• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Mikroorganisme Pada Penderita Infeksi Nosokomial di ICU RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2014 – 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Mikroorganisme Pada Penderita Infeksi Nosokomial di ICU RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2014 – 2016"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Infeksi Nosokomial

Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh

yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul

selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu

gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi

nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan

tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi

penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru

menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit baru disebut

infeksi nosokomial.8

Ada dua macam infeksi nosokomial yang dapat berasal dari dalam tubuh

penderita maupun luar tubuh, yaitu:9

1. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula

memang sudah ada di dalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang

dikenal dengan self infection atau auto infection.

2. Infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme

yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.

Suatu infeksi dikatakan didapat dari rumah sakit apabila memiliki ciri-ciri,

yaitu:8

1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan

tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut.

2. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang

dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.

3. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya setelah

3 x 24 jam sejak mulai perawatan.

4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi

(2)

5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi,

dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah

sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan

sebagai infeksi nosokomial.

2.2. Cara Penyebaran dan Sifat Penyakit Infeksi 2.2.1. Cara Penyebaran Penyakit Infeksi

Dalam garis besarnya, mekanisme transmisi mikroba patogen ke host yang

rentan melalui dua cara, yaitu:8

1. Transmisi Langsung (Direct Transmission)

Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk yang sesuai dari

pejamu. Contohnya adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya

droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara atau saat transfusi darah dengan darah yang terkontaminasi mikroba patogen.

2. Transmisi Tidak Langsung (Indirect Transmission)

Penularan mikroba patogen yang memerlukan adanya “media perantara”,

baik berupa barang/bahan, air, udara, makanan/minuman, maupun vektor.

a) Vehicle-borne

Sebagai media perantara penularan adalah barang/bahan yang

terkontaminasi seperti peralatan makan dan minum, instrumen bedah,

peralatan laboratorium, peralatan infus/transfusi.

b) Vector-borne

Sebagai media perantara penularan adalah vektor (serangga), yang

memindahkan mikroba patogen ke pejamu dengan cara berikut.

1. Cara Mekanis

Pada kaki serangga melekat kotoran/sputum (mikroba patogen), lalu

hinggap pada makanan/minuman, di mana selanjutnya akan masuk

(3)

2. Cara Biologis

Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus

perkembangbiakan dalam tubuh vektor/serangga, selanjutnya

mikroba dipindahkan ke tubuh pejamu melalui gigitan.

c) Food-borne

Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup efektif

untuk menyebarnya mikroba patogen ke pejamu, yaitu melalui pintu

masuk (port d’entree) saluran cerna.

d) Water-borne

Tersedianya air bersih baik kuantitatif maupun kualitatif-terutama untuk

kebutuhan rumah sakit adalah mutlak. Kualitas air yang meliputi aspek

fisik, kimiawi, dan bakteriologis, diharapkan terbebas dari mikroba

patogen sehingga aman untuk dikonsumsi. Jika tidak, sebagai media

perantara, air sangat mudah menyebarkan mikroba patogen ke pejamu,

melalui pintu masuk (port d’entree) saluran cerna maupun pintu masuk

yang lain.

e) Air-borne

Mikroba patogen dalam udara masuk ke saluran napas pejamu dalam

bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita (reservoir) saat

batuk atau bersin, bicara atau bernapas melalui mulut atau hidung.

Sedangkan dust merupakan partikel yang dapat terbang bersama debu

lantai/tanah. Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi di

dalam ruangan yang tertutup.

2.2.2. Sifat-Sifat Penyakit Infeksi

Cara menyerang/invasi ke pejamu/manusia melalui tahapan berikut:8 1. Sebelum pindah ke pejamu (calon penderita), mikroba patogen tumbuh

dan berkembang biak pada reservoir (orang/penderita, hewan, benda

lain).

(4)

3. Untuk masuk ke tubuh pejamu, mikroba patogen memerlukan pintu

masuk (port d’entree) seperti kulit/mukosa yang terluka, hidung,

rongga mulut, dan sebagainya.

4. Adanya tenggang waktu saat masuknya mikroba patogen sampai

timbulnya manifestasi klinis, untuk masing-masing mikroba patogen

berbeda.

5. Pada prinsipnya semua organ tubuh pejamu dapat terserang untuk

mikroba patogen, namun beberapa mikroba patogen secara selektif

hanya menyerang organ tubuh tertentu dari pejamu (target organ).

6. Besarnya kemampuan merusak dan menimbulkan manifestasi klinis

dari mikroba patogen terhadap pejamu dapat dinilai dari beberapa

faktor berikut.

a) Infeksivitas

Besarnya kemampuan mikroba patogen melakukan invasi,

berkembang biak dan menyesuaikan diri, serta bertempat tinggal

pada jaringan tubuh pejamu.

b) Patogenitas

Derajat respons/reaksi pejamu untuk menjadi sakit.

c) Virulensi

Besarnya kemampuan merusak mikroba patogen terhadap jaringan

pejamu.

d) Toksigenitas

Besarnya kemampuan mikroba patogen untuk menghasilkan

toksin, dimana toksin berpengaruh terhadap perjalanan penyakit.

e) Antigenitas

Kemampuan mikroba patogen merangsang timbulnya mekanisme

pertahanan tubuh (antibodi) pada diri pejamu. Kondisi ini akan

mempersulit mikroba patogen itu sendiri untuk berkembang biak,

(5)

2.3. Faktor Penyebab Infeksi Nosokomial

Faktor penyebab infeksi nosokomial diantaranya:8

1. Faktor-faktor yang ada dari diri penderita (intrinsic factor) seperti

umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, resiko terapi, atau adanya

penyakit lain yang menyertai penyakit dasar (multipatologi) beserta

komplikasinya.

2. Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay),

menurunnya standar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita

dalam satu ruangan.

3. Faktor mikroba patogen seperti tingkat kemampuan merusak jaringan,

lamanya pemaparan (length of exposure) antara sumber penularan

(reservoir) dengan penderita.

2.3.1. Faktor Risiko

Semua jenis prosedur dan tindakan medis yang bertujuan untuk

menegakkan diagnosis dan terapi serta prosedur dan tindakan keperawatan tidak

akan lepas dari faktor risiko. Bentuk-bentuk risiko dari yang ringan sampai yang

berat antara lain:8

a. Salah jalan (false route), sebuah prosedur dan tindakan medis yang

dapat menyebabkan terjadinya perforasi jaringan

b. Perdarahan, sebagai akibat trauma pada pembuluh darah

c. Laserasi atau edema jaringan

d. Infeksi

Prosedur dan tindakan medis serta keperawatan merupakan pekerjaan

teknis. Pada kasus tertentu diperlukan adanya prosedur dan tindakan medis invasif

terhadap jaringan dan organ dari tubuh penderita, diantaranya:8  Pemberian suntikan IM/IV

 Pemberian terapi cairan/infus atau transfusi darah  Kateterisasi urin

(6)

 Kuretase

 Kateterisasi jantung

2.4. Mikroba Patogen dan Spesimen

Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh banyak mikroba. Bakteri

dapat menyebabkan infeksi sekitar 90%, 10% disebabkan oleh protozoa,

jamur, virus, dan mikobakteri. Agen yang biasanya menyebabkan infeksi

nosokomial yaitu Streptococcus spp., Acinetobacter spp., enterococci,

Pseudomonas aeruginosa, koagulase-negatif staphylococci, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Legionella dan kelompok Enterobacteriaceae termasuk Proteus mirablis, Klebsiella pneumonia, Escherichia coli, Serratia

marcescens. Diantara kelompok Enterococci, P. aeruginosa, S. aureus, dan E. coli merupakan penyebab terbesar. ISK biasanya disebabkan oleh E. coli, sedangkan S. aureus sering menginfeksi bagian tubuh lain tetapi jarang

menyebabkan ISK. Pada IADP, S. aureus koagulase-negatif adalah penyebab

utama. Enterococcus spp. biasanya menyebabkan IDO. Satu per sepuluh dari

semua infeksi disebabkan oleh P. aeruginosa.10 1. Staphylococcus aureus

S. aureus adalah salah satu patogen terpenting pada infeksi nosokomial. S. aureus merupakan kokus gram-positif, non-spora, katalase

dan koagulase positif, immotile, anaerob fakultatif. S. aureus juga

termasuk bakteri komensal. Sebagian besar berkolonisasi pada saluran

pernapasan. Penderita dengan imunitas rendah dan imunokompeten lebih

mudah terinfeksi S. aureus. Bakteri ini tidak hanya menyerang jaringan

superfisial tetapi juga profunda dan juga menyebabkan lesi abses lokal.

Penyakit yang disebabkan toksin oleh S. aureus diantaranya keracunan

makanan, ingesti enterotoksin, toxic shock syndrome dan exfoliative

toxins yang menyebabkan staphylococcal scalded skin syndrome. Mekanisme virulensi dari S. aureus termasuk toksin, enzim dan imun

(7)

Bakteri ini bisa bersifat patogen karena sering menghemolisis

darah, mengkoagulasi plasma dan menghasilkan beberapa enzim dan

toksin yang stabil pada suhu panas. Hal ini mengakibatkan bakteri ini

berada pada siklus udara ruang ICU yang terjadi pertukaran udara melalui

AC menjadi tempat hidup dari bakteri.11

Transmisi dari S.aureus melalui kulit atau kontak dengan barang

yang digunakan bergantian atau permukaan seperti gagang pintu, kursi,

handuk.10 2. Escherichia coli

E. coli merupakan bakteri gram-negatif dan bakteri oxidase-negatif fakultatif anaerob. Berkolonisasi di saluran gastrointestinal. E. coli dapat

menyebabkan ISK, septikemia, pneumonia, neonatal meningitis,

peritonitis dan gastroenteritis. Faktor virulensinya adalah endotoksin,

kapsul, adhesi dan sistem sekresi tipe 3.10

Transmisi dari E. coli melalui orang ke orang, lingkungan atau air

dan makanan yang terkontaminasi.10 3. Vancomycin-resistant enterococci

Enterococci merupakan urutan kedua dari penyebab infeksi nosokomial sedunia. Enterococci adalah bakteri fakultatif anaerobik

gram-positif enterik. Bakteri ini terdapat dalam saluran genital wanita dan

saluran gastrointestinal. Enterococci terlibat dalam IADP, ISK dan IDO.

Faktor virulensinya termasuk extracellular surface proteins, cytolysin,

adhesion, hemolysins, gelatinase, extracellular superoxide dan aggregation substances.10

Barang pada pasien diare biasanya mempermudah transmisinya.

Bakteri pada permukaan barang dapat bertahan beberapa hari sampai

minggu dan menjadi sumber kontaminasi.10 4. Klebsiella pneumoniae

Sejumlah3-7% dari infeksi nosokomial disebabkan oleh K.

(8)

anaerob fakultatif yang merupakan flora normal mulut, kulit, dan usus.

Morfologi khas dari bakteri ini dapat dievaluasi dalam pertumbuhan

padat in vitro dengan morfologi yang bervariasi. Klebsiella dapat hidup

sebagai saprofit pada lingkungan hidup, air, tanah, makanan, sayuran.

Bakteri ini dapat menimbulkan infeksi pada saluran urin, paru, saluran

pernapasan,luka, dan septikemia.12 Faktor virulensinya termasuk endotoxin, cell wall receptor dan capsular polysaccharide.10

Transmisinya melalui kontak orang ke orang, terutama bila petugas

kesehatan tidak mencuci tangan setelah memeriksa pasien yang

terkontaminasi. Alat bantu napas, kateter atau luka yang terpapar dapat

menjadi sumber transmisi. K. pneumoniae dilaporkan ditransmisikan

melalui tempat duduk (77%), tangan pasien (42%), dan faring (19%).10 5. Pseudomonas aeruginosa

P. aeruginosa menyebabkan 11% dari infeksi nosokomial, yang menimbulkan tingkat mortalitas dan morbiditas tinggi. P. aeruginosa

termasuk bakteri non-fermenter, gram-negatif yang menyebabkan

penyakit terutama pada pasien immunocompromised. Bakteri ini

berkolonisasi pada ginjal, saluran kemih, dan saluran pernapasan atas.

Bakteri ini disebabkan oleh IDO, ISK, pneumonia, fibrosis kistik dan

bakteremia. Faktor virulensinya termasuk adhesion, hemolysins,

eksotoksin, protease, dan siderophores.10

Bakteri ini biasanya hidup di tanah dan air. Pada tabung dan selang

O2ditemukan. Ini terjadi karena air dalam tabung O2jarang diganti

mengakibatkan perpindahan bakteri melalui selang O2.13

Kontaminasi P. aeruginosa melalui breast pump, inkubator, tempat

cuci tangan, dan tangan dari petugas kesehatan.10 6. Clostridium difficile

C. difficile adalah patogen infeksi nosokomial yang merupakan penyebab utama diare. C. difficile merupakan bakteri gram-positif, basil,

anaerob, dan berspora. Bakteri ini berkolonisasi di saluran pencernaan dan

(9)

kapsul dan enzim hidrolitik. Spora pada C. difficile dapat bertahan selama

beberapa bulan dan menjadi masalah untuk disinfektan.10 7. Streptococcus sp.

Streptococcus sp. merupakan gram positif dengan bentuk bulat berderet membentuk rantai selama pertumbuhannya. Tidak motil dan

tidak membentuk spora, kadang berkapsul. Tumbuh optimal pada suhu

37°C bersifat anaerob fakultatif. Spesies yang menyebabkan penyakit pada manusia yaitu S. pyogenes, S. agalactiae, dan Enterococcus.14,15 8. Bacillus subtilis

Bacilus subtilis merupakan flora normal di tanah, udara, air dan

kompos tanah. Bakteri bisa ditemukan di permukaan lantai, dinding,

meja, tempat tidur dan nirbeken. Hal ini disebabkan karena bakteri ini

dapat beradaptasi pada perubahan suhu lingkungan ekstrim dengan

membentuk endospora. Bakteri ini bersifat mesofilik tidak patogenik,

tapi bisa mencemari makanan namun jarang menyebabkan keracunan

makanan.16,17

Tabel 2.1 Jenis Spesimen dengan Biakan Positif dari Penderita dengan Dugaan Infeksi Nosokomial8

Spesimen Jumlah Persentase

Darah

Pus

Urine

Lain-lain

Jumlah

126

44

50

149

369

34,15

11,93

13,55

40,38

(10)

Tabel 2.2 Mikroorganisme Penyebab Infeksi Nosokomial18

Lokasi Jenis Mikroorganisme Persentase

Saluran Kemih Gram-negative enteric

Jamur

Enterococci

50%

25%

10%

Luka Operasi Staphylococcus aureus Pseudomonas

Coagulase-negative Staphylococci

Enterococci, jamur, Enterobacter, Escherichia coli

Beberapa jamur, misalnya Candida albicans, Aspergillus sp., Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium yang merupakan organisme oportunistik dapat menyebabkan infeksi selama pasien mendapat pengobatan

dengan antibiotika spektrum luas dan dalam keadaan imunosupresif berat.19,20

2.5. Persentase Infeksi Nosokomial

Tabel 2.3 Persentase Asal Infeksi Nosokomial21

(11)

Berdasarkan penelitian diantara semua infeksi nosokomial didapatkan pneumonia (31%) dan infeksi sirkulasi darah (15%).22

2.6. Diagnosis Infeksi Nosokomial 1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Sekitar 50% ISK disebabkan oleh Escherichia coli, penyebab lain

adalah Klebsiella sp., Staphylococcus aureus, coagulase-negative

staphylococci, Proteussp. dan Pseudomonas sp. dan bakteri gram negatif lainnya.23

Gambaran klinisnya ISK bagian atas adalah demam, menggigil,

nyeri pinggang, malaise, anoreksia dan nyeri tekan pada sudut

kostovertebra dan abdomen. Sedangkan pada ISK bagian bawah adalah

disuria, frekuensi dan urgensi, nyeri suprapubik dan hematuria.24 Memperhatikan besarnya kemungkinan terjadi infeksi nosokomial

setelah tindakan kateterisasi, maka perlu adanya upaya pencegahan

infeksi dengan memperhatikan hal-hal berikut:8

a. Pemasangan kateter dengan memperhatikan syarat dasar aseptik

b. Kateter menetap sedapat mungkin tidak dipakai dan hanya

digunakan atas dasar indikasi yang tegas

c. Aliran urine dalam kateter harus bersifat bebas hambatan dan turun

d. Bila kateter harus terpasang lama, maka diupayakan penggantian

kateter setiap 2-3 hari

e. Setiap akan melakukan tindakan kateterisasi, urine harus dibiakkan

(identifikasi) terlebih dahulu

f. Berikan antibiotik sebelum kateter dicabut untuk kasus

asimptomatik yang disertai bakteri dalam urine yang menunjukkan

kolonisasi

2. Infeksi Saluran Napas Bawah

Saluran napas adalah organ vital untuk ventilasi, namun tidak

jarang jaringan lunak pada saluran napas ini bersentuhan dengan

(12)

a. Tindakan anastesi umum yang harus menggunakan pipa

endotrakeal, pipa orofaringeal, atau pipa nasofaringeal

b. Tindakan laringoskopi atau bronkoskopi

c. Tindakan invasif yang lebih jauh seperti trakeostomi, krikotirotomi

d. Pemasangan ventilator

Pada rongga mulut dan orofaring, dapat ditemukan adanya mikroba

sebagai flora normal yang bersifat komensial, bukan parasitik. Pada

daerah ini, terdapat sistem limponoduli yang mengelilinginya sebagai

pengendali mikroba patogen. Selanjutnya untuk trakea, bronkus, dan

paru merupakan organ-organ yang terjaga sterilitasnya karena adanya

mekanisme pembersih oleh epitel yang bersilia, fagositosis sel

polimorfonukleus dan makrofag, serta adanya lisozim dan IgA.8 Sistem pertahanan dan keseimbangan tubuh serta kondisi setempat

yang tergambar diatas akan berubah jika terjadi trauma mekanik pada

mukosa saluran pernapasan. Terjadilah edema dan laserasi jaringan

setempat yang diserai infeksi oportunistik sehingga terjadi peristiwa

peradangan yang akan menyebar ke jaringan parenkim paru, sehingga

paru dapat mengalami pneumonia bakterial.8 Penyebab pneumonia bakterial antara lain Pseudomonas aeroginusa, Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus influenzae, Streptococcus group A, flora mulut, dan Staphylococcus aureus.25

Masa inkubasi pneumonia bakterial ini sangat singkat, yaitu satu

hingga tiga hari kemudian akan muncul manifestasi klinis

pasca-tindakan instrumentasi dalam bentuk demam disertai keluhan

pernapasan seperti batuk dengan atau disertai dahak, sesak, dan

sianosis. Setelah gejala awal, bisa timbul gejala napas cuping hidung,

takipnu, dispnu, dan timbul apnu. Otot bantu interkostal dan

abdominal mungkin digunakan.26 3. Bakteremia dan Septikemia

Bakteremia dan septikemia adalah suatu kondisi dimana terjadi

(13)

ada kecenderungan mengarah ke keadaan syok (syok septik), dengan

angka kematian yang tinggi (50-90%).27

Manifestasi klinisnya berupa reaksi inflamasi sistemik, yaitu

demam yang tinggi, serta nadi dan frekuensi pernapasan meningkat.

Demam yang ada akan bertahan selama minimal 24 jam dengan/tanpa

pemberian antipiretik. Pada anak, secara umum tampak letargi, tidak

mau makan/minum, muntah, atau diare. Pada daerah kateter vena

terpasang, kulit tampak merah, edema disertai nyeri, dan

kadang-kadang ditemukan eksudat, dengan penyebab:8

a. Pemasangan kateter intravaskular sering kali gagal dan harus

diulang misalnya karena vena yang kecil dan dalam

b. Kateter intravaskular yang terpasang digunakan beberapa hari

2.7. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial

Prinsip dasar tindakan pencegahan adalah cuci tangan secara benar,

penerapan aseptic antiseptic, dan penggunaan alat pelindung pribadi dalam upaya

mencegah transmisi mikroorganisme. Adapun upaya pengendalian infeksi adalah

memantau dan meningkatkan perilaku petugas dalam menerapkan prosedur

tindakan pencegahan universal. 28

Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dilakukan dengan

metode “memotong rantai penularan” agar invasi mikroba patogen tidak terjadi.

Sasaran yang perlu diwaspadai dalam upaya ini ada tiga, yaitu:8 1. Sumber Penularan

a) Lingkungan sebagai sumber penularan Kebersihan dan sanitasi lingkungan b) Petugas sebagai sumber penularan

Kondisi kesehatan fisik petugas

Cuci tangan setiap saat akan dan sesudah melakukan prosedur dan tindakan medis serta perawatan

(14)

d) Peralatan medis sebagai sumber penularan Proses disinfeksi dan sterilisasi yang baik e) Penderita lain sebagai sumber infeksi

Melakukan source isolation 2. Objek Penularan

Penderita yang berada dalam ruangan harus dilindungi dengan:

a) Melakukan isolasi protektif

b) Menggunakan alat pelindung diri bagi petugas

c) Membatasi keluar-masuknya petugas dalam ruangan, sedangkan

bagi keluarga/pengunjung harus ada izin khusus

3. Cara Perpindahan Mikroba Patogen

Upaya mencegah perpindahan mikroba patogen dari sumber

penularan ke penderita dengan:

a) Penggunaan alat pelindung diri bagi petugas

b) Setiap melakukan prosedur dan tindakan medis harus dengan

indikasi tepat, serta dikerjakan dalam keadaan benar-benar

aman.

c) Membatasi tindakan-tindakan medis invasif yang berlebihan

2.8. Peranan Laboratorium Mikrobiologi dalam Pengendalian Infeksi

Nosokomial

Kegiatan laboratorium mikrobiologi meliputi:8

a. Identifikasi secara tepat mikroba patogen penyebab infeksi

nosokomial

b. Mengerjakan tes kepekaan/tes resistensi

c. Melacak jenis mikroba patogen pencemar yang ada di setiap unit

kerja/lingkungan rumah sakit

d. Pemeriksaan mikrobiologi terhadap petugas

e. Membuat laporan berkala tentang pola kuman di rumah sakit dan

Gambar

Tabel 2.1 Jenis Spesimen dengan Biakan Positif dari Penderita
Tabel 2.3 Persentase Asal Infeksi Nosokomial21

Referensi

Dokumen terkait

Calls upon all parties to fully cooperate with the independent international commission of inquiry put in place by the Human Rights Council on 25 March 2011 to investigate the facts

Pengelolaan toilet berdasarkan standar toilet umum Indonesia yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata adalah sebagai berikut: a. Toilet harus

Tentunya awal masuk waktu Dzuhur untuk daerah Poncokusumo pada hakikatnya berbeda dengan daerah markaz yang berada di tengah kota, demikian juga dengan wilayah Ngantang yang

Lorsque les commerçants parlent les deux langues, ceux qui ont leur boutique au sud de la route nationale parlent le plus souvent le paloor, alors que ceux qui ont des boutiques

Dalam konteks ini, Sistem Hukum Waris Minang kabau : Sebuah Dualitas Hukum antara Matrialinial dan Islam merupakan sebuah ketetapan hukum yang berlaku dimasyarakat dan

Menentukan aspek yang memiliki dampak signifikan terhadap

Riset Sumber Daya Manusia Cara Praktis Mendeteksi Dimensi- Dimensi Kerja Karyawan.. Jakarta: PT Gramedia

Alat pengumpulan data adalah studi kepustakaan (library research). Seluruh data dianalisis secara kuantitatif. Hasil penelitian menerangkan bahwa Hibah KUR di Indonesia