BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Infeksi Nosokomial
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh
yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul
selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu
gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi
nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan
tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi
penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru
menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit baru disebut
infeksi nosokomial.8
Ada dua macam infeksi nosokomial yang dapat berasal dari dalam tubuh
penderita maupun luar tubuh, yaitu:9
1. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula
memang sudah ada di dalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang
dikenal dengan self infection atau auto infection.
2. Infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme
yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.
Suatu infeksi dikatakan didapat dari rumah sakit apabila memiliki ciri-ciri,
yaitu:8
1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan
tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut.
2. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang
dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.
3. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya setelah
3 x 24 jam sejak mulai perawatan.
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi
5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi,
dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah
sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan
sebagai infeksi nosokomial.
2.2. Cara Penyebaran dan Sifat Penyakit Infeksi 2.2.1. Cara Penyebaran Penyakit Infeksi
Dalam garis besarnya, mekanisme transmisi mikroba patogen ke host yang
rentan melalui dua cara, yaitu:8
1. Transmisi Langsung (Direct Transmission)
Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk yang sesuai dari
pejamu. Contohnya adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya
droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara atau saat transfusi darah dengan darah yang terkontaminasi mikroba patogen.
2. Transmisi Tidak Langsung (Indirect Transmission)
Penularan mikroba patogen yang memerlukan adanya “media perantara”,
baik berupa barang/bahan, air, udara, makanan/minuman, maupun vektor.
a) Vehicle-borne
Sebagai media perantara penularan adalah barang/bahan yang
terkontaminasi seperti peralatan makan dan minum, instrumen bedah,
peralatan laboratorium, peralatan infus/transfusi.
b) Vector-borne
Sebagai media perantara penularan adalah vektor (serangga), yang
memindahkan mikroba patogen ke pejamu dengan cara berikut.
1. Cara Mekanis
Pada kaki serangga melekat kotoran/sputum (mikroba patogen), lalu
hinggap pada makanan/minuman, di mana selanjutnya akan masuk
2. Cara Biologis
Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus
perkembangbiakan dalam tubuh vektor/serangga, selanjutnya
mikroba dipindahkan ke tubuh pejamu melalui gigitan.
c) Food-borne
Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup efektif
untuk menyebarnya mikroba patogen ke pejamu, yaitu melalui pintu
masuk (port d’entree) saluran cerna.
d) Water-borne
Tersedianya air bersih baik kuantitatif maupun kualitatif-terutama untuk
kebutuhan rumah sakit adalah mutlak. Kualitas air yang meliputi aspek
fisik, kimiawi, dan bakteriologis, diharapkan terbebas dari mikroba
patogen sehingga aman untuk dikonsumsi. Jika tidak, sebagai media
perantara, air sangat mudah menyebarkan mikroba patogen ke pejamu,
melalui pintu masuk (port d’entree) saluran cerna maupun pintu masuk
yang lain.
e) Air-borne
Mikroba patogen dalam udara masuk ke saluran napas pejamu dalam
bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita (reservoir) saat
batuk atau bersin, bicara atau bernapas melalui mulut atau hidung.
Sedangkan dust merupakan partikel yang dapat terbang bersama debu
lantai/tanah. Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi di
dalam ruangan yang tertutup.
2.2.2. Sifat-Sifat Penyakit Infeksi
Cara menyerang/invasi ke pejamu/manusia melalui tahapan berikut:8 1. Sebelum pindah ke pejamu (calon penderita), mikroba patogen tumbuh
dan berkembang biak pada reservoir (orang/penderita, hewan, benda
lain).
3. Untuk masuk ke tubuh pejamu, mikroba patogen memerlukan pintu
masuk (port d’entree) seperti kulit/mukosa yang terluka, hidung,
rongga mulut, dan sebagainya.
4. Adanya tenggang waktu saat masuknya mikroba patogen sampai
timbulnya manifestasi klinis, untuk masing-masing mikroba patogen
berbeda.
5. Pada prinsipnya semua organ tubuh pejamu dapat terserang untuk
mikroba patogen, namun beberapa mikroba patogen secara selektif
hanya menyerang organ tubuh tertentu dari pejamu (target organ).
6. Besarnya kemampuan merusak dan menimbulkan manifestasi klinis
dari mikroba patogen terhadap pejamu dapat dinilai dari beberapa
faktor berikut.
a) Infeksivitas
Besarnya kemampuan mikroba patogen melakukan invasi,
berkembang biak dan menyesuaikan diri, serta bertempat tinggal
pada jaringan tubuh pejamu.
b) Patogenitas
Derajat respons/reaksi pejamu untuk menjadi sakit.
c) Virulensi
Besarnya kemampuan merusak mikroba patogen terhadap jaringan
pejamu.
d) Toksigenitas
Besarnya kemampuan mikroba patogen untuk menghasilkan
toksin, dimana toksin berpengaruh terhadap perjalanan penyakit.
e) Antigenitas
Kemampuan mikroba patogen merangsang timbulnya mekanisme
pertahanan tubuh (antibodi) pada diri pejamu. Kondisi ini akan
mempersulit mikroba patogen itu sendiri untuk berkembang biak,
2.3. Faktor Penyebab Infeksi Nosokomial
Faktor penyebab infeksi nosokomial diantaranya:8
1. Faktor-faktor yang ada dari diri penderita (intrinsic factor) seperti
umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, resiko terapi, atau adanya
penyakit lain yang menyertai penyakit dasar (multipatologi) beserta
komplikasinya.
2. Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay),
menurunnya standar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita
dalam satu ruangan.
3. Faktor mikroba patogen seperti tingkat kemampuan merusak jaringan,
lamanya pemaparan (length of exposure) antara sumber penularan
(reservoir) dengan penderita.
2.3.1. Faktor Risiko
Semua jenis prosedur dan tindakan medis yang bertujuan untuk
menegakkan diagnosis dan terapi serta prosedur dan tindakan keperawatan tidak
akan lepas dari faktor risiko. Bentuk-bentuk risiko dari yang ringan sampai yang
berat antara lain:8
a. Salah jalan (false route), sebuah prosedur dan tindakan medis yang
dapat menyebabkan terjadinya perforasi jaringan
b. Perdarahan, sebagai akibat trauma pada pembuluh darah
c. Laserasi atau edema jaringan
d. Infeksi
Prosedur dan tindakan medis serta keperawatan merupakan pekerjaan
teknis. Pada kasus tertentu diperlukan adanya prosedur dan tindakan medis invasif
terhadap jaringan dan organ dari tubuh penderita, diantaranya:8 Pemberian suntikan IM/IV
Pemberian terapi cairan/infus atau transfusi darah Kateterisasi urin
Kuretase
Kateterisasi jantung
2.4. Mikroba Patogen dan Spesimen
Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh banyak mikroba. Bakteri
dapat menyebabkan infeksi sekitar 90%, 10% disebabkan oleh protozoa,
jamur, virus, dan mikobakteri. Agen yang biasanya menyebabkan infeksi
nosokomial yaitu Streptococcus spp., Acinetobacter spp., enterococci,
Pseudomonas aeruginosa, koagulase-negatif staphylococci, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Legionella dan kelompok Enterobacteriaceae termasuk Proteus mirablis, Klebsiella pneumonia, Escherichia coli, Serratia
marcescens. Diantara kelompok Enterococci, P. aeruginosa, S. aureus, dan E. coli merupakan penyebab terbesar. ISK biasanya disebabkan oleh E. coli, sedangkan S. aureus sering menginfeksi bagian tubuh lain tetapi jarang
menyebabkan ISK. Pada IADP, S. aureus koagulase-negatif adalah penyebab
utama. Enterococcus spp. biasanya menyebabkan IDO. Satu per sepuluh dari
semua infeksi disebabkan oleh P. aeruginosa.10 1. Staphylococcus aureus
S. aureus adalah salah satu patogen terpenting pada infeksi nosokomial. S. aureus merupakan kokus gram-positif, non-spora, katalase
dan koagulase positif, immotile, anaerob fakultatif. S. aureus juga
termasuk bakteri komensal. Sebagian besar berkolonisasi pada saluran
pernapasan. Penderita dengan imunitas rendah dan imunokompeten lebih
mudah terinfeksi S. aureus. Bakteri ini tidak hanya menyerang jaringan
superfisial tetapi juga profunda dan juga menyebabkan lesi abses lokal.
Penyakit yang disebabkan toksin oleh S. aureus diantaranya keracunan
makanan, ingesti enterotoksin, toxic shock syndrome dan exfoliative
toxins yang menyebabkan staphylococcal scalded skin syndrome. Mekanisme virulensi dari S. aureus termasuk toksin, enzim dan imun
Bakteri ini bisa bersifat patogen karena sering menghemolisis
darah, mengkoagulasi plasma dan menghasilkan beberapa enzim dan
toksin yang stabil pada suhu panas. Hal ini mengakibatkan bakteri ini
berada pada siklus udara ruang ICU yang terjadi pertukaran udara melalui
AC menjadi tempat hidup dari bakteri.11
Transmisi dari S.aureus melalui kulit atau kontak dengan barang
yang digunakan bergantian atau permukaan seperti gagang pintu, kursi,
handuk.10 2. Escherichia coli
E. coli merupakan bakteri gram-negatif dan bakteri oxidase-negatif fakultatif anaerob. Berkolonisasi di saluran gastrointestinal. E. coli dapat
menyebabkan ISK, septikemia, pneumonia, neonatal meningitis,
peritonitis dan gastroenteritis. Faktor virulensinya adalah endotoksin,
kapsul, adhesi dan sistem sekresi tipe 3.10
Transmisi dari E. coli melalui orang ke orang, lingkungan atau air
dan makanan yang terkontaminasi.10 3. Vancomycin-resistant enterococci
Enterococci merupakan urutan kedua dari penyebab infeksi nosokomial sedunia. Enterococci adalah bakteri fakultatif anaerobik
gram-positif enterik. Bakteri ini terdapat dalam saluran genital wanita dan
saluran gastrointestinal. Enterococci terlibat dalam IADP, ISK dan IDO.
Faktor virulensinya termasuk extracellular surface proteins, cytolysin,
adhesion, hemolysins, gelatinase, extracellular superoxide dan aggregation substances.10
Barang pada pasien diare biasanya mempermudah transmisinya.
Bakteri pada permukaan barang dapat bertahan beberapa hari sampai
minggu dan menjadi sumber kontaminasi.10 4. Klebsiella pneumoniae
Sejumlah3-7% dari infeksi nosokomial disebabkan oleh K.
anaerob fakultatif yang merupakan flora normal mulut, kulit, dan usus.
Morfologi khas dari bakteri ini dapat dievaluasi dalam pertumbuhan
padat in vitro dengan morfologi yang bervariasi. Klebsiella dapat hidup
sebagai saprofit pada lingkungan hidup, air, tanah, makanan, sayuran.
Bakteri ini dapat menimbulkan infeksi pada saluran urin, paru, saluran
pernapasan,luka, dan septikemia.12 Faktor virulensinya termasuk endotoxin, cell wall receptor dan capsular polysaccharide.10
Transmisinya melalui kontak orang ke orang, terutama bila petugas
kesehatan tidak mencuci tangan setelah memeriksa pasien yang
terkontaminasi. Alat bantu napas, kateter atau luka yang terpapar dapat
menjadi sumber transmisi. K. pneumoniae dilaporkan ditransmisikan
melalui tempat duduk (77%), tangan pasien (42%), dan faring (19%).10 5. Pseudomonas aeruginosa
P. aeruginosa menyebabkan 11% dari infeksi nosokomial, yang menimbulkan tingkat mortalitas dan morbiditas tinggi. P. aeruginosa
termasuk bakteri non-fermenter, gram-negatif yang menyebabkan
penyakit terutama pada pasien immunocompromised. Bakteri ini
berkolonisasi pada ginjal, saluran kemih, dan saluran pernapasan atas.
Bakteri ini disebabkan oleh IDO, ISK, pneumonia, fibrosis kistik dan
bakteremia. Faktor virulensinya termasuk adhesion, hemolysins,
eksotoksin, protease, dan siderophores.10
Bakteri ini biasanya hidup di tanah dan air. Pada tabung dan selang
O2ditemukan. Ini terjadi karena air dalam tabung O2jarang diganti
mengakibatkan perpindahan bakteri melalui selang O2.13
Kontaminasi P. aeruginosa melalui breast pump, inkubator, tempat
cuci tangan, dan tangan dari petugas kesehatan.10 6. Clostridium difficile
C. difficile adalah patogen infeksi nosokomial yang merupakan penyebab utama diare. C. difficile merupakan bakteri gram-positif, basil,
anaerob, dan berspora. Bakteri ini berkolonisasi di saluran pencernaan dan
kapsul dan enzim hidrolitik. Spora pada C. difficile dapat bertahan selama
beberapa bulan dan menjadi masalah untuk disinfektan.10 7. Streptococcus sp.
Streptococcus sp. merupakan gram positif dengan bentuk bulat berderet membentuk rantai selama pertumbuhannya. Tidak motil dan
tidak membentuk spora, kadang berkapsul. Tumbuh optimal pada suhu
37°C bersifat anaerob fakultatif. Spesies yang menyebabkan penyakit pada manusia yaitu S. pyogenes, S. agalactiae, dan Enterococcus.14,15 8. Bacillus subtilis
Bacilus subtilis merupakan flora normal di tanah, udara, air dan
kompos tanah. Bakteri bisa ditemukan di permukaan lantai, dinding,
meja, tempat tidur dan nirbeken. Hal ini disebabkan karena bakteri ini
dapat beradaptasi pada perubahan suhu lingkungan ekstrim dengan
membentuk endospora. Bakteri ini bersifat mesofilik tidak patogenik,
tapi bisa mencemari makanan namun jarang menyebabkan keracunan
makanan.16,17
Tabel 2.1 Jenis Spesimen dengan Biakan Positif dari Penderita dengan Dugaan Infeksi Nosokomial8
Spesimen Jumlah Persentase
Darah
Pus
Urine
Lain-lain
Jumlah
126
44
50
149
369
34,15
11,93
13,55
40,38
Tabel 2.2 Mikroorganisme Penyebab Infeksi Nosokomial18
Lokasi Jenis Mikroorganisme Persentase
Saluran Kemih Gram-negative enteric
Jamur
Enterococci
50%
25%
10%
Luka Operasi Staphylococcus aureus Pseudomonas
Coagulase-negative Staphylococci
Enterococci, jamur, Enterobacter, Escherichia coli
Beberapa jamur, misalnya Candida albicans, Aspergillus sp., Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium yang merupakan organisme oportunistik dapat menyebabkan infeksi selama pasien mendapat pengobatan
dengan antibiotika spektrum luas dan dalam keadaan imunosupresif berat.19,20
2.5. Persentase Infeksi Nosokomial
Tabel 2.3 Persentase Asal Infeksi Nosokomial21
Berdasarkan penelitian diantara semua infeksi nosokomial didapatkan pneumonia (31%) dan infeksi sirkulasi darah (15%).22
2.6. Diagnosis Infeksi Nosokomial 1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Sekitar 50% ISK disebabkan oleh Escherichia coli, penyebab lain
adalah Klebsiella sp., Staphylococcus aureus, coagulase-negative
staphylococci, Proteussp. dan Pseudomonas sp. dan bakteri gram negatif lainnya.23
Gambaran klinisnya ISK bagian atas adalah demam, menggigil,
nyeri pinggang, malaise, anoreksia dan nyeri tekan pada sudut
kostovertebra dan abdomen. Sedangkan pada ISK bagian bawah adalah
disuria, frekuensi dan urgensi, nyeri suprapubik dan hematuria.24 Memperhatikan besarnya kemungkinan terjadi infeksi nosokomial
setelah tindakan kateterisasi, maka perlu adanya upaya pencegahan
infeksi dengan memperhatikan hal-hal berikut:8
a. Pemasangan kateter dengan memperhatikan syarat dasar aseptik
b. Kateter menetap sedapat mungkin tidak dipakai dan hanya
digunakan atas dasar indikasi yang tegas
c. Aliran urine dalam kateter harus bersifat bebas hambatan dan turun
d. Bila kateter harus terpasang lama, maka diupayakan penggantian
kateter setiap 2-3 hari
e. Setiap akan melakukan tindakan kateterisasi, urine harus dibiakkan
(identifikasi) terlebih dahulu
f. Berikan antibiotik sebelum kateter dicabut untuk kasus
asimptomatik yang disertai bakteri dalam urine yang menunjukkan
kolonisasi
2. Infeksi Saluran Napas Bawah
Saluran napas adalah organ vital untuk ventilasi, namun tidak
jarang jaringan lunak pada saluran napas ini bersentuhan dengan
a. Tindakan anastesi umum yang harus menggunakan pipa
endotrakeal, pipa orofaringeal, atau pipa nasofaringeal
b. Tindakan laringoskopi atau bronkoskopi
c. Tindakan invasif yang lebih jauh seperti trakeostomi, krikotirotomi
d. Pemasangan ventilator
Pada rongga mulut dan orofaring, dapat ditemukan adanya mikroba
sebagai flora normal yang bersifat komensial, bukan parasitik. Pada
daerah ini, terdapat sistem limponoduli yang mengelilinginya sebagai
pengendali mikroba patogen. Selanjutnya untuk trakea, bronkus, dan
paru merupakan organ-organ yang terjaga sterilitasnya karena adanya
mekanisme pembersih oleh epitel yang bersilia, fagositosis sel
polimorfonukleus dan makrofag, serta adanya lisozim dan IgA.8 Sistem pertahanan dan keseimbangan tubuh serta kondisi setempat
yang tergambar diatas akan berubah jika terjadi trauma mekanik pada
mukosa saluran pernapasan. Terjadilah edema dan laserasi jaringan
setempat yang diserai infeksi oportunistik sehingga terjadi peristiwa
peradangan yang akan menyebar ke jaringan parenkim paru, sehingga
paru dapat mengalami pneumonia bakterial.8 Penyebab pneumonia bakterial antara lain Pseudomonas aeroginusa, Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Streptococcus group A, flora mulut, dan Staphylococcus aureus.25
Masa inkubasi pneumonia bakterial ini sangat singkat, yaitu satu
hingga tiga hari kemudian akan muncul manifestasi klinis
pasca-tindakan instrumentasi dalam bentuk demam disertai keluhan
pernapasan seperti batuk dengan atau disertai dahak, sesak, dan
sianosis. Setelah gejala awal, bisa timbul gejala napas cuping hidung,
takipnu, dispnu, dan timbul apnu. Otot bantu interkostal dan
abdominal mungkin digunakan.26 3. Bakteremia dan Septikemia
Bakteremia dan septikemia adalah suatu kondisi dimana terjadi
ada kecenderungan mengarah ke keadaan syok (syok septik), dengan
angka kematian yang tinggi (50-90%).27
Manifestasi klinisnya berupa reaksi inflamasi sistemik, yaitu
demam yang tinggi, serta nadi dan frekuensi pernapasan meningkat.
Demam yang ada akan bertahan selama minimal 24 jam dengan/tanpa
pemberian antipiretik. Pada anak, secara umum tampak letargi, tidak
mau makan/minum, muntah, atau diare. Pada daerah kateter vena
terpasang, kulit tampak merah, edema disertai nyeri, dan
kadang-kadang ditemukan eksudat, dengan penyebab:8
a. Pemasangan kateter intravaskular sering kali gagal dan harus
diulang misalnya karena vena yang kecil dan dalam
b. Kateter intravaskular yang terpasang digunakan beberapa hari
2.7. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial
Prinsip dasar tindakan pencegahan adalah cuci tangan secara benar,
penerapan aseptic antiseptic, dan penggunaan alat pelindung pribadi dalam upaya
mencegah transmisi mikroorganisme. Adapun upaya pengendalian infeksi adalah
memantau dan meningkatkan perilaku petugas dalam menerapkan prosedur
tindakan pencegahan universal. 28
Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dilakukan dengan
metode “memotong rantai penularan” agar invasi mikroba patogen tidak terjadi.
Sasaran yang perlu diwaspadai dalam upaya ini ada tiga, yaitu:8 1. Sumber Penularan
a) Lingkungan sebagai sumber penularan Kebersihan dan sanitasi lingkungan b) Petugas sebagai sumber penularan
Kondisi kesehatan fisik petugas
Cuci tangan setiap saat akan dan sesudah melakukan prosedur dan tindakan medis serta perawatan
d) Peralatan medis sebagai sumber penularan Proses disinfeksi dan sterilisasi yang baik e) Penderita lain sebagai sumber infeksi
Melakukan source isolation 2. Objek Penularan
Penderita yang berada dalam ruangan harus dilindungi dengan:
a) Melakukan isolasi protektif
b) Menggunakan alat pelindung diri bagi petugas
c) Membatasi keluar-masuknya petugas dalam ruangan, sedangkan
bagi keluarga/pengunjung harus ada izin khusus
3. Cara Perpindahan Mikroba Patogen
Upaya mencegah perpindahan mikroba patogen dari sumber
penularan ke penderita dengan:
a) Penggunaan alat pelindung diri bagi petugas
b) Setiap melakukan prosedur dan tindakan medis harus dengan
indikasi tepat, serta dikerjakan dalam keadaan benar-benar
aman.
c) Membatasi tindakan-tindakan medis invasif yang berlebihan
2.8. Peranan Laboratorium Mikrobiologi dalam Pengendalian Infeksi
Nosokomial
Kegiatan laboratorium mikrobiologi meliputi:8
a. Identifikasi secara tepat mikroba patogen penyebab infeksi
nosokomial
b. Mengerjakan tes kepekaan/tes resistensi
c. Melacak jenis mikroba patogen pencemar yang ada di setiap unit
kerja/lingkungan rumah sakit
d. Pemeriksaan mikrobiologi terhadap petugas
e. Membuat laporan berkala tentang pola kuman di rumah sakit dan