42 BAB III
Sikap Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro
terhadap Pluralisme di Indonesia
3.1. Pendahuluan
Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia ini harus dijaga dan diperjuangan oleh seluruh masyarakat Indonesia yang majemuk ini. Untuk itu paham
pluralisme sangat diperlukan dalam menjaga keragaman tersebut. Diantara banyak golongan masyarakat, menurut penulis, umat Islam yang mayoritas di
Indonesia ini mempunyai peranan yang penting dalam memperjuangkan pluralisme. Salah satu dalam memperjuangkan dan melanggengkan pluralisme dan toleransi antar umat adalah dengan cara pendidikan atau edukasi umatnya masing-masing agama yang ada di Indonesia ini.
Pondok pesantren adalah salah satu cara yang dipakai agama Islam dalam
memberikan pendidikan pada umat Islam, khususnya dalam NU (Nahdlatul Ulama). Melalui pondok pesantren inilah umat Islam bisa banyak belajar tentang agama dan juga yang lainnya. Pada bab ini penulis akan menyajikan hasil
peneletian tentang pondok pesantren Edi Mancoro sebagai tempat belajar umat Islam dan mendidik santrinya agar siap terjun dalam kehidupann bermasyakat,
berbangsa dan bernegara.
3.2. Diskursus Pluralisme Agama di Indonesia
3.2.1. MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan Fatwa MUI
43
umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama
Indonesia berdiri pada tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari
pertemuan atau musyawarah para ulama dan cendekiawan Muslim yang datang
dari berbagai penjuru tanah air. Pertemuan itu antara lain meliputi 26 orang ulama
yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, dihasilkan adalah sebuah kesepakatan
untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama dan cendekiawan
Muslim, yang tertuang dalam sebuah “PIAGAM BERDIRINYA MUI”, yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut
Musyawarah Nasional Ulama I. Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika
bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun
merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik
kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat.1
Ulama Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pewaris
tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya). Maka mereka terpanggil untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat melalui wadah MUI, seperti yang
pernah dilakukan oleh para ulama pada zaman penjajahan dan perjuangan
kemerdekaan. Di sisi lain umat Islam Indonesia menghadapi tantangan global
yang sangat berat. Kemajuan sains dan teknologi yang dapat menggoyahkan batas
etika dan moral, serta budaya global yang didominasi Barat, serta pendewaan
kebendaan dan pendewaan hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek religiusitas
masyarakat serta meremehkan peran agama dalam kehidupan umat manusia.2
1 http://mui.or.id/index.php/2009/05/08/profil-mui/ …… diakses tanggal 28 November
2016.
44
Selain itu kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam alam
pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan aspirasi
politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber
pertentangan di kalangan umat Islam sendiri. Akibatnya umat Islam dapat terjebak
dalam egoisme kelompok yang berlebihan. Oleh karena itu kehadiran MUI, makin
dirasakan kebutuhannya sebagai sebuah organisasi kepemimpinan umat Islam
yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi, demi terciptanya persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam. Dalam perjalanannya,
selama 25 tahun Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama
dan cendekiawan muslim berusaha untuk memberikan bimbingan dan tuntunan
kepada umat Islam dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat;
memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan
kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya
ukhwah Islamiyah (persaudaraan diantara umat Islam) dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta; menjadi
penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional;
meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan
cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada
masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi
secara timbal balik. Dalam pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan
lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:
Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya), melanjutkan
45
Sebagai pemberi fatwa (mufti), memberi petunjuk dan arahan masyarakat
dalam menghadapi persoalan hidup
Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al ummah),
memberi teladan kepada umat.
Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid (perdamaian dan pembaharuan),
gerakan pembawa perdamaian antar umat Islam.
Sebagai penegak amar ma’ruf dan nahi munkar atau menegakkan
kebenaran dan keadilan.3
Dalam menghadapi permasalahan hidup sehari-hari, umat Islam mendapatkan permasalahan-permasalahan yang berat, sulit dan tidak ditemukan
secara jelas dalam Al-qur’an dan hadist Nabi. Sehingga mereka memerlukan sebuah pedoman yang diperlukan untuk mengambil sikap dalam menghadapi
persoalan tersebut, untuk itulah mereka memerlukan sebuah fatwa.
Fatwa adalah sebuah istilah mengenai pendapat atau tafsiran pada suatu masalah yang berkaitan dengan hukum Islam. Fatwa sendiri dalam bahasa Arab
artinya adalah "nasihat", "petuah", "jawaban" atau "pendapat". Adapun yang dimaksud adalah sebuah keputusan atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah
lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya, disampaikan oleh seorang ulama, sebagai tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa yang tidak mempunyai keterikatan. Dengan demikian peminta
fatwa tidak harus mengikuti isi atau hukum fatwa yang diberikan kepadanya. Penggunaannya dalam kehidupan beragama di Indonesia, fatwa dikeluarkan oleh
46
Majelis Ulama Indonesia sebagai suatu keputusan tentang persoalan yang terjadi
di Indonesia guna dijadikan pegangan pelaksanaan ibadah umat Islam di Indonesia.4
MUI mengeluarkan fatwa haram untuk pluralisme beragama. Ini adalah salinan dari fatwa yang dikeluarkan:5
Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 7/Munas VII/MUI/11/2005
TentangPluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme Agama
Bismillahirrahmanirrahim
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/26-29 Juli 2005 :
Menimbang : ... Mengingat : ...
MEMUTUSKAN
Menetapkan : Fatwa Tentang Pluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme Agama
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan,
1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif, oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
2. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
4 Rumadi Ahmad, Fatwa Hubungan Antaragama di Indonesia (jakarta: Gramedia Putaka
Utama, 2016), 11-13.
5 http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/fatwa-mui-tentang-pluralisme
47 Kedua : Ketentuan Hukum
1. Pluralisme, Sekulerisme, dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
2. Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme, Sekulerisme dan Liberalisme agama.
3. Dalam masalah aqidahdan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain lain (pluralitas agama), dalam maslah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 21 Jumadil Akhir 1426 H/28 Juli 2005 M.
Musyawarah Nasional VIIMajelis Ulama Indonesia
Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa KH. Ma’ruf Amin
Ketua
Drs. H.Hasanuddin M. Ag Sekretaris
Itulah fatwa yang dikeluarkan oleh MUI dalam menjawab pergumulan
umat Islam tentang pluralisme. Fatwa ini akan menjadi “panutan” atau acuan bagi orang Islam di Indonesia dalam menanggapi permasalahan hidupnya, terutama dalam menghadapi kehidupan beragama dengan agama dan penganut
lainnya.
3.2.2. Pertentangan dan Pembelaan akan Fatwa MUI tentang Pluralisme
Kemunculan fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme itu menimbulkan
48
kelompok yang liberal dan non liberal. Kaum yang menentang fatwa MUI
tersebut seakan dicap pada poros liberal sedang yang setuju akan fatwa MUI itu pada poros non liberal. Para penentang fatwa MUI itu diantaranya Ulil Abshar
Abdalla sebagai koordinator Jaringan Islam Liberal, penah menyampaikan kepada majalah GATRA bahwa fatwa MUI tentang pengharaman pluralisme itu menimbulkan dampak yan buruk bagi keberagaman Indonesia ini. Beliau
menegaskan bahwa fatwa MUI itu bukanlah hukum yang mengikat umat Islam. jadi yang percaya boleh mengikutinya, yang tidak percaya boleh menolaknya atau
tidak mengikutinya.6 Ada lagi tokoh Islam diantaranya Syafii Anwar, Direktur International Centre for Islam and Pluralism, menilai fatwa-fatwa MUI itu adalah sebuah kemunduran yang luar biasa. “MUI hendaknya tidak menjadi polisi akidah
atau polisi iman bagi umat Islam di Indonesia,” kata Syafii, doctor alumnus
University of Melbourne.7
Sedangkan tokoh yang membela fatwa MUI itu antara lain dari dalam MUI itu sendiri, dalam menghadapi gempuran yang bertubi-tubi melalui media massa yang dilakukan terhadap MUI, seorang ketua MUI berujar tenang, mengutip sebuah hadits Nabi saw: “Di antara umatku akan selalu ada sekelompok
orang yang menegakkan perintah Allah. Orang yang menentang tidak akan membahayakan mereka.” (HR Ibnu Majah). Artinya disini MUI menempatkan
pada posisi yang menegakkan perintah Allah.8
Tokoh lain yang setuju dengan fatwa haram pluralisme oleh MUI adalah Dr. Anis Malik Thoha, pakar masalah Pluralisme Agama, yang juga Rois Syuriah
6 GATRA 06 Agustus 2005 diambil dari www.hidayatullah.com...diakses tanggal 13
Januari 2017.
7 Ibid.
49
NU Cabang Istimewa Malaysia, dengan tegas menyatakan, bahwa Pluralisme Agama adalah sebuah agama baru, yang tidak toleran terhadap agama lain. Beliau melihat bahwa para tokoh yang pro pada pluralisme tidak jujur dalam mendefinisikan pluralisme itu. Menurut beliau ada unsur manipulasi atau ketidaktahuan. Syafii Anwar, misalnya, menyatakan, bahwa pluralisme bukanlah menyamakan semua agama, melainkan lebih pada mutal respect, saling menghormati. Ulil menyatakan, pluralisme artinya sikap positif dalam menghadapi perbedaan, yakni sikap ingin belajar dari yang lain yang berbeda.
Selanjutnya menurut beliau kaum pluralis menjunjung toleransi, justru mereka yang tidak toleran karena menganggap pendapat merekalah yang benar. Dan juga
yang penting adanya pemaksaan budaya barat yang harus diterapkan pada belahan bumi yang lain. 9
MUI mendefinsikan Pluralisme Agama (PA) sebagai: “Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan
agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.”
3.3. Pondok Pesantren
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional asli Indonesia, yang munculnya bersamaan dengan misi dakwah Islam di kepulauan
Melayu – Nusantara sekitar abad 13 dan ada pendapat lain sekitar abad 14. Dan jika kita telusuri perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia jauh kemasa lampau,
50
akan sampai pada penemuan sejarah, bahwa pondok pesantren adalah salah satu
bentuk peradaban Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikan keagamaan yang bercorak tradisional, lebih unik dan “Indigenous Culture” atau bentuk kebudayaan asli Indonesia.
Keaslian maupun keunikan pondok pesantren tampak dalam perawatan dan pelestarian tradisi dan ritual keagamaan yang senantiasa dicoba dipertahankan
sebagai upaya melestarikan khasanah Islam warisan ulama abad pertengahan. Pondok Pesantren pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang mendalami
dan mengkaji berbagai ajaran dan ilmu pengetahuan agama Islam, dan kebanyakan di pondok pesantren mengkaji masalah “kitab- kitab kuning”atau kitab-kitab klasik, akan tetapi di masa sekarang sudah harus dituntut untuk mengkaji buku-buku modern agar bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Selanjutnya apabila ditinjau dari segi proses pembudayaan, maka sekurang-kurangnya terdapat dua alasan yang menyebabkan mengapa perkembangan agama Islam di Indonesia amat tergantung pada lembaga
pendidikan pondok pesantren. Pertama, karena nilai ajaran agama itu sendiri sah, bersifat legal dan terbuka bagi setiap orang, serta tersusun dalam naskah tulisan yang jelas. Kedua. Karena pada masa itu tidak ada lembaga sosial lainnya dalam
penyebaran agama Islam di Indonesia yang lebih efektif dalam melaksanakan fungsinya.10
Pondok pesantren dahulu adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan dan keagamaan di daerah pedesaan yang belum banyak diketahui. Sedikit sekali
10 Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Kegamaan, Visi, Misi dan Aksi
51
studi apalagi penelitian lapangan yang telah dilakukan dan atau telah disiarkan.11
Sebagaimana yang disampaikan oleh Dawam Rahardjo tentang dunia pesantren.
Dunia pesantren, dalam gambaran total, memperlihatkan dirinya seperti sebuah parameter, suatu fakor yang secara tebal mewarnai kehidupan kelompok masyarakat luas, tetapi dirinya sendiri tak kunjung berubah dan bagaikan tak tersentuh dinamika perkembangan masyarakat sekelilingnya – setidak-tidaknya jika orang membayangkan perubahan pada dirinya, maka perubahan itu hanya dapat dipahami dalam skala panjang. Sudah tentu tidak ada sesuatu gejala sosial di dunia ini yang selalu tetap dan tidak berubah. Begitu juga halnya dunia pesantren. Namun gambaran masyarakat umum adalah bahwa pesantren merupakan suatu pribadi yang sukar diajak berbicara mengenai perubahan, sulit dipahami pandangan dunianya dan karena itu orang juga enggan membicarakannya. Kemudian, orang yang merasa dirinya punya kuasa atau mempunyai pengaruh, berusaha untuk menggalakkan perhatian umum mengenai lembaga yang didiamkan dalam “cagar masyarakat” itu. Alhasil, masyarakat umumnya memandang dunia pesantren hampir-hampir sebagai lambang keterbelakangan dan ketertutupan.12
Demikianlah, bahwa pondok pesantren yang dahulu menjadi lembaga
pendidikan yang terbelakang, tidak diperhatikan, namun sekarang ini mengalami perubahan yang cukup besar. Pondok pesantren mulai dipopulerkan oleh banyak
kalangan dan mengalami banyak perkembangan, baik itu jumlah, fisik dan pemikiran di dalamnya. Sehingga pondok pesantren mengalami perkembangan yang signifikan dan mendapat perhatian yang besar dari pemerintah. Bahkan juga
dalam hal politik, bagaimana pondok pesantren menjadi tempat kunjungan politik bagi calon penguasa daerah atau bahkan skala nasional. Pesantren menjadi
kekuatan yang diperhitungkan karena mempunyai basis massa yang banyak dan loyal pada pemimpinnya atau seorang kyai.
11 Sudjoko Prasodjo dkk, Profil Pesantren: Laporan Hasil Penelitian Pesantren Al-Falak
dan Delapan pesantren Lain di Bogor (Jakarta: Repro International, 1975), 1.
12
52
Dalam perkembangannya, pondok pesantren dikenal dengan istilah
pondok pesantren tradisional dan juga pondok pesantren modern. Pondok pesantren tradisional adalah pondok pesantren yang biasa mengajarkan “kitab
kuning”, sedangkan pondok modern sudah mulai mengemas pendidikannya
dengan lebih modern termasuk sistem asramanya. Gambaran fisik tingkatan-tingkatan pesantren:
a. Pola I
Pesantren ini masih bersifat sangat sederhana, dimana
kyaimempergunakan masjid atau rumahnya sendiri untuk tempat mengajar. Dalam pola ini santri hanya datang dari daerah sekitar pesantren itu sendiri, namun mereka telah mempelajari ilmu agama secara
kuntinyu dan sistematis. Pesantren hanya terdiri dari rumah kyaidan masjid.
b. Pola II
Dalam pola ini pesantren telah memiliki pondok atau asrama yang disediakan bagi para santri yang datang dari daerah lain. Sehingga
pesantren terdiri dari rumah kyai, masjid dan pondok.
c. Pola III
Pesantren ini telah memakai sistem klasikal, dimana sntri yang mondok mendapat pendidikan madrasah. Ada kalanya murid madrasah ini datang dari daerah pesantren itu sendiri. Pengajar madrasah biasanya
53 d. Pola IV
Disamping ada madrasah, terdapat pula tempat – tempat untuk latihan
ketrampilan, misal : peternakan, kerajinan rakyat, koprasi, sawah, ladang dsb. Sehingga dari rumah kyai, masjid, pondok dan madrasah ditambah dengan adanya tempat ketrampilan.
e. Pola V
Dalam pola ini pesantren merupakan pesantren yang telah berkembang dan
bisa disebut “pesantren modern”. Disamping bangunan - bangunan yang disebutkan itu, mungkin terdapat pula bangunan - bangunan lain seperti: perpustakaan, dapur umum, ruang makan, kantor administrasi, toko, rumah
penginapan tamu ( orang tua murid dan tamu umum ), ruang operation room, tempat olah raga dsb.
Pola-pola yang telah dijelaskan diatas adalah variasi berbagai pesantren berdasarkan tingkat - tingkat perkembangannya.13
Pondok, masjid, santri, pengajaran kitab – kitab Islam klasik dan kyai
merupakan lima elemen dasar dari tradisi pesantren.14 Ini berarti bahwa suatu lembaga pengajian yang telah berkembang hingga memiliki kelima
elemen tersebut, akan berubah statusnya menjadi pesantren.
13 Sudjoko Prasodjo dkk, Profil Pesantren: Laporan Hasil Penelitian Pesantren Al-Falak
dan Delapan pesantren Lain di Bogor (Jakarta: Repro International, 1975), 83-84.
14 Dhofier Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai
54
3.4. Gambaran Umum Pondok Pesantren Edi Mancoro15 3.4.1. Letak Geografis Pondok pesantren Edi Mancoro
Pondok pesantren Edi Mancoro, terletak di wilayah kabupaten Semarang,
tepatnya di desa Bandungan, Gedangan, kecamatan Tuntang, kabupaten Semarang. Walaupun dari luar daerah Salatiga, pesantren ini lebih akrab dengan Salatiga, karena memang secara geografis lebih dekat dengan pusat pemerintahan
kota madya Salatiga. Gedangan ini termasuk wilayah yang cukup potensial secara ekonomis karena penghasilan warganya disamping bersumber dari pertanian padi,
juga bersumber dari pertanian kering, cukup terkenal sebagai penghasil buah-buahan misalnya salak, duku dan lain-lain.
Pesantren ini berada di wilayah pinggiran kota Salatiga yaitu berada di sebelah baratnya sekitar 4 kilometer. Keadaannya memang tidak terlalu ramai tetapi dekat dengan kota Salatiga. Sehingga merupakan tempat strategis untuk
pendidikan termasuk pendidikan keagamaan pesantren. Jarak yang tidak jauh dari pusat kota Salatiga yang merupakan sentral pendidikan formal, maka banyak santri yang berminat untuk mendalami ilmu agama di pesantren ini, sebab
kebanyakan santri yang menetap adalah para pelajar di pendidikan formal, baik dari kalangan mahasiswa ataupun pelajar bahkan banyak juga dari masyarakat
sekitar yang ikut menuntut ilmu di pesantren ini. Kondisi yang demikian sudah barang tentu mempengaruhi proses belajar di pesantren ini, lebih jelasnya bisa dilihat dalam pendidikan dan pengajaran pesantren.
15 Wawancara dengan salah satu pengasuh Pondok pesantren Edi Mancoro, 10 Desember
55
3.4.2. Sejarah berdirinya pondok pesantren Edi Mancoro
Pondok pesantren Edi Mancoro termasuk pesantren salaf, bila mengacu pada pendapatDhofier tentang elemen dasar pesantren salaf.16 Elemen–elemen itu
adalah asrama tempat pemondokan santri, kyai, guru yang mengajar para santri, kitab kuning sebagai kurikulum pendidikanya. Masjid sebagai sarana pengajian dan peribadatan santri, disamping santri sendiri sebagai peserta didik. Munculnya
pesantren sendiri tidak terlepas dari kondisi obyektif masyarakat pada waktu itu, dimana masyarakat setempat pada waktu itu masih alergi dengan beragam
aktifitas religius, sebaliknya mereka sangat akrab dengan kebiasaan-kebiasaan buruk yang berkembang di masyarakat. Hal inilah yang mendorong tokoh setempat untuk mendirikan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan
keagamaan (Tafaqutifi Al Din) sebagai peredam yang bisa mengendalikan kebiasaan-kebiasaan buruk masyarakat setempat.
Di bawah prakarsa bapak KH. Sholeh tokoh pendatang dari desa Pulutan telah berhasil mendirikan sebuah masjid yang diberi nama Darussalam dengan sebuah bangunan kecil sebagai tempat pemondokan bagi para santri yang akan
belajar kepadanya. Masjid ini didirikan di pinggiran desa, seakan terpisah dari pemukiman warga pada waktu itu, walaupun sekarang sudah menyatu dengan
masyarakat, dan pendidikan yang diselenggaakanya pada saat itu masih sederhana, belum sampai terbentuk semacam lembaga pendidikan tetapi terkesan natural. Pendidikan keagamaan yang berpusat di Darussalam dan ditangani oleh
bapak kyai Sholeh hanya berlangsung hinggan tahun 70-an, sebab setelah beliau
16 Zamakhsyari Dhofiier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai
56
meninggal tidak ada keturunanya langsung yang mau meneruskan perjuangannya
dan tidak ada tokoh lokal yang meneruskan misi dan perjuangannya.
Sepeninggal KH Sholeh maka proses pendidikan di Darussalam agak
tersendat, dalam masa kevakuman ini selang beberapa waktu, munculah kyai Sukemi yang merupakan tokoh lokal yang diminta oleh masyarakat setempat dan diharapkan mampu untuk meneruskan misi dan perjuangan pendidikan ini, dan
pendidikan pesantren ini dapat berjalan kembali seperti kepemimpinan kyai Sholeh. Bersamaan itu pula, munculah KH. Mahfudz Ridwan, tokoh dari pulutan
yang merupakan alumni dari beberapa pesantren ternama sekaligus alumni dari universitas di Baghdad. Beliau pernah berteman akrab dengan Gus Dur ketika berada di Bagdad. Setelah kyai Sukemi meninggal, maka pendidikan Darussalam
diteruskan oleh KH. Mahfudz Ridwan. Menurut informasi wawancara, KH. Mahfudz Ridwan inilah memberi warna tersendiri akan berkembangnya Pondok
Pesantren Edi Mancoro:
...Kepemimpinan pak Kyai Mahfudz luar biasa dengan keteladan dan rasa sosialnya yang sangat tinggi, memberi teladan hidup bagi para santri. Dari beliaulah pondok ini semakin berkembang dan semakin dikenal banyak orang. Pertemuan dan pertemanan beliau dengan Gus Dur juga memberi warna pondok pesantren ini.17
Pada tahun 1984 KH. Mahfudz Ridwan bersama beberapa tokoh lokal lainnya seperti Matori Abdul Jalil mendirikan yayasan yang bernama Yayasan Desaku Maju dengan catatan notaris nomor 14/1984. Yayasan ini merupakan
yayasan yang bergerak di bidang sosial yang mengemban misi dan tujuan membantu pemerintah untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat
17
57
pedesaan dan mengembangkan swadaya serta sumber daya manusia khususnya
masyarakat pedesaan. Yayasan ini cukup familiar bagi warga Salatiga, karena merupakan satu-satunya yayasan Islam yang bergerak di bidang kemasyarakatan
pada saat itu.
Pada awal tahun 1989 KH. Mahfud Ridwan mendirikan pesantren yang lebih akrab disebut Wisma Santri Edi Mancoro sebagai pusat pendidikan
masyarakat khususnya bagi masyarakat setempat sekaligus sebagai basecamp berbagai kegiatan yayasan, hanya saja lokasinya berbeda dari lokasinya yang
terdahulu. Ini dikarenakan agar terhindar dari anggapan bahwa masjid dimonopoli oleh pesantren sehingga masyarakat enggan untuk aktif dalam berbagai kegiatan yang berpusat di masjid.
Sejak saat itu keadaan pesantren terus berkembang. Karena yayasan ini dikenal sangat luas karena program-programnya yang telah berhasil membuat
perubahan yang sangat signifikan di Salatiga dan kabupaten Semarang khususnya memecahkan permasalahan antar umat beragama, kemudian karakter pesantren yang pluralis dan terbuka untuk siapa saja termasuk untuk orang non Islam oleh karena itu nama pesantren ini sangat terkenal hingga luar negeri hingga banyak kunjungan dari luar negeri dari berbagai negara hingga saat ini. Pada akhir tahun
2007 nama pondok pesantren Edi Mancoro telah resmi menggantikan nama Wisma Santri Edi Mancoro karena aktifitas kemasyarakatan yang sudah mulai
58 3.4.3. Sarana dan Fasilitas Pesantren
Pondok pesantren Edi Mancoro termasuk pesantren yang baru, bila ditinjau dari usia kelahiranya yaitu pada tahun 1989, sehingga fasilitas dan
prasarananya yang tersediapun masih sederhana dan terbatas, tetapi keterbatasan ini tidak menghambat proses pendidikan dan pengajaran sebagai nadi dan misi pesantren. Adapun sarana dan prasarana yang tersedia di pesantren ini antara lain
adalah dua gedung putra putri. Letak gedung putra dan putri letaknya terpisah. Ada juga dua aula pertemuan putra putri, aula ini digunakan sebagai tempat
berkegiatan bersama santri. Di sebelah barat pondok ada Masjid sebagai tempat peribadatan yaitu tempat kegiatan ibadah bersama santri, pengasuh dan masyarakat setempat.
Ada kantor pengurus yaitu tempat segala aktifitas pengurus dalam mengadministrasi pondok dan pengelolaannya. Selain itu ada usaha pertokoan
koperasi diantaranya adalah mini market, bengkel motor, peternakan sapi, digunakan sebagai tempat usaha, sekaligus tempat pelatihan para santri dalam berwirausaha. Sebuah perpustakaan yaitu tempat buku dan pustaka yang
dibutuhkan santri untuk menimba pengetahuan melengkapi juga gedung dan fasilitas pondok. Selain itu ada gedung pertemuan yang disewakan yaitu
digunakan sebagai gedung yang bisa digunakan atau disewa oleh masyarakat setempat, misalnya untuk resepsi pernikahan, dan sebagainya.
3.4.4. Keadaan para Pengasuh Pondok Pesantren atau Ustadz dan Santri
59
perkembangan pesantren serta para santri sendiri yang telah dianggap mampu
untuk mengajar dan berkompeten pada disiplin ilmu yang telah dikuasai. Sedangkan para santri berasal dari banyak daerah diantaranya: Demak, Magelang,
Porwodadi, Pekalongan hingga Lampung dan Palembang. Mayoritas mereka sekolah di IAIN Salatiga dan berbagai sekolah menengah seperti: MAN Salatiga, MTS NU, SMK Kartika dan lain-lain. Jumlah santri saat ini adalah 189 santri
yang terbagi dalam kategori santri mukim yang artinya tinggal di pesantren dan santri non mukim (santri ngalong) yang berasal dari masyarakat sekitar yang
datang ketika waktu kajian dilaksanakan.
Adapun tabel santri dan ustadz bisa dilihat dibawah ini:
Tabel 1
Perincian santri pondok pondok pesantren Edi Mancoro
No Santri mukim Santri non mukim
1 51 Santri putra 4 Santri putra
2 138 Santri putri 7 Santri putri
Jumlah 189 Santri 11 Santri
Sumber : Kantor pengurus.
60
Tabel 2
Santri dan tingkat pendidikan
No Setingkat SMP Setingkat SMA Kuliah Jumlah 1 1 anak putri 1 anak putri 136 anak putri 138 2 2 anak putra 5 anak putra 44 anak putra 51
3 189
Sumber: Kantor pengurus
Dari tabel tersebut di atas mayoritas dari para santri adalah mahasiswa yang sedang kuliah di IAIN Salatiga, dengan jumlah 138 santri dan yang lain setingkat SMP dan SMA.
Tabel 3
Ustadz atau ustadzah pondok pesantren Edi Mancoro 2016/2017
No Nama Jenis kelamin
1 M. Hanif, M.Hum Lk
2 Rosyidah, Lc Pr
3 K.H. Muh Zuhdi Lk
4 Slamet Mulyono Lk
5 K.H. Abdul Manaf Lk
6 Makhasin Lk
7 Tanwir Lk
8 Mulyadi Lk
61
10 Sumarno, S.Ag Lk
11 Sofari Lk
12 Ahmad Adnan, S. Pd.I Lk
13 Budi Santoso, S. Pd.I Lk
14 Sukardi, M.Ag Lk
15 Saechuddin Lk
16 Imam Subekti Lk
17 Tajudin Umroni, S.Pd.I Lk
18 Umi Arifah, S. Pd.I Pr
19 Taufiq Ashari, S. Pd.I Lk
20 Habib Yusro, S. Pd Lk
21 Alfiatu Rohmah Pr
22 Chusnul Wardati Pr
23 Siti Mu’asyaroh, S. Pd Pr
24 AmaliaIsmayanti Pr
25 Fauziyah Suci Nurani, S. Pd Pr
26 Putri Rifa Anggraeni Pr
27 Animatul Afiyah Pr
28 Munhamiroh Pr
29 Naila Rajikha Pr
30 Faiqotul Himmah Pr
62 Sumber: Kantor pengurus
Dari data di atas kelihatan ada beberapa tingkatan pendidikan yang dimiliki oleh para Ustad atau pengajar di pondok pesantren Edi Mancoro. Ada dua yang
Master, ada 10 orang yang berpendidikan S1 dan beberapa pengajar masih mahasiswa senior di kampus IAIN dan pengajar karena pengalaman-pengalaman yang dipunya. Dari sini memberi warna tersendiri dalam pengajaran di pondok
pesantren.
3.4.5. Pelaksanaan Pendidikan di Pesantren18
3.4.5.1. Kurikulum Pesantren
Sebagai lembaga pendidikan keagamaan, pondok pesantren Edi Mancoro menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran keagamaan disamping mata kajian
yang bersifat umum. Pesantren ini mempunyai spesifikasi khusus untuk mendalami ilmu- ilmu agama dengan dititik beratkan pada kemampuan membaca
dan menulis bahasa Arab dengan baik dan benar, maka pelajaran nahwu19, shorof20dan halaqhoh21 mendapat perhatian prioritas. Disamping itu mata pelajaran umum, ketrampilan menjadi kegiatan ektra yang terjadwal oleh
pengurus dengan menyesuaikan bakat dan minat santri. Dan juga ada kegiatan yang bersifat insidentil antara lain : Seni baca Al-Qur’an, bahasa Arab, bahasa Inggris, mengetik, administrasi baik keuangan maupun manajemen organisasi.
18 Wawancara dengan pengasuh pondok pesantren, 12 Desember 2016
19Nahru adalah ilmu yang mempelajari perubahan akhir kata yang mempengaruhinya.
20Shorof adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan makna yan diinginkan.
63
Tabel 4
Kurikulum pondok pesantren Edi mancoro
No Pelajaran wajib Extra kurikuler
1
Dari tabel di atas kelihatan akan kurikulum yang diajarkan kepada para santri di
pondok pesantren Edi Mancoro tentang pelajaran yang wajib diikuti dan pelajaran ekstra kurikuler.
3.4.5.2. Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan di pesantren ini mengalami banyak perubahan dalam rangka menuju kesempurnaannya. Sistem pendidikan yang diterapkan adalah
64
menjelaskan isi ajaran atau kitab kuning22, sementara santri atau murid
mendengarkan memaknai dan menerima. Santri diwajibkan mengikuti setiap mata pelajaran yang dikaji sebagaimana tertera dalam jadwal, dengan batas waktu yang
telah ditetapkan untuk menjembatani permasalahan santri baru agar dapat menyesuaikan diri dengan kelas yang ada, maka dilaksanakan tes penempatan kelas sehingga diharapkan mereka dapat segera mengikuti pelajaran yang
diselenggarakan. Dalam penyajian mata pelajaran yang berbasis kitab-kitab kuning digunakan sistem bandongan atau berkelompok, dan ada mata pelajaran tertentu yang harus disajikan dengan sistem individual (sorogan). Akan tetapi sistem bandongan lebih dominan dipergunakan. Hal ini dilatar belakangi , bahwa
mayoritas santri yang belajar adalah mahasiswa dan pelajar tingkat SLTA. Sehingga kemandirian belajar lebih teruji, disamping itu efektifitas waktu yang tersedia bagi dewan asatidz atau dewan pengajar.
Adapun mata pelajaran yang menjadi kajian wajib bagi santri adalah :
A. Kelas khos (khusus), kelas awal.
Mata pelajaranya sebagai berikut :
No Mata pelajaran Keterangan
1. Bahasa Arab Bahasa Arab 1
2. Fiqh23 Mabadi’ Fiqhiyah 1
3. Tajwid24 Sifaul Jinan
22 Kitab kuning adalah kitab berwarna kuning tidak berjilid/lembaran-lembaran yang
mempelajari pelajaran klasikal
23Fiqh adalah ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum Islam yang diambil dengan
dalil-dalil terperinci.
65
4. Fasholatan25 Fasholatan
5. Akhlaq Akhlaqul banin 1
6. Hadist26 Kumpulan hadist
mutafaqun ‘alaih
7. Tauhid27 Aqidatul awam
8. Tarikh28 kholasoh 1
Sumber : Kantor pengurus
Dari tabel di atas dijelaskan pada kelas khos (khusus) ini yang diajarkan ada 8 hal yang berada di sebalah kiri, dan di sebalah kanan lebih kepada
tingkatan yang akan diajarkan.
B. Kelas Awaliyah (awal)
Mata pelajaranya sebagai berkut:
No Mata pelajaran Keterangan
1. Hadist Arbain Nawawi
2. Fiqh Safinah
3. Tarikh Kholasoh 2
4. Shorof Amstilatut Tasrifiyah
5. Nahwu Jurumiyah
25Fasholatan yaitu ilmu yang mempelajari tata cara sholat.
26Hadist yaitu segala sesuatu yang disandarkan oleh nabi baik perkataan, perbuatan atau
ketetapan.
66
6. Tajwid Tuhfatul Atfal
7. Tauhid Jauharul Kalamiyah
8. Akhlaq Jauharul Kalamiyah
9. Bahasa arab Durusul Lughoh 1
Sumber: Kantor pengurus
Dari tabel tersebut kelihatan mata pelajaran yang diajarkan kepada
santri di kelas awal sama dengan pada kelas khusus, namun tingkatannya yang tidak sama, disesuaikan dengan tingkatan kelas yang ada.
C. Kelas wustho (pertengahan)
Mata pelajaranya sebagai berikut:
No Mata pelajaran Keterangan
1. Hadist Mustholahatul Hadist
2. Fiqh Fathul Qorib
3. Shorof Maqshud
4. Nahwu ‘Imriti
5. Tauhid Kifayatul ‘Awam
6. Akhlaq Ta’limul Muta’alim
7. Bahasa arab Durusul Lughoh 2
67
Dari tabel di atas kelihatan ada beberapa pelajaran yang tidak
diajarkan, namun tingkatan masing-masing pelajaran meningkat lagi.
D. Kelas ulya (paling tinggi)
Mata pelajaranya sebagai berikut
No Mata pelajaran Keterangan
1. Hadist Mustholahatul hadits
2. Fiqh Fatqul Qorib
3. Ulumul hadist29 Bulughul Maram
4. Ushul fiqih30 Mabadiul Awaliyah
5. Nahwu Amsilati
6. Tajwid Tuhfatul Atfal
7. Tauhid Husunul Hamidiyah
8. Akhlaq Bidayatul hidayah
9. Bahasa arab Qiro’ah roshidah
Sumber: Kantor pengurus
Dari tabel di atas kelihatan ada mata pelajaran yang tidak diajarkan
lagi, namun ada dua mata pelajaran baru dan tentu saja tingkatan masing-masing pelajaran meningkat lagi.
68
3.4.5.3. Kegiatan Pendidikan Lain di Luar Kurikulum
Selain dari pada kurikulum yang dilakukan secara resmi, para santri ini mendapatkan pelajara secara tidak langsung, misalnya dari hidup para pengasuh
dan kyaiyang ada. Sebagaimana yang dipahami oleh para santri dalam NU, bahwa mereka hidup meneladani para ulama (guru) mereka. Ulamalah menjadi panutan hidup mereka, karena ulama telah mengetahui dan mempuunyai ilmu serta
pengetahuan yang luas sehingga disebut sebagai ulama.
Pondok pesantren Edi Mancoro sering dipakai sebagai tempat berkegiatan
dari berbagai macam agama atau lintas agama. Ada kegiatan diskusi bersama dengan agama lain yang dijadikan kegiatan tahunan setiap bulan Ramadhan oleh pondok pesantren Edi mancoro ini. Diskusi itu diikuti oleh tokoh-tokoh lintas
agama dari seputaran Salatiga.
Selain dari pada itu, pondok pesantren Edi Mancoro ini juga dijadikan kegiatan tahunan yang dilakukan sebagai tempat praktek atau live in dari
sekolah-sekolah Kristen untuk mengenal Islam. Diantaranya adalah Fakultas Teologi UKSW. Fakultas teologi pada tahun pertama mereka masuk ke UKSW, selalu
mengadakan kegiatan live in di pondok pesantren Edi Mancoro. Beberapa kunjungan dan live in juga dilakukan oleh sekolah-sekolah, gereja-gereja ataupun
kegiatan penggiat lintas agama. Diantaranya ada sekolah Katolik seminari dari Magelang, SMA Loyola dari Semarang. Kunjungan bahkan dari dalam negeri saja, namun juga berasal dari luar negeri, ada kunjungan pendeta-pendeta Jerman,
69
melakukan kegiatan bersama-sama. Sehingga mereka bisa saling belajar satu
dengan yang lainnya. Pondok pesantren Edi Mancoro juga dijadikan base camp / kantor kesekretariatan ke dua dari gerakan forum agamawan muda lintas agama di
Salatiga dengan nama FAMILI, yang diketuai oleh salah satu pengasuh pondok yaitu M. Hanif, M.Hum.
3.4.6. Seputaran Santri Pondok Pesantren
Etimologi kata “santri” tidak mudah untuk dilacak. Sudah ada penelitian
dari peneliti tentang kata “santri” namun tetap masih dapat diperdebatkan tentang etimologi kata “santri” tersebut. Ada yang mengaitkannya dengan bahasa melayu
“santeri”. Robson meyakini itu diturunkan dari bahasa jawa, dan menyebut kata
sanskerta “sastri” yang maknanya sama dengan kata “sattiri” dalam bahasa Tamil artinya “terpelajar”.31 Juga ada dugaan kuat istilah “santri” berasal dari kata
“tjantrik” (baca cantrik) yang dalam bahasa jawa kuno menunjuk pada “abdining
pandita kang ngiras dadi moerid” (abdi pendeta Hindu atau Budha yang
sekaligus menjadi muridnya).32
Untuk menjadi santri di pondok pesantren Edi Mancoro tidak persyaratan
khusus. Namun bukan berarti sembarang orang bisa masuk menjadi santri di pondok. Paling tidak ada keseriusan untuk menimba ilmu di dalam pondok dan
mau mengikuti peraturan-peraturan yang ada. Demikian kata pengurus:
Tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi santri, artinya ada batasan yang sangat berat seperti ujian-ujian dan wawancara. Namun yang jelas kami ingin melihat mereka yang ingin jadi santri harus setia dan rajin dalam
31 J. Mardimin, Perlawanan Politik Santri: Kajian tentang Pudarnya Kewibawaan dan
Pengaruh Kyai, Perlawanan Politik Santri, serta Dampaknya bagi Perkembangan Partai-partai Politik Islam di Pekalongan (Salatiga, Satya wacana Press, 2016), 64.
70
pengajian dan menimba ilmu di pondok ini. Ujian yang ada untuk menentukan santri masuk dalam kelasa apa nantinya.33
Meski tidak ada persyaratan yang tertulis, ada persyaratan yang tidak tertulis, yaitu paling tidak santri memiliki persyaratan sebagai berikut:
- Memiliki kecerdasan. Maksudnya santri dapat memperoleh ilmu apabila dapat berpikir dengan baik, bukan keterbelakangan mental/idiot, yang dapat menghalangi ilmu sampai pada fikiranya;
- Memiliki sifat haus dengan ilmu. Seorang santri harus selalu merasa kurang dengan ilmu yang diperoleh sehingga selalu berusaha ingin
mencari jalan dengan memanfaatkan segala sesuatu yang dapat menambah ilmunya;
- Memiliki kesabaran dalam menuntut ilmu. Selama menjadi santri harus bersabar dengan cobaan-cobaan yang pasti hadir silih berganti untuk menguji keimanan dan mental. Misalnya, menghadapi persahabatan,
mentaati peraturan, menjaga disiplin bersama, tepat waktu dalam mengaji dan lain-lain. Semua itu memerlukan kesabaran, untuk itulah ajarilah dirimu untuk memiliki sifat sabar.
- Memiliki perbekalan. Perbekalan diperlukan untuk kepentingan santri pribadi ataupun untuk kepentingan lembaga yang mengelola pendidikan.
Karena pada hakekatnya biaya adalah tanggung jawab santri.
Santri dan pesantren merupakan subkultur Islam Indonesia dan menjadi penjaga keilmuan dan intelektual Islam yang berbasal dari sumber aslinya yaitu
Al-Quran dan Hadits. Santri juga memiliki perilaku, etika dan akhlak yang khas
71
yang berlandaskan pada 3 nilai dasar yaitu syariah Islam, nilai universal dan etika
lokal. Perilaku santri harus sesuai dengan syariah Islam. Dalam pembacaan Etika di lingkungan pondok pesantren Edi Mancoro lebih mengedepankan beberapa
bagian diantaranya ada cara berinteraksi dengan kyai, orang tua, Ustadz adalah memakai bahasa yang santun, berbicara dengan posisi kepala agak menunduk, menunjukkan rasa hormat pada mereka. Mencium tangan saat bersalaman dan
sebagainya.
Adapun cara berinteraksi dengan teman sebaya pun tidak sembarangan
untuk menunjukkan rasa hormat dan menghargai. Seperti bersikap empati kepada teman yang memiliki kekurang fisik atau otak dengan tidak menyebutkan kekurangan tersebut baik dengan niat bercanda atau malah menghina, meminta
maaf apabila melakukan kesalahan, penuh perhatian saat mendengarkan teman berbicara dengan melihat pada bola mata si pembicara dan tidak mengalihkan
pandangan pada obyek lain, dan sebagainya. Demikian juga jika berbicara dengan lain jenis, atau antara laki-laki dan perempuan, seperti bersikap santun baik dalam kata-kata maupun dalam sikap, berbicara seperlunya sesuai tujuan, hindari
bercanda apalagi mengarah ke konotasi negatif, tidak memandang ke anggota tubuh manapun selain bola mata, dan sebagainya.
Setelah lulus/perspektif masa depannya dari santri ada yang sering mengatakan masa depan suram dari santri setelah keluar pondok. Namun
72
yaitu orang tua yang memasukkan anaknya ke pondok pesantren karena anaknya
nakal di luar sehingga dimasukkan pondok biar bertobat menjadi anak yang baik. Selain itu ada yang biasanya menjadi santri di pondok pesantren untuk di
kemudian hari bisa mendirikan pondok sendiri dan menjadi seorang kyai, namun yang utama tujuan pondok pesantren ini menciptakan seorang kyai pendamping masyarakat. Sebagaimana kata seorang santri:
Kami tidak diciptakan terutama untuk menjadi seorang kyai yang mendirikan pondok sendiri. Karena itu hal yang sangat sulit, tidak semua orang bisa melakukan itu. Namun kami disiapkan lebih kepada menjadi kyai pendamping masyarakat, artinya seorang masyarakat umum yang mengerti masalah agama dan bisa mendampingi masyarakat nanti dimana kami hidup nantinya sebagai pengabdian kami pada masyarakat.34
Adapun tata tertib yang ada dalam pondok peantren Edi Mancoro, yang terdiri dari kewajiban santri dan juga larangan serta ijin yanng boleh diterima
selama melakukan pendidikan di pondok pesantren. Kewajiban itu antara lain wajib mengikuti semua kajian dan kegiatan sesuai jadwal yang telah ditetapkan,
wajib sholat berjamaah magrib dan subuh, magrib di Masjid dan subuh di aula atas, wajib setiap hari menjaga kebersihan kamar masing-masing, wajib menjaga kebersihan lingkungan (piket sesuai jadwal yang telah ditentukan) dan khusus Ahad wajid Ro’an bersama, wajib berpakaian sopan didalam maupun diluar
pondok, melunasi syahriyah paling lambat tanggal 15 untuk setiap bulan, ziarah
ke makam KH.M.Sholeh pada jumat pagi, dan ke makam K.H.Ridwan pada kamis sore satu bulan satu kali minggu terakhir, menghormati semua masyarakat pondok
dan luar ponok, hidup bermasyarakat dengan baik, 3S (senyum, salam, sapa),
73
wajib menjaga stabilitas dan nama baik Almamater (di dalam maupun di luar
pondok), semua santri wajib mendukung dan mentaati tata tertib.
Sedangkan larangan yang tidak boleh dilakukan dari para santri pondok
pesantren Edi Mancoro antara lain dilarang merusak fasilitas pondok, dilarang membuat gaduh diatas jam 23.00 WIB, dilarang menggunakan celana pendek di dalam maupun luar pondok, dilarang mencuci pakaian di kamar mandi maupun di
sumur belakang pondok, dilarang merokok di dalam kamar pelajar. Sedangkan ijin yang boleh dilakukan oleh para santri selama berada di pondok pesantren
adalah ijin pulang diperkenankan 1 bulan sekali waktunya 3 hari 2 malam.
3.5. Sikap Santri dan Pluralisme
3.5.1. Pengertian Sikap
Banyak ahli menjelaskan tentang definisi dari sikap. Diantara banyak ahli tersebut ada salah satunya bernama Thurstone, yang memberi pengertian sikap itu
adalah sebagai suatu tingkatan efek baik itu positif maupun negatif dalam berhubungan dengan obyek-obyek psikologi. Efek positif adalah efek senang, yang dengan demikian menunjukkan sikap setuju atau menerima pada sesuatu
yang perlu disikapi. Sedangkan efek negatif merupakan kebalikannya yaitu sikap menolak, menentang atau tidak senang.35 Sikap merupakan unsur yang penting
dalam kehidupan bersama atau seseorang. Dengan mengetahui sikap seseorang atau kelompok masyarakat, makan memberi corak dalam menentukan tingkah laku seseorang atau kelompok masyarakat itu dalam kehidupan bersama.
74
Sudijono Sastroadmojo melihat sikap merupakan reaksi terhadap objek
lingkungan sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Sikap belum berarti sebuah tindakan yang nyata, namun lebih kepada kecenderungan. Dari
sikap tersebut bisa dilihat atau ditentukan perbuatan akan obyek yang dimaksud.36
Sikap seseorang atau pun kelompok bisa berubah, artinya sikap seseorang atau kelompok itu tidak selamannya selalu tetap atau tidak pernah berubah. Jadi
sikap itu bisa berubah yang dipegaruhi oleh faktor-faktor internal dan juga eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu
sendiri. Faktor ini berupa selecitivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang terdapat diluar pribadi manusia. Faktor eksternal ini
berupa interaksi sosial diluar kelompok misalnya : interaksi antara manusia yang dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai padanya melalui alat-alat
komunikasi seperti: surat kabar, radio, televisi, majalah dan lain sebagainya.37
3.5.2. Sikap Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro Terhadap Pluralisme di
Indonesia
3.5.2.1. Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro dan Pluralisme
Sebagaimana ditulis di atas bahwa pluralisme adalah keniscayaan di Indonesia ini. Berbagai ragam kemajemukan dan perbedaan ada di Indonesia. Menurut penulis ini biasa menjadi suatu hal yang positif, artinya membawa kebaikan jika dikelola dengan baik, namun juga negatif jika hanya penengahkan
perbedaan saja, sehingga rawan terjadinya konflik dan bahkan disintegrasi bangsa.
75
Para santri menyadari bahwa pluralisme di Indonesia ini adalah fitrah (Tuhan yang telah menakdirkannya), sehingga mau tidak mau harus menerima perbedaan tersebut. Dengan perbedaan bisa saling mengenal, belajar dan semakin
memperkaya warna kehidupan. Untuk kemajemukan dan perbedaan suku, rata-rata para santri bisa menerima perbedaan itu dengan senang hati, selama kita bisa hidup bersama dalam koridor kesepakatan kehidupan yang baik, kalau dalam
berbangsa dan bernegara maka dasar kehidupan bersama adalah Pancasila dan UUD 1945. Sebagaimana beberapa pendapat dari santri dalam wawancara:
Perbedaaan itu sesuatu yang memang takdir Tuhan, artinya memang tidak bisa dipungkiri keberadaan perbedaan itu. Dengan berbeda kita bisa saling belajar, saling melengkapi. Kita biasanya gampang menerima perbedaan suku, namun agak berat dalam menerima perbedaan antar agama. 38
Penerimaan akan perbedaan suku itu akan lain ketika menyangkut
perbedaan keyakinan atau agama. Dalam hal pluralisme agama, tidak semua penduduk Indonesia bisa menerima perbedaan itu. Ada yang jelas-jelas tidak mau
mengenal, bahkan kalau bisa menolak kehadiran perbedaan agama di suatu daerah tertentu, ada yang menjaga jarak, tetapi juga ada yang akrab dan biasa saja. Bahkan dalam sebuah keluarga, sudah bisa menerima perbedaan suku, namun
akan berbeda jika berbeda agama atau keyakinannya.
Para santri rata-rata belum mempunyai banyak pengalaman hidup bersama
dengan orang yang mempunyai agama atau keyakinan yang berbeda. Dan juga ada yang baru hidup bersama dengan lain agama justru ketika dalam pergaulan di pondok pesantren Edi Mancoro, karena kegiatan pondok tersebut. Dengan saling
mengenal dan pernah hidup bersama, santri akhir bisa menerima pluralisme
76
agama yang ada di Indonesia ini, dan bahkan sampai sekarang mereka bisa masih
berhubungan atau berteman dengan orang yang berbeda agama. Sebagaimana hasil wawancara:
Saya tidak biasa hidup bersama dengan yang berbeda, terutama berbeda agama, bahkan kata orang tua tidak usah bergaul dengan mereka malah menimbulkan masalah dan bisa mengganggu imanmu. Namun setelah ada di pondok ini semua padangan saya berubah, ternyata mengasyikan bergaul dengan yang berbeda itu, termasuk yang berbeda agama, dan bahkan sampai saat ini kami masih saling berhubungan/komunikasi.39
3.5.2.2. Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro dan Kyai atau Pengasuh Pondok Pesantren
Para santri pondok pesantren mempunyai hubungan erat dengan para kyai atau pengasuh mereka. Para kyai atau pengasuh menjadi teladan hidup bagi para santri. Beliau-beliau menjadi tokoh idola para santri dalam mengarungi kehidupan
ini. Jadi bukan sesuatu yang aneh lagi jika mereka menurut apa yang dikatakan oleh ulamanya, termasuk dalam pengajaran dan juga fatwanya.
Dalam menyikapi pluralisme ini para santri juga mengikuti kyai atau ulama mereka. Kyai pondok pesantren memberi teladan melalui perbuatan dan mereka mengajarkan pada anak didik atau santrinya. Demikian juga dengan yang
terjadi di pondok pesantren Edi Mancoro. Para kyai dan pengasuh sangat terbuka akan perbedaan dan pluralisme agama, sehingga dilakukan dengan adanya kegiatan lintas iman/interfaith di pondok pesantren Edi Mancoro, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dengan hidup bersama di pondok pesantren, membuat para santri bisa mengenal dan belajar juga dari agama atau kepercayaan lainnya.
Sebagaimana wawancara dengan santri :
77
Kyai dan Ustad adalah contoh hidup kami dalam keseharian. Kyai pondok pesantren ini terbuka akan perbedaan dan pluralisme. Kami pertama kali kaget dengan kehidupan pondok seperti ini, namun lama kelamaan kami bisa menerimanya dan bahkan malah semakin senang karena kami mengenal yang berbeda dan bisa saling mengenal dan akrab sampai sekarang.40
3.5.2.3. Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro dan Persatuan Indonesia
Adanya kemajemukan di Indonesia, baik itu suku bangsa/etnis, ekonomi, politik dan juga agama yang demikian komplek di Indonesia ini rawan terjadi
konflik, perpecahan serta disintegrasi bangsa Indonesia. NU dan para santri di pondok pesanten Edi Mancoro sering memahami bahwa NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia) adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Untuk itu mereka sadar benar akan bahaya yang mengancam bangsa Indonesia yang majemuk atau pluralisme ini. Mereka mengatakan bahwa sejak jaman dahulu atau
perang kemerdekaan para santri sudah berjuang untuk kemerdekaan NKRI.
Dalam menyikapi perbedaan atau pluralisme ini, para santri bersikap mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Perbedaan yang bisa membawa pada perselisihan dan pertengkaran bisa disikapi dengan tetap mengutamakan kebersamaan dan persatuan. Kita tetap bisa berbeda, namun pertemanan tetap
berjalan seperti biasa. Sebagaimana dengan hasil wawancara:
Kita berada dalam negara Pancasila yang menghargai perbedaan dan pluralisme. Untuk itu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa adalah hal yang utama, atau sering kami sebut dengan NKRI harga mati. Apapun yang terjadi kami akan mengutamakan terlebih dahulu akan persatuan dan kesatuan bangsa ini.41
40 Wawancara dengan santri 12 Desemeber 2016.
78
3.5.2.4. Santri Pondok Pesantren Edi Mancoro dan Fatwa MUI
MUI atau Majelis Ulama Indonesia mengklaim dirinya sebagai perwakilan dari umat Islam yang ada di Indonesia dengan segala tugasnya yang
sudah dijelaskan sebelumnya. Mereka berasal dari berbagai unsur organisasi keagamaan Islam di Indoensia, diantaranya NU. Namun untuk pengambilan fatwa sering kali terjadi perbedaan di dalam MUI itu sendiri. Sehingga keputusan fatwa
oleh MUI belum tentu NU menyetujuinya.
Kami lebih percaya pada kyai kami sendiri, artinya kyai dari kalangan NU atau kyai pondok pesantren kami sendiri dari pada MUI. Karena bagi kami kyai adalah panutan dalam kehidupan ini. Beliau menajarkan kebaikan dengan tindakan nyata atau teladan hidup.42
Demikian juga dalam menyikapi akan fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme, para santri pondok pesatren Edi Mancoro lebih mengikuti pada ulama mereka yaitu yang dari NU. NU tidak mengeluarkan fatwa haram akan
pluralisme, mereka lebih suka tidak memaksakan kehendak dan bahkan melindungi yang tertindas, sehingga para santri tidak masalah akan pluralisme. Sebagaimana hasil wawancara:
Sebagian diantara kami tidak mengetahui akan adanya fatwa haram akan pluralisme yang dikeluarkan oleh MUI. Kemungkinan terjadi perbedaan akan pemahaman pluralisme, namun kami lebih mengikuti akan para kyai dan pemimpin kami dari pada MUI, yang tidak pernah mengeluarkan fatwa tentang itu. Kami bahkan lebih melindungi akan umat yang tertindas.43
Hampir semua santri yang penulis wawancara mempunyai pendapat yang
sama tentang MUI, yaitu bahwa mereka tidak begitu dekat dengan MUI, para santri lebih percaya pada kyai mereka sendiri, terutama kyai lokal pondok
42
Ibid.
79
pesantren mereka. Tetapi bukan berarti bahwa pluralisme mengajarkan agama
sama, namun lebih menghormati kebebasan untuk meyakini ajaran dan kepercayaan masing-masing.
Kami tidak begitu dekat dengan MUI, bahkan ada beberapa fatwa mereka tidak kami mengerti, seperti halnya fatwa tentang pluralisme ini. Bagi kami tidak masalah, selama kyai kami tidak mempermasalahkan masalah yang muncul di masyarakat, seperti halnya tentang pluralisme ini. Namun bukan berarti semua agama sama, tetapi harus saling menghormati dan menghargai keyakinan masing-masing.44
3.5.2.5. Santri dan Radikalisme
Akhir-akhir ini telah terjadi beberapa kekerasan atau radikalisme yang
mengatasnamakan agama di Indonesia ini. Ada yang menarik akan sesuatu yang terjadi dalam diri santri di pondok pesantren Edi Mancoro tentang radikalisme. Ada dari santri yang keberadaannya pernah terlibat dalam organisasi Islam yang
sering dikenal radikal. Begitu tidak menyukai yang berbeda atau beragama lain, bahkan dengan Islam yang berbeda pendapat dengan mereka. Tetapi ketika
mengenal dan masuk dalam pondok pesantren Edi Mancoro paham tersebut menjadi berubah. Santri itu bisa menerima perbedaan dan bahkan menjadi senang
ketika bisa bergaul dengan yang berbeda.
Ini sebuah indikasi yang nyata bahwa keberadaan pondok pesantren Edi Mancoro ini bisa mengubah paham yang radikal menjadi paham yang pluralis.
Dengan saling bergaul dengan yang berbeda itu, mereka semakin dilengkapi dan bisa saling belajar. Sebagaimana wawancara dengan santri :
Saya dulu pernah terlibat di organisasi Islam yang dikatakan banyak orang radikal. Saya tidak bisa menerima perbedaan dan menerima agama yang
44
80
lain, bahkan kami membenci mereka. Pertama kali masuk pondok pesantren ini kaget dengan adanya prorgram interfaith yang sering ada di pondok ini. Pertama-tama saya belum bisa menerima, tetapi akhirnya semakin senang dengan perbedaan yang ada.45
Jadi nyata sekali bahwa keberadaan pondok Pesantren Edi Mancoro membawa perubahan pada santri yang sedang belajar di sana. Radikalisme yang mengancam
kehidupan berbangsa dan bernegara ini wajib untuk diberantas demi kebersamaan dan persatuan Indonesia.
Kami merasa mengalami perubahan dalam melihat perbedaan di Indoesia ini semenjak berada di pondok pesantren ini. Kami tidak setuju dengan kekerasan apapun bentuknya, apalagi yang mengatasnamakan agama. Dan radikalisme ini tidak boleh hidup di negara Pancasila ini.46
Jika tidak ada dalam kurikulum resmi pengajaran, apakah tidak ada pembahasan di kelas tentang kehidupan bersama atau pluralisme? Pertanyaan yang menghantui penulis, karena tidak ada kurikulum resmi tentang hal tersebut. Dari wawancara-wawancara yang dilakukan mendapat jawaban :
Memang tidak ada kuikulum resmi dalam pengajaran tentang kebersamaan, pluralisme, radikalisme kepada santri. Namun ketika membahas pengajaran Al Qur’an, Hadist ataupun kitab kuning yang mengenai hal-hal tersebut, maka pengajaran itu secara otomatis diberikan kepada santri.47
3.6. Kesimpulan
Dunia pendidikan Islam pondok pesantren mengalami banyak perkembangan dari tahun ke tahun. Dari yang dahulu dikelola dengan tradisional,
sekarang sudah mulai dikelola secara modern. Pondok pesantren dipakai untuk
45 Wawancara dengan santri 12 Desemeber 2016.
46 Ibid.
81
mendidik umat Islam siap dalam terjun bersama dalam kehidupan nyata berbangsa
dan bernegara.
Kemunculan fatwa MUI tentang pengharaman pluralisme di Indonesia ini
menimbulkan perbedaan sikap dalam menanggapi akan fatwa itu dari kalangan umat Islam itu sendiri. Pro dan kontra (termasuk di kalangan NU) akan fatwa itu menjadikan diskursur yang menarik dan bahkan jika tidak ditata dengan baik bisa
menimbulkan pertengkaran bahkan disintegrasi bangsa Indonesia yang majemuk ini.
Pondok pesantren Edi Mancoro adalah salah satu pondok pesantren NU yang mengalami banyak kemajuan dari dahulu pertama kali didirikan. Pondok pesantren yang dikemas dengan modern. Pendidikan ke santri dengan
menggunakan sistem pendidikan yang jelas dengan kurikulumnya. Namun selain itu juga ada pendidikan yang tidak ada dalam kurikulum seperti halnya kegiatan
lintas agama/interfaith di pondok pesantren Edi Mancoro ini. Dengan berbagai kegiatan itu maka para santri bisa mengenal dan belajar hidup bersama dengan orang yang berbeda agama serta membuat mereka bisa menerima pluralisme.
Para kyai dan pengasuh yang ada di pondok pesantren Edi Mancoro mengajar dan memberi contoh pengajaran yang nyata lewat perbuatan dan
program dalam pondok pesantren Edi Mancoro, termasuk kegiatan lintas agama/interfaith. Meski tidak ada dalam kurikulum resmi pondok pesantren, namun kegiatan lintas agama/interfaith ini menjadi kegiatan tahunan rutin.