya diberikan secara eksklusif
kepada pencipta yaitu seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang
atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat
pribadi, berbeda dengan hak merek dan hak paten yang bersifat konstitutif, hak
cipta bersifat deklaratif. Artinya pencipta atau penerima hak mendapatkan
perlindungan hukum seketika setelah suatu ciptaan dilahirkan, dengan kata lain,
hak cipta tidak perlu di daftarkan ke Direktorat Jenderal Hak atas kekayaan
intelektual dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan, lebih baik apabila suatu
intelektual guna memperkuat status hukumnya dan sebagai bukti jika ada
sengketa. Adapun subjek hak cipta yang terdiri atas dua (2) macam yaitu;
1) Pemilik hak cipta „Pencipta‟ Seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan
pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan
dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
2) Pemegang hak cipta yaitu;
a) Pemilik hak cipta
b) Pihak yang menerima hak cipta dari pencipta
c) Pihak lain yang menerima lebih lanjut hak cipta dari pihak yang menerima
hak cipta tersebut
d) Badan hukum
e) Negara, atas peninggalan prasejarah, sejarah, benda budaya nasional
lainnya, folklor, hasil kebudayaan yang menjadi milik bersama, dan ciptaan
yang tidak diketahui penciptannya dan ciptaan itu belum diterbitkan.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mecangkup ciptaan
yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencangkup gagasan
umum, konsep, gaya atau teknik yang mungkin terwujud atau mewakili di dalam
ciptaan tersebut.
b. Kedudukan Hak Cipta
Mengenai kedudukan hak cipta, sudah ditetapkan oleh undang-undang
hak cipta, bahwa hak cipta dianggap sebagai benda bergerak hak cipta dapat
1) Pewaris, 2) Hibah, 3) Wasiat, 4) Wakaf,
5) Perjanjian tertulis,
Sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, khusus mengenai perjanjian mensyaratkan harus dilakukan
dengan menggunakan akta dengan ketentuan bahwa perjanjian itu hanya
mengenai wewenang yang disebut di dalam akta tersebut. Pentingnya akta
perjanjian itu adalah tidak lain dimaksud untuk memudahkan pembuktian
peralihan hak cipta apabila terjadi persengketaan dikemudian hari.
c. Ciptaan yang Dilindungi
Pada Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599),
ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra terdiri atas :
1) Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya.
2) Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya.
3) Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
4) Lagu dan/atau music dengan atau tanpa teks.
5) Drama, drama musical, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.
6) Karya seni rupa dala m segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase.
7) Karya seni terapan.
8) Karya arsitektur.
9) Peta.
11) Karya fotografi. 12) Potret.
13) Karya sinema tografi
14) Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya seni lain dari hasil transformasi.
15) Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional.
16) Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun medialainnya.
17) Komplikasi ekspresi budaya tradisional selama kompilakasi tersebut
merupakan karya yang asli.
18) Permainan video, dan
19) Program, komputer.
d. Hasil Karya yang Tidak Dilindungi Hak Cipta Meliputi
Pada Pasal 41 huruf a, b, c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599),
hasil ciptaan yang tidak dilindungi meliputi;
a) Hasil karya yang belum diwujdkan dalam bentuk nyata.
b) Setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan dan,
c) Alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya dijatuhkan untuk kebutuhan fungsional.
e. Masa Berlaku Hak Cipta dan Hak Terkait
Dalam mengatur jangka waktu berlakunya hak cipta, Pasal 58 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599), tidak mensyaratkan
1) Perlindungan hak cipta atas:
a) Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya b) Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan yang sejenisnya
c) Alat praga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan
d) Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
e) Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantonim
f) Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kali grafi, seni pahat, patung atau kolase
g) Karya arsitektur h) Peta dan
i) Karya seni batik atau seni motif lain
Berlaku selama pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh)
tahun setelah pencipta meninggal dunia, terhitung mulai 1 (satu) Januari tahun
berikutnya, dan perlindungan hak cipta atas ciptaan sebagaimana yang dimaksud
pada Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia tentang Hak Cipta
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599), yang dimiliki atau dipegang
oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali
g) Terjemah, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi aransemen, modifikasi dan karya seni lain dari hasil transformasi
h) Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional
i) Kompilasi ciptaan atau data baik dalam format yang dapat dibaca dengan program k omputer atau media lainnya
Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan
pengumuman. Perlindungan hak cipta atas ciptaan berupa karya seni terapan
berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali dilakukan
pengumuman.
f. Hak-hak yang Berkaitan Dengan Hak Cipta
1) Hak eksklusif
Hak eksklusif adalah pemegang atau pemilik hak cipta yang bebas
melaksanakan pemanfaatan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain
dilarang melakukan pemanfaatan hak cipta tersebut tanpa izin pemegang hak
cipta. Di Indonesia eksklusif atau si pemegang hak cipta termasuk
kegiatan-kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengarasemen, mengalihkan,
menyewakan, meminjamkan, mengimport, memamerkan, mempertunjukan
kepada orang lain hasil ciptaanya.
2) Hak Ekonomi
Hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta
untuk mendaptakan manfaat ekonomi atas ciptaan untuk melakukan;
a) Penerbitan ciptaan
b) Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya
c) Penerjemah ciptaan
d) Pengadaptasian, pengaransemen, pentransformasian, ciptaan
e) Pendistribusian ciptaan atau salinannya f) Pertunjukan ciptaan
g) Pengumuman ciptaan
h) Komunikasi ciptaan dan
i) Penyewaan ciptaan
Dalam khasanah ilmu pengetahuan seni dan sastra tidak semua ciptaan
sebagai ekspresi dediksi pribadi bertema ritual pemujaan atau bentuk–bentuk
persembahan berdasarkan tradisi dan budaya leluhur, ciptaan-ciptaan seperti ini
bukan merupakan komiditi komersial yang bebas di eksploitasi dari segi
kepentingan pencipta atau pemegang hak cipta, suatu ciptaan dapat di eksploitasi
atau digunakan untuk segala bentuk kemungkinan pemanfaatan sangat beragam
dan sangat tergantung pada jenis dan sifat ciptaan, namun secara umum dapat
dikatakan bahwa eksploitasi dapat berlangsung dalam bentuk memperbanyak dan
mengumumkan ciptaan.28
Secara normatif, yang dimaksud dengan memperbanyak antara lain
adalah menambah jumlah suatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian
yang sangat subtansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun
yang tidak sama, termasuk mengalih wujudkan secara permanen atau temporer.
3) Hak Moral
Hak moral adalah hak perorangan atau individu terhadap karya cipta
yang dihasilkannya untuk tidak diubah oleh siapapun, walaupun hak cipta karya
tersebut sesungguhnya telah diserahkan kepada pihak lain. Hal ini termasuk
perubahan judul dan anak judul karya cipta, pencantuman dan perubahan nama
atau nama samaran pencipta, namun hal ini tidak berlaku jika sebelumnya telah
terdapat persetujuan dari pencipta atau ahli warisnya.29
28 Saidin. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, h. 40. 29Yusrani Isnaini, Buku Pintar HAKI, GHALIA INDONESIA, Anggota IKAPI, Bogor 2010, h.
g. Sifat Hak Cipta
Sifat-sifat hak cipta terdiri 3 (tiga) bagian, sifat-sifat tersebut antara lain
adalah sebagai berikut:30
1) Dianggap sebagai benda yang bergerak dan inmaterial.
2) Harus dialihkan dengan akta tertulis, baik akta notaris maupun akta bawah
tangan.
3) Tidak dapat disita, karena menyangkut hak pribadi.
h. Pendaftaran Hak Cipta
Dalam memudahkan pembuktian kepemilikan suatu hak cipta pada Pasal
40 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) mengatur tentang
pendaftaran ciptaan.
Pada penjelasannya disebutkan bahwa pendaftaran ciptaannya itu tidak
mutlak diharuskan, karena tanpa didaftarkan pun hak cipta atas suatu ciptaan di
bidang ilmu pengetahuan seni dan sastra tetap dilindungi oleh undang-undang hak
cipta Indonesia, hanya saja mengenai ciptaan yang tidak didaftarkan akan
mengalami kesulitan dan lebih membutuhkan waktu salama pembuktian
kepemilikan hak ciptanya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) Indonesia menganut sistem
30
pendaftaran ciptaan negate deklaratif, artinya orang yang pertama kali
mengumumkan suatu ciptaan, maka dia dianggap sebagai penciptanya.
Mengumumkan yang pertama kali dianggap sama dengan pendaftaran ciptaan,
apabila terjadi sengketa atas ciptaan itu maka diserahkan kepada hakim unuk
mengambil keputusan.31
Pendaftaran ciptan dilakukan secara pasif artinya semua permohonan
pendaftaran ciptaan diterima dengan tidak terlalu mengadakan penelitian yang
mendalam atas hak pemohon kecuali jika sudah jelas ternyata ada pelanggaran
hak cipta,32
Pendaftaran ciptaan dan konsultan hak atas kekayaan intelektual, telah
diungkapkan bahwa perlindungan terhadap ciptaan dalam wujud hak cipta bukan
disebabkan oleh pendaftaran, akan tetapi pendaftaran tetap dimungkinkan, bahkan
dalam hal tertentu pendaftaran dimungkinkan untuk menguatkan pembuktian,
undang-undang tentang pendaftaran ini sebagaiman yang tercatat dalam daftar
umum ciptaan, terbuka untuk umum, prinsip pokok terdapat dalam ketentuan yang
menyatakan bahwa “pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan tidak
mengandung arti sebagai pengesahan atas isi arti maksud atau bentuk dari ciptaan
yang didaftarkan”, pendaftaran dapat dilakukan sendiri oleh pencipta atau melalui
kuasanya yang adalah konsultan hak atas kekayaan intelektual dan terdaftar pada
Direktorat Jenderal Hak atas kekayaan intelektual.33
31
Rooseno Harjo Widigjo, Mengenal Hak Cipta Indonesia, PT, Penerba sawadya, Jakarta, 1992, h. 40.
32
Ibid. h, 40
33 Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayyan Intelektual Pasca TRIPs, PT. Alumni, Bandung 2005,
i. Syarat Pendaftaran Ciptaan
Apabila seorang pemegang hak cipta ingin mendaftarkan ciptaannya
yang dimilikinya, maka pencipta harus mengajukan surat permohonan
pendaftaraan ciptaanya yang diajukan kepada menteri kehakiman melalui direktur
hak cipta, direktur jenderal hak cipta, paten, dan merek, Menteri kehakiman. Surat
permohonan pendaftaran itu ditulis rangkap dua (2) dalam bahasa Indonesia,
lembaran pertama dibubuhi materai tempel, satu (1) surat permohonan ini hanya
berlaku untuk satu (1) ciptaan saja. Kemudian syarat-syarat yang lain yang harus
dipenuhi sebagi berikut;34 1) Subjek permohonan
a) Pencipta
Apabila surat pemohon pendaftaran ciptan dimintakan oleh pemcipta
sendiri, maka di dalam surat permohonannya ditulis secara lengkap nama
pencipta, kewarganegaraan pencipta, alamat pencipta, dan tandatangan
pencipta, kemudian dilampirkan bukti dari (cukup dengan foto copy)
misalnya Kartu Tanda Penduduk, Paspor atau tanda bukti lain.
b) Pencipta-pencipta
Apabila surat pemohon pendaftaran ciptan dimintakan oleh lebih dari
seorang, maka nama-nama pemohon ditulis secara lengkap dengan
menetapkan satu alamat pemohon, kewarganegaraan para pemohon, dan
tandatangan para pemohon, kemudian dilampirkan bukti dari (cukup dengan
foto copy) misalnya Kartu Tanda Penduduk, Paspor dan lain-lain.
34 Rooseno Harjo Widigjo, Mengenal Hak Cipta Indonesia, PT, Penerba sawadya, Jakarta, 1992,
c) Badan hukum (instansi resmi)
Apabila surat pemohon pendaftaran ciptaan diajukan oleh suatu badan
hukum, maka di dalam surat permohonannya ditiliskan secara lengkapnama
badan hukum itu, alamat badan hukum itu, dan ditandatangini pengurus
badan hukum itu, kemudian dilampirkan turunan resmi akta pendiri badan
hukum itu.
d) Pemegang hak cipta
Apabila pemohon pendaftaran ciptaan dimintakan oleh pemegang hak cipta
(penerima hak cipta yang bukan pencipta), maka di dalam surat
pemohonannya dituliskan secara lengkap nama, kewarganegaraan, alamat
pencipta, dan juga dituliskan secara lengkap nama, kewarganegaraan,
alamat pemegang hak cipta, kemudian dilampiri bukti diri (cukup dengan
foto copy) misalnya kartu tanda penduduk, pasport dan lain-lainnya, dan
juga dilampiri bukti asli atau salinannya yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang atas akta pemindahan hak cipta yang dimintakan pendaftarannya
itu. Kemudian surat pemohon itu ditandatangani oleh pemegang hak cipta.
e) Kuasa
Apabila surat pemohon pendaftaran ciptaan dimintakan oleh seorang kuasa,
maka dalam surat pemohonannya dituliskan secara lengkap nama,
warganegaraan, alamat pemberi kuasa maupun penerima kuasa. Kemudian
surat permohonan itu dilampiri selain bukti diri, juga dilampiri surat
kuasannya. Penerimaan kuasa harus kewarga negaraan Republik Indonesia
kuasa itu bukan warga Negara Republik Indonesia atau bukan badan hukum
Indonesia dan tidak ada di wilayah Negara Republik Indonesia, maka
pemberian kuasa itu harus memilih salah satu tempat tinggal di wilayah
Republik Indonesia sebagai alamatnya di Indonesia.
2) Objek yang didaftarkan.
a) Jenis ciptaan
Di dalam surat permohonan pendaftaraan ciptaan tersebut dituliskan pula
jenis ciptaan yang dimintakan pendaftarannya misalnya;
a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya.
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya.
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
d. Lagu dan/atau music dengan atau tanpa teks.
e. Drama, drama musical, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.
f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase.
g. Karya seni terapan. h. Karya arsitektur. i. Peta.
j. Karya seni batik atau motif lainnya. k. Karya fotografi.
l. Potret.
m. Karya sinema tografi
n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya seni lain dari hasil transformasi.
o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional.
p. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun medialainnya.
q. Komplikasi ekspresi budaya tradisional selama kompilakasi tersebut merupakan karya yang asli.
r. Permainan video, dan
b) Judul ciptaan
Di dalam surat permohonan pendaftaran ciptaan tersebut dituliskan pula
judul ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya, misalnya buku mengenai
hak cipta Indonesia besrta peraturan pelaksanaannya.
c) Tempat dan tanggal diumumkan
Di dalam surat permohonan pendaftaran ciptaan tersebut disebutkan tempat
dan tanggal ciptaan itu untuk pertama kali diumumkan, dengan disertai
bukti-bukti pengumumannya bila ada.
d) Uraian ciptaan
Di dalam surat permohonan pendaftran ciptaan tersebut dicantumkan uraian
atas ciptaan yang di mohonkan, uraian tersebut dapat berupa ringkasan, dan
dibuat rangkap 3 yang dapat ditulis dalam lembaran kertas tersendiri.
e) Nomor Pokok Wajib Pajak
Permohonan pendaftran ciptaan atau pencetakan pemindahan hak atas
ciptaan terdaftar yang diajukan oleh pemohon yang berdomisili di wilayah
Indonesia wajib melampirkan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagai salah satu
syarat permohonannya, Direktorat Hak Cipta, Direktur Jenderal Hak Cipta,
Paten dan Merek, Menteri Kehakiman tidak akan menerima permohonan
pendaftaran ciptaan atau pencatatan pemindahan hak atas ciptaan terdaftar
jika pemohon tidak melampirkan Nomor Pokok Wajib Pajaknya.
3) Biaya
Suatu surat permohonan pendaftaran ciptaan harus memenuhi biaya