• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ketimpangan Wilayah Di Pesisir Pantai Barat Dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Ketimpangan Wilayah Di Pesisir Pantai Barat Dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Setiap Negara mempunyai tujuan dalam pembangunan ekonomi termasuk

Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

meningkatnya pembangunan di bidang ekonomi maka sektor-sektor yang lain

akan meningkat pula seiring dengan peningkatan pada sektor ekonomi. Dalam

proses pembangunan, pemerintah daerah mempunyai peranan penting karena

pemerintah daerah yang lebih tahu akan potensi dan sumber daya baik manusia

dan alam yang dimiliki oleh daerahnya sendiri. Pembangunan ekonomi

merupakan masalah penting dalam perekonomian suatu Negara.

Sesuai dengan amanat dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan

bahwa tujuan akhir pembangunan ekonomi Indonesia adalah masyarakat adil dan

makmur. Pengertian adil dan makmur sebenarnya relatif, sehingga sukar diberi

batas kuantitatif. Namun demikian jelas bahwa yang dikehendaki masyarakat

Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dan hasil

pertumbuhan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat dan bukannya hanya

segolongan kecil masyarakat saja.

Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan

berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku

sosial, dan institusi sosial, di samping akselerasi pertumbuhan ekonomi,

pemerataan ketimpangan pendapatan, serta pemberantasan kemiskinan. Maka

tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

(2)

masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan

pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang merata.

Pertumbuhan ekonomi yang cepat yang tidak diimbangi dengan pemerataan, akan

menimbulkan ketimpangan wilayah.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, proses pembangunan dilaksanakan

secara sentralistis. Pemerintah pusat menempatkan dirinya sebagai penggerak

utama dalam upaya akselerasi pembangunan diseluruh pelosok tanah air. Berbagai

kebijakan pembangunan diputuskan secara terpusat dengan instrumen utamanya

Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Rencana Pembangunan Lima Tahun

(Repelita). Sentralisasi berbagai keputusan pada pemerintah pusat semakin

memperbesar inefisiensi, karena banyak proyek-proyek yang dilakukan tidak

sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh daerah.

Proses pembangunan yang sentralistik tersebut membuat ketimpangan

wilayah yang sangat mencolok antara Kawasan Indonesia Barat dengan Kawasan

Indonesia Timur, antara Pulau Jawa dengan Luar Pulau Jawa, bahkan di dalam

Pulau Jawa sendiri ada ketimpangan wilayah antara Kota dengan Kabupaten,

antara Jakarta dengan Luar Jakarta (Sjafrizal, 2008).

Setelah runtuhnya masa Orde Baru, selanjutnya dimulailah masa Otonomi

Daerah dimana proses pembangunan menjadi desentralisasi. Otonomi Daerah

ditandai dengan dikeluarkannya UU. No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan

UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah. Pelaksanaan

kedua Undang-undang tersebut secara resmi dimulai pada tanggal 1 Januari 2001.

Kedua undang-undang ini kemudian diamandemen menjadi UU No. 32 dan No.

(3)

Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan

bernegara, khususnya dalam rangka memberikan pelayanan umum yang lebih

baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih

demokratis. Desentralisasi dapat diwujudkan dengan pelimpahan kewenangan

kepada tingkat pemerintahan di bawahnya untuk melakukan pembelanjaan,

kewenangan untuk memungut pajak (taxing power), terbentuknya Dewan yang

dipilih oleh rakyat, Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD, dan adanya bantuan

dalam bentuk transfer dari Pemerintah Pusat (Sidik, 2002).

Ketimpangan wilayah (regional disparity) tersebut, terlihat dengan adanya wilayah yang maju dangan wilayah yang terbelakang atau kurang maju. Hal ini

dikarenakan tidak memperhatikan apakah pertumbuhan tersebut lebih besar atau

lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau perubahan struktur ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi ini diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) dan laju pertumbuhannya atas dasar harga konstan. Ketimpangan wilayah

(regional disparity) timbul dikarenakan tidak adanya pemerataan dalam pembangunan ekonomi. Ketidak merataan pembangunan ini disebabkan karena

adanya perbedaan antara wilayah satu dengan lainnya.

Berkembangnya kabupaten/kota dan desentralisasi diduga akan

mendorong kesenjangan antar daerah yang lebih lebar. Ketimpangan memiliki

dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari adanya ketimpangan

adalah dapat mendorong wilayah lain yang kurang maju untuk dapat bersaing dan

meningkatkan pertumbuhannya guna meningkatkan kesejahteraannya. Sedangkan

(4)

melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada

umumnya dipandang tidak adil (Todaro, 1997).

Ketimpangan menyebabkan inefisiensi ekonomi, sebab ketimpangan yang

tinggi, tingkat tabungan secara keseluruhan di dalam perekonomian cenderung

rendah, karena tingkat tabungan yang tinggi biasanya ditemukan pada kelas

menengah. Meskipun orang kaya dapat menabung dalam jumlah yang lebih besar,

mereka biasanya menabung dalam bagian yang lebih kecil dari pendapatan

mereka, dan tentunya menabung dengan bagian yang lebih kecil lagi dari

pendapatan marjinal mereka (Todaro, 1997). Dampak negatif inilah yang

menyebabkan ketimpangan yang tinggi menjadi salah satu masalah dalam

pembangunan dalam menciptakan kesejahteraan di suatu wilayah. Pertumbuhan

ekonomi merupakan salah satu indikator dari kesejahteraan masyarakat. Di mana

ketika suatu wilayah memiliki pertumbuhan yang tinggi maka wilayah tersebut

dapat dikatakan wilayah yang makmur. Simon Kuznets mengemukakan enam

karakter atau ciri proses pertumbuhan ekonomi yang bias ditemui dihampir semua

negara yang sekarang maju sebagai berikut (Todaro, 1997) :

1. Tingkat pertumbuhan output per kapita dan pertumbuhan penduduk yang

tinggi.

2. Tingkat kenaikan produktifitas faktor total yang tinggi.

3. Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi.

4. Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi.

5. Adanya kecenderungan negara-negara yang mulai atau yang sudah maju

perekonomiannya untuk berusaha merambah bagian-bagian dunia lainnya

(5)

6. Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai

sepertiga bagian penduduk dunia.

Propinsi Sumatera Utara berada dibagian Barat Indonesia yang terletak

pada garis 10-40 LU dan 980-1000 BT. Berdasarkan letak dan kondisi alamnya

Sumatera Utara dibagi atas 3 kelompok wilayah yaitu: Wilayah Pesisir Pantai

Barat, wilayah Pantai Timur dan wilayah pegunungan. Masyarakat pesisir pantai

diSumatera Utara merupakan masyarakat yang jumlahnya tidak sedikit. Jumlah

masyarakat yang mendiami daerah pesisir tersebut yang cukup besar menjadi

suatu masalah karena daerah tersebut menjadi kantung-kantung kemiskinan di

Sumatera Utara. Pesisir timur merupakan wilayah di dalam propinsi yang paling

pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih

lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan wilayah

yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya.

Propinsi Sumatera Utara memiliki latar belakang perbedaan antar

wilayah. Perbedaan ini berupa perbedaan karakteristik alam, sosial, ekonomi, dan

sumber daya alam yang penyebarannya berbeda disetiap propinsi. Perbedaan

tersebut menjadi hambatan dalam pemerataan pembangunan ekonomi dikarenakan

terkonsentrasinya suatu kegiatan perekonomian yang berdampak meningkatnya

pertumbuhan ekonomi dibeberapa propinsi atau wilayah yang memiliki sumber

daya alam yang melimpah. Kekayaan alam yang dimiliki seharusnya dapat

menjadikan nilai tambah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi. Kelebihan

(6)

merata. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab timbulnya ketimpangan atau

kesenjangan antar daerah.

Salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat kemakmuran suatu daerah

adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik Atas Dasar Harga Berlaku

(ADHB) maupun Atas Dasar Harga Konstan. Propinsi Sumatera Utara merupakan

propinsi yang memiliki PDRB atas harga berlaku terbesar kedua di Pulau

Sumatera setelah Propinsi Riau. PDRB atas harga berlaku Propinsi Sumatera

Utara dari tahun 2009-2013 terus mengalami peningkatan, dimana pada tahun

2009 nilai PDRB mencapai 236.353,62 milyar rupiah dan terus meningkat hingga

tahun 2013 mencapai 403.933,05 milyar rupiah.

Tabel 1.1. PDRB ADHB di Pulau Sumatera 2009-2013 (Milyar rupiah)

Propinsi 2009 2010 2011 2012 2013

1. Aceh 71.986,95 79.145,28 87.530,42 95.074,22 103.04,.56

2. Sumatera Utara 236.353,62 275.056,51 314.372,44 351.090,36 403.933,05

3. Sumatera Barat 76.752,94 87.226,62 98.966,99 110.179,65 127.099,95

4. Riau 297.173,03 345.773,81 413.706,12 469.073,02 522.241,43

5. Jambi 44.127,01 53.857,69 63.409,98 72.634,07 85.558,31

6. Sumatera Selatan 137.331,85 157.735,04 182.390,49 206.297,63 231.683,04

7. Bengkulu 16.385,36 18.600,12 21.241,86 24.119,36 27.388,25

8. Lampung 88.934,86 108.404,27 127.908,26 144.639,48 164.393,43

9. Kep. Bangka

Belitung 22.997,90 26.712,97 30.483,95 34.458,59 38.934,84

10. Kepulauan Riau 63.892,94 71.614,51 80.237,79 90.568,21 100.310,42

Sumatera 1.055.936,45 1.224.126,82 1.420.248,30 1.598.134,61 1.804.588,26 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara

Perekonomian Propinsi Sumatera Utara juga dapat dilihat dari

pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator sangat penting dalam

(7)

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sumatera Utara 6,39 5,09 6,35 6,63 6,22 6,01

Nasional 6,06 4,63 6,22 6,49 6,23 5,78

0,00

daerah. Pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumatera Utara tahun 2008-2013

mengalami fluktuatif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,11 persen. Selama periode tersebut, rata-rata angka pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumatera Utara

selalu berada di atas angka pertumbuhan ekonomi Nasional, kecuali pada tahun

2012 pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara sebesar 6,22% dibawah perumbuhan

ekonomi Nasional sebesar 6,23% dan turun kembali pada tahun 2013 sebesar

6,01%, akan tetapi masih diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi Nasional sebesar

5,78%.

Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Sumatera Utara dan Nasional Tahun 2008-2013

Perkembangan PDRB perkapita diwilayah Pesisir Pantai Barat dan Pesisir

Pantai Timur dapat dilihat pada tabel 1.2. PDRB masing-masing kabupaten/kota

terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Pada tahun 2013 Kota Medan

memiliki PDRB yang tertinggi sebesar Rp. 21.392.243 dan PDRB terendah berada

(8)

Tabel 1.2 Perkembangan PDRB Perkapita Wilayah Pantai Barat Dan Pantai Timur di Sumatera Utara atas dasar Harga Konstan.

Wilayah Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013

Pantai Barat

Kab. Nias 3.887.995 4.114.291 4.362.338 4.587.471

Kab. Mandailing Natal 5.017.866 5.289.454 5.598.362 5.806.692

Kab. Tapanuli Selatan 6.761.855 7.054.246 7.372.397 7.743.887

Kab. Tapanuli Tengah 3.850.869 4.054.842 4.247.764 4.312.886

Kab. Nias Utara 3.851.851 4.071.108 4.251.354 4.474.675

Kab. Nias Barat 3.106.083 3.285.312 3.441.874 3.417.124

Kab. Nias Selatan 4.251.105 4.399.593 4.627.730 4.744.116

Kota Sibolga 8.759.806 9.120.584 9.542.938 10.102.079

Kab. Padang Lawas Utara 3.479.380 3.710.435 3.887.968 3.907.699

Kab. Palas 3.356.540 3.510.898 3.665.380 3.665.529

Kota Padang Sidempuan 4.887.204 5.126.794 5.295.987 5.503.751

Kota Gunung Sitoli 6.877.659 7.254.352 7.652.430 7.892.374

Pantai Timur

Kota Tanjung Balai 9.043.279 9.394.860 9.782.507 9.892.215

Kab. Deli Serdang 8.107.952 8.515.516 8.843.683 9.488.691

Kab. Langkat 7.452.508 7.809.889 8.249.329 8.552.669

Kota Tebing Tinggi 8.024.751 8.481.007 8.981.782 9.299.796

Kota Medan 17.077.622 18.220.195 19.651.288 19.949.516

Kota Binjai 8.209.884 8.644.670 9.127.004 9.402.747

Kota Labuhan Batu 7.857.113 8.229.694 8.616.226 8.722.119

Kab. Labuhan Batu Utara 9.565.185 10.065.377 10.654.210 11.053.379

Kab. Serdang Bedagai 7.663.966 8.039.104 8.463.565 8.970.803

Kab. Batu Bara 19.672.216 20.485.047 21.288.665 21.392.243

Kab. Asahan 8.065.320 8.420.068 8.844.690 9.159.762 Kab. Labuhan Batu

Selatan 10.216.170 10.737.944 11.235.828 11.296.408 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara

Isu kesenjangan ekonomi antar daerah di Indonesia ini sudah menjadi

kajian menarik karena menyangkut kepentingan Negara dan bangsa, yakni:

stabilitas politik, ekonomi, dan sosial, utamanya keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Saat ini isu tersebut masih relevan karena permasalahan

kesenjangan/ketimpangan ekonomi antar daerah belum terpecahkan secara

memuaskan, disamping berkembangnya dinamika spasial. Pembangunan dalam

(9)

daerah yang berlebihan tentu akan meyebabkan pengaruh yang merugikan

(Backwash Effect) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effect) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses

ketidakseimbangan.

Secara alamiah ketimpangan pembangunan antar daerah terjadi sebagai

konsekuensi dari latar belakang perbedaan antar wilayah. Perbedaan itu berupa

perbedaan karakteristik alam, sosial, ekonomi, dan sumber daya alam yang

penyebarannya berbeda di setiap wilayah. Perbedaan tersebut menjadi

penghambat dalam pemerataan pembangunan ekonomi dikarenakan

terkonsentrasinya suatu kegiatan perekonomian yang berdampak meningkatnya

pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah/daerah yang memiliki sumber daya

alam yang melimpah.

Kelebihan kekayaan alam yang dimiliki diharapkan memberi dampak

menyebar (spread effect). Hanya saja kekayaan alam ini tidak dimiliki oleh

seluruh wilayah secara merata di Indonesia. Disamping itu juga adanya

ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari pemerintah pusat atau

propinsi ke daerah (Kuncoro,2004). Hal inilah yang meyebabkan terjadinya

ketimpangan atau kesenjanagan antar daerah. Namun demikian, kondisi tersebut

tidak dapat digunakan sebagai pembenaran untuk membiarkan ketimpangan

ekonomi antar daerah semakin melebar.

Untuk itu perhatian pemerintah harus tertuju pada semua daerah tanpa ada

perlakuan khusus pada daerah tertentu saja. Namun hasil pembangunan terkadang

masih dirasakan belum merata dan masih terdapat kesenjangan antar daerah. Hal

(10)

mengidentifikasi setiap potensi sektor-sektor potensial yang dimilikinya,

kemudian menganalisisnya untuk membuat sektor-sektor tersebut memiliki nilai

tambah bagi pembangunan ekonomi daerah. Tujuan utamanya adalah

meningkatkan kesejahteraan penduduknya, sehingga salah satu upaya yang

dilakukan yaitu melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi. Indikator

keberhasilan pembangunan suatu daerah bisa dilihat laju pertumbuhan

ekonominya. Oleh sebab itu, setiap daerah selalu menetapkan target laju

pertumbuhan yang tinggi didalam perencanaan dan tujuan pembangunan

daerahnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan

kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan PDB yang cepat tidak secara otomatis meningkatkan taraf

hidup masyarakatnya. Dengan kata lain bahwa apa yang disebut dengan “Trickle Down Effects” atau efek cucuran kebawah dari manfaat pertumbuhan ekonomi bagi penduduk miskin tidak terjadi seperti apa yang diharapkan bahkan berjalan

cenderung sangat lambat. Selama proses awal pembangunan terjadi suatu dilema

yaitu antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan distribusi pendapatan, ini

menjadi masalah yang telah lama dan harus dihadapi oleh negara-negara miskin

dan berkembang. Trade off atau pertukaran antara pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan dimasing-masing daerah selalu terjadi. Berdasarkan latar

belakang diatas maka penulis merasa tertarik untuk menganalisis ketimpangan

didaerah Kabupaten/kota di Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur

(11)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah terjadi ketimpangan wilayah antara kabupaten/kota Pesisir Pantai

Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara?

2. Sektor-sektor ekonomi unggulan (potensi ekonomi) apakah yang dapat

menunjang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota Pesisir

Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengaruh jumlah penduduk terhadap ketimpangan wilayah

diwilayahPesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara?

4. Bagaimana pengaruh PDRB terhadap ketimpangan wilayah diwilayah Pesisir

Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara?

5. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan wilayah

diwilayah Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara?

6. Bagaimana pengaruh aglomerasi terhadap ketimpangan wilayah diwilayah

Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah diatas maka

tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis ketimpangan pembangunan yang terjadi antara kabupaten/kota

(12)

2. Menganalisis dan mengetahui sektor-sektor ekonomi unggulan (potensi

ekonomi) yang ada di kabupaten/kota Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai

Timur Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk terhadap ketimpangan wilayah

diwilayah Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara?

4. Untuk mengetahui pengaruh PDRB terhadap ketimpangan wilayah diwilayah

Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara.

5. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan

wilayah diwilayah Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera

Utara.

6. Untuk mengetahui pengaruh aglomerasi terhadap ketimpangan wilayah di

wilayah Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Untuk pemerintah

a. Mengevaluasi arah kebijakan ekonomi pemerintah daerah, terutama

dalam rangka perencanaan ekonomi makro regional khususnya

kabupaten/Kota Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur.

b. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah daerah

untuk penetapan kebijakan yang akan datang yang berkaitan dengan

pembangunan regional khususnya Kabupaten/Kota Pesisir Pantai Barat

(13)

2. Untuk akademisi sebagai bahan penelitian berikutnya yang terkait.

3. Untuk penulis sebagai pengembangan dan pelatihan diri dalam

menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh, sehingga dari

pengetahuan-pengetahuan yang penulis peroleh dalam penelitian ini

Gambar

Tabel 1.1. PDRB ADHB di Pulau Sumatera 2009-2013 (Milyar rupiah)
Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Sumatera Utara dan Nasional
Tabel 1.2 Perkembangan PDRB Perkapita Wilayah Pantai Barat Dan Pantai

Referensi

Dokumen terkait

Untuk lebih jelasnya wilayah administrasi lokasi penelitian bisa dilihat dari peta 4.1 administrasi wilayah lokasi penelitian. Peta wilayah administrasi lokasi

1 JADWAL KULIAH PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNTAD JADWAL MATA KULIAH SEMESTER GANJIL.. PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi penelitian dengan

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Metode

Pada hari ini Jumat tanggal 3 bulan Agustus tahun Dua ribu dua belas , Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pembangunan Gedung Balai Nikah Pada Kementerian Agama

Pertumbuhan rohani seseorang dapat dikataka bertumbuh jika memiliki disiplin pertama, beribadah, kedua, hidup dalam Kristus, ketiga, hidup di dalam Firman, keempat,

Peningkatan nilai toleransi risiko dari = , sampai dengan = , hanya menghasilkan peningkatan nilai perbandingan antara rata-rata tingkat pengembalian portofolio

Dampak negative dari usaha Intensifikasi pertanian yang paling besar untuk kelestarian air tanah adalah …..