• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pola Pengembangan Usaha Kecil Menengah pada Pusat Industri Kecil (PIK) Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pola Pengembangan Usaha Kecil Menengah pada Pusat Industri Kecil (PIK) Medan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Pengertian Konsep Usaha Kecil Menengah

(2)

BPS memberikan batasan jumlah tenaga kerja dalam menentukan skala usaha terutama di sektor industri, yaitu industri kerajinan rumah tangga (IKRT) dengan 1-4 pekerja, dan industri kecil (IK) dengan 5-19 pekerja termasuk pemiliknya (Suryana, 2003:87). Departemen Perindustrian dan Perdagangan juga membagikan batasan yang sama dalam membagi skala usaha, yaitu industri dagang mikro (1-4 pekerja), industri dagang kecil (5-19 pekerja), dan industri dagang menengah (20-99 Pekerja). Kriteria lain untuk industri dan dagang kecil (termasuk mikro) adalah dari jumlah penjualan per tahun sebesar < Rp. 1 milyar.

Sementara itu pengertian usaha mikro menurut lembaga-lembaga internasional adalah usaha non pertanian dengan jumlah pekerja maksimal l0 orang (termasuk wirausaha, pekerja magang, pekerja upahan dan pekerja yang tidak dibayar karena termasuk anggota keluarga), menggunakan teknologi sederhana dan tradisional, memiliki keterbatasan akses terhadap kredit, mempunyai kemampuan managerial rendah dan cenderung beroperasi di sektor informal (ILO, ABD and USAID).

(3)

berbagai pihak ini diantaranya terlihat dari meningkatnya jumlah kredit yang disalurkan kepada usaha mikro dari tahun ke tahun. Renald Kasali (2005:15) mengungkapkan bahwa Pemerintah Negara Kanada merupakan salah satu contoh pemerintah yang serius dalam membangun kewirausahaan (usaha kecil), kecuali ekonominya sudah sangat maju.

Konsep Usaha Kecil Menengah pertama kali digunakan oleh Keith Hart dalam penelitian di suatu kota di Ghana (Justin G.L., Carlos W. Moore, J.William Petty 2001:467). Kemudian konsep Usaha Kecil Menengah dikembangkan oleh ILO dalam berbagai penelitian di Dunia ketiga. Konsep tersebut digunakan sebagai penjelas kemiskinan di Dunia Ketiga dalam hubungannya dengan pengangguran, migrasi dan urbanisasi (Effendi, 1993:17).

Menurut Wirjosardjono (1985:5), sektor informal, yaitu sebagai kegiatan ekonomi yang bersifat margial (kecil – kecilan) yang mempunyai ciri – ciri :

“Kegiatan yang tidak teratur, tidak tersentuh peraturan, bermodal kecil dan bersifat harian, tempat tidak tetap, berdiri sendiri, berlaku dikalangan masyarakat berpenghasilan rendah, tidak dibutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, lingkungan kecil/keluarga, dan tidak mengenal sistem perbankan, pembekuan maupun perkreditan”.

Sedangkan ciri – ciri Usaha Kecil Menengah menurut Hidayat (1978:11) sebagai berikut :

(4)

1. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha.

2. Pola kegiatan usaha tidak beraturan, baik dalam arti lokasi maupun jam kerja.

3. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai kesehatan sektor ini.

4. Unit usaha mudah keluar masuk dari sub sektor ke sub sektor lain. 5. Teknologi yang dipergunakan bersifat tradisional.

6. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga relatif kecil.

7. Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal, karena pendidikan yang diperlukan diperoleh dari pengalaman sambil bekerja. 8. Pada umumnya unit usaha termasuk dalam golongan yang mengerjakan

sendiri usahanya, dan kalau mengerjakan buruh berasal dari keluarga. 9. Sumber dana keuangan umumnya berasal dari tabungan sendiri atau dari

lembaga keuangan yang tidak resmi.

10. Hasil produksi atau jasa terutama dikomunikasikan oleh golongan kota atau desa yang berpenghasilan rendah tetapi kadang – kadang juga berpenghasilan menengah.

Sektor informal di daerah perkotaan dapat ditelaah dengan berdasarkan data sensus yang ciri – cirinya dapat diuraikan (dalam Kasto, 1995:17) sebagai berikut :

(5)

- Tukang becak yang membawa becak atas resiko sendiri. - Sopir taksi yang membawa mobil atas resiko sendiri.

- Kuli – kuli di pasar, stasiun atau tempat lainnya yang tidak mempunyai majikan tertentu.

2. Berusaha dengan dibantu oleh anggota keluarga/buruh tidak tetap :

- Pengusaha warung yang dibantu oleh anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap.

- Penjaja keliling yang dibantu anggota rumah tangga atau seseorang yang diberi upah hanya saat membantu saja.

- Petani yang mengusahakan tanah pertaniannya dengan dibantu oleh anggota rumah tangga.

3. Pekerja keluarga, adalah mereka yang bekerja untuk membantu seseorang untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan dengan tidak mendapat upah baik berupa uang atau barang :

- Anak yang membantu melayani di warung orang tuanya - Istri yang membantu suami di sawah

2.2. Konsep Manajemen Strategis

(6)

perlu diperjelas pengertiannya, agar jika dirangkaikan dengan perkataan manajemen menjadi “Manajemen Stratejik”, akan lebih mudah memahaminya.

Strategi adalah sebuah rencana yang komprehensif yang mengintegrasikan segala “resources” dan “capabilities” yang mempunyai tujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi. Jadi strategi adalah rencana yang mengandung cara komprehensif dan integrative yang dapat dijadikan pegangan untuk bekerja, berjuang dan berbuat guna memenangkan kompetisi. Winardi mengemukakan bahwa strategi merupakan pola atau rencana, yang mengintegrasikan tujuan – tujuan pokok suatu organisasi, kebijakan- kebijakan dan tahapan – tahapan kegiatan ke dalam suatu keseluruhan yang bersifat kohesif (Prof. Dr. J. Winardi, SE, 2003:110).

(7)

tujuan utamanya”. Kondisi itu menunjukkan bahwa selain strategi, ternyata terdapat unsur tujuan mengembangkan peran yang sangat penting pengaruh dan peranannya dalam memilih dan mengarahkan strategi peperangan, sehingga disebut sebagai “Tujuan Stratejik”.

Sejalan dengan uraian di atas, dari sudut etimologis (asal kata), berarti penggunaan kata “stratejik” dalam manajemen sebuah organisasi, dapat diartikan sebagai kiat, cara dan taktik utama yang dirancang secara sistematik dalam melaksanakan fungsi – fungsi manajemen, yang terarah pada tujuan stratejik organisasi. Rancangan yang bersifat sistematik itu, dilingkungan sebuah organisasi disebut “Perencanaan Stratejik”. Dalam perjalanan sejarahnya dilingkungan organisasi profil dan non profil pengertian Manajemen Stratejik ternyata telah semakin berkembang “Sebagai ilmu tentang perumusan, pelaksanaan dan evaluasi keputusan – keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi mencapai tujuan. Tahapan Manajemen Strategis terdiri atas perumusan strategi, pelaksanaan strategi dan evaluasi strategi” (Fred R. David, 2004:6).

Dari pengertian tersebut terdapat beberapa aspek penting, antara lain : 1. Manajemen Stratejik merupakan proses pengambilan keputusan. Bagaimana

prosesnya berlangsung dapat dilakukan dengan mengimplementasikan teori spektrum pengambilan keputusan yang telah diuraikan terdahulu.

(8)

organisasi, terutama tujuannya dan cara melaksanakan atau cara pencapaiannya.

3. Pembuatan keputusan tersebut harus dilakukan atau sekurang – kurangnya melibatkan pimpinan puncak, sebagai Penanggung jawab utama pada keberhasilan atau kegagalan organisasinya.

4. Pengimplementasian keputusan tersebut sebagai strategi untuk mencapai tujuan stratejiknya dilakukan oleh seluruh jajaran organisasi, dalam arti seluruhnya harus mengetahui dan menjalankan peran sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing.

5. Keputusan yang ditetapkan manajemen puncak yang harus diimplementasikan oleh seluruh jajaran organisasi dalam bentuk kegiatan atau pelaksanaan pekerjaan yang terarah pada tujuan stratejik organisasi.

Pengertian lain mengatakan bahwa Manajemen stratejik adalah “Usaha managerial menumbuhkembangkan kekuatan organisasi untuk mengeksploitasi peluang yang muncul guna mencapai tujuannya yang telah ditetapkan sesuai dengan misi yang telah ditentukan.

(9)

ditetapkan. Untuk itu setiap peluang atau kesempatan yang terbuka harus dimanfaatkan secara optimal.

Pengertian yang ketiga mengatakan bahwa “Manajemen Stratejik adalah arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada pengembangan suatu strategi atau strategi – strategi yang efektif untuk membantu mencapai tujuan organisasi”.

Pengertian ini menekankan bahwa arus keputusan dari para pemimpin organisasi dan tindakan berupa pelaksanaan keputusan, harus menghasilkan satu atau lebih strategi dengan memilih yang paling efektif atau yang paling handal dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Pengertian keempat mengatakan bahwa:

“Manajemen Stratejik adalah perencanaan berskala besar (disebut perencanaan stratejik) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut VISI) dan ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan menghasilkan sesuatu secara efektif (disebut MISI) dalam usaha menghasilkan sesuatu (Perencanaan Operasional untuk menghasilkan barang dan atau jasa serta pelayanan) yang berkualitas dengan diarahkan berbagai sasaran (Tujuan Operasional) organisasi”.

(10)

situasional, jaringan kerja (Network) inter dan eksternal, fungsi kontrol dan evaluasi umpan balik.

Disamping itu dari pengertian Manajemen Stratejik yang terakhir dapat disimpulkan beberapa karakteristik sebagai berikut :

1. Manajemen Stratejik diwujudkan dalam bentuk perencanaan berskala besar dalam arti mencakup seluruh komponen di lingkungan sebuah organisasi yang dituangkan dalam bentuk Rencana Stratejik (RENSTRA) yang dijabarkan menjadi Perencanaan Operasional (RENOP) yang kemudian dijabarkan pula dalam bentuk Program Kerja dan Proyek tahunan.

2. Rencana Stratejik berorientasi pada jangkauan masa depan, untuk organisasi profit kurang lebih sampai 10 tahun mendatang, sedang untuk organisasi non profit khususnya di bidang pemerintahan untuk satu generasi, kurang lebih untuk 25-39 tahun. Misalnya Negara Indonesia sebagai sebuah organisasi non profit berskala besar merumuskan Rencana Stratejiknya dalam bentuk Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Sedang Rencana Operasionalnya ditetapkan untuk setiap tahun yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) sebagai rencana jangka sedang dan terakhir dijabarkan menjadi rencana jangka pendek dalam bentuk Program dan Proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai Rencana Tahunan.

(11)

penempatannya sebagai keputusan Manajemen Puncak secara tertulis semua acuan tersebut terdapat didalamnya.

4. RENSTRA dijabarkan menjadi Rencana Operasional (RENOP) yang antara lain berisi program – program termasuk proyek – proyek, dengan sasaran jangka masing-masing juga sebagai keputusan Manajemen Puncak.

5. Penetapan RENSTRA dan RENOP harus melibatkan Manajemen Puncak karena sifatnya sangat mendasar atau prinsipil dalam pelaksanaan seluruh Misi organisasi, untuk mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya jangka sedang termasuk panjangnya.

(12)
(13)

Lingkungan institusi atau organisasi publik pada dekade terakhir ini dipertahankan dengan berbagai perubahan, gejolak dan kemajuan yang kerap kali sulit diprediksi, karena penolakan maupun ketidakpastian yang dialami. Kondisi yang demikian ini membutuhkan antisipasi dini, yang sebelumnya belum pernah terjadi, sehingga institusi atau organisasi mau tidak mau (inevitable) harus melakukan tiga hal berikut ini (Bryson, 1999:1).

1. Institusi atau organisasi harus berpikir strategis, yang tidak pernah dilakukan sebelumnya.

2. Institusi atau organisasi harus menerjemahkan inputnya untuk strategi yang efektif guna menanggulangi lingkungannya yang telah berubah.

3. Institusi atau organisasi harus mengembangkan alasan yang diperlukan untuk meletakkan landasan bagi pemakai dan pelaksanaan strateginya.

Konsep atau kerangka berpikir manajemen strategis berupaya mencari jalan keluar bagi institusi atau organisasi untuk beradaptasi kembali terhadap perubahan dan tantangan lingkungan melalui pencaharian isu atau faktor strategis dengan menggunakan teknik – teknik manajemen, agar kemajuan dapat dipertahankan dengan kinerja yang semakin optimal.

Kegunaan praktis yang diperoleh dari aplikasi teknik – teknik yang dikembangkan oleh manajemen strategis (Bryson, 1999:12-23) adalah :

1. Pengembangan strategi – strategi yang efektif 2. Memperjelas arah masa depan

(14)

4. Membuat keputusan saat ini dengan mempertimbangkan Konsekuensi masa yang akan datang

5. Mengembangkan landasan yang kokoh bagi pembuatan keputusan 6. Membuat keputusan yang melampaui fungsi dan struktur yang ada 7. Memecahkan masalah pokok yang dihadapi

8. Memperbaiki kinerja institusi

9. Menangani kondisi lingkungan yang cepat berubah

Jadi manajemen strategis memberikan gambaran kepada pengambil keputusan mengenai bagaimana suatu dapat digerakkan untuk mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi yang diembannya, dengan mengolah secara efektif faktor – faktor strategis yang ada.

Untuk menerapkan teknik manajemen strategis secara baik dan berhasil, maka harus mempertimbangkan delapan langkah pokok berikut ini (Bryson, 1999:55-71).

1. Memprakarsai dan meminta persetujuan terhadap suatu proses manajemen atau perencanaan strategis. Untuk itu perlu dilakukan negosiasi dengan para pengambil atau pembuat keputusan untuk memperoleh dukungan dan komitmen dalam pelaksanaannya nanti.

(15)

3. Memperjelas misi dan nilai-nilai institusi atau organisasi. Penting untuk diidentifikasi kebutuhan – kebutuhan sebagai tujuan termasuk didalamnya kebutuhan sosial atau politik yang ingin dicapai.

4. Menilai lingkungan eksternal yang mengangkut peluang maupun ancaman yang ada. Faktor – faktor yang terkait dengan lingkungan eksternal ini meliputi politik, ekonomi, sosial dan teknologi.

5. Menilai lingkungan internal yang berhubungan dengan kekuatan yang dimiliki institusi maupun kelemahan yang ada. Dalam hal ini institusi dapat memantau sumber daya sebagai input, strategi saat ini sebagai proses, dan kinerja yang diperoleh sebagai output.

6. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi, yang antara lain mengangkut tujuan, cara, filsafah, keakuratan waktu, kelompok – kelompok yang memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian jika strategi baru dijalankan.

7. Merumuskan strategi untuk mengolah atau menangani isu – isu yang ada. 8. Menciptakan suatu visi institusi atau organisasi yang efektif bagi masa depan.

(16)

tersebut diganti dari mandate, misi yang diemban, dan tujuan yang ingin dicapai oleh pengambilan keputusan (baik dari birokrasi pemerintah, elite sosial politik, atau para pakar ekonomi) Pemerintah Kota Medan. Strategi ini diperoleh melalui analisis faktor – faktor eksternal maupun internal, yang pada akhirnya ditemukan identifikasi isu atau faktor strategis sebagai temuan yang dapat dipergunakan dalam menentukan masa depan pengembangan usaha kecil di Kota Medan.

2.3. Pengertian Visi dan Misi

Tiga hal yang selalu menjadi perhatian dalam setiap merumuskan suatu strategi secara efektif yaitu :

A. Visi

Visi adalah gambaran kondisi masa depan yang masih abstrak, tetapi merupakan konsepsi yang dapat dibaca oleh setiap orang (Salusu, 1996:130). Berarti visi merupakan suatu pikiran yang melampaui realitas sekarang, sesuatu atau keadaan yang diciptakan yang belum pernah ada sebelumnya dan akan diwujudkan oleh seluruh anggota organisasi. Visi memberi gambaran kondisi yang akan dicapai oleh organisasi dimasa yang akan datang. Selanjutnya Sutrisno Iwantono (2002:126) mengemukakan bahwa merupakan formulasi tujuan yang sangat luas, umum dan inklusif. Sebuah cita – cita masa depan yang mengandung unsur filosofis.

B. Misi

(17)

output dan diungkapkan dalam bentuk output dan pelayanan yang optimal untuk memenuhi tuntutan, kebutuhan dan keinginan masyarakat yang ada.

Handoko (1995:108) mengemukakan secara organisasi bahwa misi organisasi menunjukkan fungsi yang hendak dijalankan dalam suatu sistem sosial dan ekonomi tertentu.

Misi organisasi menjelaskan juga alasan keberadaan dari institusi atau organisasi tersebut, mengapa ia ada dan apa tujuan pendiriannya. Dengan demikian organisasi harus selalu dilihat sebagai alat untuk mencapai tujuan. Etzioni dalam Hani Handoko (1995:109) mengemukakan bahwa tujuan organisasi merupakan suatu pelayanan tentang keadaan yang diinginkan, dimana organisasi tersebut bermaksud untuk merealisasikan, dan sebagai pernyataan tentang keadaan di waktu yang akan datang dimana organisasi sebagai kolektivitas mencoba untuk menimbulkannya. Dalam merumuskan misi, ada dua kepentingan yang menjadi bahan pertimbangan, yaitu kepentingan internal maupun kepentingan eksternal (Sutrisno Iwantono, 2002:126).

2.4. Analisa Lingkungan Strategis

Tujuan dari analisis lingkungan strategis (strategis analysis) adalah untuk mengetahui pengaruh – pengaruh kunci, serta pemilihan strategi apa yang sesuai dengan tantangan yang datangnya dari lingkungan.

(18)

Pengertian lingkungan menurut Salusu (1996:319) adalah hal – hal yang meliputi kondisi, situasi keadaan, peristiwa dan pengaruh – pengaruh yang mengelilingi dan mempengaruhi perkembangan organisasi. Sedangkan Wahyudi (1996:47-48) mengemukakan bahwa lingkungan adalah salah satu faktor penting untuk menunjang keberhasilan organisasi dalam persaingan. Selanjutnya Wahyudi membagikan lingkungan menjadi dua, yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Pembagian ini didasarkan atas kontrol/pengaruh organisasi terhadap lingkungan tersebut.

Menurut Rangkuti (1988:19) lingkungan yang mempengaruhi perusahaan ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut patut menjadi pertimbangan dalam analisa lingkungan strategis, khususnya dalam analisis model SWOT. Analisis lingkungan internal dan eksternal akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang isu – isu strategis dalam pengembangan Usaha Kecil Menengah di Kota Medan, maka analisis ini akan diarahkan pada penilaian lingkungan internal dan eksternal di sekitar masalah Usaha Kecil Menengah. Penjelasan terhadap kedua lingkungan strategis tersebut adalah sebagai berikut :

A. Lingkungan Internal

(19)

berguna untuk mengetahui isu – isu strategis (Rangkuti, 1997:19). Adapun yang tercakup dalam lingkungan internal adalah faktor sumber daya, faktor strategi yang saat ini digunakan, dan faktor kinerja.

B. Lingkungan Eksternal

Lingkungan Eksternal adalah faktor – faktor yang merupakan kekuatan yang berada diluar organisasi, dimana organisasi tidak mempunyai pengaruh sama sekali terhadapnya, sehingga perubahan – perubahan yang terjadi pada lingkungan ini akan mempengaruhi kinerja institusi atau organisasi dalam suatu hubungan yang timbal balik.

Lingkungan eksternal mengandung dua faktor yaitu peluang (opportunities) dam ancaman (threats). Lingkungan eksternal suatu institusi atau organisasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap pencapaian misi yang disepakati. Pengaruhnya yang cukup kuat ini menyabankan perlunya perhatian yang serius terhadap dimensi atau aspek yang terkandung di dalamnya, meskipun berada diluar organisasi. Adapun faktor – faktor yang ada dalam faktor eksternal tersebut adalah : aspek politik, ekonomi, sosial, dan teknologi.

2.5. Identifikasi Isue Strategis

(20)

menghadapi kemungkinan akan terjadinya konflik yang biasanya tidak dapat dihindari (Bryson, 1995:65).

Ada empat pendekatan dasar yang dapat dipergunakan untuk mengenali isu strategis (Barry dalam Bryson, 1988:65)

a. Pendekatan langsung (direct aproach), yaitu pendekatan yang akan bekerja sangat baik bagi sebagian besar lembaga pemerintah dan lembaga publik. Pendekatan langsung meliputi jalan lurus dari ulasan terhadap mandar, misi dan SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan) sehingga identifikasi isu – isu strategis. Pendekatan langsung merupakan yang terbaik ketika tidak ada kesepakatan tentang sasaran (goals), atau jika ada kesepakatan tentang sasaran maka sasaran itu sendiri terlalu abstrak untuk digunakan. Dengan kata lain pendekatan akan bekerja sangat baik ketika tidak adanya kesesuaian nilai. Pendekatan langsung akan sangat baik apabila tidak adanya visi keberhasilan sebelumnya dan mengembangkan visi berdasarkan konsensus akan terlalu sulit. Pendekatan ini juga bekerja sangat baik ketika tidak adanya otoritas hirarkhis yang dapat memaksakan sasaran kepada actor lainnya. Akhirnya pendekatan ini bekerja sangat baik ketika lingkungan demikian bergolak sehingga tindakan terbatas sebagai jawaban kepada isu – isu tampaknya lebih baik daripada pengembangan sasaran dan tujuan (objectives) atau visi yang dapat berubah usang dengan cepat. Dengan kata lain, terpolitasi, dan relatif terfragmentasi di sebagian besar organisasi publik (komunitas), sepanjang ada koalisi domain yang cukup kuat dan cukup menarik untuk membuatnya bekerja.

(21)

c. Pendekatan sasaran (goals approach), yaitu pendekatan yang lebih sejalan dengan teori perencanaan konvensional, yang menetapkan bahwa institusi atau organisasi harus menciptakan sasaran dan tujuan bagi dirinya sendiri dan kemudian mengembangkan strategi untuk pencapaiannya. Pendekatan ini dapat bekerja jika kesepakatan yang agar luas dan mendalam tentang tujuan dan sasaran organisasi, serta jika tujuan dan sasaran itu cukup terperinci dan spesifik untuk memandu pengembangan strategi. Pendekatan ini juga dapat diharapkan bekerja ketika ada struktur otoritas hierarkhis dengan cara pimpinan di puncak dapat memaksakan sasaran itu pada keseluruhan sistem. Kemudian isu – isu strategis akan mengangkut bagaimana yang terbaik untuk menerjemahkan sasaran dan tujuan itu menjadi tindakan. Tindakan ini lebih mungkin bekerja dalam organisasi publik atau non profit.

d. Pendekatan visi keberhasilan (vision of success), yaitu pendekatan yang mengembangkan suatu gambaran yang “terbaik: atau “ideal” mengenai situasi atau organisasi di waktu yang akan datang sebagai organisasi yang sangat berhasil memenuhi misinya. Karena itu isu adalah tentang bagaimana organisasi harus beralih dari jalannya sekarang menuju bagaimana organisasi akan memandang dan berjalan sesuai dengan visinya. Pendekatan visi keberhasilan menjadi sangat berguna; jika organisasi kesulitan mengidentifikasi isu – isu strategis secara langsung; jika tidak ada kesepakatan sasaran dan tujuan yang terperinci dan spesifik serta akan kesulitan mengembangkan strategi; dan jika perubahan drastis mungkin diperlukan.

2.6. Profil Kota Medan

Tanggal 1 Juli 2004 Kota Medan merayakan hari ulang tahunnya yang ke 414. Hal ini merupakan keberadaan Kota Medan telah memiliki tradisi yang panjang, sehingga saat ini mencatatkan dirinya sebagai kota terbesar ke 3 (tiga) setelah Jakarta, dan Surabaya. Sebagai sebuah kota besar tentunya Kota Medan memiliki berbagai kekhususan baik secara historis, sosial budaya, demografis, geografis dan ekonomis.

2.6.1. Historis Kota Medan

(22)

1590 oleh Guru Patimupus, cucu Singa manaja yang memerintah negeri Berkerah di daratan tinggi Karo dan termasuk dalam wilayah Raja Ujung asal Karo, di Deli Perkembangan Kota Medan juga tidak terlepas dari keberadaan Kesultanan Deli yang diproklamirkan oleh Tuanku Panglima Perungit, yang memisahkan dari kekuasaan Kesultanan Aceh pada tahun 1669. Berdasarkan isi “politik contract) atau perjanjian dengan Pemerintahan Hindia Belanda pada Tahun 1907, daerah kekuasaan Kesultanan Deli meliputi :

1. Wilayah Deli Asli, yaitu wilayah perisir pantai mulai dari sekitar kiri dan kanan Sungai Deli, yang didiami suku bangsa melayu, termasuk Kampung Medan Puteri.

2. Wilayah – wilayah urung (Negeri), yaitu : Wilayah Hamparan Perak, Sunggal, Kampung Baru, Senambah Patumbak, yang didiami suku Melayu di hilir dan suku Karo di hulu.

Adapun dua faktor yang mendorong Kampung Medan Puteri mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pertama, posisinya yang sangat strategis karena di dekat pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura yang merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai. Karenanya Kampung Medan Putri sejak awal telah berkembang menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan transit yang cukup penting. Kedua, adanya kebijakan Sultan Deli pada Tahun 1863 untuk memberikan tanah di Tanjung Sepassi dekat Labuhan seluas 4000 bahu, (1 bahu = 0,74 ha) secara erfpacht 20 tahun kepada Mienhuys Van der

falk dan Elliot dari firma Van Keeuwenen Mainz and Co, untuk dijadikan lahan

(23)

Kualitas yang sangat baik dari tembakau yang dihasilkan kemudian mendorong berkembangnya perkebunan – perkebunan tembakau hingga mencapai 22 perusahaan. Berkembangnya perkebunan tembakau ini juga mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai perdagangan dan eksport.

Tahun 1879, ibu Kota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan, dan 1 Maret 1887, Ibu Kota Residen Sumatera Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan. Istana Kesultanan Deli dengan selesainya pembangunan Istana Maimun pada tanggal 18 Mei 1891, yang menjadikan Kota Medan menjadi pusat perdagangan juga telah mendorong menjadi Pusat Pemerintahan.

2.6.2. Medan Dalam Pandangan Sosial Budaya

Pembangunan Kota Medan secara Historis tidak terlepas dari perkembangan perkebunan yang ada. Perkebunan tembakau tersebut ternyata memperkerjakan orang – orang cina dari Swatow (Tiongkok), Singapura, Malaya Tamil dari Penang dan orang – orang pribumi yaitu Minangkabau dan Jawa. Kebijaksanaan Ketenagakerjaan inilah yang kemudian berdampak beranekaragamnya etnis yang berdomisili di Kota Medan saat ini.

Oleh karenanya, masyarakat Kota Medan saat ini adalah campuran dari suku bangsa yang ada di Indonesia seperti suku Melayu, Batak, Cina, Minang, Karo dan sebagainya. Adanya heterogenitas suku yang berdiam di Kota Medan juga menimbulkan banyaknya corak budaya yang ada sehingga berdampak beragamnya nilai – nilai budaya yang dikenal.

(24)

sangat diyakini pula, hidupnya nilai – nilai budaya dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Potensi tersebut misalnya dapat dilihat dalam kaitannya dengan mengembangkan Industri Kecil dan Menengah di Kota Medan saat ini. Adanya keragaman suku, tarian daerah, alat musik, lagu, makanan dan sebagaimana tentunya merupakan potensi, kekuatan sekaligus kesempatan bagi Kota Medan untuk menjadi kota yang memiliki wajah sendiri, yang berbeda dengan kota – kota lainnya di Indonesia. Adanya pluralism ini juga merupakan benteng untuk tidak munculnya isu – isu primordialisme yang dapat meretakan sendi – sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya, arah perkembangan dan tujuan pembangunan Kota Medan tentunya dalam bingkai visi kekayaan budaya sebagai rahmat Tuhan.

2.6.3. Demografi Kota Medan

(25)

Dilihat dari struktur penduduk menurut umur, penduduk Kota Medan yang berusia antara 0 – 14 tahun mencapai 551.752 jiwa, sedang yang berusia antara 15 - 59 tahun mencapai 1.263.887 jiwa dan 60 tahun ke atas 82.374 jiwa. Hal ini menunjukkan adanya beban ketergantungan yang relative tinggi yaitu 2,36%. Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikannya sebagian besar penduduk hanya mengenyam pendidikan sampai SLTA, SLTP dan SD yaitu 91,88%, sedang yang memiliki jenjang pendidikan sampai Perguruan Tinggi hanyalah 8,11% (BPS Medan, 2004:14). Hal ini tentunya akan berdampak kepada produktivitas kerja yang dapat dicapai sekaligus tingkat pendapatan dan kesejahteraan mereka. Oleh karenanya salah satu masalah penting seharusnya dapat diatasi adalah bagaimana meningkatkan derajat pendidikan penduduk sehingga berdampak kepada peningkatan mutu sumber daya manusia penduduk yang ada.

Lebih dari itu masalah kependudukan yang seyogyanya dapat ditanggulangi adalah yang berkaitan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini kelihatan dengan membandingkan antara jumlah penduduk yang berada di wilayah Medan Bagian Utara yang relatif yang lebih jarang.

2.6.4. Geografis Kota Medan

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar atau sama dengan 265,10 km2 atau 3,6% dari total luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu selain memiliki kekuatan pembangunan dengan jumlah penduduk yang relatif besar, Kota Medan juga memiliki keterbatasan ruang sebagai bagian daya Dukung lingkungan (BPS Medan, 2004:27).

(26)

- Kota Deli Serdang di Sebelah Barat, Timur dan Selatan - Selat Malaka di Sebelah Utara

Secara relatif, Kabupaten Deli Serdang memiliki daya Dukung Sumber Daya alam yang relatif besar, karenanya Kota Medan sesungguhnya perlu mengembangkan kerja sama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah – daerah sekitarnya. Disamping itu adanya Selat Malaka tentunya juga menjadikan Kota Medan memiliki potensi perikanan yang dapat dikembangkan lebih baik.

(27)

2.6.5. Perekonomian Kota Medan

Secara regional Kota Medan adalah pusat pemerintahan daerah, pusat pelayanan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat, pusat perkantoran swasta, pusat perdagangan dan juga pintu gerbang internasional, eksport impor serta pusat perindustrian. Fungsi regional tersebut menjadikan Kota Medan harus melayani hinterlandnya, bahkan bukan hanya Provinsi Sumatera Utara tetapi juga mencakup wilayah Provinsi tetangga lainnya. Hal ini berarti Kota Medan sangat terkait erat dengan perkembangan wilayah belakangnya.

Pada tahun 1998 Perekonomian Indonesia sangat terpuruk. Krisis moneter yang diikuti krisis ekonomi, politik dan krisis kepercayaan telah membuyarkan semua prediksi yang telah dikemukakan bahwa Indonesia akan menjadi salah satu macan ekonomi Asia. Ambruknya perekonomian nasional tersebut tentunya juga memberi dampak yang luas bagi perekonomian regional Kota Medan. Sebagai kota yang mengandalkan sektor sekunder dan tertiernya, maka perekonomian regional Kota Medan dipastikan turut mengalami musibah krisis tersebut.

Sebelum tahun 1998, laju pertumbuhan ekonomi Kota Medan rata – rata di atas 6,5% tahun. Namun akibat adanya krisis ekonomi menjadikan pertumbuhan ekonomi Kota Medan anjlok menjadi minus 20,11% tahun 1998. Angka ini bahkan jauh lebih besar dari pertumbuhan negatif yang dialami Provinsi Sumatera Utara yang hanya 11,76% ataupun pertumbuhan ekonomi nasional yang minus hanya 13,68% (BPS Medan, 2004:30).

(28)

kecil. Tahun 1999 ekonomi Kota Medan mengalami pertumbuhan sebesar 3,4% dan pada tahun 2000 sebesar 4,98% ini tentunya merupakan indikasi bahwa betapapun beratnya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia dan Kota Medan memiliki kemampuan untuk keluar dari krisis yang maha berat tersebut.

Saat ini produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan telah mencapai Rp. 10.705.120,29 milyar dengan pendapatan perkapita Rp. 4.614.903,85. Sektor tertier merupakan sektor penunjang terbesar bagi pembentukan PDRB Kota Medan yaitu mencapai 66,44%, kemudian diikuti sektor sekunder sebesar 29,21%. Walaupun relatif kecil sektor primer kenyataannya juga memberikan kontribusi tidak kurang 4,34% dari keseluruhan total pembentukan PDRB Kota Medan.

Dari data di atas, kenyataannya Kota Medan juga merupakan wilayah penyumbang terbesar bagi pembentukan PDRB Provinsi Sumatera Utara yaitu 21,29% sekaligus merupakan pusat perdagangan dan jasa terpenting di Sumatera Bagian Utara.

Adanya potensi yang besar sebagai pusat pertumbuhan dan perdagangan regional dan internasional ini juga diperkuat oleh letak strategis kewilayahan Kota Medan. Bagaimanapun Kota Medan telah berfungsi sebagai pintu gerbang eksport Sumatera Utara. Alasan ini pulalah yang memunculkan perjanjian – perjanjian regional atau dalam bentuk kerjasama lainnya seperti :

(29)

Di bidang prasarana dan sarana, Kota Medan juga secara relatif di fasilitasi dengan sistem transportasi, pelabuhan laut internasional dan pelabuhan udara serta berbagai jenis prasarana lainnya seperti air bersih, listrik, telekomunikasi yang relatif baik. Ini tentunya memberikan peluang bagi Kota Medan untuk tumbuh dan berkembang sebagai pusat pertumbuhan dan perdagangan baik dalam skala regional maupun internasional.

2.7. Dasar Hukum Program Pengembangan/ Pembangunan Pusat Industri Kecil Kerajinan Sepatu dan Konveksi Medan Tenggara Medan

a. Keputusan Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat-II Medan No. 537/1535/SK/1994 tanggal 18 Juni 1994 tentang Pembentukan Tim Perencanaan/ Dokumentasi Pemindahan dan Penempatan Pengerajinan serta Pengawasan Teknis Pelaksanaan Pembangunan PIK di Medan.

b. Keputusan Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat-II Medan No.593.5/487/SK/1996 tanggal 31 Januari 1996 tentang Penggunaan Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Madya Daerah Tingkat-II Medan untuk Perkampungan Industri Kecil (PIK) Sepatu.

c. Memori kesepakatan antara Pemerintah Daerah Tingkat-II Medan dengan PT. Bank Tabungan Negara dan PT. Rezeki Berkah Utama :

(30)

d. Keputusan Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat-II Medan No. 648/3831/SK/1997 tanggal 29 September 1997 tentang Penghunjukan Penghunian Bangunan Rumah Pusat Industri Kecil di Kelurahan Medan Tenggara.

e. Surat Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat-II Medan No. 648/16572 tanggal 21 Oktober 1997 tentang Penghunian Bangunan Rumah Pusat Industri Kecil Jalan Medan Tenggara-VII di Medan.

Referensi

Dokumen terkait

Tugas dari seorang penghulu melalui petitih minang sebagai berikut :.. Saurang penghulu di

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada kedalaman tanah sampai 0-20 cm, dimana pada setiap lokasi penelitian di ambil sebanyak 1 sampel tanah yang berasal dari

Soal-soal yang dapat melatih kemampuan memahami dan menerapkan konsep yang berkaitan dengan materi ajaran Buddha Dharma dalam bab sebagai umpan balik disajikan pada setiap akhir

2.1 Pola Difraksi Hasil Refinement menggunakan MAUD (Material Analysis Using Diffraction).

Penelitian ini menguji faktor kualitas dan kuantitas yang ada pada IPAL dengan menghitung efisiensi kinerja, debit air buangan lapangan, dan pengujian umur

Setelah menjadi pernikahan, dia akan berusaha mengelolah rumah tangganya. Dia akan berusaha membentuk, membina, dan mengembangkan kehidupan rumah tangga dengan sebaik-baiknya agar

Indonesia sebagai salah satu negara tersebut kemudian melakukan deregulasi kebijakan (lihat Gambar 2). Belum mampunya negara-negara berkembang untuk bangkit dan keluar dari

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui variasi karakter pada bawang merah; dan (2) mengetahui besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung dari tinggi tanaman,