BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1. Letak Dan Geografis
Desa Jempalan merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan
Simpang Empat Kabupaten Asahan. Mayoritas penduduknya adalah suku Jawa, dan lebih kurang 80% memeluk agama Islam, sedangkan selebihnya 20%
beragama Kristen. Letak desa tersebut dari ibu kota Kecamatan Simpang Empat lebih kurang 21 kilometer, sedangkan jarak desa dengan ibu kota propinsi (Sumatera Utara) adalah 160 kilometer. Batas batas Desa Jempalan adalah sebagai
berikut :
• Sebelah utara berbatasan dengan desa perkebunan Hessa
• Sebelah selatan berbatasan dengan desa Silomlom
• Sebelah timur berbatasan dengan desa Sei Dua Hulu
Foto 1. Peta Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat
Luas wilayah Desa Jempalan lebih kurang 1.770,97 Ha. Desa Jempalan berada pada ketinggian antara20 M – 22 M diatas permukaan laut. Keadaan
alamnya terdiri dari dataran rendah yang memiliki ketinggian lebih kurang 6 meter di atas permukaan laut dengan temperatur 24OC–26OC. Sebagian besar tanahnya terdiri dari tanah hitam dan sebagian lagi tanah liat bercampur pasir.
Keadaan alam yang demikian sangat memungkinkan masyarakat untuk bercocok-tanam. Tanaman utama yang ditanam masyarakat Desa Jempalan adalah padi.
Kegiatan bercocok tanam di Desa Jempalan ini ditunjang oleh sebuah sungai (Sungai Sei dua) yang mengalir dari Desa Pondok Bunga ke arah Desa Rawang Panca Arga yang mengaliri lahan persawahan masyarakat desa tersebut.
2.2. Latar Belakang Historis
Tumbuhnya desa-desa di Indonesia mempunyai ciri-ciri khas tersendiri, yang memiliki keunikan–keunikan. Perkembangan antara satu desa dengan desa lain pada dasarnya tidak selalu sama, karena ada yang lambat dan ada yang cepat;
hal ini tergantung dari faktor alam dari desa serta tindak tanduk atau tingkah laku dari masyarakat itu sendiri.
Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan orang pertama datang ke Desa Jempalan, menurut keterangan yang berhasil dihimpun dari beberapa informan Desa Jempalan terbentuk sekitar tahun 1800-an. Menurut cerita dari tokoh
Sei dua kearah Selatan. Hingga akhirnya mereka tiba pada satu daerah yang
mereka anggap cocok untuk berlindung dan mendirikan perkampungan. Daerah tersebut adalah Simpang Empat (Jempalan sekarang) daerah ini merupakan
perkampungan pertama sekaligus perintis Desa Jempalan.
Salah satu informan yang memberi kontribusi besar dalam memberikan informasi tentang kedatangan pertama orang–orang ke Desa Jempalan adalah
Bapak H.Yahya. Beliau adalah keturunan dari suku Melayu yang pertama sekali datang ke Desa Jempalan. Sabar dan perlahan mereka membuka lahan di sekitar
sungai tersebut untuk bercocok tanam serta membangun rumah–rumah sederhana yang berbentuk panggung.
Pada tahun 1932, beberapa penduduk dari suku Jawa juga datang
membuka lahan dengan jarak sekitar 4 kilometer dari wilayah suku Melayu yang pertama datang. Orang-orang dari suku Jawa ini berasal dari buruh perkebunan yang berbatasan langsung dengan Desa Jempalan Menurut pak Yahya mereka
membuka lahan setelah pulang bekerja dari perkebunan. Lahan yang mereka buka berada tepat di sisi sebelah perkebunan, sehingga perkampungan mereka diberi
nama Kampung Tempel. Butuh waktu tiga tahun bagi para penggarap awal dari suku Jawa ini untuk mulai bisa memanfaatkannya menjadi lahan pertanian. Setelah pembukaan lahan yang diawali oleh orang-orang dari suku Melayu dan di
susul oleh orang-orang dari suku Jawa selama bertahun-tahun, maka penduduk daerah lain mulai berdatangan, tidak terkecuali dari suku Batak pada tahun
Adapun yang paling banyak datang di kemudian hari adalah orang-orang
dari suku Jawa. Orang-orang dari suku Jawa ini datang setelah masa kontraknya dengan perkebunan habis. Selain karena ketidakpastian hidup, juga tidak memiliki
biaya untuk kembali ke pulau Jawa, maka mereka mencari tempat yang dapat dijadikan tumpuan hidup. Dalam hal ini khususnya Desa Jempalan tidak lepas dari perhatian mereka sebagai pilihan untuk melanjutkan perjuangan hidup mereka.
Orang-orang suku Jawa ini kemudian mendirikan rumah-rumah sederhana pada wilayah yang lebih terbuka, yaitu pada daerah tanaman alang-alang liar dan diberi
nama Kampung Pematang Lalang (Desa Jempalan sekarang).
Foto 2. Kondisi desa Jempalan Sekarang
Bapak Bori adalah salah satu tokoh dari suku Jawa yang turut membuka lahan pada tahun 1932 bersama 5 orang temannya. Seiring dengan perubahan
tahun 1950 masyarakat secara bertahap dan bergotong–royong membuat dan
memperlebar jalur transportasi darat dari satu perkampungan ke perkampungan lain sebagai sarana penghubung. Jalur transportasi darat yang berhasil mereka
buat tersebut menghubungkan tiga perkampungan. Jalur tersebut yaitu Perkampungan Suku Melayu (di sisi Sungai Sei dua) – Desa Jempalan - Perkampungan Suku Jawa (disisi perkebunan). Total jalur yang berhasil dibuat
tersebut pada masa itu lebih kurang sepanjang 4,6 kilometer.
Keberhasilan masyarakat dalam membangun dan mengembangkan jalur
transportasi darat tersebut tidak terlepas dari kerja keras dari pemimpin desanya. Kepala Desa selaku pemimpin memiliki tanggung jawab yang cukup besar untuk mensejahterakan masyarakatnya. Bersama para staf aparatur desa dan peran serta
masyarakat Desa Jempalan sendiri, maka pembangunan dan pembangunan jalur transportasi darat dapat berhasil dilaksanakan.
2.3. Jumlah Penduduk
Sebelum tahun 1966, secara resmi Indonesia belum memiliki kebijakan
kependudukan yang komprehensif. Dalam rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana juga tidak pernah ada kebijakan kependudukan yang ditujukan
untuk menurunkan angka kelahiran dan angka kematian yang akhirnya berpengaruh pada angka pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali sangat berpengaruh bagi berhasilnya proses pembangunan
nasional itu sendiri. Pertumbuhan jumlah penduduk memang cukup sulit untuk dapat diatasi. Butuh program–program yang tepat serta terarah agar pertumbuhan
Di Indonesia, pertumbuhan penduduk terkonsentrasi di daerah–daerah
pedesaan. Seakan tidak dapat dielakkan, bahwa jumlah penduduk yang besar di daerah pedesaan tersebut semakin diperparah dengan sikap dan tingkah laku
masyarakat desa tersebut. Banyak masyarakat pedesaan yang terdapat di Indonesia melakukan perpindahan (urbanisasi) baik secara permanen maupun non-permanen ke daerah–daerah perkotaan dengan beragam tujuan dan motivasi.
Perpindahan yang dilakukan oleh masyarakat desa terutama pada saat–saat krisis ekonomi terjadi. Apalagi bila krisis ekonomi tersebut terjadi secara
berkepanjangan.
Di desa Jempalan pertumbuhan jumlah penduduk juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan jumlah penduduk tersebut selain
disebabkan oleh pendatang baru dari para mantan buruh kebun juga dari pendatang suku Batak. Suku Batak yang datang ke Desa Jempalan awalnya adalah mereka yang beragama Islam, namun kemudian yang beragama Kristen juga turut
datang. Hal ini disebabkan oleh hubungan marga, yang menurut kepercayaan tradisional suku Batak bahwa apabila sama marganya atau termasuk turunan
marga maka dianggap sebagai saudara walau berbeda agama. Karena ikatan marga inilah kemudian orang-orang suku Batak yang beragama Kristen masuk Desa Jempalan.
1. Jawa 6.225 jiwa 78,6 %
2. Batak 1.402 jiwa 17,8 %
3. Melayu 240 jiwa 3,1 %
4. Lainnya 40 jiwa 0,5 %
Jumlah 7.927 jiwa 100 %
Tabel. 1 Distribusi penduduk berdasarkan etnis
NO Agama Yang Dianut Jumlah Porsentase
1. Islam 6.373 jiwa 80,4 %
2. Kristen Protestan 1.430 jiwa 18,0 %
3. Kristen Katholik 124 jiwa 1,6 %
Jumlah 7.927 jiwa 100 %
Tabel 2. Distribusi penduduk berdasarkan agama
Pertumbuhan angka kelahiran penduduk di Desa Jempalan memang cukup tinggi, hal ini dapat kita pahami oleh karena mata pencaharian penduduk yang
paling dominan adalah bertani. Mata pencaharian sebagai petani dalam proses produksinya membutuhkan sumber tenaga. Sumber tenaga yang paling mungkin adalah dengan memakai tenaga keluarga petani itu sendiri. Sehingga tidak
mengherankan bila jumlah anak dalam satu keluarga dari kalangan petani bisa mencapai 8 sampai 10 orang anak. Menurut angka tahun 2010 penduduk Desa
memahami pertumbuhan jumlah penduduk di Desa Jempalan, maka ada baiknya
bila dijabarkan pula dalam bentuk–bentuk tabel dibawah ini.
NO Jenis Kelamin Jumlah Porsentase
1. Laki-laki 4.023 jiwa 50,8 %
2. Perempuan 3.904 jiwa 49,2 %
Jumlah 7.927 jiwa 100 %
Tabel 3. Distrbusi penduduk berdasarkan jenis kelamin
2.4. Mata Pencaharian Penduduk
Ditinjau dari jenis mata pencaharian penduduk Desa Jempalan, sebagian besar masyarakatnya hidup sebagai petani. Pola kehidupan masyarakat sebagai petani sangat dominan mewarnai tatanan kehidupan masyarakat Desa Jempalan.
Mata pencaharian sebagai petani semakin baik dengan adanya dukungan suplai air dari sungai Sei dua yang membentang di ujung timur Desa Jempalan yang
mengaliri areal pertanian masyarakat. Bertani sebagai mata pencaharian memang umum kita dengar dikalangan masyarakat kita, namun demikian para petani Desa Jempalan telah berhasil memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya sendiri
dengan hasil panen yang selalu surplus.
Tanaman Produksi (Ton) Konsumsi (Ton) Surplus (Ton)
Tabel.4. Banyaknya Produksi dan Konsumsi Padi di Desa Jempalan
Bagi masyarakat petani khususnya masyarakat Desa Jempalan, musim
panen yang telah tiba adalah saat-saat yang ditunggu. Hasil panen tersebut biasanya mereka simpan di rumah untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka sampai musim panen berikutnya tiba. Hasil panen para petani juga ada yang
dijual; adapun yang dijual adalah hasil lebih setelah dikurangi kebutuhan pangan rumah tangga itu sendiri yang telah disimpan di rumah tadi. Hasil penjualan
biasanya akan mereka belanjakan untuk kebutuhan hidup sehari–hari dan untuk biaya sekolah anak–anak mereka. Ada juga sebagian masyarakat yang membelanjakannya kedalam bentuk perhiasan dan apabila ada kebutuhan yang
mendadak, maka bisa dijual kembali.
Mata pencaharian sebagian besar masyarakat Desa Jempalan tidak terlepas dari kondisi alam desa itu sendiri. Desa Jempalan yang luasnya 1.770 Ha memiliki
areal pertanian tanaman pangan seluas 1.019 Ha serta didukung oleh bendungan air di wilayah perbatasan dengan Desa Silomlom. Dengan areal pertanian yang
cukup luas dan sistem pengairan yang teratur dari Sungai Serani tersebut masyarakat Desa Jempalan sudah bisa memenuhi kebutuhan pangannya sendiri (kategori desa swasembada) tanpa harus mendatangkannya dari desa lain.
Untuk dapat melihat sejauh mana perbandingan mata pencaharian petani dengan mata pencaharian lainnya, berikut penulis tampilkan tabel distribusi
NO Jenis Pekerjaan Jumlah Porsentase
1. Petani 1.169 jiwa 80,1%
2. Pedagang 87 jiwa 6,0 %
3. Karyawan Swasta 115 jiwa 7,9 %
4. ABRI/ Pegawai Negeri 52 jiwa 3,6 %
5. Mocok-mocok 35 jiwa 2,4 %
Jumlah 1.458 jiwa 100 %
Tabel.5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
2.5. Pendidikan
Desa, sebuah nama yang tidak akan mudah dilupakan manusia apalagi
bagi mereka yang sampai mengalami tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Desa merupakan tumpuan perhatian dan sasaran pendidikan bagi dunia yang baru
berkembang. Untuk masyarakat seperti Indonesia, desa merupakan sumber segala inspirasi dalam dunia pendidikan.
Kita ketahui bahwa masih banyak desa-desa yang memang masih
terbelakang keadaannya, dan karena itu perlu ditingkatkan secara terus–menerus. Dalam hal pendidikan mereka juga amat terbelakang, maka wajar kalau kita
sering mendengar bahwa ”orang desa perlu diangkat”. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membuka kesempatan bagi orang desa tentunya anak-anak mudanya untuk menikmati sekolah/pendidikan.
terbatas. Mereka beranggapan bahwa sekolah tidak ada gunanya, maka tidak
heran apabila cakrawala pengetahuan mereka sangat terbatas. Walaupun mereka hidup di lingkungan yang tidak terlalu jauh dari perkotaan (sekitar 10 km dari
Kota Kisaran) yang bisa dengan mudah mendapat informasi dan komunikasi. Muncul pendapat yang menyatakan bahwa manfaat utama pendidikan adalah untuk bisa membaca, menulis, dan berhitung. Jalan pikiran mereka yang sangat
sederhana dan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonominya termasuk tingkat pendidikan mereka yang rendah.
Pekerjaan sebagai petani menurut mereka tidak memerlukan pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Sekedar untuk bisa menulis, membaca, dan berhitung agar terhindar dari perlakuan yang tidak wajar ketika menjual hasil
pencaharian mereka. Sehubungan dengan tingkat penghasilan mereka yang rendah, menyebabkan mereka tidak dapat membiayai pendidikan anak mereka kesekolah yang lebih tinggi. Kebanyakan anak petani hanya sebatas tamat SD.
Pendapat seperti yang terungkap di atas merupakan sebuah keniscayaan dari acuhnya sebagian kecil masyarakat Desa Jempalan terhadap pendidikan anak.
Namun demikian, beberapa golongan yang berasal dari kalangan ekonomi atas dan berpikiran maju tidaklah sama pemikirannya. Beberapa diantara mereka yang lebih berpikiran maju mengajak masyarakat untuk secara swadaya membangun
sarana pendidikan. Dengan munculnya gagasan untuk membangun sarana pendidikan secara swadaya, lambat laun alam pemikiran masyarakat yang
Sekitar tahun 1960, sekolah dasar pertama berdiri di Desa Jempalan yang
dipelopori oleh Yayasan Alwashliyah. Lokasi Yayasan Alwashliyah ini terletak di dusun IV yang berada di sisi jalan utama Desa Jempalan. Pada rentang waktu
yang hampir bersamaan dengan dibangunnya Yayasan Alwashliyah juga dibangun Sekolah Dasar atas swadaya masyarakat yang letaknya di sisi sebelah lapangan terbuka Desa Jempalan.. Sekolah dasar yang baru muncul pada tahun 1975, yaitu
SD Inpres dan mulai beroperasi tahun 1977. SD Inpres yang dibangun pada masa itu berdiri di 3 tempat yang berlokasi di dusun I, dusun V, dan dusun XI. Kelima
sekolah dasar yang ada tersebut di bangun untuk dapat menampung anak-anak dari masyarakat Desa Jempalan, akan tetapi anak-anak yang di Desa Sei dua hulu juga turut belajar di sekolah dasar yang ada di Desa Jempalan khususnya yang
berbatasan langsung dengan wilayah dusun I Desa Jempalan.
NO Jenis Sarana Pendidikan Jumlah
1. SD Swasta 1
2. SD Negeri 1
3. SD Inpres 3
4. SMP Swasta 2
Jumlah 7
Tabel 6. Distribusi jenjang pendidikan di desa Jempalan
Hubungan antara sosial dan budaya merupakan dua sisi yang saling
berhubungan. Berbicara tentang masyarakat biasanya akan berujung pada munculnya hubangan yang saling terkait antara keadaan sosial dan keadaan
budaya, sehingga keadaan sosial merupakan bagian dari keadaan budaya. Kebudayaan yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, aturan–aturan, serta bentuk organisasi sosial. Suatu keadaan sosial akan selalu
terlihat pada kebudayaan yang berpangkal dan muncul dari organisasi sosial yang turut berpengaruh.
Perubahan dan perkembangan masyarakat yang mewujudkan segi dinamikanya, disebabkan oleh karena para warganya mengadakan hubungan antara satu dengan yang lainnya, baik dalam bentuk orang perorangan maupun
kelompok manusia. Sebelum hubungan – hubungan tersebut mempunyai bentuk yang konkrit, maka terlebih dahulu dialami suatu proses kearah bentuk konkrit yang sesuai dengan nilai–nilai sosial di dalam masyarakat. Dalam interaksi sosial
yang terjadi, prilaku masyarakat akan dapat terlihat apakah masyarakat tetap dalam kondisi yang damai atau malah terjadi kegoyahan dalam cara–cara atau
bentuk–bentuk hidup yang telah ada.
Salah satu sifat manusia adalah keinginan untuk hidup bersama dengan manusia yang lain. Dalam hidup bersama antara individu dengan individu atau
individu dengan kelompok tersebut terjadi hubungan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani.
harus diwujudkan dengan tindakan melalui hubungan yang timbal–balik.
Hubungan timbal–balik inilah yang dimaksud dengan interaksi. Interaksi terjadi apabila suatu individu melakukan tindakan sehingga menimbulkan reaksi dari
individu–individu yang lain. Interaksi sosial terjadi dalam suatu kehidupan sosial, seperti yang telah diungkapkan oleh Soerjono Soekanto dalam Hanafi (1986) :
”Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, karena bila tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara badaniyah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang perorangan atau kelompok –kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian dan lain sebagainya”.Interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang mempertemukan individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Bentuknya tidak hanya kerja sama, tetapi bisa juga berbentuk tindakan persaingan, pertikaian, dan sejenisnya”
Interaksi sosial merupakan hubungan yang tertata dalam bentuk tindakan–
tindakan yang berdasarkan nilai–nilai dan norma–norma sosial dan budaya yang berlaku dalam masyarakat. Apabila interaksi tersebut berdasarkan pada tindakan
yang tidak sesuai dengan nilai–nilai dan norma–norma yang berlaku, maka kecil kemungkinan hubungan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Misalnya, apabila kita mengutarakan sesuatu dengan hormat dan sopan terhadap orang tua, maka
kita akan dilayani dengan baik. Sebaliknya, jika kita berprilaku tidak sopan dan tidak hormat terhadap orang tua, maka mereka akan marah, yang akhirnya
Masyarakat Desa Jempalan yang mayoritas Suku Jawa masih
memperlihatkan kepribadian yang saling ketergantungan dengan masyarakat disekitarnya. Kehidupan yang demikian menimbulkan adanya bentuk kerja sama
yang didasari oleh solidaritas sosial bersama diantara para anggotanya. Hal ini terlihat jelas pada masyarakat Desa Jempalan khususnya pada suku Jawa yaitu melalui sistem gotong–royong dan organisasi sosial dalam berbagai kegiatan
sepeti PKJ (Persatuan Kemalangan Jempalan).
Dalam bentuk pengerahan tenaga kerja untuk pertanian khususnya
masyarakat suku Jawa di Desa Jempalan dilaksanakan melalui gotong–royong atau istilahnya ”Aruan” (Jawa yang artinya berganti–gantian). Dalam kelompok Aruan yang bekerja hanyalah pekerjaan tani saja. Tetapi dalam bentuk gotong–
royong lain umumnya menyangkut beban–beban kerja sosial yang lebih besar lagi, seperti membangun atau memperlebar ruas jalan, mendirikan sarana ibadah, dan lain–lain. Gotong–royong sebagai wujud solidaritas sosial ini secara tidak
disadari para kelompok atau individu yang telah mendapat bantuan dari orang lain tadi merasa wajib pula untuk membantu sebagai balasan bantuan yang telah
diterimanya sebelumnya.
2.7. Karakteristik Masyarakat Batak Toba di Desa Jempalan
Masyarakat Batak Toba yang terdapat di desa Jempalan merupakan masyarakat pendatang yang mengusahakan pertanian yang tersebar di wilayah
didukung oleh sikap masyarakat Batak Toba yang memiliki kebiasaan untuk
merantau dan keharusan untuk memiliki tanah.
Adapun pemilihan lokasi penelitian ini juga memperhatikan karakteristik
masyarakat Batak Toba di desa Jempalan, adapun karakteristik dalam hal ini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan mengenai seberapa jauh masyarakat Batak Toba di desa Jempalan dalam memandang dan memaknai nilai budaya mereka
dalam kehidupan sehari-hari.
Karakteristik yang dimaksudkan adalah karakter yang muncul dari kondisi
masyarakat Batak Toba di tanah rantaunya. Seperti pekerjaan yang memberi kredit kepada masyarakat sekitarnya. Kondisi masyarakat Batak Toba di Desa Jempalan memberikan karakter mereka berdasarkan pekerjaan mereka tersebut.
Hal inilah yang ingin dilihat sejauh mana kondisi ini berlangsung.
2.8. Deskripsi Lembaga Kredit Di Desa Jempalan
Lembaga pemberi pinjaman adalah sebuah lembaga yang sangat penting bagi jantung perekonomian di desa Jempalan. Hal ini karena keberadaan lembaga
lembaga ini akan membantu setiap usaha yang dilakukan masyarakat desa jempalan yang mayoritas bekerja sebagai petani. Seperti memberi bantuan dalam
kredit murah pupuk, bibit dan lain sebagainya. Berikut terdapat beberapa lembaga pemberi pinjaman yang ada disekitar desa Jempalan.
2.8.1. Bank
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak” (Undang-undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan). “Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan
(financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana pada waktu yang ditentukan.
Kecamatan Simpang Empat terdapat satu Bank daerah yang beroperasi di
sekitar jalan lintas Sumatera daerah Asahan. Bank tersebut adalah Bank Sumut. Bank sumut sebenarnya hadir menjadi solusi tepat bagi masyarakat Kecamatan
Simpang Empat untuk setiap kegiatan ekonominya. Hal ini terlihat dari program program yang memberikan kredit berbunga rendah bagi masyarakat untuk terciptanya masyarakat yang mandiri.
Keberadaan kredit murah ternyata belum membuat masyarakat desa yang
tinggal diperkampungan turut datang untuk meminjam kredit di bank tersebut. Hal ini karena lokasi bank yang jauh dari desa dan ketakutan ketakutan lain yang
hidup dalam alam pikir masyarakat desa. Yaitu sebuah praduga bahwa bank selalu memberikan kesulitan kesulitan dalam setiap proses peminjaman seperti prosedur yang berbelit belit maupun bunga yang terlalu tinggi. Hal ini terlihat dari setiap
nasabah disana yang sebagaian besar adalah masyarakat yang berdomisili disekitar jalan lintas besar Asahan, para pegawai negeri sipil maupun para
wiraswasta yang ada di Kecamatan Simpang Empat.
2.8.2. Koperasi
Definisi koperasi di Indonesia termuat dalam UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasiaan yang menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha
yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan unsur-unsur penting koperasi yaitu:
1) koperasi merupakan badan usaha.
2) koperasi dapat didirikan oleh orang seorang dan atau badan hukum koperasi yang sekaligus sebagai anggota koperasi yang bersangkutan. 3) koperasi dikelola berdasarkan prinsip-prinsip koperasi.
4) koperasi dikelola berdasarkan atas asas kekeluargaan.
mencapai kesejahteraan ekonomi yang berlandaskan asas kekeluargaan. Koperasi
disebut sebagai soko guru perekonomian di Indonesia. Keberadaannya diharapkan mampu menjadi penopang perekonomian
Di Kecamatan Simpang Empat terdapat satu buah CU (Credit Union) yang berprinsip layaknya koperasi. CU ini bernama CU Harapan Jaya. CU ini telah beroperasi sejak tahun 2008 dan berjalan hingga sekarang. Pada tahun 2008
awalnya CU ini adalah koperasi sederhana yang hanya beranggotakan 20 orang yang sebagaian besar adalah petani. Koperasi ini berdiri untuk mensejahterakan
anggota dan memberi kemudahan bagi anggota dalam setiap proses kegiatan taninya.
Koperasi ini berkembang sehingga memiliki anggota hingga 500 orang.
Foto 4. Koperasi Tani Yang Kini Berubah Menjadi CU Di Kecamatan
Simpang Empat
Namun keberadaan CU itu sendiri kini masih belum menjadi solusi yang tepat bagi masyarakat kecamatan Simpang Empat khususnya desa Jempalan. Hal ini disebabkan lokasi CU yang jauh dari desa Jempalan. Sehingga masyarakat
desa tersebut sulit untuk mengakses dan menjadi anggota CU tersebut.
2.8.3. BAKRI
Bakri pada dasarnya merupakan sebuah singkatan dari Batak Kredit.
Sebuah profesi yang memberikan jasa kredit secara informal atau tidak melalui sebuah lembaga resmi yang biasanya dilakukan oleh mereka yang beretnis Batak. Identiknya Batak sebagai Bakri tidak terlepas dari mereka yang mengusahakan
uang yang ia miliki untuk dipinjamkan kepada orang lain dengan bunga yang disepakati bersama.
Kehadiran BAKRI (Batak Kredit) di Kecamatan Simpang Empat khususnya Desa Jempalan sudah berlangsung lama. Setidaknya menurut penuturan bapak Mulyono (45 tahun) fenomena ini sudah ada sejak adanya warga
etnis Batak di desa ini. Menurut beliau pada dasarnya mereka yang datang ke daerah ini adalah mereka yang ingin membuka lahan dan bermukim. Dan kebanyakan dari mereka menjadi sukses dengan berbagai macam usaha yang
Senada dengan hal tersebut David (42 tahun) memberikan penjelasan
bahwa fenomena Bakri ini muncul karena adanya rasa ingin membantu dari mereka yang sedikit beruntung dalam urusan ekonomi ini, kepada masyarakat
disekitarnya. Niat membantu lewat pinjaman pinjaman yang pada awalnya tanpa bunga, karena niat membantu diawal. Namun perkembangan yang terjadi semakin bertambah pesat dengan banyak masyarakat sekitar yang merasa terbantu dengan
adanya bantuan tersebut. Namun semakin berkembangnya ini membuat proses ini menjadi sebuah peluang bisnis yang cukup menarik, sehingga dimulailah proses
peminjaman dengan bunga tersebut. David tidak dapat menjelaskan sejak kapan proses ini berlangsung, namun menurut penuturan beliau keberadaan bakri ini sudah ada kira kira akhir 70-an hingga sekarang. Penjelasan lebih rinci tentang