• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penelusuran Debit Banjir Pada Daerah Aliran Sungai (Das) Percut Dengan Hss Dan Muskingum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Penelusuran Debit Banjir Pada Daerah Aliran Sungai (Das) Percut Dengan Hss Dan Muskingum"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan

mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No. 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air)

Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan yang diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti menjebol bendungan sehingga air keluar dari batasan alaminya.

Penelusuran banjir adalah merupakan prakiraan hidrograf di suatu titik pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain.

Tujuan penelusuran banjir adalah untuk: a) Prakiraan banjir jangka pendek

b) Perhitungan hidrograf satuan untuk berbagai titik sepanjang sungai dari hidrograf satuan di suatu titik di sungai tersebut.

(2)

d) Derivasi hdrograf sintetik.(C.D Soemarto, 1995).

2.2 Hubungan Antara Curah Hujan dan Limpasan

Karena data curah hujan biasanya tersedia lebih banyak daripada data debit, maka dicari korealasi antara aliran sungai dan hujan untuk diterapkan dalam periode tersedia data curah hujan. Hubungan antara curah hujan dan limpasan dapat dikembangkan secara teoritis, jika segala sesuatu mengenai karakteristik fisik system di daearah pengaliran, kondisi mulanya, proses fisik, dan sebagainya, ingin diketahui. Hal ini tidak mungkin dilaksanakan. Sebagai penggantinya kita mencari hubungan tersebut secara empiris dengan menggunakan metode statistic.

Salah satu masalah dalam hidrologi adalah bagaimana caranya menurunkan aliran sungai di dalam suatu daerah pengaliran sungai dari curah hujan yang diketahui. Menurut DOOGE : A system is anything consisting of parts connected together (structure, device, scheme, procedure)

and interrelating in a given time reference an input, effect or response in the field of matter,

energy or information.

(3)

Curah hujan yang jatuh di atas daerah aliran sungai (watershed), mengalir lewat berbagai rute. Sebagian hujan total menjadi limpasan langsung, yang terdiri dari limpasan permukaan dan interflow (aliran yang masuk ke dalam lapisan tipis di bawah permukaan tanah dengan

permeabilitas rendah, dan akan keluar lagi di tempat yang lebih rendah dan berubah menjadi limpasan permukaan). Aliran limpasan langsung termasuk proses cepat, sedangkan aliran air tanah termasuk proses lambat. (C.D Soemarto, 1995).

2.2.1 Curah Hujan Pada Suatu Daerah

Kedalaman hujan rata-rata pada daerah tertentu, ditinjau atas dasar satu kali hujan musiman atau tahunan, dibutuhkan dalam jenis masalah hidrologi. Metode yang paling

sederhana ialah dengan merata-ratakan jumlah yang terukur dalam daerah itu secara aritmetik.

a) Metode Thiessen berusaha untuk mengimbangi tidak meratanya distribusi alat ukur

dengan menyediakan suatu factor pembobot bagi masing-masing stasiun. Stasiun-stasiunya di plot pada suatu peta, dan garis-garis yang menghubungkan digambar. Garis-garis bagi tegak lurus dari garis penghubung ini membentuk poligon-poligon di sekitar masing-masing stasiun.

b) Metode titik-grid merata-ratakan hujan yang diperkirakan di semua titik yang

berhimpitan di atasnya. Pendekatan ini mempunyai keunggulan tertentu disbanding dengan metode thiessen, tetapi hanya praktis bila dibantu computer.

(4)

2.2.2 Komponen Limpasan

Aliran permukaan atau Limpasan permukaan, adalah air yang dalam

perjalanannya menuju alur pengairan berada di atas permukaan tanah. Kata alur yang dipakai menunjuk pada setiap lekukan yang dapat membuat sejumlah kecil air dalam aliran turbulen selama hujan berlangsung dan tak lama setelah itu. Jarak yang harus ditempuh oleh air sebagai aliran permukaan relative pendek, jarang lebih dari ratusan kaki.

Pembagian suatu hidrograf menjadi limpasan langsung dan limpasan air tanah sebagai dasar bagi analisis selanjutnya yang dikenal sebagai hydrograph analysis. Untuk penerapan konsep hidrograf satuan, metode pemisahannya harus sedemikian rupa

sehingga dasar waktu limpasan langsungnya tetap relative konstan dari hujan yang satu ke hujan berikutnya. Biasanya hal ini diberikan dengan mengakhiri limpasan

langsungnya pada waktu yang ditetapkan setelah puncak hidrograf. (K.Linsley, Jr, Dkk.1989).

2.3. Cara Menghitung Debit Banjir Rencana

2.3.1 Cara Rasional

(5)

Q = i.A

Dengan: Q : debit

i : intensitas hujan yang merata di seluruh daerah pengaliran daerah yang turun menerus A : luas daerah pengaliran

Rumus tersebut didasarkan atas:

• Tidak ada kehilangan-kehilangan (semua curah hujna menjadi limpasan permukaan) • Lama waktu hujan sedemikian rupa sehingga debit keseimbangan dicapai dengan

memperhatikan adanya kehilangan-kehilangan maka rumus diubah menjadi:

Q = c.i.A

Dengan c < 1, tetapi berapa seharusnya c sulit ditentukan.

Di daerah perkotaan yang tidak begitu luas, kehilangan-kehilangan tersebut di atas relative kecil. Karena kecilnya waktu konsentrasinya, maka debit keseimbangannya yang seringkali dapat dicapai. Dengan alasan bahwa cara ini masih rasional maka cara ini sering digunakan untuk menghitung banjir di daerah perkotaan. Untuk menghitung banjir di daerah pengaliran yang besar, rumus tersebut telah ketinggalan jaman.

(6)

terjauh daerah pengaliran guna mencapai pelepasannya, dibagi dalam beberapa waktu interval yang sama. (C.D Soemarto, 1995).

2.3.2 Cara Empiris

Jika tidak terdapat data hidrologi yang cukup, maka perkiraan debit banjir dihitung dengan rumus empiris yang banyak dikemukakan. Hampir semua rumus jenis ini adalah yang menyatakan korelasi dengan satu atau dua variable yang sangat berhubungan dengan debit banjir. Karakteristik yang tidak diketahui dari debit banjir diperkirakan dengan rumus jenis ini adalah frekuensi rata-rata. Mengingat ada kira-kira 15-20 variabel yang mempengaruhi debit banjir pada suatu frekuensi tertentu, maka perkiraan debit banjir yang hanya mengkorelasikannya dengan satu atau dua variable sudah tentu tidak mungkin diperoleh hasil yang dapat dipercaya.

Rumus-rumus debit banjir itu mempunyai bentuk sebagai berikut:

Q = K.An-

Atau:

Dimana:

Q : debit banjir maksimum.

(7)

a,b,c : tetapan-tetapan

Faktor daerah aliran adalah factor yang paling penting yang mempengaruhi debit banjir. Faktor daerah pengaliran ini dapat dengan mudah diperkirakan. Jadi rumus-rumus debit banjir itu mempunyai bentuk yang langsung berhubungan dengan daerah pengaliran. Tetapi mengingat interval variasi koeffisien dan eksponen dalam rumus itu sangat besar, maka adalah sangat sulit untuk memperoleh hasil yang memuaskan. (Sosrodarsono, 2003).

2.3.3. Hidrograf Satuan Dan Analisis Distribusi Hujan

Dalam tahun 1932, Dr. L.K. Sherman menyarankan cara hidrograf satuan yakni sebuah cara untuk memperoleh hidrograf limpasan permukaan dari curah hujan lebih. Cara hidrograf satuan ini beserta cara grafik distribusi yang dikemukakan oleh Dr. M. M. Bernard adalah cara yang sangat berguna dan terbaik untuk perhitungan debit banjir.

Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan permukaan yang diakibatkan oleh curah hujan jangka waktu yang relative singkat dengan intensitas tinggi yang disebut hujan satuan.

Grafik distribusi adalah gambar yang absisnya menunjukka perubahan waktu seperti pada hidrograf satuan dan ordinatnya menunjukkan persentasi debit rata-rata dalam satuan waktu berurutan sembarang terhadap debit total. Di samping persentasi tersebut di atas, maka pada ordinat dicantumkan juga satuan limpasan permukaan per km2 yang dinyatakan dengan m3/detik. (Sosrodarsono, 2003).

(8)

Gumbel. Penentuan jenis distribusi yang sesuai dengan data dilakukan dengan mencocokkan parameter data tersebut dengan syarat masing-masing jenis distribusi.

Persyaratan parameter statistik suatu distribusi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Persyaratan parameter statistik suatu distribusi

No Distribusi Persyaratan

1 Gumbel

Cs = 1,14

Ck = 5,4

2 Normal

Cs≈ 0

Ck≈ 3

3 Log Normal

Cs = Cv3 + 3Cv

Ck = Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16Cv2 + 3

4 Log Pearson III Selain dari nilai di atas

Sumber: I Made Kamiana (2010)

1. Distribusi Normal

Perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi Normal, jika data yang digunakan adalah sampel maka perhitungan dilakukan dengan rumus berikut:

XT = + KT x S

dengan

XT : Hujan rencana dengan periode ulang T tahun

(9)

T : Faktor Frekuensi, nilainya bergantung dari T (Tabel Variabel Reduksi Gauss)

2. Distribusi Log Normal

Perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi Log Normal, jika data yang digunakan adalah sampel maka perhitungan dilakukan dengan rumus berikut:

Log XT = Log + T x S

dengan

Log XT : nilai logaritmis hujan rencana dengan periode ulang T

Log : nilai rata-rata dari log X =

n

S : deviasi standar dari Log X =

T : faktor frekuensi, nilainya bergantung pada T

3. Distribusi Log Pearson III

Perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi Log Pearson III, jika data yang digunakan adalah sampel maka perhitungan dilakukan dengan rumus berikut:

(10)

dengan

Log XT : nilai logaritmis hujan rencana dengan periode ulang T

Log : nilai rata-rata dari log X =

n

S : deviasi standar dari Log X =

T : variabel standar, besarnya bergantung koefisien kepencengan (G)

4. Distribusi Gumbel

Perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi Gumbel, jika data yang digunakan adalah sampel maka perhitungan dilakukan dengan rumus berikut:

XT = + (K x S)

Dengan:

XT : hujan rencana atau debit dengan periode ulang T

X : nilai rata-rata dari hujan (X) S : standar deviasi dari data hujan (X) K : faktor frekuensi Gumbel: K =

YTr : reduced variate = -Ln – Ln dapat juga dilihat pada Tabel nilai reduced variate (Yt)

(11)

Yn : reduced mean

2.4. Hujan Periode Ulang Dan Uji Kecocokan

Periode ulang adalah waktu hipotetik dimana suatu kejadian dengan nilai tertentu, debit rencana misalnya, akan disamai atau dilampaui 1 kali dalam jangka waktu hipotetik tersebut. Hal ini tidak berarti bahwa kejadian tersebut akan berulang secara teratur setiap periode ulang

tersebut.

Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest test) distribusi frekuensi saampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut.

Pengujian parameter yang sering dipakai adalah: 1) Chi-kuadrat

2) Smirnov-Kolmogorov

2.4.1 Uji Chi-Kuadrat

Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Parameter Xh2 merupakan

variabel acak. Pengujian ini menggunakan parameter X2, yang dapat dihitung dengan rumus berikut

(12)

Dengan

Xh2 : parameter chi-kuadrat terhitung

G : jumlah sub kelompok

Oi : jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i

Ei : jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i

Prosedur ujia chi-kuadrat adalah sebagai berikut:

1) Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya)

2) Kelompokkan data menjadi sub-grup yang masing-masing beranggotakan minimal 4 data pengamatan,

3) Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap-tiap sub-grup,

4) Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei,

5) Pada tiap sub-grup hitung nilai

(Oi - Ei)2 dan

6) Jumlahkan seluruh sub-grup nilai untuk menetukan nilai chi-kuadrat

hitung,

7) Tentukan derajat kebebasan dk = G - R – 1

Interpretasi hasil uji adalah sebagai berikut:

(13)

2) Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang digunakan tidak dapat diterima,

3) Apabila peluang berada di antara 1 - 5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan, seperti perlu data tambahan.

2.4.2 Uji Smirnov-Kolmogorov

Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering disebut juga uji kecocokan non parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

1) Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut

X1 = P(X1)

X2 = P(X2)

X3 = P(X3), dan seterusnya

2) Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusina)

X1 = P’(X1)

X2 = P’(X2)

X3 = P’(X3), dan seterusnya

3) Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang pengamatan dengan peluang teoritis.

D = maksimum (P(Xn) – P’(Xn)

(14)

2.5. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS)

Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai-sungai yang tidak ada atau sedikit sekali dilakukan observasi hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu, misalnya waktu untuk mencapai puncak hidrograf (time to peak magnitude), lebar dasar, luas, kemiringan, panjang alur terpanjang (length of the longest

channel), koefisien limpasan (runoff coefficient) dan sebagainya. Biasanya kita gunakan

hidrograf-hidrograf sintetik yang telah dikembangkan negara-negara lain, yang parameter-parameternya harus disesuaikan terlebih dahulu dengan karakteristik daerah pengaliran yang ditinjau.

Hidrograf satuan sintetis (HSS) adalah hasil dari penurunan hidrograf satuan yang berdasarkan pada data-data dari sungai pada DAS yang sama atau DAS terdekat yang mempunyai karakteristik sama.

Hidrograf Satuan Sintetis ini dikembangkan berdasarkan pemikiran bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik akibat pengaruh translasi maupun tampungan, dipengaruhi oleh sistem daerah pengalirannya. Hidrograf Satuan Sintetis merupakan suatu cara untuk memperkirakan penggunaan konsep hidrograf satuan dalam suatu perencanaan yang tidak tersedia pengukuran-pengukuran langsung mengenai hidrograf banjir.

Ada beberapa jenis hidrograf satuan sintetis yang telah dikembangkan oleh para pakar antara lain HSS Nakayasu, HSS Snyder, HSS SCS, HSS Gamma I dan lain-lain.

(15)

Nakayasu dari Jepang, telah menyelidiki hidrograf satuan pada beberapa sungai di Jepang. Ada beberapa parameter yang diperlukan dalam analisa menggunakan Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu antara lain:

1. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (Time to Peak Magitude) 2. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (Time Lag)

3. Tenggang waktu hidrograf (Time Base of Hydrograph) 4. Luas daerah pengaliran (Catchment Area)

5. Panjang alur sungai utama terpanjang (Length of The Longest Channel) 6. Koefisien pengaliran (Run off Coefficient)

Nakayasu membuat rumus hidrograf satuan sintetis dari hasil penyelidikannya. Rumus yang dihasilkan oleh Nakayasu adalah:

Qp = (2-1) dengan

Qp : Qmaks, merupakan debit puncak banjir (m3/dtk)

C : koefisien aliran (= 1) A = luas DAS (sampai ke outlet) (km2)

Ro : hujan satuan (mm)

Tp : tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T0,3 : waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai menjadi

(16)

Gambar 2.1. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu (Suripin, 2004)

a) Pada Kurva Naik (Rising Limb)

0 ≤ t < Tp

Qp = Qmaks = 2,4 (2-2)

dimana

Qt = Unsur aliran sebelum mencapai debit puncak (m³/det) t = Waktu (jam)

b) Pada Kurva Turun (Decreasing Limb) ∗ Tp ≤ t ≤ ( Tp + T0,3 )

∗ Qt = Qmaks * 0,3^ (2-3)

∗ (Tp + T0,3) ≤ t < (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)

Qt = Qmaks * 0,3^ (2-4)

(17)

Qt = Qmaks * 0,3^ (2-5)

Unsur-unsur waktu untuk perhitungan debit pada persamaan hidrograf satuan sintetik Nakayasu adalah :

Tp = tr . 0,8 tg ฀ (2-6)

T0,3 = α tg (2-7)

dimana

Tp : tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

tg : waktu konsentrasi hujan (jam)

T0,3 : waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai menjadi

30% dari debit puncak (jam)

Α : parameter hidrograf

Tr : 0,5 x tg sampai 1 x tg

tg = 0,058 0,4.L untuk L ≥ 15 km

tg = 0,21. L 0,7 untuk L ≤ 15 km

tr = 0,5 , tg s/d tg

T0,3= α x tg

dimana tr : Waktu curah hujan

(18)

L : Panjang sungai utama (km)

Untuk :

α = 2,0 : Daerah pengaliran biasa

α = 1,5 : Bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat.

Α = 3,0 : Bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat.

2.5.2. HSS Snyder

Dalam permulaan tahun 1938, F. F. Snyder dari Amerika Serikat, telah mengembangkan rumus empiris dengan koefisien-koefisien empiris yang menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik daerah pengaliran.

Unsur-unsur hidrograf tersebut dihubungkan dengan:

A : Luas daerah pengaliran (km²)

L : panjang aliran utama (km)

LC : jarak antara titik berat daerah pengaliran dengan pelepasan (outlet) yang diukur sepanjang aliran utama.

Dengan unsur-unsur tersebut Snyder membuat rumus-rumusnya sebagai berikut : Τp = Ct (L.Lc)0,3

(19)

tr = (2-9)

Qp = 2,78 (2-10)

Tb = (2-11)

Koefisien-koefisien Ct dan CP harus ditentukan secara empiris, karena besarnya berubah-ubah antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Besarnya Ct = 0,75 – 3,00 sedangkan CP = 0,90 – 1,40.

Menentukan grafik hubungan antara Qp dan t (UH) berdasarkan persamaan Alexseyev sebagai berikut:

Q = Y.Qp (2-12)

2.5.3. HSS SCS

Hidrograf tak berdimensi SCS (Soil Conservation Services) adalah hidrograf satuan sintetis, di mana debit dinyatakan sebagai q terhadap debit puncak qp dan waktu (t) terhadap waktu naik dari hidrograf satuan Tp. Jika debit puncak dan waktu kelambatan dari suatu durasi hujan efektif diketahui, maka hidrograf satuan dapat diestimasi dari hidrograf satuan sintetis tak berdimensi untuk suatu DAS. Harga qp dan Tp dapat diperkirakan dari model sederhana

hidrograf satuan segitiga.

Rumus dari HSS SCS adalah:

Lag time (tp) = 0,6 Tc (2-13)

Waktu naik (Tp) = ½ tr + tp (2-14)

(20)

Tb = 2,67.Tp (2-16)

Gambar 2.2. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetis SCS (Suripin, 2004)

2.5.4. HSS Gama I

Hidrograf Satuan Sintetik Gama I dikembangkan atas riset Dr. Sri Harto di 30 daerah pengaliran sungai di Pulau Jawa pada akhir dekade 1980-an yang mengkombinasikan antara Metode Strahler dan pendekatan Kraijenhorr van der Leur.

Parameter yang diperlukan dalam analisa menggunakan HSS Gamma I antara lain: 1. Luas DAS (A)

2. Panjang alur sungai utama (L)

3. Panjang alur sungai ke titik berat DAS (Lc) 4. Kelandaian / slope sungai (S)

5. Kerapatan jaringan kuras / Drainage Density (D)

(21)

a) Waktu Naik (TR) Persamaannya adalah :

TR = 0,43 3 + 1,0665 . SIM + 1,2775 (2-17)

dimana TR = Waktu Naik (jam)

L = Panjang sungai utama (km)

SIM = Symmetri Factor merupakan parameter bentu DAS = WF x RUA

WF = WU/WL

Gambar 2.3. Penentuan nilai WF

b) Debit Puncak (QP) Persamaannya adalah :

(22)

Dimana:

JN : Jumlah pertemuan sungai yaitu jumlah segmen (ruas) sungai- sungai orde I dikurangi satu

QP : Debit Puncak (m³/det)

TR : Waktu naik (jam)

A : Luas DAS (km²)

c) Waktu Dasar (TB) Persamaannya adalah :

TB = 27,4132. TR-,0,1457. S-0,0986. SN0,7344. RUA0,2574 (2-19)

dimana :

TB : Waktu dasar (jam) S : Kemiringan DAS

SN : Source Frequency = Perbandingan antara jumlah segmen sungai tingkat I dengan jumlah segmen semua sungai (semua tingkat).

(23)

Gambar 2.4. Penentuan RUA (Relative Upstream Area)

Bentuk Hidrograf Satuan Sintetis Gama I

Gambar 2.5. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetis Gama I

2.6. Penelusuran Banjir (Flood Routing)

(24)

Tujuan penelusuran banjir adalah untuk: a) Prakiraan banjir jangka pendek

b) Perhitungan hidrograf satuan untuk berbagai titik sepanjang sungai dari hidrograf satuan di suatu titik di sungai

c) Prakiraan terhadap kelakuan sungai setelah terjadi perubahan dalam palung sungai d) Derivasi hidrograf sintetik

Menurut Fiedler (1999) penelusuran banjir dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya yaitu:

1. Modified Plus, yaitu Metode yang biasanya digunakan pada penelusuran lewat waduk. 2. Kinematik Wave, yaitu Metode yang merupakan bentuk dasar penelusuran secara

hidraulika.

3. Muskingum, yaitu Metode yang merupakan metode yang tidak didasarkan atas hukum-hukum dasar hidraulika, yang ditinjau disini hanyalah hukum-hukum kontinuitas, sedangkan persamaan keduanya didapat secara empiris.

4. Muskingum-Cunge, yaitu Metoda yang perumusannya diperoleh dari persamaan kontinuitas yang meliputi difusi bentuk dari persamaan momentum.

5. Dynamic, yaitu Metode yang merupakan solusi dari persamaan Saint Venant. Di Indonesia pemakaian Metode Muskingum pemah dilakukan oleh Saihul Anwar pada stasiun Kamun, Eretan dan Warungpeti stasiun Monjot.

2.6.1. Metode Muskingum

(25)

1. Tidak ada anak sungai yang masuk kedalam bagian memanjang palung sungai yang ditinjau.

2. Penambahan atau kehilangan air oleh curah hujan, aliran masuk atau keluar air tanah dan evaporasi, tidak diperhitungkan

Untuk merumuskan persamaan kontinuitas, waktu t harus dibagi menjadi periode-periode (At) yang lebih kecil, yang dinamakan periode penelusuran (routing period) (Soemarto,1986).

Periode penelusuran ini harus dibuat lebih kecil dari waktu tempuh dalam bagian memanjang sungai tersebut, sehingga selama periode penelusuran (At) tersebut, puncak banjimya tidak dapat menutup bagian memanjang sungai secara menyeluruh. Persamaan kontinuitas yang umum dipakai dalam penelusuran banjir adalah sebagai berikut:

I – Q = dS/dt (2-20)

dimana

I : debit yang masuk ke dalam permulaan bagian memanjang palung sungai yang ditinjau (bagian hulu) (m3/det)

Q : debit yang keluar dari akhir bagian memanjang palung sungai yang ditinjau (bagian hilir) (m3/det)

S : besarnya tampungan (storage) dalam bagian memanjang palung sungai yang ditinjau (m3). dt : periode penelusuran (detik, jam atau hari) Untuk selang waktu t

Maka persamaan di atas berubah menjadi:

I = (2-21)

(26)

dS = S2 – S1 (2-23)

Sehingga persamaan (1) menjadi :

Δt - Δt = S2 – S1 (2-24)

Dengan indeks 1 merupakan keadaan mula periode penelusuran, dan indeks 2 merupakan

keadaan pada akhir periode penelusuran. I1 dan I2 dan dapat diketahui dari hidrograf debit masuk

yang diukur besamya, Q1 dan S1 diketahui dari periode sebelumnya, Q2 dan S2 tidak ketahui.

Pada penelusuran lewat palung sungai besamya tampungan tergantung pada debit masuk dan debit keluar Soemarto (1986). Persamaan yang menyangkut kepada debit masuk dan debit keluar. Persamaan yang menyangkut hubungan S dan Q pada palung sungai hanya berlaku untuk hal-hal yang khusus bentuknya adalah sebagai berikut:

S = k{x.I + ( l - x ) Q } (2-25)

k dan Xditentukan oleh hidrograf debit masuk dan debit keluar yang masing-masing diamati pada saat yang bersamaan, sehingga hanya berlaku untuk bagian memanjang palung sungai yang ditinjau. Faktor x merupakan faktor penimbang (weight) yang besarnya berkisar antara 0 dan 1, biasanya lebih kecil dari 0,5 dan dalam banyak hal besarnya kira-kira sama dengan 0,3 serta tidak berdimensi.

Sungai-sungai alam 0,l<x<0,3 (Takeda, 1993) dan menurut Fiedler (1999) sungai alam 0,2<x<0,3. Menurut Takeda (1993) semakin curam kemiringan sungai, maka semakin besar harga x dan pada kasus tertentu X benilai negatif. S mempunyai dimensi volume, sedangkan I dan Q berdimensi debit, maka k harus dinyatakan dengan dimensi waktu (jam atau hari).

Dari persamaan 2 dapat dibuat persamaan berikut ini :

S1 =k{x . I1 + ( l – x ) Q1} (2-26)

(27)

Dari persamaan-persamaan 2,4,5 didapat dengan:

Q2= { C o . I2 + C1 . I1 + C2 . l2}Q1 (2-28)

C0 = (2-29)

C1 = (2-30)

C2 = (2-31)

dan

C0 + C1 + C2 = 1 (2-32)

2.6.2. Penentuan konstanta-konstanta penelusuran

Konstanta-konstanta penelusuran k dan x harus ditentukan secara empiris dari pengamatan debit masuk dan debit keluar dalam waktu yang bersamaan. Lengkung 5 adalah merupakan lengkung massa dari lengkung I-Q, sehingga untuk setiap saat dapat dihitung S. S akan maksimum bila I-Q sama dengan 0. Besarnya S pada saat t adalah:

(28)

Gambar 2.6. Hubungan antara inflow (I) dan outflow (D) (C.D. Soemarto, 1995)

(29)

Gambar 2.8. Hubungan antara akumulasi storage dengan waktu. (C.D. Soemarto, 1995)

Nilai Xdan k dapat diperoleh dengan menggambar grafik yang menyatakan hubungan antara S dan x . I + (1- x) Q, yaitu dengan memasukkan berbagai harga x sedemikian rupa hingga didapat garis yang mendekati garis lurus.

(30)

r = (2-34)

dengan

X = S

Y = x . I + (1 - x) Q

n = banyaknya titik untuk dihitung nilai S dan x . I + (1 - x) Q nya.

Gambar 2.9 Nilai storage x = 0,1 sampai x = 0,3

Dari kemiringan garis tersebut didapat harga k, yaitu

Gambar

Tabel 2.1 Persyaratan parameter statistik suatu distribusi
Gambar 2.1. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu (Suripin, 2004)
Gambar 2.2. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetis  SCS (Suripin, 2004)
Gambar 2.3. Penentuan nilai WF
+5

Referensi

Dokumen terkait

Banjir merupakan suatu kejadian yang ditandai dengan naiknya muka air melebihi.. kapasitas volume tampungan air semisal sungai atau saluran

Tinggi muka air banjir diperoleh dengan cara iterasi antara debit aliran dengan rumus Manning pada Persamaan 2.17 dengan debit yang didapatkan dari

Simulasi genangan dimaksudkan untuk memperlihatkan naiknya genangan air sungai di titik-titik rawan banjir selama periode waktu tertentu sesuai dengan hasil yang

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WAY SEPUTIH DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM

Data curah hujan yang digunakan untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai pada waktu yang sama.. Curah hujan yang

Banjir merupakan salah satu peristiwa alam dimana volume air berlebihan merendam daratan. Ketidakmampuan bendungan menampung volume air tersebut mengakibatkan potensi

Terdapat dua peristiwa banjir, pertama banjir yang terjadi pada daerah yang biasanya tidak terjadi banjir, kedua peristiwa banjir terjadi karena limpasan air banjir dari sungai yang

Manusia biasakan sangat enggan untuk pindah dari daerah Banjir Peristiwa dimana aliran air yang berlebihan merendam da- ratan disebut dengan banjir, ban- jir diakibatkan oleh volume