• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN TOKOH TIONGHOA DI ORGANISASI SOSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN TOKOH TIONGHOA DI ORGANISASI SOSIA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN TOKOH TIONGHOA DI ORGANISASI SOSIAL

PERKUMPULAN MASYARAKAT SURAKARTA (PMS)

DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTARETNIS DI KOTA

SURAKARTA

ARTIKEL JURNAL

Disajikan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengajukan Ujian Tesis Prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Oleh

LULUK WULANDARI

NIM. 0301513027

PROGRAM PASCASARJANA

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Artikel dengan judul “Peran Tokoh Tionghoa Di Organisasi Sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta (Pms) Dalam Membina Kerukunan Antaretnis Di Kota Surakarta” karya,

Nama : Luluk Wulandari

NIM : 0301513027

Program studi : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Telah disetujui pembimbing untuk diajukan dalam jurnal ilmiah sebagai

persyaratan ujian Tesis

Semarang,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(3)

PERAN TOKOH TIONGHOA DI ORGANISASI SOSIAL PERKUMPULAN MASYARAKAT SURAKARTA (PMS) DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTARETNIS DI KOTA SURAKARTA

Luluk Wulandari

Program Studi Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Negeri Semarang lulukwulandari88@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengkaji peran tokoh Tionghoa di organisasi sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS). Kota dengan julukan “sumbu pendek” ini bangkit dari pertikaian 1998, PMS sebagai stakeholder kota kian melebarkan sayap di berbagai bidangnya. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara mendalam, dokumentasi, dan FGD. Pengolahan data menggunakan triangulasi data. PMS dimaknai berbeda antar pengurusnya, jiwa/ panggilan sosial, membangun jaringan bisnis, dan pengalaman sebagai minoritas adalah tujuan mereka bergabung di organisasi ini. Kegiatan PMS dalam bidang pendidikan multikultural antara lain beasiswa tidak mampu, OSN pelajar, bidang olahraga, kesenian, workshop di bidang pendidikan untuk para guru, sedangkan kegiatan kemasyarakatan terwujud dalam penanggulangan bencana alam, dan Solo Bersama Selamanya. PMS membuktikan bahwa organisasi ini bergerak untuk kesejahteraan masyarakat. Pertikaian yang pernah terjadi adalah sebuah pelajaran bahwa perbedaan fisik bukan alasan utama konflik, selanjutnya PMS dan masyarakat berkontribusi membangun Surakarta menjadi kota yang damai dan aman untuk dikunjungi.

Kata Kunci: Peran,Tionghoa, Organisasi Sosial, Kerukunan Antaretnis.

(4)

PENDAHULUAN

Interaksi sosial antara etnis Jawa dan Tionghoa sangat menarik untuk dicermati, karena walaupun telah hidup berdampingan dalam waktu yang lama, warga keturunan Tionghoa (etnis Cina) belum diterima secara penuh sebagai orang kita. Di Indonesia, orientasi multi kulturalisme sebagai konsep ideal yang telah jelas digambarkan oleh semboyan Bhinneka Tunggal Ika, ternyata belum mampu mengakomodasikan warga etnis keturunan Tionghoa sebagai bagian integral. Multikulturalisme yang berasal dari kata ”multi” yang berarti Plural dan ”kulturalisme” yang berarti kultur atau budaya, dengan kata lain multikulturlisme berarti pengakuan adanya berjenis-jenis budaya (Tilaar, 2004).

Lika-liku hubungan etnis Jawa dan Tionghoa di kota Surakarta menarik untuk diteliti. Sudah banyak mahasiswa atau kalangan akademisi yang melakukan penelitian di kota budaya ini, beberapa diantaranya dibukukan sehingga dapat menjadi rujukan penelitian selanjutnya. Misalnya saja, buku karangan Wasino, Wong Jawa dan Wong Cina (2005) penulis adalah guru besar sejarah Universitas Negeri Semarang. Buku “Menjadi Jawa” oleh Rustopo (2006), buku ini menggambarkan pasang surut relasi Jawa dan Tionghoa di kota Surakarta. Dalam buku ini digambarkan bagaimana konstruksi Kejawen disumbangkan oleh beberapa tokoh Tionghoa. Buku ketiga adalah skripsi dari mahasiswa Universitas Negeri Surakarta yaitu Ayu Windy Kinasih yaitu “Identitas Etnis Tionghoa Di Kota Solo”, buku ini menggambarkan usaha etnis Tionghoa di Surakarta untuk menjadi diri sendiri dan tidak lagi berorientasi sebagai pendatang di Indonesia.

Berangkat dari sejarah kerusuhan yang pernah ada, di Surakarta dibentuk sebuah organisasi sosial yaitu ”Perkumpulan Masyarakat Surakarta” (PMS). Anggotanya masyarakat dari berbagai golongan membentuk suatu organisasi sosial yang membawahi berbagai macam kegiatan seni dan budaya termasuk olehraga. Organisasi kemasyarakatan ini mempunyai visi menyatukan, integrasi, dan peleburan antara masyarakat Tionghoa dan masyarakat pribumi dalam hal ini Jawa. Semua golongan masyarakat bisa melibatkan diri dalam kegiatan seni budaya dan olahraga tanpa membedakan suku, agama dan ras. Walaupun pada awalnya, PMS adalah organisasi Tionghoa yang merupakan gabungan dari enam organisasi Tionghoa. Waktu itu bernama Chuan Min Kung Hui, kegiatan organisasi ini melayani dan mengurusi kebutuhan warga Tionghoa di Kota Surakarta. Namun sejak 1 Oktober 1959, dengan tujuan integrasi, serta agar dapat lebih membaur antara warga etnis Tionghoa dengan masyarakat pribumi (Jawa), maka nama Chuan Min Kung Hui diubah menjadi ”Perkumpulan Masyarakat Surakarta” (PMS).

(5)

bidang pengembangan dana dan usaha, bidang penataan aset, bidang peranan wanita, yang semuanya diperuntukkan bagi masyarakat Surakarta tanpa membedakan suku, agama, ras dan budaya. Serta Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) berkomitmen untuk turut serta membangun kota Surakarta dan Indonesia mengingat jasa pendahulunya yang turut serta memperjuangkan kemerdekaan di masa penjajahan Belanda dan Jepang. Pada masa Orde Baru organisasi ini merupakan satu-satunya perkumpulan Tionghoa yang tidak dibekukan oleh pemerintah ketika itu. Berangkat dari latar belakang tersebut peneliti berminat mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai peran tokoh-tokoh Tionghoa dalam organisasi sosial Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) dalam usahanya mewujudkan dan membina kerukunan masyarakat Surakarta. Tokoh adalah seseorang yang terkemuka atau kenamaan di bidangnya, atau seseorang yang memegang peranan penting dalam suatu bidang atau aspek kehidupan tertentu dalam masyarakat. Seseorang tersebut berasal, dibesarkan, dan hidup dalam lingkungan masyarakat tertentu. Pemilihan tokoh tersebut merupakan hasil observasi awal, dimana dari sekian banyak warga keturunan di Surakarta tidak semua menjadi anggota PMS. Indikator sosial adalah cara peneliti dalam menentukan tokoh yang akan menjadi subyek penelitian. Beberapa tokoh tersebut adalah pengusaha dari berbagai macam bidang yang telah lama menjadi pengurus PMS.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Menurut Bungin (2001: 30), metode kualitatif adalah satu-satunya cara andal dan relevan untuk bisa memahami fenomena social (tindakan manusia). Pendekatan ini diarahkan pada latar individu tersebut secara holistik, dalam hal ini tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis tetapi perlu juga memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Jenis penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif fenomenologis yaitu kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Penelitian deskriptif fenomenologis ini menentukan dan melaporkan keadaan sekarang yang bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat fenomenologi maka data yang terkumpul selalu berbentuk kata-kata tulisan yang mencakup catatan, laporan dan foto-foto.

(6)

berkaitan dengan kegiatan-kegiatan PMS. Penggunaan focus group discussion (FGD) dimulai dari pertimbangan apakah teknik ini memang tepat digunakan dalam kasus penelitan ini. Sebagaimana teknik lainnya FGD hanya dipakai untuk tujuan menghimpun data sebanyak-banyaknya dari informan. Hanya saja kalau metode lain, peneliti memperoleh data dari informan yang bersifat pribadi, tanpa melalui “pengumpulan” sikap dan pendapat orang lain, sedangkan melalui FGD informasi yang ditangkap peneliti adalah informasi kelompok, sikap kelompok, pendapat kelompok dan keputusan kelompok.

Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan penggunaan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dengan cara: (1) Membandingkan data pengamatan dengan hasil wawancara. Hasil pengamatan yang didapat dari observasi, dapat langsung peneliti tanyakan dengan pengurus yang bersangkutan, misalnya ketika mengamati latihan wushu, kebetulan ketua bidang olahraga menemani peneliti melihat latihan dan wawancara tentang bidang itu dapat dilakukan. (2) Membandingkan apa yang dikatakan informan tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, beberapa informan membuktikan bahwa tujuan mereka bergabung di PMS tidak ada tendensi apapun kecuali murni untuk kegiatan sosial. Meskipun ada kekhawatiran akan ada siklus konflik yang melibatkan golongan Tionghoa, tetapi rasa khawatir itu hilang ketika selama ini masyarakat mendukung kegiatan PMS. (3) Membandingkan keadaan dan perspektif seorang informan dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. Dialog pendapat mengenai apa yang disampaikan informan kunci dan informan pendukung dilakukan juga dalam penelitian ini. Misalnya tujuan tersembunyi mengadakan kegiatan sosial. Antara informan satu dengan yang lain ditemukan perbedaan tujuan sehingga dugaan awal penelitian berkembang seiring ditemukannya beragam tujuan pengurus bergabung di PMS. (4) Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan. Kegiatan ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil liputan yang ada di tabloid terbitan PMS, berita di Solo Pos, dan Suara Merdeka yang kebetulan satu tema dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (Miles, 1998) yaitu melakukan aktivitas analisis data yang meliputi kegiatan reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan verifikasi (conclution drawing/verivication) yang dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Ketiga tahap analisis data diperlihatkan pada gambar 3.1 interaksi antara ketiga komponen tersebut merupakan patokan dalam kegiatan analisis data.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(7)

kesenian, kepemudaan, peranan wanita, dana dan usaha, pelayanan, humas dan umum. Olahraga PMS menonjol dalam wushu, bulutangkis dan catur. Setiap hari gedung olahraga PMS tidak pernah sepi, selalu ada yang berlatih.

PMS dimaknai berbeda antar pengurus, sebagian pengurus memang berlatar-belakang pengusaha yang sukses, senior, dan beberapa periode menduduki jabatan sebagai pengurus di PMS. Namun semakin berkembangnya zaman, regenerasi dilakukan dengan merekrut generasi muda. Penelitian ini menemukan ada tiga hal utama yang menarik pengurus untuk bergabung, antara lain panggilan jiwa (altruistik), membangun jaringan bisnis, dan sebagai tempat untuk berlindung karena pengalaman pertikaian yang pernah mereka alami sebagai minoritas.

Pengurus PMS Periode 2014-2019

No Nama Jabatan Pekerjaan

1. bidang pendidikan dalam penelitian ini yang dimaksud bukan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas-kelas formal pada jenjang pendidikan tertentu. Pendidikan di sini adalah pendidikan di masyarakat seperti memberikan informasi, pola penanaman nilai dan norma, dari generasi ke generasi berikutnya. PMS dengan bidang tugasnya turut bekerjasama dengan dinas terkait misalnya dinas Pendidikan dan Olahraga untuk menyelenggarakan seminar, olimpiade pelajar, workshop untuk guru dan siswa, serta mengirimkan atletnya mewakili Surakarta untuk kejuaraan tingkat propinsi dan nasional.

(8)

sesungguhnya. Hal ini terjadi diantaranya karena kepribadian, persepsi, dan konflik peran. Semua faktor tersebut mempengaruhi sehingga tidak ada dua individu yang memerankan satu peran tertentu dengan cara-cara yang sama. Karyawan PMS memiliki pandangan masing-masing mengenai pengurus PMS, pengalaman mereka (karyawan) berkomunikasi dengan beberapa pengurus membawa pada pemahaman ternyata stereotipe dapat dipatahkan ketika individu telah dewasa dan berkomunikasi dengan kelompok lain.

Tanggapan masyarakat menunjukkan bahwa PMS, sebagai stakeholder kota, diharapkan lebih baik lagi, dan terus berkomitmen untuk memajukan Surakarta. Mengingat PMS adalah satu-satunya organisasi Tionghoa yang tidak dibekukan pada masa orde baru berkuasa, hal ini membuktikan bahwa sebenarnya hubungan antara etnis ini berjalan dengan baik.

Teori interaksionisme simbolik dimunculkan oleh George Herbert Mead, Charles Horton Cooley, teori ini memiliki substansi yaitu kehidupan bermasyarakat terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar individu dan antar kelompok dengan menggunakan symbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar dan memberikan tanggapan terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya dan dari luar dirinya (Ritzer, 2003).

Konsep “I” sebagai keturunan Tionghoa dirasakan pengurus PMS, tetapi bukan di organisasi sosial PMS, dan pada kenyataannya beberapa pengurus PMS tidak murni berdarah Tionghoa. Leluhur mereka telah melakukan perkawinan silang antar etnis. Di Surakarta untuk melihat eksklusifitas etnis ada di perkumpulan keluarga, marga, atau lebih tepatnya persekutuan asal daerah di Tiongkok. Perkumpulan ini antara lain Perhakkas (Persaudaraan Hakka Surakarta), Hoo Hap, himpunan Fujing. Masyarakat “Ampyang” begitulah sebutan yang disematkan kepada golongan Tionghoa yang leluhurnya telah berasimilasi lewat “kawin campur” dengan penduduk setempat. Sedangkan “me” merujuk pada siapa diri kita yang sudah berinteraksi di masyarakat, dimana konsep “me” terkadang harus bertentangan dengan “I”. PMS adalah sebuah organisasi sosial yang mengedepankan “me” bukan “I”.

SIMPULAN DAN SARAN

(9)

DJP Jateng II Solo, kerjasama dalam bidang kesenian Jawa dan Karawitan bersama ISI Surakarta dan Tainan National University, turut memeriahkan festival Gethek 2015, mengajak generasi pengusaha muda untuk peduli lingkungan sosial dengan Solo Youth Club (SYC), kerjasama workshop dengan UNS, UNISRI dan beberapa perguruan tinggi lainnya di Surakarta. (3) Selain berperan dalam intern PMS, beberapa tokoh atau pengurus PMS aktif menyumbangkan tenaga, ide dan gagasan di lingkup kota Surakarta, maupun propinsi Jawa-Tengah. Bidang tersebut diantaranya olahraga, kesenian, dan kesehatan. Salah satu pengurusnya menjadi pelatih Taekwondo tingkat Propinsi. Tanggapan masyarakat pun jauh dari anggapan miring mengenai kiprah PMS di kegiatan sosial. Sejarah konflik yang pernah terjadi tidak menyurutkan kerjasama dengan organisasi masyarakat lainnya maupun dengan pemerintah setempat. Sebagai stakeholder PMS dapat menempatkan dirinya mendukung untuk kemajuan kota Surakarta.

Poin-poin penting dalam akhir penelitian ini adalah kegiatan sosial, baik bidang kesehatan, olahraga, pendidikan, mampu meredam konflik yang ada. Ketika tergabung dalam organisasi sosial individu mau tidak mau meletakkan latar belakang sosial, tujuan bersama, kepentingan umum, dan kemajuan kota tercinta mampu menyatukan berbagai macam agama, etnis, golongan di kota Surakarta. Di usia yang ke 82 tahun ini membuktikan bahwa PMS benar-benar solid dan memiliki jiwa membaur yang luar biasa. Kerusuhan politik, masalah ekonomi, bencana alam menjadikan semua elemen warga bahu membahu saling merapatkan barisan, termasuk PMS sebagai stakeholder kota.

Kesibukan individu dapat menjadi alasan untuk tidak peduli sekitar. Hal ini berbeda dengan pengurus PMS, dan beberapa tokoh masyarakat Surakarta (di luar PMS) yang dapat meluangkan waktu untuk mendukung program-program pemerintah kota Surakarta. Saling bercanda dalam suasana bebas unsur SARA, semua yang terlibat diterima dengan tangan terbuka jika memang memiliki satu tujuan untuk menjadikan Surakarta menjadi lebih baik.

Perkumpulan seperti PMS diharapkan juga hadir di kota-kota lain di pulau Jawa, bahkan di Indonesia. Tidak ada sentimen bernuansa SARA, yang biasanya hanya terwujud dalam lembaga pendidikan dan kesehatan saja, dapat dihadirkan di tengah-tengah masyarakat.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 2002. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta : Bumi Aksara

Barth, Frederick. 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta : UI Press

Berry, David. 1983. Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi. (disunting dan diantar oleh Paulus Wirutama). Jakarta: CV. Rajawali

Berry, John W. (et al). 1999. Psikologi Lintas Budaya: Riset dan Aplikasi. (alih bahasa Edy Suhardono). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Brata, Nugroho Trisnu. 2006. Prahara Reformasi Mei 1998 (Jejak-jejak Kesaksian). Semarang: UNNES Press

Cohen, Bruce J. 1992. Theory and Problems of Introduction to Sociology. (alih bahasa Sahat Simamura). Jakarta: Rineka Cipta

Kinasih, Ayu Windy. 2007. Identitas Etnis Tionghoa di Kota Solo. Yogyakarta: Fisipol UGM

Kleden, Ignas. 1999. “Stratifikasi Etnis dan Diskriminasi”, Dalam Moch. Sa’dun M.,ed., Pri-Non Pri. Mencari Format Baru Pembauran. Jakarta: CIDES

Lubis, M Rajab. 1995. Pribumi di Mata Orang Cina. Medan: Pustaka Widyasarana

Mely, Giok Tan. 1981. Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia: Suatu Masalah Pembinaan Kesatuan Bangsa. Jakarta: PT Gramedia

Miles, Matheuw B dan A. Michael Hubermen. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjejep Rohendi. Jakarta : UI Press

Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya

Narwoko, Dwi J dan Suyanto Bagong. 2004. Sosiologis Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta : kencana

Nasikun. 2001. System Social di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo persada

Nazir, Mohammad. 1983. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

(11)

Salim, Agus. 2006. Stratifikasi Etnik, Kajian Mikro Sosiologi Interaksi Etnis Jawa dan Cina. Yogyakarta: Tiara Wacana

Scherer, Savitri. 1985. Keselarasan dan Kejanggalan ”Pemikiran-pemikiran Priyayi Nasionalis Jawa Awal Abad XX. Jakarta: Sinar Harapan

Sugiyono. 2008. Metode Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Soekanto. Soerjono. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Suryadinata, Leo. 1985. Politik Tionghoa Peranakan Jawa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Suseno, Franz Magnis. 2001. Etika Jawa : Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Taneko, Soleman B. 1986. Konsepsi Sistem sosial dan Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Fajar Agung

Vasanti, Puspa. 1996. Kebudayaan Orang Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Djambatan

Wasino. 2006. Wong Jawa dan Wong Cina : Lika-liku Hubungan Sosial antara Etnis Tionghoa dengan Jawa di Solo Tahun 1911-1998. Semarang : UNNES Press

Wibowo, I. 2001. Harga-harga yang Harus Dibayar: Sketsa Pergulatan Etnis Cina di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama kerjasama dengan Pusat Studi Cina

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional pada PT Bank Syariah Muamalat Indonesia Tbk dengan PT Bank

[r]

[r]

Dilihat dari hasil persentase tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa di Rusunawa Universitas Tanjungpura Pontianak Rusun Ruai memiliki sikap berwirausaha yang lebih

Identifikasi jenis kayu dari pepagan dalam Bersama pendamping lapangan. Pengukuran Tinggi

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden di Poli Kandungan RSIA Puri Galeri Bersalin mendapatkan layanan respon time penyediaan dokumen rekam medik melebihi

Begitupun dengan mahasiswa pendidikan ekonomi, hal mendasar yang harus dimiliki sebagai bekal guru profesional adalah keempat kompetensi guru yang telah disebutkan,

Nilai koefisien regresi yang positif tersebut berarti terdapat pengaruh positif dari variabel risiko tidak sistematis terhadap expected return, atau semakin tinggi