BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gangguan Mood
2.1.1. Pengertian Gangguan Mood
Gangguan mood merupakan suatu masalah psikiatri yang muncul dari adanya
gangguan depresi. Depresi adalah suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang
secara umum ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimis, dan kesepian.8
Keadaan ini sering disebutkan dengan istilah kesedihan (sadness), murung (blue),
dan kesengsaraan.9 Dalam ketentuan DSM IV gangguan mood adalah depresi
mayor, gangguan distemik, dan gangguan bipolar.10
Gangguan depresi merupakan gangguan mood depresi yang berlangsung
selama sekurang-kurangnya dua minggu. Untuk menegakkan diagnosis memerlukan
empat simptom tambahan, seperti gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan
energi, perasaan tidak berarti, pikiran untuk bunuh diri, dan sulit berkonsentrasi.
Sehingga ia kehilangan minat dan hampir disemua aspek kehidupannya.10
Menurut (DSM IV) , gangguan depresi terbagi dalam 3 kategori, yaitu :
1. Gangguan depresi berat ( Major depressive disorder ).
Kriteria : didapatkan lima atau lebih simptom depresi selama dua minggu.
Kriteria tersebut adalah suasana perasaan depresif hampir sepanjang hari
yang diakui sendiri oleh subjek ataupun observasi orang lain (pada
anak-anak dan remaj a perilaku yang biasa muncul adalah mudah
terpancing amarahnya), kehilangan minat atau perasaan senang yang
sangat signifikan dalam menjalani sebagian besar aktivitas
j ustru ada kenaikan berat badan yang drastis, insomnia atau
hipersomnia berkelanjutan, agitasi atau retardasi psikomotorik, letih atau
kehilangan energi, perasaan tak berharga atau perasaan bersalah yang
eksesif, kemampuan berpikir atau konsentrasi yang menurun,
pikiran-pikiran mengenai mati, bunuh diri, atau usaha bunuh diri yang muncul
berulang kali, distres dan hendaya yang signifikan secara klinis, tidak
berhubugan dengan belasungkawa karena kehilangan seseorang.10
2. Gangguan distimik (Dysthymic disorder)
Gangguan distimik adalah suatu bentuk depresi yang lebih kronis tanpa ada
bukti suatu episode depresi berat (dahulu disebut depresi neurosis).
Kriteria DSM IV untuk distemik : perasaan depresi selama beberapa hari,
paling sedikit dua tahun (atau satu tahun pada anak-anak dan remaja);
selama depresi, paling tidak ada dua hal berikut yang hadir, yakni : tidak
adanya nafsu makan atau makan berlebihan, imsomnia atau hipersomnia,
lemah atau keletihan, percaya diri rendah, daya konsentrasi rendah, atau sulit
membuat keputusan, perasaan putus asa; selama dua tahun atau lebih
mengalami gangguan, tanpa adanya gejala-gejala selama dua bulan; tidak
ada episode manik yang terjadi dan kriteria gangguan siklotimia tidak
diketemukan; gejala-gejala ini tidak disebabkan oleh efek psikologis langsung
dari kondisi obat atau medis; signifikansi klinis distress (hendaya) atau
ketidaksempurnaan dalam fungsi.10
3. Gangguan afektif bipolar atau siklotimik (Bipolar affective illness or cyclothynic
disorder).
Kriteria : kemunculan (atau memiliki riwayat pernah mengalami) sebuah
mengalami) paling tidak satu atau episode hipomania; tidak ada riwayat
episode manik penuh atau episode campuran; gejala-gejala suasana
perasaan bukan karena skizofrenia atau menjadi gejala yang menutupi
gangguan lain seperti skizofrenia; gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh
efek-efek fisiologis dari substansi tertentu atau kondisi medis secara umum;
distress atau hendaya dalam fungsi yang signifikan secara klinis.10
Sedangkan menurut Waslick, depresi pada remaja terbagi 2 tipe yakni tipe
primer dan tipe sekunder. Tipe primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik
sebelumnya, dan tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai
hubungan dengan gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi
yang sekunder biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak
keluhan somatik, dan lebih sering terlihat mudah tersinggung, putus asa,
mempunyai ide bunuh diri, problem tidur, penurunan prestasi sekolah,
percaya diri yang rendah, dan tidak patuh.8,14-16
2.1.2. Etiologi
Depresi merupakan sekolompok penyakit gangguan mood dengan dasar yang
sama.8 Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap etiologi depresi,
khususnya pada anak dan remaja adalah :
1. Faktor genetik
Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor
genetik mempunyai peran terbesar. Gangguan mood cenderung terdapat
dalam suatu keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah satu orang tuanya
menderita depresi, maka anaknya berisiko dua kali lipat dan apabila kedua
sebelum usia 18 tahun menjadi empat kali lipat.16 Pada kembar monozigot,
76% akan mengalami gangguan afektif, sedangkan bila kembar dizigot hanya
19%. Bagaimana proses gen diwariskan belum diketahui secara pasti. Bahwa
kembar monozigot tidak 100% menunjukkan gangguan afektif, kemungkinan
ada faktor non-genetik yang turut berperan.17-19
2. Faktor sosial
Dilaporkan bahwa orangtua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu
menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa
anaknya menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan orang tua, jumlah
sanak saudara, status sosial keluarga, perpisahan orangtua, perceraian,
fungsi perkawinan, atau struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya
gangguan depresi pada anak.10 Ibu yang menderita depresi lebih besar
pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi anak
dibandingkan ayah yang mengalami depresi. Pada tahun 1998, Levitan dkk
dan tahun 1999, Weiss dkk melaporkan adanya hubungan yang signifikan
antara riwayat penganiayaan fisik atau seksual dengan depresi, tetapi
mekanismenya belum diketahui secara pasti. Diyakini bahwa faktor
non-genetik seperti fisik maupun lingkungan merupakan pencetus kemungkinan
terjadinya depresi pada anak dengan riwayat genetik.11,20-22
3. Faktor Biologis lainnya
Dua hipotesis yang menonjol mengenai mekanisme gangguan mood terfokus
pada terganggunya regulator sistem monoamine-neurotransmiter, termasuk
bahwa depresi yang terjadi erat hubungannnya dengan perubahan
keseimbangan adrenergic-asetilkolin yang ditandai dengan meningkatnya
kolinergik, sementara dopamin secara fungsional menurun.23
2.1.3. Epidemiologi
Gangguan afektif kurang umum pada anak prepubertas dari pada remaja. Pada
prepubertas, prevalensi titik gangguan depresi berat berkisar 1,8%-2,5%, gangguan
distimik 2,5% dan gangguan bipolar 0,2%-0,4%. Pada remaja, prevalensi titik
gangguan depresi berat diperkirakan 2,9-4,7%, gangguan distimik 1,6%-8,0%, dan
gangguan bipolar 1%.16 Kejadian pada jenis kelamin, tidak adanya perbedaan
perempuan dan laki-laki pada prepubertas, tapi perempuan lebih sering dibanding
laki-laki pada remaja. Rasio remaja perempuan dibandingkan laki-laki adalah 2:1.13
Kejadian gangguan depresi pada remaja bervariasi tergantung dari kelompok
umur. Kejadian depresi makin meningkat dengan bertambahnya umur anak. Di
Amerika didapatkan gejala depresi pada remaja umur 11-13 tahun (remaja awal)
lebih ringan secara bermakna dibandingkan dengan gejala depresi pada umur 14-16
tahun (remaja menengah) dan 17-18 tahun (remaja akhir). Prevalensi gangguan
depresi pada remaja dengan depresi berat 0,4%-6,4%, gangguan distimik 1,6%-8%
dan gangguan bipolar 1%. Sekitar 40%-70% komorbiditas dengan gangguan jiwa
lain (penyimpangan pemusatan perhatian dan hiperaktif, anxietas, anoreksia
nervosa, problem sekolah). 50% populasi memiliki dua atau lebih dari dua gangguan
2.1.4. Gejala Klinis
Gambaran klinis yang tampak dipengaruhi oleh usia dan pengalaman psikologis
anak.10 Perbedaan gejala klinis pada anak dan remaja menurut Ryan dkk bahwa
gambaran depresi pada anak dengan keluhan somatik, agitasi psikomotor, cemas
perpisahan, dan fobia, sedangkan pada remaja dengan keluhan anhedonia,
hipersomnia, putus asa, perubahan berat badan, dan penyalahgunaan obat.9,10
Gejala klinis depresi :
• Mood dismorfik (labil dan mudah tersinggung). Gejolak mood pada remaja
adalah normal, tetapi ada kondisi depresi menjadi lebih nyata. Mood yang
dismorfik dan sedih lebih sering tampak. Kecenderungan untuk
marah-marah dan perubahan mood meningkat.15
• Pubertas. Depresi kronis yang dialami sejak masa remaja awal,
kemungkinan akan mengalami kelambatan pubertas, terutama pada
depresi yang disertai dengan kehilangan berat badan dan anoreksia.
Remaja yang mengalami depresi lebih sulit menerima atau memahami
tanda-tanda pubertas yang muncul. Perubahan hormonal yang disertai
stress lingkungan, dapat memicu timbulnya depresi yang dalam dan
kemungkinan munculnya perilaku bunuh diri. Mimpi basah dan mimpi yang
berhubungan dengan incest (hubungan seksual dengan anggota
keluarga), dapat menambah beban rasa bersalah pada remaja yang
depresi. Periode menstruasi pada remaja wanita yang mengalami depresi,
mungkin terlambat, tidak teratur, atau disertai dengan timbulnya rasa sakit
yang hebat dan perasaan tidak nyaman. Mood yang disforik sering tampak
pada periode premenstruasi. Remaja wanita yang mengalami depresi
menangis tanpa sebab, mejadi sebal hati (sulky and pouty), mengurung
diri di kamar, dan lebih banyak tidur.15
• Perkembangan kognitif. Disorganisasi fungsi kognitif pada remaja yang
bersifat sementara, menjadi lebih nyata pada kondisi depresi. Pada
remaja awal yang mengalami depresi, terdapat keterlambatan
perkembangan proses pikir abstrak yang biasanya muncul usia sekitar 12
tahun. Pada remaja yang lebih tua, kemampuan yang baru diperoleh ini
akan menghilang atau menurun. Prestasi sekolah sering terpengaruh bila
seorang remaja biasanya mendapat hasil baik di sekolah, tiba-tiba
prestasinya menurun, depresi harus dipertimbangkan sebagai salah satu
faktor penyebabnya. Membolos, menunda menyelesaikan tugas, perilaku
yang mudah tersinggung di dalam kelas, tidak peduli terhadap hasil yang
dicapai dan masa depan, dapat merupakan gejala awal dari depresi pada
remaja.24,25
• Harga diri. Pada remaja, kondisi depresi memperkuat perasaan rendah
diri. Rasa putus asa dan rasa tidak ada yang menolong dirinya makin
merendahkan harga diri. Pada suatu saat remaja depresi mencoba untuk
melawan perasaan rendah dirinya dengan penyangkalan, fantasi, atau
menghindari kenyataan realitas dengan menggunakan NAPZA
(Narkotika,Psikotropika,dan Zat Adiktif) lainnya.24,25
• Berat badan. Penurunan berat badan yang cepat dapat merupakan
indikasi adanya depresi. Harga diri yang rendah dan kurangnya perhatian
pada perawatan dirinya, atau makan yang berlebihan dapat menyebabkan
• Perilaku antisosial. Membolos, mencuri, berkelahi, sering mengalami
kecelakaan, yang terjadi terutama pada remaja yang sebelumnya
mempunyai riwayat perilaku yang baik, mungkin merupakan indikasi
adanya depresi.24,25
• Penyalahgunaan NAPZA. Kebanyakan remaja yang depresi cenderung
menyalahgunakan NAPZA, misalnya ganja, obat-obatan yang
meningkatkan mood (amfetamin), yang menurunkan mood (barbiturat,
tranquilizer, hipnotika), dan alkohol. Akhir-akhir ini banyak digunakan
heroin, kokain dan derivatnya serta halusinogen.24,25
• Perilaku sosial. Secara umum remaja yang mengalami depresi tidak
menunjukkan minat untuk berkencan atau mengadakan interaksi
heteroseksual. Namun ada juga remaja yang mengalami depresi menjadi
perilaku berlebihan dalam masalah seksual, atau menjalani pergaulan
bebas, sebagai tindakan defensif untuk melawan depresinya. Beberapa
remaja menginginkan kehamilan sebagai kompensasi terhadap objek
yang hilang atau rasa rendah dirinya. Remaja yang mengalami depresi
ada kemungkinan kawin muda untuk menghindari konflik dalam keluarga.
Seringkali perkawinan ini malah memperkuat depresinya.
• Kesehatan fisik. Remaja yang mengalami depresi, tampak pucat, lelah
dan tidak memancarkan kegembiraan dan kebugaran. Seringkali mereka
mempunyai banyak keluhan fisik, seperti sakit kepala, sakit lambung,
kurang nafsu makan, dan kehilangan berat badan tanpa adanya penyebab
organik. Remaja yang mengalami depresi biasanya tidak
mengekspresikan perasaannya secara verbal, namun lebih banyak
satu-satunya kondisi yang membawanya datang ke dokter. Sensitivitas dari
seorang dokter dalam menemukan mood yang disforik ataupun depresi
akan dapat mencegah kemungkinan terjadinya bunuh diri pada
remaja.24,25
• Perilaku bunuh diri. Remaja yang mengalami depresi mempunyai
kerentanan tinggi terhadap bunuh diri. Penelitian di Kentucky (Amerika
Serikat), menyebutkan sekitar 30% dari mahasiswa tingkat persiapan dan
pelajar sekolah menengah atas pernah berpikir serius tentang percobaan
bunuh diri dalam satu tahun terakhir saat diteliti, 19 % mempunyai
rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri, dan 11% telah mencoba
melakukan bunuh diri.24-26
2.1.5. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis depresi pada remaja tidak sejelas seperti penyakit lain. Tidak ada tes
khusus yang dapat membantu menentukan bahwa seseorang individu menderita
depresi, dan sangat sedikit yang dapat ditentukan penyebabnya.23 Faktor
neuroendokrin dapat mempengaruhi kejadian depresi, sehingga dapat
mempengaruhi kejadian depresi, sehingga dapat dilakukan deksametason
suppression test (DST) berupa sekresi berlebihan kortisol, kadar hormon pertumbuhan menurun jika diberi insulin-induced hypoglicemia, kadar tiroksin total
2.1.6. Terapi
Perawatan di rumah sakit perlu dipertimbangkan sesuai dengan indikasi, misalnya
penderita cenderung mau bunuh diri, atau adanya penyalahgunaan atau
ketergantungan obat.10,15 Pada umumnya, penderita berhasil ditangani dengan rawat
jalan.14
1. Gangguan depresi berat (Major depressive disorder ).
Psikoterapi dan farmakoterapi yang efektif dalam mengobati depresi di masa
kecil dan remaja. Psikoterapi ini terutama penting untuk pasien dengan
diagnosis ganda atau precipitants terkait dengan gangguan keluarga atau
konflik, meskipun anak-anak ini cenderung memiliki penyakit refraktori. Terapi
perilaku-kognitif (12-16 minggu) efektif sekitar 40%-50% kasus depresi
remaja. Kombinasi terapi dengan hasil terapi fluoxetine dan kognitif-perilaku
pada perbaikan klinis yang signifikan dalam 71% pada remaja. Tingkat
perbaikan melebihi dari pendekatan lain, seperti pengobatan dengan
fluoxetine tunggal (61%) atau terapi perilaku-kognitif tunggal (43%).27-29
Kurangnya effektivitas dan efek samping yang buruk dari tricyclic
antidepressants (TCAs), membuat selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) sebagai antidepresan yang utama digunakan untuk terapi
farmakologis. Hanya 1 dari 12 RCT, yang menunjukkan keberhasilan TCA
untuk pengobatan anti depresi.30,31
Sekitar 70% kasus, penggunaan SSRI mengurangi gejala depresi.
Pada tahun 2004, The U.S Food and Drug Administration (FDA) diarahkan
perusahaan farmasi untuk menerangkan tentang peningkatan risiko berpikir
bunuh diri dan perilaku pada anak dan remaja dengan gangguan depresi
penggunaan antidepresan pada anak dan remaja, tetapi harus adanya
pengawasan oleh dokter dan keluarga pada remaja yang mengkonsumsi obat
antidepresan tersebut untuk mengurangi gejala depresi atau tidak adanya
perubahan dalam psikoterapi perilaku, terutama pada fase awal
pengobatan.30,31
Pencegahan adalah awal dalam penatalaksanaan depresi. Gangguan
mood (depresi dan gangguan bipolar) berhubungan dengan penyalahgunaan obat . Dokter anak harus memberitahu kepada -keluarga tentang hubungan
antara gangguan mood dengan penyalahgunaan obat dan tampilan remaja
yang memiliki satu atau lebih episode depresi untuk penyalahgunaan obat
pada setiap kunjungan.bukti menunjukkan bahwa keluarga adalah awal untuk
intervensi sebagai pencegahan timbulnya depresi jika ada faktor keturunan
dari orang tua. Dokter anak secara rutin harus melihat tampilan ibu – ibu yang
mengalami depresi peripartum.32 Ketika dokter anak mengidentifikasi depresi
pada orangtua atau ada riwayat keluarga yang mengalami depresi pada salah
satu saudara, maka mereka harus pula diintervensi untuk pencegahan pada
anak - anaknya33-35
2. Gangguan distimik (Dysthymic disorder)
Farmakoterapi dengan antidepresan berguna dalam pengobatan pasien
gangguan distimik. Antidepresan sangat membantu mengurangi gejala
depresi yang vegetative. yaitu apabila gejala gangguan distemik berhubungan
dengan gejala seperti anoreksia, gangguan somatis, gangguan
penyalahgunaan obat, dan penyakit fisik lain. Kondisi ini memerlukan
3. Gangguan afektif bipolar atau siklotimik
Psikoterapi lebih diperlukan pada gangguan bipolar dibandingkan
farmakoterapi sebagai terapi kedua. Pada dua penelitian mengatakan
pemberian litium karbonat efektif sebagai pengobatan gangguan bipolar dan
manik. Dosis awal yang diberikan secara oral 1,0-1,2 mEq/L, dan dilanjutkan
dosis pemeliharaan 0,5-0,8 mEq/L. Sebelum diberikan terapi ini diwajibkan
pemeriksaan fungsi ginjal dan kadar tiroid dalam darah. Asam valproat (anti
epilepsi) juga dapat digunakan sebagai pengobatan gangguan bipolar.
Kebanyakan dokter anak menggunakan asam valproat sebagai pengobatan
farmakoterapi pada pasien gangguan bipolar, walaupun obat ini berpotensi
berbahaya bagi fungsi. sehingga diperlukan pemeriksaan fungsi hati sebelum
pemberian obat asam valproat.35-37
Jika gejala awal onsetnya terjadi lebih dini pengobatan sering gagal
Konsensus mengatakan jika deteksi dini gangguan bipolar awal terlambat
terutama jika sudah terjadi fase bipolar prodromal maka pengelolaan jangka
panjang diperlukan. Sebagai dokter anak harus hati-hati memantau
perkembangan perilaku anak yang memiliki riwayat keluarga yang mengalami
gangguan bipolar. Gangguan bipolar ini merupakan garis bilineal dalam
keluarga yang sangat mungkin menunjukkan gejala awal gangguan.35-37
2.1.7. Prognosis
Jika depresi berat gagal ditatalaksana dalam waktu 7-12 bulan akan terjadi atau
berbakat recurrent atau menjadi episode depresi. Usaha bunuh diri (suicide attempt)
dan bunuh diri (suicide) merupakan komplikasi yang sering timbul.14,38-39 Semakin
dengan faktor genetik.12 Anak yang mengalami depresi berat cenderung untuk
menderita depresi berat berulang dan gangguan bipolar.4 Kebanyakan yang sembuh
dalam beberapa bulan, kembali relaps 1-2 tahun kemudian.39
2.2. Obesitas
2.2.1. Defenisi Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.3
Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran antropometri dan atau pemeriksaan laboratorium pada umumnya digunakan:
a. Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut obesitas bila BB > 120% BB standar.4
b. Pengukuran berat badan berdasarkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan obesitas bila BB/TB > persentil ke 95 atau > 120% 40
c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85.40
d. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri dsb. yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis untuk dilapangan.4
e. Indeks Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator obesitas.40
2.2.2. Perjalanan Perkembangan Obesitas
Menurut Dietz terdapat 3 periode kritis dalam masa tumbuh kembang anak dalam
kaitannya dengan terjadinya obesitas, yaitu: periode pranatal, terutama trimester 3
kehamilan, periode adiposity rebound pada usia 6 – 7 tahun dan periode
Pada bayi dan anak yang obesitas, sekitar 26,5% akan tetap obesitas untuk 2 dekade berikutnya dan 80% remaja yang obesitas akan menjadi dewasa yang obesitas.41 Menurut Taitz, 50% remaja yang obesitas sudah mengalami obesitas sejak bayi.4 Sedang penelitian di Jepang menunjukkan 1/3 dari anak obesitas tumbuh menjadi obesitas dimasa dewasa dan risiko obesitas ini diperkirakan sangat tinggi, dengan OR 2,0 – 6,7.42
Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa obesitas pada usia 1-2 tahun dengan orang tua normal, sekitar 8% menjadi obesitas dewasa, sedang obesitas pada usia 10-14 tahun dengan salah satu orang tuanya obesitas, 79% akan menjadi obesitas dewasa.43
2.2.3. Faktor-faktor Penyebab Obesitas
Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan adanya keseimbangan energi positif, sebagai akibat ketidak seimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak.4 Sebagian besar gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor eksogen/nutrisional (obesitas primer) sedang faktor endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik hanya sekitar 10%.44
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu
penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh
karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas,
gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian
makanan padat terlalu dini pada bayi.4
Faktor Genetik .
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua
obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak
obesitas, prevalensi menjadi 14%.44 Hipotesis Barker menyatakan bahwa
perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan gangguan perkembangan
organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang
dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet dan stress lingkungan
Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada resting
metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang jelek.45 Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas
ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotipe.45
Faktor lingkungan.
1. Aktifitas fisik.
Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu
sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju
mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian
obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko
peningkatan berat badan sebesar ≥ 5 kg.46 Penelitian di Jepang menunjukkan
risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang mempunyai
kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan
berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah
raga tim dan tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang
signifikan.42
Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama
menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV ≥ 5 jam perhari mempunyai
risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV
≤ 2 jam setiap harinya.46
2. Faktor nutrisi
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.44
dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi
daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali.42 Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai energy density lebih besar dan lebih tidak mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan.46 Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas
penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino diregulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan dioksidasi; sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.3
3. Faktor sosial ekonomi.
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.44 Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak
memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding melakukan
aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.47
Studi yang dipimpin Dr.Gregory Simon, dari Group Health Cooperative , di Seattle,
sebuah lembaga perencana kesehatan nonprofit yang berada di Pacific Northwest
ini meneliti lebih dari 9 ribu orang dewasa. Hasilnya sekitar 25 persen orang gemuk
lebih sering mengalami rasa cemas yang berlebihan dan mood (suasana hati) yang
2.3. Remaja
2.3.1. Definisi Remaja
Menurut Departemen Kesehatan RI definisi remaja yang digunakan adalah mereka
yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Sedangkan menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) batasan usia remaja
adalah 10 sampai 21 tahun. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia remaja
dibedakan dalam masa remaja awal 10 sampai 13 tahun, masa remaja tengah 14
sampai 16 tahun, dan remaja akhir 17 sampai 19 tahun.49
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju
dewasa. Pada masa ini banyak terjadi perubahan baik dalam hal fisik maupun psikis.
Perubahan-perubahan tersebut dapat mengganggu batin remaja. Kondisi ini
menyebabkan remaja dalam kondisi rawan dalam menjalani proses pertumbuhan
dan perkembangannya, Kondisi ini juga diperberat dengan adanya globalisasi yang
ditandai dengan semakin derasnya arus informasi.49
2.3.2. Perkembangan jiwa pada remaja 2.3.2.1. Perkembangan Psikososial
Pencarian identitas diri mulai dirintis seseorang pada usia yang sangat muda, yaitu
sekitar usia remaja muda. Pencarian identitas diri berarti pencarian jati diri, di mana
remaja ingin tahu kedudukan dan perannya dalam lingkungannya, disamping ingin
tahu juga tenatang dirinya sendiri yang menyangkut soal apa dan siapa dia, semua
yang berhubungan dengan “aku” ingin diselidiki dan dikenali.50,51
Psikososial merupakan manisfestasi perubahan faktor-faktor emosi, sosial
dan intelektual. Akibat perubahan tersebut, maka karakteristik psikososial remaja
1. Remaja awal (10-14 tahun)
a. Cemas terhadap penampilan badanya yang berdampak pada meningkatnya
kesadaran diri (self consciousness).
b. Perubahan hormonalnya mengakibatkan ia menjadi individu yang mudah
berubah-ubah emosinya seperti mudah marah, mudah tersinggung atau
menjadi agresif.
c. Menyatakan kebebasan dalam bereksperimen baik cara berpakaian,
berdandan trendy dan lain-lain.
d. Perilaku memberontak membuat remaja sering konflik dengan
lingkungannya.
e. Kawan lebih penting sehingga remaja berusaha menyesuaikan diri dengan
mode teman sebayanya.
f. Perasaan memiliki terhadap teman sebaya masuk dalam suatu
gang/kelompok sahabat, remaja pada masa itu tidak mau berbeda dengan
teman sebayanya.
g. Sangat menuntut keadilan dari sisi pandangannya sendiri dengan
membandingkan segala sesuatunya sebagai buruk atau hitam atau baik /
putih sehingga ia sulit bertoleransi dan sullit berkompromi.
2. Remaja Pertengahan (14 – 17 tahun)
a. Lebih mampu untuk berkompromi, kelihatan lebih tenang, sabar dan lebih
toleran untuk menerima pendapat orang lain.
b. Belajar berpikir independent dan memutuskan sendiri sehingga menolak
campur tangan orang lain termasuk orang tua.
c. Bereksperimen untuk mendapatkan citra diri yang dirasanya nyaman
d. Merasa perlu mengumpulkan pengalaman baru walaupun berisiko sehingga
mulai bereksperimen dengan merokok, alkohol, seks bebas dan mungkin
NAPZA.
e. Tidak lagi berfokus pada diri sendiri dapat lebih bersosialisasi dan tidak lagi
pemalu.
f. Membangun nilai, norma dan moralitas mulai mempertanyakan kebenaran
ide, norma yang dianut oleh keluarga.
g. Mulai membutuhkan lebih banyak teman dan ada rasa solidaritas sehingga
ingin banyak menghabiskan waktu untuk berkumpul dengan teman – teman.
h. Mulai membina hubungan dengan lawan jenis sehingga mulai berpacaran
tetapi belum kepada hubungan yang serius serius.
i. Mampu berpikir secara abstrak mulai berhipotesa berdampak mulai peduli
yang sebelumnya tidak terkesan dan ingin mendiskusikan atau berdebat.
j. Ketrampilan intelektual khusus berdampak adanya mata pelajaran sekolah
yang mulai menonjol sehingga perlu mediasi.
k. Minat yang besar dalam seni, olah raga, berorganisasi, dll berdampak
mengabaikan pekerjaan sekolah.
l. Senang berpetualang sehingga ingin mandiri, tapi belum memikirkan
keselamatan diri yang dianjurkan.
3. Remaja Akhir (17 – 19 tahun)
a. Sangat Idealis berdampak cenderung menggeluti masalah sosial politik
termasuk agama.
b. Terlibat dalam kehidupan, pekerjaan dan hubungan di luar keluarga
berdampak mulai belajar mengatasi stres yang dihadapi dan sulit diajak
c. Belajar mencapai kemandirian secara finansial maupun emosional sehingga
mulai merasa cemas akan ketidak pastian masa depan yag dapat merusak
keyakinan diri.
d. Lebih mampu membuat hubungan yang stabil dengan lawan jenis sehingga
mulai mempunyai pasangan yang lebih serius dan banyak menghabiskan
waktunya untuk membina hubungan tersebut.
e. Merasa sebagai orang dewasa sehingga cenderung mengemukakan
pengalamannya sendiri yang berbeda dengan pendapat orang tuanya.
f. Hampir siap menjadi orang dewasa yang mandiri dan mulai nampak ingin
meninggalkan rumah untuk hidup sendiri.
2.3.2.2 Emosi
Emosi adalah reaksi sesaat yang biasanya muncul dalam bentuk perilaku
sedangkan perasaan adalah sesuatu yang sifatnya lebih menetap. Pada masa
remaja kepekaan emosi biasanya meningkat, sehingga rangsangan sedikit saja
sudah menimbulkan luapan emosi yang besar, misalnya menjadi mudah marah atau
mudah menangis. Masa remaja didominasi oleh peran emosi, hal ini dapat dilihat
dari seleranya tentang lagu, buku bacaan, perilakunya pada saat mengendarai
kendaraan. Kepekaan emosi remaja yang meningkat biasanya akan mempengaruhi
perilakunya, misalnya putus pacar, maka frustasinya akan dibawa ke sekolah, ke
rumah, di jalan dan bahkan dapat mempengaruhi prestasi akademiknya.1
Kepekaan emosi yang meningkat dapat berbentuk : menyendiri, mudah
marah, gelisah dengan bentuk perilaku seperti menggigit kuku, menggaruk – garuk
kepala, merusak benda – benda, mencoret – coret, suka berkelahi atau bahkan
Secara emosional remaja ingin tidak terikat lagi dengan orang tuanya,
sekalipun tetap masih ingin dikasihi. Remaja ingin diperlakukan seperti orang
dewasa, serta merasa senang bila dihargai. Keinginan remaja untuk diakui sebagai
orang dewasa menimbulkan konflik dengan lingkungan. Konflik tersebut dapat
menyebabkan remaja mengalami kecemasan dan ketegangan.1,52
2.3.2.3. Perkembangan Kecerdasan
Pada masa remaja, perkembangan intelegensia masih berlangsung sampai usia 21
tahun. Dengan berkembangnya intelegensia remaja akan lebih suka belajar sesuatu
yang mengandung logika untuk memahami hubungan antara hal satu dengan yang
lainnya. Imajinasi remaja juga menunjukkan kemajuan, hal ini ditandai dengan
banyak prestasi yang dapat dicapai remaja, misalnya mengarang lagu, membuat
karangan ilmiah, membuat sajak, dan prestasi – prestasi lainnya yang
menggambarkan kemampuan intelegensia dan imajinasi remaja.50,51
Dengan berkembangnya fungsi intelektual akan terjadi kemajuan – kemajuan
seperti mampu mengadakan generalisasi, mampu melihat relasi antara hal yang
satu dengan yang lain, mampu mengadakan pembicaraan yang bersifat ilmiah,
senang mengkritik, dan mampu berpikir secara abstrak.52
2.3.2.4. Skrining Resiko Gangguan Mood
Mood Disorder Questionnaire (MDQ) ini merupakan instrumen skrining
terbaru untuk gangguan bipolar. kuesioner ini memiliki tingkat akurasi yang tinggi
dan mampu mengidentifikasi tujuh dari sepuluh orang yang memiliki gangguan
bipolar. kuesioner ini dikembangkan oleh tim pskiater dan ilmu perilaku dari
University of Texas Medical Branch yang telah melakukan penelitian dalam menilai
untuk gangguan spektrum bipolar dalam populasi umum sampel. Kuesioner ini terdiri
dari 13 pertanyaan yang harus dijawab dengan ya atau tidak yang disusun sesuai
dengan kriteria DSM IV dan pengalaman klinis. Dari penelitian yang dilakukan oleh
Robert dkk dari Uneversity of Texas Medical Branch dengan membandingkan
kuisoner Mood Disorder Questioner dengan SCID sebagai gold standard didapatkan
sensitivitasnya 28.1% dan spesifitasnya adalah 97.2%.
.
2.4. Kerangka Konseptual
GANGGUAN
MOOD
OBESITAS
GANGGUAN DEPRESI
BERAT
GANGGUAN
DISTEMIK
GANGGUAN AFEKTIF
BIPOLAR
Umur
Sosial ekonomi