• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Tentang Takharuj (Keluar) Dalam Menerima Bagian Warisan Dan Akibat Hukumnya Menurut Fikih Islam (Studi Kasus Di Kecamatan Lamprit Kota Banda Aceh)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Tentang Takharuj (Keluar) Dalam Menerima Bagian Warisan Dan Akibat Hukumnya Menurut Fikih Islam (Studi Kasus Di Kecamatan Lamprit Kota Banda Aceh)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG AHLI WARIS MENGUNDURKAN DIRI DARI AHLI WARIS

A. Waris dan Dasar Hukum Waris 1. Pengertian Waris

Waris adalah setiap yang berhak menerima harta warisan, disebut dengan

istilahAsh-haabul Furudh, atau ‘ashabah.Baik mengambil bagian ataupun tidak tetap

disebut waris 46 .Dalam kaitannya dengan mengundurkan diri dalam warisan, pemberian harta tersebut dapat berupa uang, rumah dan tanah.Ataupun yang lainnya

yang dianggap bermanfaat oleh orang yang bersangkutan.

Mengenai defenisi waris ini dalam Kompilasi Hukum Islam, juga dijelaskan

bahwa waris adalah ilmu yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta

peninggalan (Tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli

waris dan berapa bagiannya masing-masing.

Menurut fiqih waris adalah harta, benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang

yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya.Pembagian itu lazim

disebut faraidh, artinya menurut syara’ ialah pembagian pusaka bagi yang berhak

menerimanya47. Dasar hukum waris adalah surat An-Nisaa’ ayat 11 yakni : “Allah mensyaratkan bagimu tentang (pembagian pusaka) untuk anak-anakmu, yaitu

bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian dua orang anak

46Abu Umar Basyir,Warisan, (Solo, Rumah Dzikir, 2006)hal 28

47Rifa’I,Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang : PT. Karya Toha Putra,1978) hal 513

(2)

perempuan”. (S.An-Nisa, ayat 11).Dengan demikian, istilahfaraidh, fardu,dan waris

lebih dikenal di masyarakat, terutama diindonesia.

Waris adalah ilmu yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah

meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, dan berlaku sesuai dengan kaedah

hukum Islam misalnya cara pembagiannya48.

Al-mirats, dalam bahasa arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata

waritsa-yaritsu irtsan-miiraatsan. Makanya menurut bahasa adalah “ berpindahnya

sesuatu dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu kaum kepada kaum lain.

Pengertian menurut bahasa ini tidaklah terbatas hanya kepada hal-hal yang berkaitan

dengan harta, tetapi mencakupi harta benda dan non harta benda. Sedangkan makna

al-miirats menurut istilah yang dikenal para ulama ialah perpindahan hak

kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masuh hidup, baik

yang yang ditinggalkan itu berupa harta (uang) tanah,atau apa saja yang berupa hak

milik legal syar’i49.

Dasar hukum waris Islam diantaranya adalah :

1. Sebahagian besar dari Al-Qur’an.

2. Sebahagian dari As-Sunnah dan putusan-putusan Rasul.

3. Sebahagian kecil dari Ijma’.

4. Beberapa masalah diambil dari Ijtihad sahabat.

48http://eightiswordpress.com.ilmu –waris-pandangan –tentang-waris.2013, diakses tanggal 7

(3)

Ahli waris merupakan orang-orang yang karena sebab-sebab, keturunan,

perkawinan/perbudakanberhak mendapatkn bagian dari harta pusaka orang yang

meninggal dunia.Dari sisi hubungan kekeluargaan terdapat dua macam perbedaan

status hak waris yaitu50.

a. Ahli waris : keluaraga yang saling mewarisi.

b. Ulul arhaam : mempunyai hubungan keluarga, tapi tidak saling mewarisi

langsung, atau dengan kata lain, dia mewarisi jika tidak ada golongan ahli

waris.

Adapun pengertian waris diantaranya adalah orang yang menerima atau

memiliki hak warisan dari tirkah (harta peninggalan), orang yang meninggal dunia

(pewaris).Untuk berhaknya dia menerima harta warisan itu diisyaratkan dia telah dan

hidup saat terjadinya kematian pewaris. Dalam hal ini termasuk pengertian ahli waris

janin yang telah hidup dalam kandungan. Meskipun kepastian haknya baru ada

setelah ia lahir dalam keadaan hidup. Hal ini juga berlaku terhadap seseorang yang

belum pasti kematiannya. Tidak semua alhi waris mempunyai kedudukan yang sama.

Melainkan mempunyai tingkatan yang berbeda-beda secara tertib sesuai dengan

hubungannya dengan orang yang meninggal dunia51.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa waris merupakan

ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan harta pusaka bagi

ahli waris dan mengatur tentang apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan

50http://ukhwahislah.blogspot.com.kumpulan-makalah-artikel-ah-waris.2013, diakses tanggal

(4)

seseorang yang meninggal dunia. Demikian pula dalam Al-Qur’an dan Hadits

terdapat ketentuan-ketentuan pembagian warisan secara rinci dan jelas.Apabila ada

perintah dalam Al-Qur’an atau Hadits dengan nas yang sarih, maka hukum

melaksanakannya adalah wajib, selama tidak ada dalil nas yang menunjukkan

ketidakwajibannya sebagaimana qaidahushul fiqih52.

2. Syarat-syarat dan Rukun Waris

Menurut istilah didalam Islam syarat-syarat adalah bentuk jamak dari syarth

‘syarat’ diartikan juga sebagai ‘pasukan yang menjaga dengan tanda’ karena mereka

mempunyai tanda yang mereka ketahui. Namun ada beberapa syarat yang dipenuhi

dalam waris islam. Oleh karena itu persoalan waris memerlukan syarat-syarat sebagai

berikut53.

a. Orang yang mewariskan (muwaris) bener telah meninggal dunia dan dapt

dibuktikan secara hukum bahwa ia telah meninggal. Ini berarti bahwa apabila

tidak ada kematian, maka tidak ada pewarisan. Pemberian atau pembagian

harta kepada keluarga pada masa hidupnya, tidak termasuk ke dalam kategori

waris mewarisi, tetapi pemberian atau pembagian ini disebutHibah.

b. Orang yang mewarisi (ahli waris atau waris) hidup pada saat orang yang

mewariskan meninggal dunia dan bisa dibuktikan secara hukum. Termasuk

dalam pengertian hidup disini adalah anak (embrio) yang hidup dalam

kandungan ibunya pada saat orang yang mewariskan meninggal dunia, dan

52

Amin Husein Nasution,Hukum Kewarisan, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2012)hal 50

(5)

orang yang menghilang dan tidak diketahui tentang kematiannya, dalam hal

ini perlu adanya keputusan hakim yang mengatakan bahwa ia masih hidup.

c. Ada hubungan pewarisan antara orang yang mewariskan dengan orang yang

mewarisi, yaitu hubungan nasab (keturunan, kekerabatan)baik pertalian garis

lurus keatas (Ushul al-Mayyit), seperti ayah, kakek dan lainnya atau pertalian

lurus kebawah (furu’al Mayyit) seperti anak, cucu. Hubungan pernikahan

yaitu seseorang dapat mewarisi disebabkan menjadi suami atau istri dari orang

yang mewariskan, hubungan perbudakan (wala), yaitu seseorang berhak

mendapatkan warisan dari bekas budak yang dimerdekakannya

(dibebaskannya), dan terakhir karena hubungan agama Islam, yaitu apabila

seorang meninggal dunia tidak meninggalkan orang yang mewarisi, maka

hartanya akan diserahkan kepada Baitul Mal (perbendarahaan negara Islam)

untuk dimanfaatkan bagi kemaslahatan umat Islam54.

Ada juga pendapat yang mengatakan syarat-syarat waris adalah sebagai

berikut55:

1. Matinya orang yang mewariskan, kematian orang yang mewariskan, menurut

ulama dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian: Mati hakiki (sejati), Mati hukmy(

menurut putusan hakim), Matitaqdiry(menurut perkiraan).

2. Ahli waris yang hidup, baik secara hakiki maupun hukmysetelah kematian si

mayit, sekalipun hanya sebentar , memiliki hak atas harta waris.

(6)

3. Mengetahui sebab-sebab yang mengikat ahli waris setelah kematian si mayit ,

dilakukan dengan pengujian, pendeteksian dan kesaksian dua orang yang adil.

Rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian harta

waris tidak akan ditemukan bila tidak ada rukun-rukunya, rukun-rukun untuk

mewarisi ada tiga yaitu56:

a. Al-Muwarits, yaitu orang yang meninggal dunia atau mati baik mati hakiki

maupun mati hukmy, suatu kematian yang dinyatakan oleh keputusan hakim

atas dasar beberapa sebab, kendati sebenarnya ia belum mati, yang

meninggalkan harta atau hak.

b. Al-Warits, yaitu orang hidup atau anak dalam kandungan yang mempunyai

hak mewarisi, meskipun dalam kasus tertentu akan terhalang.

c. Al-Mauruts, yaitu harta benda yang menjadi warisan, sebagian ulama faraidh

menyebutnya dengan mirats, Termasuk dalam kategori warisan adalah

harta-harta atau hak-hak yang mungkin dapat diwariskan, seperti hak qishash

(perdata), hak menahan barang yang belum dilunasi pembayarannya, dan hak

menahan barang gadaian.

Pendapatlain mengelompokkan rukun waris sebagai berikut57:

1. Yang mewariskan, yaitu orang yang meninggal dunia atau dianggap telah

meninggal dunia, seperti orang hilang.

56 Addys aldizar, Fathurrahman,Hukum Waris (Jakarta : Cv. Kuwais Media Krasindo, 2001)hal 28-29

(7)

2. Ahli waris, yakni yang berhak untuk menguasai atau menerima harta

peninggalan yang meninggal dunia dikarekan adanya ikatan kekerabatan

(nasab), ikatan pernikatan, atau yang lainnya. Ahli waris harus masih

hidup atau yang dianggap setara dengan yang hidup, seperti janin dalam

kandungan, mereka berhak terhadap harta warisan, meskipun bisa saja

tidak diperbolehkan mengambilnya, karena adanya penghalang.

3. Harta warisan yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan

yang meninggal dunia, baik berupa uang, tanah dan sebagainya yang

semuanya itu harus terbebas dari milik orang lain.

3. Prinsip-prinsip dan Asas Waris

Kewarisan menurut hukum Islam ialah proses pemindahan harta peninggalan

seseorang yang telah meninggal, baik yang berupa benda yang wujud maupun yang

berupa hak kebendaan, kepada keluarganya yang dinyatakan berhak menurut hukum

islam. Maka dalam waris Islam ada prinsip yang mengaturnya adapun prinsip tersebut

dapat disimpulkan yaitu:58:

a. Waris menempuh jalan tengah antara memberi kebebasan kepada seseorang

untuk memindahkan harta peninggalannya dengan jalan wasiat kepada orang

lain yang dikehendaki seperti yang berlaku dalam masyarakat

individualis/kapitalis, dan melarang sama sekali pembagian harta peninggalan

seperti yang menjadi prinsip komunisme yang tidak mengakui adanya

(8)

lembaga hak milik perorangan, yang dengan sendirinya tidak mengenal sistem

kewarisan.

b. Waris merupakan ketetapan hukum yang mewariskan tdak dapat menghalangi

ahli waris dari haknya atas harta peninggalan dan ahli waris berhak atas harta

peninggalan tanpa memerlukan pernyataan menerima dengan sukarela atau

atas putusan pengadilan tetapi ahli waris tidak dibebani melunasi hutang

pewaris dari harta pribadinya.

c. Waris terbatas dalam lingkungan keluarga, dengan adanya hubungan

perkawinan atau pertalian darah.keluarga yang lebuh dekat hubungannya

dengan pewaris lebih diutamakan daripada keluaraga yang lebih jauh.

d. Waris Islam lebih condong untuk membagi harta warisan kepada sebanyak

mungkin ahli waris yang sederajat, dengan menentukan bagian tertentu

kepada bebrapa ahli waris, misalnya jika ahli waris terdiri dari ibu, istri,

seorang anak perempuan dan saudara perempuan kandung, semuanya

mendapat bagian.

e. Waris tidak membedakan hak anak atas harta peninggalan, anak yang sulung,

menengah atau bungsu, telah besar atau atau baru saja lahir, telah berkeluarga

atau belum, semua berhak atas harta peninggalan orang tua.

f. Waris Islam membedakan besar kecil bagian tertentu ahli waris diselaraskan

dengan kebutuhannya dalam kehidupan sehari-hari, disamping memandang

(9)

Asas berasal dari bahas arab, yang artinya dasar, alas, fundamen, dan yang

dimaksud dengan asas hukum waris adalah suatu kebenaran yang menjadi pokok

dasar atau tumpuan hukum waris Islam. Asas- asas hukum waris Islam ada 5 (lima)

yaitu, asas Ijbari, asas bilateral, asas individual, asas keadilan berimbang semata

akibat kematian59: 1. Asas Ijbari

Asas ijbari merupakan peralihan harta seseorang yang telah meninggal kepada

yang masih hidup berlaku dengan sendirinya, yang dalam pengertian hukum Islam

berlaku secara ijbari, kata ijbari secara etimologi mengandung arti paksaan

(compulsory), yaitu melakukan sesuatu diluar kehendak sendiri. Adanya asas ijbari

dalam waris Islam dapat dilihat dari beberapa segi yaitu60: a. Segi peralihan harta

Contoh : bagi seorang anak laki-laki ataupun perempuan ada nasib = (bagian,

saham atau jatah dalam bentuk sesuatu yang diterima dari pihak lain), dari

harta peninggalan orang tua dan karib kerabat.

b. Segi jumlah harta beralih

Contoh : sudah ditentukan jumlahnya dan harus dilakukan sedemikian rupa

secara mengikat dan memaksa.

c. Segi kepada siapa harta beralih.

59Pahing Sembiring,Hukum Islam II Bidang Hukum Waris Islam (Faraidh), (Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2002), hal 4-7

(10)

Contoh : orang-orang yang berhak atas harta peninggalan itu sudah ditentukan

secara pasti, hingga tidak ada sesuatu kekuasaan manusia dapat mengubahnya.

2. Asas Bilateral

Asas bilateral dalam waris Islam berarti seseorang menerima hak kewarisan

dari kedua belah pihak garis kerabat yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-laki dan

pihak dan pihak kerabat keturunan perempuan61.Asas bilateral dalam kewarisan

mengandung arti bahwa harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah, hal ini

berarti bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis

kerabat, garis keturunan, laki-laki dan pihak kerabat garis keturunan perempuan. Asas

bilateral ini dapat secara nyata dilihat dalam firman Allah dalam surah An-nisa’ (4) :

7,11,12, dan 176. Dalam ayat 7 dijelaskan bahwa seorang laki-laki berhak mendapat

warisan dari pihak ayahnya dan juga dari pihak ibunya.Ayat ini merupakan dasar bagi

kewarisan bilateral itu.Secara terinci asas bilateral itu dapat dipahami dalam ayat-ayat

selanjutnya62.

1. Anak perempuan berhak menerima warisan dari kedua orang tuanya

sebagaimana yang didapat oleh anak laki-laki dengan bandingan seseorang

anak lak-laki menerima sebanyak yang didapat dua orang anak perempuan.

2. Ibu berhak mendapat warisan dari anaknya, baik laki-laki maupun perempuan.

Begitu pula ayah sebagai ahli waris laki-laki berhak menerima warisan dari

61Fatchur Rahman,Ilmu Waris, (Bandung : Sinar Baru, 2006) hal 112

(11)

anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan sebesar seperenam bagian,

bila pewaris ada meninggalkan anak .

3. Asas individu

Waris Islam mengajarkan asas kewarisan secara individual, dengan arti bahwa

harta warisan dapat dibagi-bagi untuk dilikiki secara perorangan, jadi maksud dari

asas individu adalah keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang

mungkin dibagi-bagi, kemudian jumlah tersebut dibagikan kepada setiap ahli waris

berhak atas bagian yang didapatnya tanpa terikat kepada ahli waris yang lain. Hal ini

didasaekan kepada ketentuan bahwa setiap insan sebagai pribadi mempunyai

kemampuan untuk menerima hak dan menjalankan kewajibaan(ahliyatu al wujub)63.

4. Asas Keadilan Berimbang

Dalam Al-qur’an terdapat kata ‘adlu’ dalam hal hubungan waris dapat

diartikan keseimbangan antara hak dan kewajibandan keseimbangan antara yang

diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Ditinjau dari segi jumlah bagian pada

waktu menerima hak, memang terdapat ketidaksamaan, tetapi hal tersebut bukanlah

tidak adil , kkarena keadilan tidak hanya diukur dengan pendapatan waktu menerima

hak tetapi juga dikaitkan dengan kegunaan dan kebutuhan64. 5. Asas Kewarisan Semata Akibat Kematian

Waris Islam menetapkan bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain

dengan nama kewarisan berlaku sesudah meninggalnya yang mempunyai harta, asas

(12)

ini berarti bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain secara

kewarisan selama yang mempunyai masih hidup65.

4. Jenis-jenis Ahli Waris

Antara ahli waris yang satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan

tingkat dan urutannya.Artinya, warisan itu diberikan terlebih dahulu kepada tingkat

pertama, dan bila tidak ada, baru kepada yang selanjutnya.Yang termasuk golongan

pertama itu adalah66.

a. Ash-Haabul furuudh.Golongan ini lah yang pertama diberi bagian harta

warisan, mereka adalah orang-orang yang telah ditentukan bagiannya dalam

Al-Qu’an, As-Sunnah, dan Ijma’.

b. Ashabaat nasabiyah.Setelah Ash-Haabul furuudh, barulah giliran

Ashabaatnasabiyah menerima bagian.‘Ashabaat nasabiyah yaitu setiap

kerabat (nasab) mayit yang menerima sisa harta warisan yang telah dibagikan,

bahkan, jika tidak ada ahli waris lainnya, ia berhak mengambil seluruh harta

peninggalan.Contohnya anak laki-laki yang meninggal dunia, cucu dari anak

laki-laki, dan saudara kandung.

c. Penambahan Jatah Bagi as-haabull furuudh sesuai bagian (kecuali suami

istri), Apabila harta warisan yang telah dibagikan kepada semua ahli warisnya

masih juga tersisa, hendaknya diberikan kepada ashahabul furuudh,

masing-masing sesuai dengan bagian yang telah ditentukan.Adapun suami atau istri

(13)

tidak berhak menerima tambahan bagian dari sisa harta yang ada.Sebab hak

waris bagi suami atau istri disebabkan adanyanasablebih utama mendapatkan

tambahan dibandingkan lainnya67.

d. Uulul arhaam (kerabat),Yang dimaksud dengan kerabat disini adalah kerabat

mayit yang masih memiliki kaitan rahim, tidak termasuk ash-haabul furuudh

jugaashabah.Contohnya paman (saudara ibu), bibi (saudara ibi), bibi (saudara

ayah), cucu laki-laki dari anak perempuan, dan cucu perempuan dari anak

perempuan.Bila yang meninggal tidak mempunyai kerabat sebagaiash-haabul

furuudhmaupun ‘ashabah, maka para kerabat yang masih punya ikatan rahim

dengannya berhak mendapatkan warisan68.

e. Tambahan hak waris bagi suami atau istri, bila pewaris tidak mempunyai ahli

waris yang termasuk ash-haabul furuudh, ‘asahabah, maupun kerabat yang

memiliki ikatan rahim,maka harta warisan tersebut seluruhnya menjadi milik

suami atau istri, contohnya seorang suami meninggal tanpa memiliki kerabat

yang berhak untuk mewarisi, maka istri mendapatkan bagian seperempat dari

harta warisan, sedangkan sisanya merupakan tambahan hak warisnya, dengan

demikian istri, dalam kondisi demikian, memiliki sekuruh harta peninggalan

suaminya. Begitu juga sebaliknya suami terhadap harta peninggalan istri yang

meninggal69.

67Ibid,hal, 41 68Ibid, hal 42

(14)

f. ‘Ashabah karena sebab.Ada beberapa bentuk yang disebut dengan ‘ashabah

karena sebab yaitu:

Pertama, orang-orang yang memerdekakan budak (baik budak laki-laki

maupun budak perempuan).Contohnya bekas budak meninggal dan

mempunyai harta warisan, maka orang yang pernah memerdekakannya

termasuk salah satu ahli warisnya, posisinya sebagai ashabah.Tetapi pada

masa kini sudah tidak ada lagi.

Kedua, orang yang diberi wasiat lebih dari sepertiga harta warisan, yang

dimaksud disini adalah orang lain, artinya bukan salah seorang ahli waris,

contohnya, seseorang meninggal maka ia memberiakan hartanya kepada orang

lain yang bukan termasuk ahli warisnya70.

Menurut pendapat Hanafi dan Hambali boleh memberikan seluruh harta

warisan bila memang wasiatnya demikian.Adapun jenis-jenis ahli waris yang

mendapat warisan menurut fikih Islam adalah orang yang mempunyai hubungan

pewarisan dengan orang yang mewariskan yaitu kekerabatan yang didasarkan pada

hubungan nasab/keturunan, perkawinan, perbudakan dan seagama Islam.Secara

umum ahli waris dapat dikelompokkan yaitu ahli waris sababiyah dan ahli waris

nasabiyah71.

(15)

1. Ahli waris sababiyah adalah orang yang berhak mendapatbagian harta

warisan, karena adanya sebab, yaitu adanya akad perkawinan, sehingga antara

suami dan istri mempunyai hubungan salin mewarisi.

2. Ahli waris nasabiyah ialah orang yang berhak memperoleh harta warisan

karena ada hubungan nasab, (hubungan darah/keturunan). Ahli waris

nasabiyahini dapat dibedakan tiga jenis, yaitu furu’ al-mayyit, usul al-mayyit

danal-hawasyi.

a. Furu’ al-mayyit, yaitu hubungan nasab menurut garis lurus keturunan

kebawah, yang termasuk kedalamnya adalah anak laki-laki, anak

perempuan, anak dari laki-laki (cucu laki-laki atau cucu perempuan) dan

seterusnya kebawah keturunan laki-laki.

b. Usul al-mayyit, yaitu ahli waris yang merupakan asal keturunan dari orang

yang mewariskan atau hubungan nasab garis keturunan ke atas. Mereka ini

ialah ayah, ibu, ayah dari ayah atau ibu dari ibu (nenek dari pihak ayah atau

nenek dari pihak ibu).

5. Kedudukan Waris dalam Fiqih Islam

Masalah harta pusaka sering menjadi sumber sengketa dalam keluarga,

terutama untuk menentukan siapa-siapa yang berhak dan yang tidak berhak mendapat

(16)

satu pihak dianggap sudah adil sedang menurut pihak lain masih menganggap tidak

adil. Keadilan menurut pemikiran manusia sangat subjektif72.

Keadilan syari’at Islam mengangkat kedudukan wanita, baik dalam kehidupan

keluarga maupun di dalam masyarakat, demikian juga anak-anak dan orang tua yang

tidak mampu lagi berperang. Syaria’t Islam memandang bahwa waris Islam adalah

suatu ilmu yang vital, dan hukum yang mempelajarinya adalah fardhu kifayah,

sebagaimana dalam hadits riwayat ibnu Majah : “ pelajarilah ilmu Faraidh dan

ajarkanlaj kepada orang lai, sesungguhnya ilmu ini adalah setengah dari semua

ilmu, dan ilmu inilah yang pertama sekali kelak tercabut dari umatku (tidak

diamalkan lagi).”(HR. Ibnu Majah dan Daru Quthni)73.

Kemajuan dan perkembangan zaman merupakan tantangan dalam

mengamalkan hukum waris Islam. Berbeda dengan tata aturan pembagian harta

pusaka dalam masyarakat arab sebelum Islam, mereka mendasarkan pembagian harta

pusaka dengan pemikiran tradisional yang tidak rasional. Mereka membatasi

penyebab seseorang mendapatkan harta pusaka.

Ketentuan hukum waris tidak dapat dipesahkan dengan hukum perkawinan.

Paling tidak dapat dikemukakan dua alas an yaitu pertama, penentuan ahli waris

dimulai dari adanya perkawinan. Oleh karena itu janda atau duda adalah ahli waris,

demikian juga hasil perkawinan berupa anak keturunan mereka adalah ahli

waris.Kedua, penentuan harta waris didasarkan pada separuh harta berama yang

(17)

diperoleh selama perkawinan, ditambah dengan harta bawaan. Dalam hubungan

dengan hal ini bahwa hukum waris itu merupakan campuran antara bidang yang

dinamakan hukum kekayaan dan hukum kekeluargaan74.

Waris Islam atau dikenal dengan Ilmu Faraid, atau fiqih mawaris merupakan

ilmu yang sangat penting.Oleh karena itu Allah sendiri dan secara langsung mengatur

bagian-bagian faraidh.Hukum waris langsung menyangkut harta benda yang apabila

tidak diberikan ketentuan pasti, amat mudah menimbulkan sengketa diantara ahli

waris.Setiap terjadi peristiwa kematian seseorang segera timbul pertanyaan

bagaimana harta peninggalannya harus diperlukan dan kepada siapa saja harta itu

dipindahkan, serta bagaimana caranya.Inilah yang diatur dalam hukum waris.

Sedemikian pentingnya kedudukan waris dalam hukum Islam sehingga hadits Nabi

riwayat Ahmad bin Hambal memerintahkan :“Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah

kepada orang banyak, pelajari pula faraid dan ajarkanlah kepada orang banyak

karena aku adalahmanusia yang pada suatu ketika mati dan ilmu pun akan hilang :

hamper-hampir dua orang bersengketa dalam faraid dan masalahnya dan mereka

tidak menjumpai orang-orang yang memberi tahu bagaimana penyelesaiannya”.

B. Takharuj dalam Hukum Waris Islam 1. PengertianTakharuj

Takharuj adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh para ahli waris untuk

mengundurkan (mengeluarkan) salah seorang ahli waris dalam menerima bagian

pusaka dengan memberikan suatu prestasi, baik prestasi tersebut berasal dari harta

(18)

milik orang yang pada mengundurkannya, maupun berasal dari harta peninggalan

yang bakal dibagi-bagikan75.

Kitab Undang-undang Hukum Warisan Mesir membenarkan takharuj,dalam

pasal terakhir, pasal 48, dari Kitab Undang-undang tersebut dijelaskan tentang

defenisi76,takharujyang berbunyi “Takharujialah perdamaian para ahli waris untuk

mengeluarkan sebagian mereka dari mempusakai dengan suatu yang sudah maklum,

apabila salah seorang ahli waris bertakharuj dengan seorang ahli waris yang lain,

maka bagiannya dihaki dan tempatnya dalam mempusakai harta peninggalan. Dan

apabila seorang ahli waris bertakharuj dengan ahli-ahli waris lainnya, jika sesuatu

yang diserahkan itu, diambil dari harta peninggalan, maka bagiannya dibagi antar

mereka menurut perbandingan bagian mereka dalam harta peninggalan.Dan jika

sesuatu yang diserahkan itu diambil dari harta mereka dan di dalam perjanjian

takharuj tidak diterangkancara membagi bagian orang yang keluar maka bagian

tersebut dibagi antar mereka dengan sama rata”.

2. Jenis-jenisTakharujdan Cara Membagikannya.

Perjanjiantakharujmempunyai tiga jenis atau bentuk yaitu77:

a. Seorang ahli waris mengundurkan seorang ahli waris yang diambilkan dari

miliknya sendiri. Oleh karena itu ia telah memberikan suatu prestasi kepada

ahli waris yang diundurkan, ia berhak menerima tegenprestasi yang diberikan

oleh orang yang diundurkan, yang berupa bagian dari harta peninggalan yang

75FatchurRahman,Ilmu Waris, (Bandung, PT. Al-Ma’rif, 1975) hal 468-469. 76Ibid

(19)

semestinya akan diterima. Pihak pertama telah membeli bagian warisan pihak

kedua dengan sejumlah uang yang telah ia serahkan. Disamping mendapat

saham atau bagian yang diterimanya, juga memperoleh bagian orang yang

telah mengundurkan diri.

Ketentuan-ketentuan dalam menyelesaikan pembagian harta peninggalan yang

di dalamnya terdapat perjanjiantakharujjenis I ini ialah :

1. Hendaklah dicari dulu berapa saham atau penerimaan masing-masing ahli

waris, termasuk juga saham pihak yang diundurkannya.

2. Pihak yang diundurkan (mutakharaj), harus dianggap dan diperhitungkan

sebagai ahli waris yang maujud yang harus dicari besar kecilnya saham

yang seharusnya diterima.

3. Kemudian saham pihak yang diundurkan tersebut dikumpulkan

(ditambahkan) kepada saham pihak yang mengundurkannya.

4. Besarnya asal masalah dalam pembagian harta pusaka sebelum terjadinya

takharuj tetap dipakai sebagai asal masalah dalam pembagian harta

pusaka setelah terjadinya perjanjiantakharuj.

b. Beberapa orang ahli waris mengundurkan seorang ahli waris dengan

memberikan prestasi yang diambilkan dari harta peninggalan itu sendiri. Jenis

perjanjian takharuj yang II ini merupakan jenis atau bentuk yang sangat

umum dan banyak terjadi dalam pembagian harta pusaka dari pada jenis-jenis

yang lain. Setelah sempurna perjanjian takharuj ini dipenuhi, maka pihak yang

(20)

mengundurkannya dan mereka menerima seluruh sisa harta peninggalan

setelah diambil jumlah tertentu yang diberikan kepada pihak yang

diundurkannya. Jumlah tersebut mereka bagi bersama sesuai dengan

perbandingan saham mereka masing-masing.

Dalam perjanjian takharuj jenis ke II ini, yakni yang prestasinya diambilkan

dari sebagian harta peninggalan itu sendiri berlaku ketentuan-ketentuan

pembagiannya sebagai berikut78:

1. Sisa harta peninggalan setelah diambil sebanyak yang dijadikan prstasi

terhadap pihak yang diundurkan, dibagi antar para ahli waris menurut

perbandingan saham mereka masing-masing sebelum terjadi perjanjian

takharuj.Saham-saham mereka kemudian dijumlah untuk dijadikan asal

masalah baru, sebagai pengganti asal masalah yang lama yang harus

ditinggalkan.

2. Pihak yang telah diundurkan , walaupun telah menerima sejumlah prestasi

tertentu, tetap diperhitungkan bagiannya dalam memeperhitungkan bagian

para ahli waris yang mengundurkan, sebab kalau tidak demikian maka

hasil dari penerimaan para ahli waris akan berlainan dan berlawanan

dengan ijma’.

c. Beberapa orang ahli waris mengundurkan seorang ahli waris dengan

memeberikan prestasi yang diambilkan dari harta milik mereka

masing-masing secara urunan. Dalam hal ini orang yang mengundurkan diri atau

(21)

diundurkan oleh ahli waris seolah-olah telah menjual haknya terhadap harta

peninggalan dengan sejumlah prestasi yang telah diberikan oleh ahli waris

yang pada mengundurkannya, dan akibatnya seluruh harta peninggalan untuk

mereka semuanya.

Besar kecilnya urunan (iuran) yang harus dibayar oleh masing-masing mereka

yang mengundurkan , adalah menurut yang telah mereka kesepakati. Dalam

hal ini mempunyai tiga corak yaitu :

1. Setiap ahli waris yang mengundurkan membayar sejumlah uang menurut

perbandingan saham mereka masing-masing. Misalnya jumlah yang

digunakan untuk bertakharuj Rp. 12.000,-. Mereka yang mengundurkan

terdiri dari anak perempuan, ibu dan ayah, yang fardhnya ialah 1/2, 1/6

dan 1/6+ ‘ushubah. Dengan demikian perbandingan saham mereka

masing-masing sama dengan 1/2 : 1/6 : 1/6 + U = 3 : 1 : (1+1) = 3 : 1 : 2.

Jadi anak perempuan harus membayar 3/6 x Rp. 12.000,- = Rp. 6.000,-.

Ibu harus membayar 1/6 x Rp. 12.000,- = Rp. 2.000,- dan ayah harus

membayar 2/6 x Rp. 12.000,- = Rp. 4.000,-.

2. Setiap ahli waris yang mengundurkan membayar sejumlah uang yang

sama besarnya, tanpa memperhatikan bagia mereka masing-masing.

3. Setiap pihak telah ditentukan minimal dan maksimal yang harus mereka

(22)

Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian dalam jenis ke III ini ialah79: a. Takharujtidak mempengaruhi terhadap besarnya asal masalah semula.

Yakni besarnya asal masalah dalam pembagian harta pusaka sebelum

terjadinya takharuj dapat dijadikan asal masalah dalam pembagian

harta pusaka setelah terjadinyatakharuj, karena asal masalahnya tidak

berubah.

b. Ahli waris yang diundurkan, dalam pembagian harta pusaka kepada

ahli waris yang mengundurkan diri, dianggap tidak ada.

c. Dalam membagikan harta pusaka kepada mereka yang mengundurkan

dir, mengingat corak-corak cara pembayarannya ditentukan sebagai

beriku :

1. Dalam pembayaran corak pertama, maka pembagian kepada para

ahli waris yang mengundurkan diri adalah sebagai pembagian

dalam jenis takharuj II yaitu seluruh harta peninggalan dibagi

kepada mereka menurut perbandingan saham mereka

masing-masing, kemudian dalam membagikan bagian orang yang

diundurkan-pun demikian hendaknya.

2. Dalam pembayaran corak kedua, maka bagian orang yang

diundurkan dibagi sama rata. Demikian juga jika dalam perjanjian

takharuj tersebut tidak diterangkan cara-cara pembagian bagian

orang yang diundurkan, maka pembagiannya harus disama ratakan.

(23)

Sebab ketiadaan diterangkan cara-cara tersebut, menunjukkan atas

kerelaan masing-masing untuk dibagi secara sama-rata. Kalau

tidak demikian tentunya mereka pada membuat

ketentuan-ketentuan baik mengenai jumlah yang harus dibayar, maupun

bagaimana cara pembagiannya.

3. Dalam pembayaran corak ketiga, yaitu yang pembayarannya tidak

menurut perbandingan saham mereka dalam mempusakai atau

tidak sama banyak, maka pembagian bagian orang yang

diundurkan hendaknya menurut perbandingan jumlah

besar-kecilnya uang yang telah mereka bayarkan demi untuk

melaksanakan keadilan dan menyesuaikan kaidah80.

3. Tata Cara atau Prosedur Ahli Waris Mengundurkan Diri

Adapun prosedur penerimaan perkara harta warisan, sama dengan perkara

lainnya, seperti perkara perceraian, baik yang diajukan oleh seorang istri maupun

yang diajukan oleh seorang suami dan perkara harta bersama, yaitu81:

a. Para pihak datang ke Pengadilan Agama menyerahkan surat gugatan kepada

petugas meja Surat gugatan yang diserahkan sebanyak jumlah pihak ditambah

tiga rangkap untuk majelis hakim yang ditunjuk menangani perkara yang

bersangkutan.

80Ibid

81http://harijahdamis.blogspot.com/2012/07/al-takharruj-dan-praktik-pembagian.html, diakses

(24)

b. Petugas meja II melengkapi berkas dan menulis dalam buku register induk

gugatan, lalu menyerahkan kepada ketua Pengadilan Agama untuk ditetapkan

majelis hakim yang menangani perkara tersebut dengan terlebih dahulu

melalui wakil panitera dan panitera.

c. Paling lambat dua hari kerja, ketua Pengadilan Agama menetapkan majelis

hakin yang akan menangani perkara tersebut.

d. Majelis hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang pertama, dengan

memerintahkan jurusita untuk memanggil para pihak berperkara datang

menghadiri sidang pada hari yang telah ditentukan atau pada hari sidang

pertama.

e. Pada hari sidang pertama, majelis hakim mengarahkan kepada para pihak

bersengketa untuk menempuh proses mediasi dan untuk kepentingan itu

majelis hakim menunda sidang. Proses mediasi di Pengadilan Agama

umumnya dipimpin oleh mediator dari kalangan hakimyang dipilih oleh para

pihak yang berperkara/bersengketa karena belum ada pihak luar yang

memenuhi syarat menjadi mediator Tenggang waktu yang diberikan kepada

mediator untuk melaksanakan proses mediasi adalah selama empat puluh hari,

dan dapat ditambah lima belas hari lagi jika dibutuhkanMediator yang

memimpin upaya perdamaianwajib mendorong para pihak untuk menelusuri

dan menggali kepentingan para pihak dan mencari berbagai pilihan

(25)

Apabila terjadi perdamaian, mediator merumuskan isi

kesepakatan-kesepakatan para pihak yang bersengketa dan dibuat akte perdamaian. Setelah akte

perdamaian selesai dan dibacakan kepada para pihak, mediator melaporkan hasil

kesepakatan yang telah dibuat kepada majelis hakiim yang menangani perkara

tersebut.Majelis hakim yang menerima laporan perdamaian dari mediator,

membacakan hasil perdamaian yang telah dilaporkan dan dimasukkan dalam putusan

akhir82.

Adapun wujud pelaksanaan pembagian harta warisan secara damai oleh

majelis hakim yang menangani perkara dimaksud adalah:

a. Setelah majelis hakim menerima laporan dari mediatorbahwa proses mediasi

tidak berhasil mendamaikan para pihak, pada sidang yang telah ditetapkan

majelis hakim berupaya mendamaikan pihak yang berperkara sebelum

memasuki pemeriksaan pokok perkara.

b. Apabila terjadi kesepakatan atau perdamaian oleh majelis hakim, perdamaian

itu dimasukkan dalam putusan akhir majelis hakim tersebut.

c. Amar putusan majelis hakim menghukum para pihak untuk menaati

perdamaian yang telah disepakati.

Untuk wujud pembagian harta warisan di luar sengketa adalah83:

1. Para ahli waris mendaftarkan permohonan pertolongan pembagian harta

warisan pada petugas yang telah ditunjuk di bagian meja I.

(26)

Pendaftaran permohonan tersebut oleh meja I dicatat dalam buku

pendaftaran secara khusus, yakni buku register Permohonan Pertolongan

Pembagian Harta Peninggalan di luar sengketa (P3HP) yang terpisah

dengan buku register perkara gugatan maupun permohonan secara umum.

2. Ketua Pengadilan Agama menentukan hari pertemuan para ahli waris

untukupaya pembagian harta warisan berdasarkan hukum kewarisan

Islam.

3. Setelah terjadi pembagian harta warisan berdasarkan hukum kewarisan

Islam, dibuat akta komparisi (akta keahliwarisan).

4. Akta komparisi menjadi bukti telah terjadi pembagian harta warisan di

luar sengketa melalui pertolongan ketua Pengadilan Agama.

Secara substansi, pembagian harta warisan dengan metode al-takharujsama

dengan praktik pembagian harta warisan secara damai di Pengadilan Agama yang

menjadi obyek penelitian penulis. Sisi persamaannya adalah pembagian harta

warisan secara damai berdasarkan perinsip musyawarah. Para ahli waris

bermusyawarah dan bersepakat tentang bagian masing-masing ahli waris. Pembagian

harta warisan dalam bentuk ini berdasarkan keinginan para ahli waris yang telah

disepakati secara bersama-sama.

Selain itu, tujuan takharuj maupunpembagianharta warisan secara damai di

Pengadilan Agama adalah untuk kemaslahatan para ahli waris.Hal tersebut sejalan

dengan kaidah pikih, Kaidah fikih tersebut menjelaskan bahwa apabila sesuatau

(27)

maslahat adalah segala sesuatu yang mendatangkan keuntungan dan menjauhkan dari

bencana.Dalam pandangan ahli ushul maslahat adalah memberikan hukum syara’

kepada sesuatu yang tidak terdapat dalam nashdan ijma’atas dasar memelihara

kemaslahatan.Kemaslahatan yang dihasilkan dari pembagian harta warisan secara

damai adalah84:

1. Persengketaan antara ahli waris bisa berakhir. Berakhirnya persengketaan

ahli waris, berarti merajut dan terjalin hubungan silaturrahim antara ahli

waris.

2. Menghindari konplik keluarga yang berkelanjutan. Apabila sengketa warisan

berlanjut, sepanjang itu pula konplik akan mewarnai kehidupan para ahli

waris yang sedang bersengketa, bahkan konflik keluarga dapat berlanjut

kepada keturunan masing-masing, karena bibit permusuhan akan menurun

kepada keturunan masing-masing.

3. Harta warisan segera terbagi dan dapat dinimakti oleh semua ahli waris

dengan segera, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga dan memberi

kebahagian bagi kehidupan keluarga karena untuk mewujukkan rumah tangga

yang bahagia, salah satu harus ditopang oleh harta yang cara perolehannya

dengan jalan yang halal, dan hal itu pula menjadi tujuan pewaris yang

berjuang dalam kehidupannya memperoleh harta untuk dinikmati anak

keturunannya, bukan untuk dipertentangkan dan melahirkan silang sengketa.

84http://eightiswordpress.com.ilmu –waris-pandangan –tentang-waris.2013,diaksestanggal 7

(28)

Namun demikian, dalam praktik pembagian harta warisan secara damai pada

Pengadilan Agama yang menjadi obyek penelitian penulis ditemukan

perbedaan-perbedaan dengan teori takharruj,sehingga ada beberapa hal yang perlu disebutkan

pada pasal-pasal perdamaian pembagian harta warisan yang tentunya atas petunjuk

dan arahan mediatar maupun majelis hakim yang menanganai perkara yang

bersangkutan. Hal-hal yang perlu dilengkapi sebagai berikut:

1. Terlebih dahulu terdapat pasal yang menyebut kedudukan dan besar bagian

masing-masing ahli waris berdasarkan hukum kewarisan Islam.

2. Apabila dalam pembagian yang disepakati terdapat ahli waris yang menerima

kurang dari porsi bagiannya, misalnya untuk anak laki-laki dan perempuan

disepakati menerima bagian yang sama besar, harus ada pernyataan rela

menyerahkan bagiannya kepada ahli waris lain. kerelaan adalah syarat dalam

trasanksi bermuamalah, termasuk muamalah pembagian harta warisan.

Penyebutan kedudukan dan besarnya porsi bagian masing-masing ahli waris

dalam akta perdamaian merupakan salah satu bentuk sosialisasi tentang hukum

kewarisan Islam, sekaligus realisasi pelaksanaan perintah untuk memepelajari dan

mengajarkan hukum kewarisan Islam. Putusan hakim khususnya perkara warisan

paling tidak dibaca oleh pihak yang bersengketa, sehingga yang membacanya dapat

memahami kedudukan dan bagianya dalam hukum kewarisan Islam.

4. Tata Cara Pelaksanaan Takharuj

Apabila salah seorang ahli waris ada yang menyatakan mengundurkan diri,

(29)

dua cara yang dapat menjadi pilihannya. Pertama, ia menyatakannya kepada seluruh

ahli waris yang ada, dan cara kedua, ia hanya memberitahukannya kepada salah

seorang dari ahli waris yang ditunjuknya dan bersepakat bersama85

Cara pertama: kenalilah pokok masalahnya, kemudian keluarkanlah bagian

ahli waris yang mengundurkan diri, sehingga seolah-olah ia telah menerima

bagiannya, dan sisanya dibagikan kepada ahli waris yang ada. Maka jumlah sisa

bagian yang ada itulah pokok masalahnya.Sebagai contoh, seseorang wafat dan

meninggalkan ayah, anak perempuan, dan istri. Kemudian sebagai misal, pewaris

meninggalkan sebuah rumah, dan uang sebanyak Rp 42.000.000,-(empat puluh dua

juta rupiah). kemudian istri menyatakan bahwa dirinya hanya akan mengambil

rumah, dan menggugurkan haknya untuk menerima bagian dari harta yang berjumlah

Rp 42.000.000,-(empat puluh dua juta). Dalam keadaan demikian, maka warisan

harta tersebut hanya dibagikan kepada anak perempuan dan ayah.Lalu jumlah bagian

kedua ahli waris itulah yang menjadi pokok masalahnya. Rincian pembagiannya

seperti berikut:Pokok masalahnya dari dua puluh empat (24), kemudian kita

hilangkan (ambil) hak istri, yakni seperdelapan dari dua puluh empat, berarti tiga (3)

saham. Lalu sisanya (yakni 24 - 3 = 21) merupakan pokok masalah bagi hak ayah dan

anak perempuan.Kemudian dari pokok masalah itu dibagikan untuk hak ayah dan

anak perempuan. Maka, hasilnya seperti berikut:

Nilai per bagian adalah 42.000.000: 21 = 2.000.000

Bagian anak perempuan adalah 12 x 2.000.000 = 24.000.000

(30)

Bagian ayah 9 x 2.000.000 = 18.000.000

Total = 24.000.000 + 18.000.000 = 42.000.000

Cara kedua: apabila salah seorang ahli waris menyerahkan atau

menggugurkan hakuya lalu memberikannya kepada salah seorang ahli waris lainnya,

maka pembagiannya hanya dengan cara melimpahkan bagian hak ahli waris yang

mengundurkan diri itu kepada bagian orang yang diberi. Misalnya, seseorang wafat

dan meninggalkan seorang isteri, seorang anak perempuan, dan dua anak

laki-laki.Kemudian anak perempuan itu menggugurkan haknya dan memberikannya

kepada salah seorang dari saudara laki-lakinya, dengan imbalan sesuatu yang telah

disepakati oleh keduanya. Dengan demikian, warisan itu hanya dibagikan kepada istri

dan kedua anak laki-laki, sedangkan bagian anak perempuan dilimpahkan kepada

salah seorang saudara laki-laki yang diberinya hak bagian86

Pokok masalah 8 Tashih 40 40

Isteri 1/8 1 5 5

Anak laki laki ('ashabah) 14 14

Anak laki laki ('ashabah) 7 14 14+14

Anak perempuan ('ashabah) 7

-Maka pokok masalahnya dari delapan, dan setelah di tashih menjadi empat

puluh istri mendapat seperdelapan (1/8) berarti lima (5) bagian, dan bagian setiap

anak laki-laki 14 (empat belas) bagian dan sisanya yaitu 7 (tujuh) bagian adalah

(31)

bagian anak perempuan, kemudian hak anak perempuan itu diberikan kepada salah

seorang saudara laki-laki yang telah ditunjuk sebelumnya.

C. Faktor-faktor yang Mendorong Ahli Waris Mengundurkan Diri 1. Alasan Yuridis

Mengundurkan diri dalam menerima warisan merupakan pernyataan yang

diadakan oleh para ahli waris untuk mengundurkan (mengeluarkan) salah seorang

ahli waris dalam menerima bagian pusaka dengan memberikan suatu prestasi, baik

prestasi tersebut berasal dari harta milik orang yang mengundurkannya, maupun

berasal dari harta peninggalan yang bakal dibagikan

Kewajiban bagi pewaris untuk mewariskan hartanya kepada para ahli waris,

dan ahli waris berkawajiban juga untuk membagi harta peninggalan tersebut kepada

ahli waris yang sudah ditentukan dan apabila ada salah satu ahli waris mundur maka

dilakukan perjanjian damai.

a. Ijtihad

Kata Ijtihad (dalam bahasa Arab) berasal dari kata jahada artinya

bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala daya dalam berusaha.Ijtihad adalah usaha atau

ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan menggunakan segenap kemampuan yang ada

yang dilakukan oleh orang (ahli hukum) yang memenuhi syarat untuk merumuskan

garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya didalam Al-Qur’an dan

Sunnah Rasulullah.Orang yang berijtihad disebut mujtahid.Ijtihad merupakan dasar

(32)

memenuhi syarat (karena pengetahuan dan pengalamannya) untuk menunaikannya

dari masa ke masa.

Karena umat Islam dan umat Islam berkembang pula dari zaman ke zaman

sesuai dengan perkembangan masyarakat.Dalam masyarakat yang berkembang itu

senantiasa muncul masalah-masalah yang perlu dipecahkan dan ditentukan kaidah

hukumnya87.

Dalam masyarakat Indonesia berkembang bermacam ragam aliran yang

berkenan denagn fiqih. Ada beberapa mazhab yang memberi pengaruh besar terhadap

umat Islam, mazhab adalah “ hasil ijtihad seorang imam (mujtahid mutlak

Musqil)tentang hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidahistimbath88.

Dikalangan umat Islam ada empat mazhab yang paling terkenal yaitu mazhab

Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’I dan mazhab Hambali. Selain empat mazhab

tersebut ada banyak mazhab lain seperti Hasan Basri, Ats-Tsaury,

Daud Azh-Zhahiri, Ibnu Abi Laila, Al-Auza ‘iy, Al-Laitsi, Ibnu Hasm, At- Thabary,

Syi’ah Imamiyah dan Syi’ah Zaidiyah84. Dan dikalangan sahabat Nabi adalah Ali bin Abi Thalib, Abdulullah Bin Abbas, Zaid Bin Tsabit, dan Abdullah ibnu Mas’ud.

Pada zaman keemasan dinasti Abbasiyah (750 M), hukum waris Islam

berkembang pesat dan mencapai puncaknya, sehingga tersebar ke seluruh dunia Islam

pada waktu itu. Umat Islam yang berpegang kepada ajaran hukum waris Islam

mazhab Safi’i, ada yang berpegang pada mazhab Maliki da nada juga yang menuruti

(33)

mazhab Hanafi, mazhab Hanafi pada mulanya sangat berkembang deseluruh dunia

Islam karena pengaruh kekuasaan Imam Abu Hanifah sebagai Hakim Besar di

Bagdad, sehingga para khalifah Abbasiyah mengutamakan mazhab Hanafi dalam

lapangan pengadilan di seluruh kerajaannya. Dan akhirnya ada yang berpegang

kepada mazhab Hambali yang dianut oleh umat Islam di Palestina dan sekarang

diakui secara resmi di kerajaan Saudi Arabia dan termasuk dikalangan umat Islam

diseluruh dunia89.

Keempat mazhab tersebut di atas diakui oleh golongan Ahlusunnah, karena di

dalam mazhab yang empat itu hanya terdapat perbedaan paham masalah furu’ dan

tidak dalam pokok agama90. Pengunduran diri dalam bagian warisan merupakan hasil Ijtihad (atsar sahabat) atas peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah

Usman bin Affan. Atsar tersebut berbunyi : “dari Abi Yusuf dari seseorang yang

menceritakan kepadanya, dari amru bin Dinar dari Ibnu Abbas, dari salah seorang

istri Abdurrahman bin ‘Auf diajak untuk berdamai oleh para ahli waris terhadap harta

sejumlah delapan puluh tiga ribu dengan mengeluarkannya dari pembagian harta

warisan91.

Adapun riwayat dari Abdurrahman bin ‘Auf yang terjadi takharuj ada juga

terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Warisan Mesir yang tercantum di

dialam pasal 48, yang dijelaskan tentang defenisi takharuj dan bentuk-bentuknya

serta cara pembagiannya harta pusaka tersebut.

89Abdullah Siddik,Hukum Waris Islam, (Bandung: Bina Pustaka, 1984), hal 7 90Ibid,

(34)

Dari atsar sahabat tersebut, dipahami bahwa pembagian harta waris dengan

menggunakan perinsip musyawarah dan damai dilakukan oleh para janda dan anak

Abdurrahman bin ’Auf dengan cara salah seorang jandanya menyatakan keluar dari

haknya untuk menerima harta warisan suaminya, namun dengan imbalan pembayaran

uang sejumlah delapan puluh tiga ribu dinar dan ada yang menyatakan delapan puluh

tiga ribu dirham. Istri (janda) almarhum Abd. Rahman bin ’Auf berjumlah 4 orang,

dan salah seorang di antaranya bernama Thumadhir binti al-Ashbag menyatakan

mengundurkan diri dari bagian yang seharusnyaa diterima dengan imbalan

pembayaran sejumlah uang. Bagian Thumadhir adalah 1/8 atau 1/32 dari

keseluruhan harta warisan pewaris. Bagian tersebut dinilai dengan uang sejumlah 80

dirham atau ada yang menyatakan 83 dinar92.

Selainatsarsabahat, dasar hukumAl-takharrujadalah analogi terhadap setiap

terjadi muamalah jual beli dan tukar menukar atas dasar kerelaan masing-masing,

sehingga sepanjang terjadi kerelaan dan kesepakatan, perjanjian pembagian harta

warisan dengan metodeTakharrujhukumnya boleh.

Jadi, Takharuj adalah pembagian harta warisan secara damai dengan prinsip

musyawarah. Pembagian harta warisan dengan metode tersebut, para ahli warislah

yang berperan dan berpengarauh dalam menentukan, baik cara pembagiannya

maaupun besar bagian para ahli waris.

Pembagian harta warisan dalam bentuk ini dapat saja keluar dari ketentuan

pembagian harta warisan yang telah ditetapkan berdasarkan al-Qur’an dan hadis

(35)

Rasulullah saw., namun atas dasar kesepakatan dan kerelaan antara para ahli waris

untuk kemaslahatan para ahli waris.

a. Kompilasi Hukum Islam

Mengenai waris diatur pula didalam Kompilasi Hukum Islam.Tentang waris

diatur dalam pasal 171 sampai dengan pasal 193.Dalam Kompilasi Hukum Islam

bidang kewarisan juga mengatur tentang kewajiban ahli waris terhadap harta sebelum

dibagikannya harta tersebut kepada ahli waris telah sejalan dengan fiqih

mawaris.Kompilasi Hukum Islam juga menyatakan tentang usaha perdamaian yang

menghasilkan pembagian yang berbeda dari petunjuk namun atas dasar kerelaan

bersama.

Mengundurkan diri dalam menerima bagian warisan dalam Kompilasi Hukum

Islam diatur dalam pasal 183, menyatakan bahwa “Para ahli waris sepakat

melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing

menyadarinya”.tentang usaha perdamaian yang menghasilkan pembagian yang

berbeda dari petunjuk namun atas dasar kerelaan bersama.

Sementara dalam pasal 188 disebutkan bahwa para ahli waris baik secara

bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris

yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris

yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan

gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta warisan.

Kompilasai Hukum Islam menjelaskan bahwa dengan perjanjian dan

(36)

dan kesepakan para ahli waris yang lain. Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa

kewajiban ahli pewaris adalah:

a. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai

b. Menyelesaikan baik utang-utang berupa pengobatan, perawatan, termasuk

kewajiban pewaris maupun penagih hutang

c. Menyelesaikan wasiat pewaris

d. Membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.

Ahli waris ialah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan

darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak

terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

2. Alasan Sejarah

Masa datangnya Islam berbeda dari masa jahiliyah yang penuh dengan

kezaliman, dimana pada saat itu umat Islam tidak bernafas lega.Bahkan hanya seperti

sebuah alat yang dipergunakan pemiliknya dengan sekehendak hati.Ketika datang

dengan panji-panjian yang putih. Islam membersihkan aib kebodohan yang melekat

pada diri umat Islam melalui pemberian kembali akan hak-haknya untuk

melaksanakan warisan, juga membagikan kepada ahli waris yang sudah ditetapkan

dalam Agama Islam.

Bagian ahli waris yang sudah ditetapkan dengan ketentuan bagian ahli waris

dalam waris Islam ialah bagian untuk seorang ahli waris sering tidak tetap,

berubah-rubah menurut keadaan ahli waris, maka hal ini perlu diperhatikan sepenuhnya agar

(37)

mengadakan perdamaian dengan jalan mengeluarkan sebagian ahli waris dari haknya

atas bagian warisan dengan imbalan menerima sejumlah harta warisan dengan

imbalan menerima sejumlah sejumlah uang, disebut dengan takharuj atau

tashaluh93.Sebelum Agama Islam diturunkan di Arab, orang-orang Arab jahiliyah pada masa itu adalah salah satu bangsa yang suka mengembara dan berperang,

kehidupan mereka sedikit banyaknya tergantung kepada hasil buruan dan rampasan

perang dari bangsa yang dapat ditaklukkannya, serta hasil dari perniagaan mereka.

Dalam bidang mu’amalat dan harta pusaka mereka berpegang teguh kepada warisan

yang ditinggalkan nenek moyang mereka, yang terdapat ketentuan bahwa anak-anak

yang belum dewasa dan perempuan tidak boleh mewarisi harta peninggalan ahli

warisnya yang telah meninggal, karena mereka beranggapan bahwa anak-anak yang

belum dewasa dan perempuan tidak pantas untuk jadi ahli waris94.

Adapun hijrah danmukhahkhahitu sebagai sebab untuk mendapatkan pusaka,

ialah karena pada waktu itu kaum muslimin sangat sedikit, sedangkan musuh sangat

banyak untuk memperteguh dan mengabadikan persaudaraan antara kaum mujahirin

dan anshar, maka Nabi Muhammad saw membuat ikatan persaudaraan tersebut

sebagai salah satu sebab untuk saling mempusakai.

Menurut Islam salah seorang Mujahirin bila meninggal di Madinah akan dipusakai

oleh sahabatnya yang turut hijrah, sedang bagi yang enggan hijrah tidakboleh

mempusakai, tetapi bila mujahirin tersebut tidak mempusakai ahli waris yang turut

(38)

hijrah, maka harta peninggalannya dipusakai oleh saudaranya. Dari golongan anshar

yang menjadi wali (ahli waris) oleh ikatan Al-Muakhkhah (persaudaraan)95.

3. Alasan Filosofi

Tujuan syara’ secara umum dalam menetapkan hukum-hukum Allah adalah

untuk kemaslahatan manusia seluruhnya, baik kemaslahatan di dunia yang fana ini,

maupun kemaslahatan di akhirat (kekal) kelak. Salah satu bidang hukum Islam yang

termasuk dalam muamalat ‘am adalah ahwal al-syakhsiyah, yakni hukum yang

menyangkut dan mengatur tentang masalah keluarga. Secara garis besar hukum Islam

terbagi kepada, fiqih ibadah meliputi aturan tentang shalat, puasa, haji, nazar, dan

sebagainya yang bertujuan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan

semuanya, seperti perikatan, sanksi hukum dan aturan lai, agar terwujud ketertiban

dan keadilan, baik secara perorangan maupun kemasyarakatan.

Islam mengatur tentang melaksanakan syariat yang ditunjukkan oleh nas-nas

yang sarih adalah keharusan96.Oleh sebab itu pelaksanaan waris berdasarkan hukum waris Islam bersifat wajib.Maka dari itu pengetahuan tentang waris Islam mutlak

diperlukan, pengetahuan tentang asal, harta bersama, harta keluarga, utang pribadi

dan hutang bersama diperlukan untuk keperluan tersebut.

Pelaksanaan pembagian warisan kepada ahli waris dilakukan dengan cara dan

teknik yang memungkinkan semua harta peninggalan dibagi habis menurut ketetapan

Allah dan ketentuan Nabi Muhammad yang dirumuskan lebih lanjut oleh para

95Ibid

(39)

mujtahid, pelaksanaan pembagian warisan itu harus sesuai dengan asas-asas

kewarisan Islam97.

Disamping saudara laki-lakinya, perempuan berhak memperoleh bagian dari

warisan orang tuannya, dan meskipun berbeda, perbedaanya ditentukan menurut

kedudukan kekeluargaan saudara laki-lakidan saudara perempuan.Ia juga

memperoleh bagian dari warisan suami, anak-anak, dan keluarga dekat

lainnya.Demikian juga dengan penghasilan yang diperoleh dengan usaha sendiri tidak

bisa diperlakukan sewenang-wenang oleh seorang yang kasar98.

4. Alasan Sosiologi

Secara sosiologi diakui bahwa masyarakat senantiasa mengalamai perubahan

sosial. Perubahan suatu masyarakat dapat dipenuhi oleh pola pikir dan tata nilai yang

ada pada mereka, semakin maju cara berfikir suatu masyarakat akan semakin terbuka

pula peluang untuk menerima peluang ilmu pengetahuan. Bagi umat Islam beragama,

khususnya umat Islam kenyataan ini dapat menimbulkan suatu problem terutama

apabila suatu kegiatan dihubungkan dengan norma-norma agama.Akibatnya

diperlukan pemecahan atas masalah-masalah tersebut.

Hukum Islam universal sehingga ia mengatur segala aspek kehidupan

manusia. Namun bagaimana pun ia tidak terlepas dari pengaruh budaya atau adat dari

satu daerah tertentu dimana hukum Islam itu berkembang. Oleh karenanya ia perlu

97Mohammad Daud Ali, Hukum Islam,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di

Indonsia, (Jakarta : Rajawali Press, 2000), hal 280

(40)

mengembangkan pemahaman yang melihat kepada alternatif-alternatif (solosi) yang

diyakini merupakan tujuan dari hukum Islam dalam merealisasikan kemaslahatan

hidup di dunia dan akhirat99.

Ahli waris yang mengundurkan diri bisa mengadakan persetujuan damai

dengan dengan ahli waris lainnya, bahwa bahagiannya diserahkan kepada salah satu

ahli waris lain, dengan ketentuan bahwa dia cukup menerima uang sebagian dari harta

bagian ia. Musyawarah adalah salah satu bagian dari prinsip waris Islam100.Yang mana berperan sebagai media dalam mencapai tujuan pembagian warisan sangat

dikedepankan terutama dalam pembagian warisan.

Nilai-niali hukum Islam tidak lepas dari prinsip penerapan yang dianutnya,

serta tujuan hukum Islam itu sendiri. Salah satu prinsip dimaksud adalah penggunaan

norma adat sebagai salah satu pertimbangan dalam menetapkan hukum. Dalam

penerapan hukum Islam selalu memperhatikan adat istiadat setempat untuk dijadikan

standar norma yang harus diikuti dan ditaati oleh masyarakat selama tidak

bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits101.

Pada dasarnya hukum waris merupakan salah satu dasar syari’at dalam agama

Islam. Namun pada perkembangannya (salah satunya karena mayoritas penduduk

Indonesia adalah Muslim), syari’at ini lama-kelamaan menjadi adat dalam sebuah

keluarga di hampir seluruh daerah Indonesia.Mengenai waris di Aceh merupakan

99Iskandar Usman, Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994) hal, 117

100KhoiruddinNasution, Hukum Perkawinan I, (Yogyakarta ACAdeMIA + TAZZAFA, 2004) hal 131

101Rusjdi Ali Muhammad, Dedi Sumardi,Kearifan Tradisonal Lokal: Penyerapan Syari’at

(41)

tradisi yang sangat dijunjung dan dihormati dalam sebuah keluarga, oleh karena itu

kalau ada sebuah keluarga yang ingin membagikan harta peninggalan atau harta

warisannya harus kesepakatan bersama antara para ahli warisnya.

Pembagian waris didalam keluarga terutama di Aceh sering dilakukan dengan

cara musyawarah antara keluarga dan para ahli waris, sekirannya ada salah satu

keluarga yang menyatakan akan mengundurkan diri atau menolak bagian warisan

tersebut tidak menjadi pokok masalah selama ahli waris yang lain setuju dan sepakat

untuk memberikan bagian warisan tersebut kepada ahli waris atau keluarga yang lain

pantas menerima bagian warisan tersebut. Tidak jarang ada dalam sebuah keluarga

tersebut yang ahli warisnya mengundurkan diri dan memberikan bagian warisannya

kepada saudara perempuannya yang masih melanjuti pendidikan yang layak untuk

dibantu dari segi ekonomi.

Waris adalah suatu yang wajib untuk dibagikan, bentuk dan jumlahnya itu

tergantung seberapa banyak harta yang ditinggalkan oleh si yang meninggalkan harta.

Misalnya ada suatu daerah yang meninggalkan harta warisan berupa rumah dan tanah

300m2, dan mempunyai ahli warisnya adalah seorang ibu, lima orang anak

perempuan, dan lima orang anak laki-laki. Bagian dari lima anak perempuan dan lima

orang anak lak-laki tersebut semuanya mengundurkan diri dan melimpahkan harta

yang berbentuk rumah dan tanah tersebut kepada ibu kandung mereka, maka

sertifikat rumah dan tanah dibalik nama atas nama ibu kandung mereka. Selain itu

ada juga dari keluarga yang lain meninggal seorang ayah dan meninggalkan seorang

(42)

ditinggalkan adalah sebuah rumah dan uang berjumlah 20 juta, jadi salah satu ahli

waris anak laki-laki yang pertama mengundurkan diri dari bagian warisannya dan

memberikan bagiannya kepada saudara perempuannya, karena untuk biaya

pendidikannya selama sekolah.

Bagi pihak keluarga pembagian warisan bisa berpengaruh dengan tingkat

ekonomi, karena kalau ada salah satu keluarga yang membutuhkan biaya hidup atau

biaya pendidikan keluarga tersebut tidak sungkan-sungkan untuk membantu

keuangan saudara yang lain begitu juga dengan bagian warisan yang sudah dibagikan

bisa diberikan kepada saudara yang masih membutuh kannya.

Aceh mempunyai banyak suku, seperti Aceh, Alas, Aneuk Jamee, Gayo,

Kluet, Simeulu, Singkil, dan Tamiang.Tentu hal ini perlu dikaji oleh generasi penerus

secara kritis tentang alas an atau sebab-musababnya dan referensi dari adat istiadat itu

sendiri, terlebih para generasi muda di era globalisasi yang mewarisi dan kewajiban

untuk melestarikannya.Melihat situasi histori, keberagaman dan aspek masyarakat

Aceh yang seratus persen memeluk Islam, menimbulkan implementasi hukum Islam

dalam pelaksanaan adat istiadat dalam masyarakatAceh, terlebih dalam masalah adat

pembagian warisan.

Adat istiadat merupakan seperangkat nilai-nilai dan keyakinan sosial yang

tumbuh dan berakar dalam kehidupan masyarakat Aceh perilaku-perilaku (adat) dari

suatu masyarakat yang ada dalam pergaulannya dianggap baik dan bermanfaat bagi

golongannya yang dilakukan kembali secara berulang-ulang, akan menjadi suatu adat

(43)

yang tidak tertulis, yang menjadi norma hukum bukan karena ditetapkan melainkan

karena terulang-terulang sehingga ia bersumber bukan dari atas (penguasa) melainkan

dari bawah (masyarakat sendiri).

Namun demikian syaria’t waris didalam Islam memiliki hikmah yang cukup

besar, Ilmu yang paling mulia dan utama.Hanya dengan ilmu itulah seseorang bisa

memberikan konstribusi secara optimal untuk kebaikan dirinya dan sesama muslim.

Ilmu Agama memiliki kapasitas ilmiah di bidang ilmu-ilmu Islam, khususnya

syari’at, bisa menempatkan pada posisi tertinggi dibandingkan pengenalan terhadap

disiplin ilmu lainnya, oleh sebab itu Nabi saw menegaskan : “ barang siapa yang

Allah inginkan menjadi baik, niscaya Allah jadikan sebagai orang yang

berpengetahuan di bidang agama. Dan pengetahuan itu didapat dengan dipelajar102.

Ilmu waris atau faraidh termasuk jajaran ilmu syari’at yang memiliki

kedudukan tinggi, ilmu yang menangani tentang waris ini merupakan sebuah disiplin

ilmu yang Allah sendiri berkenan menjelaskan pembagiannya secara tegas.Allah

sendiri juga menjelaskan hukum-hukumnya dalam kitab-Nya, secara langsung, tanpa

perantara malaikat atau Nabi.Hal itulah yang menguatkan bahwa ilmufaraidhadalah

ilmu yang amat mulia103.

Belakangan ini kecendrungan umat Islam, termasuk di Indonesia, dalam

mempelajari ilmu cukup menggeliat.Kesadaran itu mau tidak mau harus diberi jalan

(44)

semudah mungkin, menuju capaian tingkat kecerdasan ilmiah Islam yang baik. Waris

Islam yang diundangkan oleh Islam terdapat dua macam perbaikan yaitu104:

1. Islam mengikutsertakan kaum perempuan sebagai ahli waris seperti

laki-laki.

2. Islam membagi harta warisan kepada segenap ahli waris secara

propolsional, berbeda dengan undang-undang barat yang menyerahkan

seluruh harta warisan kepada laki-laki tertua.

Waris Islam banyak hal yang mengatur apapun yang diperlukan dalam

kewarisan, baik itu pembagiannya, mengundurkan diri dlam menerima bagian

warisan, maupun pelaksanaan pembagian harta warisan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, 57% kecamatan dan 31% kelurahan menderita akibat banjir lahar dingin Merapi pascaerupsi bulan Oktober 2010, hanya Kelurahan Karangwaru Ke - camatan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 8 anak yang tidak disirkumsisi menderita ISK sedangkan 1 anak yang disirkumsisi didapati ISK dengan nilai p sebesar 0,31

Sedangkan variabel independen yang dikumpulkan adalah: (1) Karakteristik sosial meliputi pendidikan dan SHNHUMDDQ LVWHUL GDQ VXDPL 'HPRJUD¿ PHQFDNXS umur isteri dan

Sedangkan untuk hubungan antara variabel inovasi dan variabel necessity sudah sesuai dengan hipotesa, yaitu semakin tinggi inovasi dari negara tersebut, maka akan

Jika sebuah pialang tidak memiliki izin atau tidak terdaftar, maka bisa disebut sebagai pialang yang ilegal dan tentu saja kita harus berhati-hati untuk tidak

Keberadaan Rencana Strategis menjadi penting untuk memberikan arah yang jelas agar selama lima tahun ke depan UIN Sunan Gunung Djati Bandung mempunyai daya saing yang kuat

Dalam hal kegiatan usaha Musyarakah Mutanaqishah menggunakan prinsip sewa menyewa (ijarah), maka obyek yang dibiayai dengan akad Musyarakah Mutanaqishah dapat diambil manfaatnya

Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching dalam pembelajaran matematika dapat