BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indometasin merupakan salah satu obat antiinflamasi nonsteroid yang
paling efektif untuk pengobatan reumatoid artritis, osteoartritis, ankylosing
spondylitis, dan acute gouty arthritis (Insel, 1990). Indometasin lebih efektif menanggulangi peradangan dinandingkan aspirin atau AINS (Antiinflamatory Non
Steroidal) lainnya (Mycek, dkk., 2001), yang mana efektifitas antiinflamasi yang dimilikinya lima kali lebih kuat daripada kortison dan 25 kali lebih tinggi daripada
fenilbutazon (Foye, 1996), akan tetapi indometasin menimbulkan efek samping
yang lebih besar pula dibandingkan aspirin atau AINS lainnya pada saluran cerna
berupa iritasi ulkus lambung, rasa panas dan nyeri perut, mual bahkan perdarahan
(Insel, 1990). Efek samping lokal indometasin pada saluran cerna disebabkan
kontak langsung kristal-kristal indometasin pada saluran cerna dalam waktu yang
lama, sehingga merusak mukosa saluran cerna (Niazi, 1979).
Dewasa ini, diperdagangan terdapat sejumlah produk yang mengandung
indometasin yang diberikan secara oral, salah satu contohnya yaitu Indocin®
(Moffat, et al., 2005). Pemberian indometasin secara oral dapat menyebabkan
iritasi pada mukosa lambung, maka pada penelitian ini dibuat sediaan transdermal
indometasin yang tidak menimbulkan efek samping pada lambung. Hal ini
mengingat bahwa indometasin memiliki berat molekul yang rendah dan lipofilitas
yang tinggi (Moffat, et al., 2005), sehingga cocok untuk diformulasi menjadi
Penyampaian obat secara transdermal merupakan suatu sistem
penghantaran obat melalui kulit yang utuh untuk mendapatkan efek sistemik.
Kulit manusia menyediakan jalur masuk bagi sistem penghantaran obat,
penyampaian obat melalui kulit memiliki berbagai keuntungan, antara lain: kadar
obat dalam plasma dapat dipertahankan, tidak mengalami efek lintas pertama,
kemudahan penggunaan sediaan obat pada kulit, dan dapat menghindarkan efek
samping obat akibat kontak langsung obat pada gastrointestinal. Namun,
rendahnya permeabilitas kulit menyebabkan terbatasnya jumlah obat yang dapat
diberikan melalui kulit (Wilkosz dan Bogner, 2003).
Sistem penyampaian obat transdermal (TDDS) memiliki banyak
keuntungan dibandingkan dengan pemberian obat oral, injeksi dan inhaler sistem
klasik secara konvensional. Keuntungan yang paling penting dari sistem ini
adalah meningkatkan bioavailabilitas obat sistemik, karena first pass metabolism
melalui hati dan gangguan sistem pencernaan dapat dihindari, dengan profil
sistem penghantaran obat yang konstan dan terkontrol (mengikuti absorbsi orde
nol) (Ammar, et al., 2007). Meskipun memiliki banyak keuntungan, penyampaian
obat secara transdermal memiliki tantangan tersendiri yaitu obat harus mampu
berpenetrasi melalui stratum korneum, dan teknik yang paling populer
menggunakan peningkat penetrasi kimia, yang reversibel mengganggu
penghalang permeabilitas dari stratum korneum (Barry, 1991).
Stratum korneum merupakan lapisan terluar kulit, stratum korneum
berperan sebagai suatu penghalang fisik yang nyata bagi kebanyakan zat yang
berkontak dengan kulit. Stratum korneum terdiri dari sepuluh sampai dua puluh
panjang sekitar 34-44 µ m, lebar 25-36 µm, dan tebal 0,15-2 µm dengan luas
permukaan 750-1200 µm2 dimana satu dengan yang lainnya terkumpul
membentuk suatu susunan yang membentuk batu bata (Pathan dan Setty, 2009).
Namun dikarenakan lambatnya penetrasi indometasin melalui kulit maka
dilakukanlah berbagai pendekatan untuk meningkatkan penetrasi indometasin
melalui kulit, diantaranya yaitu dengan mensintesis prodrug dari indometasin dan
membentuk kompleks indometasin dalam smectite (Taketoshi, et al., 2001) serta
memformulasikan sediaan indometasin dengan tambahan berbagai peningkat
seperti golongan alkohol (etanol, benzil alkohol), golongan asam karboksilat
(asam oleat), golongan amida (urea, laktam), dimetilsulfoksida, minyak esensial
(Anggraeni, 2012).
Penelitian sebelumnya telah dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik
Universitas Sumatera Utara, antara lain oleh Dermawan, et al., (2013),
menunjukkan bahwa Tween 80 dan Minyak Inti Sawit dapat meningkatkan
penetrasi asam askorbat melalui kulit kelinci, tetapi Tween 80 harus digunakan
dalam konsentrasi rendah 2,5 dan 5%. Sedangkan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh pada Amelia (2014), menunjukkan bahwa kombinasi Tween 80
(konsentrasi 5%) dengan produk transesterifikasi minyak inti sawit (konsentrasi
10%) menghasilkan efek peningkatan penetrasi yang lebih besar dibandingkan
dengan penggunaan Tween 80 (konsentrasi 5%), akan tetapi lebih kecil
dibandingkan dengan penggunaan produk transesterifikasi minyak inti sawit
(konsentrasi 10%), dan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Marbun (2015),
menunjukkan bahwa minyak esensial seperti minyak kayu putih, minyak nilam
kelinci secara In Vitro dan minyak kayu putih 15% memberikan penetrasi yang
paling tinggi, serta hasil penelitian yang dilakukan oleh Aniroh (2015),
menunjukkan bahwa minyak wijen, minyak almond, minyak zaitun dapat
meningkatkan penetrasi indometasin melalui kulit kelinci secara In Vitro dan
minyak wijen 10% memberikan penetrasi yang paling tinggi.
Etanol banyak digunakan dalam formulasi sediaan farmasi sebagai kosolven.
Disisi lain etanol dapat meningkatkan penetrasi obat menembus stratum korneum.
Jika etanol digunakan dalam konsentrasi tinggi dan dalam jangka waktu yang
panjang, etanol mengubah struktur lipid bilayer stratum korneum dengan
mengekstraksi lipid (Anggraeni, 2012). Etanol dapat digunakan untuk
meningkatkan penetrasi dari levonorgestrel, estradiol dan hidrokortison. Efek
peningkatan penetrasi etanol tergantung dari konsentrasi yang digunakan
(Swarbrick dan Boylan, 1995).
Formulasi sediaan semi solid seringkali ditambahkan bahan humektan
untuk memperbaiki konsistensinya yang juga dapat berfungsi sebagai kosolven
yang dapat meningkatkan kelarutan bahan obat. Dengan meningkatnya kelarutan,
maka bahan obat akan lebih mudah lepas dari basis yang selanjutnya akan
berpengaruh pada efektifitasnya (Barry, 1983). Gliserin berfungsi sebagai
kosolven dan humektan yang dapat meningkatkan kelarutan bahan obat. Kosolven
dapat meningkatkan kelarutan bahan obat sehingga dapat meningkatkan
penetrasinya melalui membran kulit untuk mencapai tempat aksinya (Swarbrick
dan Boylan, 1995).
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti dan membandingkan daya
kulit kelinci menggunakan indometasin sebagai model obat yang dibuat dalam
sediaan gel.
1.2Kerangka Pikir Penelitian
Secara skematis, kerangka pikir penelitian ditunjukkan oleh Gambar 1.1.
Latar BelakangPenyelesaianVariabel bebasVariabel terikat Parameter
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
1.3Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah etanol, gliserin, dan campuran etanol dengan gliserin dapat
meningkatkan penetrasi indometasin dalam bentuk sediaan gel melalui
kulit kelinci secara in vitro?
b. Apakah etanol, gliserin, dan campuran etanol dengan gliserin lebih
meningkatkan penetrasi indometasin dalam sediaan gel dibandingkan
1.4Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Etanol, gliserin, dan kombinasi etanol dan gliserin dapat meningkatkan
penetrasi Indometasin dalam bentuk sediaan gel melalui kulit kelinci secara
in vitro.
b. Etanol, gliserin, dan campuran etanol dengan gliserin lebih meningkatkan
penetrasi indometasin dalam sediaan gel dibandingkan dengan gel
indometasin dari jepang melalui kulit kelinci secara in vitro.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui pengaruh etanol, gliserin, dan kombinasi etanol dan gliserin
terhadap penetrasi indometasin dalam bentuk sediaan gel melalui kulit
kelinci secara in vitro.
b. Mengetahui pengaruh peningkat penetrasi indometasin dari sediaan gel
melalui kulit kelinci secara in vitro dengan enhancer etanol, gliserin, dan
campuran etanol dengan gliserin dibandingkan dengan gel indometasin dari
Jepang.
1.6 Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan bahwa indometasin dapat diberikan
secara transdermal dengan menggunakan enhancer etanol, gliserin dan campuran
etanol dengan gliserin dalam bentuk sediaan gel sebagai obat antiinflamasi
artritis, osteoartritis, ankylosing spondylitis, dan acute gouty arthritis sehingga dapat mengurangi efek samping dan meningkatkan kenyamanan penggunaan obat