• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Knowledge Sharing Terhadap Prestasi Kerja Pustakawan pada Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Knowledge Sharing Terhadap Prestasi Kerja Pustakawan pada Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prestasi Kerja

Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa

Inggris disebut dengan performance. Prestasi kerja sangat erat hubungannya

dengan produktivitas kerja. Pelaksanaan kerja dalam arti prestasi kerja tidak hanya

menilai hasil fisik yang telah dihasilkan oleh seorang pustakawan.

Menurut Yuli (2005, 89) “Prestasi kerja (job performance) merupakan

hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya”.

Hal yang sama dinyatakan oleh Mangkunegara (2006, 121) menyatakan

bahwa, “kinerja pustakawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja yang berkualitas

dan kuantitas yang dicapai seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya untuk

mencapai tujuan organisasi”.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah

hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya untuk

mencapai tujuan organisasi.

2.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja

Prestasi kerja karyawan di setiap organisasi sangat berbeda-beda. Para

(2)

dengan karyawan yang lain, meskipun para karyawan tersebut berada ditempat

yang sama produktivitas kerjanya tidaklah sama, maka dari itu kinerja individu

setiap karyawan akan dapat tercapai apabila didukung dengan upaya bekerja dan

didukung oleh organisasinya. Oleh karena itu prestasi kerja dipengaruhi oleh

beberapa faktor.

Menurut Davis yang dikutip oleh Mangkunegara (2006, 13), prestasi kerja

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Faktor kemampuan (Ability) Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Yang maksudnya pimpinan dan karyawan harus memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai prestasi yang maksimal.

2. Faktor motivasi (Motivation) Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja di lingkungan organisasinya. Situasi kerja yang dimaksud mencakup hubungan kerja, fasilistas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

Sedangkan menurut Nasution (2000, 119), faktor-faktor yang termasuk

dalam penilaian prestasi kerja terdiri dari:

1. Kualitas pekerjaan 2. Sikap

3. Ketaatan terhadap pekerjaan 4. Koordinasi dan kepemimpinan 5. Perencanaan dan pengorganisasian 6. Pendelegasian dan kontrol

7. Pembinaan bawahan.

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi penilaian prestasi kerja seorang pustakawan adalah kemampuan

tertentu yang dimiliki oleh seorang pustakawan, sikap, ketaatan terhadap suatu

(3)

kemampuan berkomunikasi dan perhatian terhadap orang lain. Selanjutnya hasil

penilaian yang dilakukan secara berkala itu didokumentasikan untuk menjadi

bahan keputusan yang diambil mengenai mutasi pegawai

2.2 Penilaian Prestasi Kerja

Prestasi kerja pustakawan akan lebih baik apabila ditunjang dengan

kedisiplinan, taat dan tepat waktu dalam menjalankan aktifitas kerja sehari-hari,

untuk itu pustakawan harus membenahi diri dan menambah pengetahuan di segala

bidang dalam menunjang aktivitasnya.

Panggabean (2004, 17) menyatakan bahwa:

Penilaian prestasi kerja merupakan sebuah proses yang ditujukan untuk memperoleh informasi tentang kinerja pustakawan. Informasi ini dapat digunakan sebagai input dalam melaksanakan hampir semua aktivitas MSDM lainnya, yaitu promosi, kenaikan gaji, pengembangan dan pemutusan hubungan kerja.

Sedangkan Rao (1986, 1) mengemukakan bahwa:

Penilaian prestasi kerja merupakan sebuah mekanisme untuk memastikan bahwa orang-orang pada tiap tingkatan mengerjakan tugas-tugas menurut cara yang diinginkan oleh atasan mereka, dengan demikian para atasan disetiap tingkatan berusaha memperbaiki tingkatan prestasi kerja mereka dengan cara menilai pekerjaan bawahan mereka dan dengan demikian mengendalikan perilaku mereka.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa penilaian prestasi kerja

merupakan sebuah proses yang ditujukan untuk memperoleh informasi tentang

kinerja pustakawan serta mekanisme yang digunakan untuk memastikan bahwa

orang-orang pada tiap tingkatan mengerjakan tugas-tugas menurut cara yang

(4)

mengetahui tingkat pelaksanaan pekerjaan serta kompetensi pustakawan sebagai

tenaga fungsional pada perpustakaan.

2.2.1 Tujuan Penilaian Prestasi Kerja

Penilaian prestasi kerja para pegawai merupakan bagian penting dari suatu

organisasi. Pentingnya penilaian prestasi kerja yang rasional dan diterapkan secara

obyektif untuk dua kepentingan, yaitu kepentingan pegawai yang bersangkutan

dan kepentingan organisasi. Bagi para pegawai, penilaian berperan sebagai umpan

balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kekurangan dan potensinya untuk

menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan kariernya.

Sistem penilaian prestasi kerja merupakan suatu pendekatan dalam

melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai. Menurut Siagian (2004, 225)

ada berbagai faktor dalam melakukan penilaian prestasi kerja yaitu:

1. Dalam menilai prestasi kerja yang dinilai adalah manusia yang disamping memiliki kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan

2. Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolok ukur tertentu yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang

ditetapkan dan diterapkan secara obyektif

3. Hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai

4. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala harus terdokumentasikan dengan rapi dlam arsip kepegawaian setiap orang sehingga tidak ada informasi yang hilang

5. Hasil penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai mutasi pegawai.

Pengalaman banyak organisasi, menunjukkan bahwa suatu sistem penilaian

prestasi kerja yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan. Siagian

(2004, 227) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya penilaian atas perestasi kerja

(5)

1. Mendorong peningkatan prestasi kerja. Dengan mengetahui hasil kerja, ketiga pihak yang terlibat dapat mengambil berbagai langkah yang diperlukan agar prestasi kerja para pegawai lebih meningkat lagi di masa-masa yang akan datang

2. Sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pemberian imbalan. Imbalan yang dimaksud tidak terbatas pada upah dan/atau gaji yang merupakan penghasilan tetap bagi para anggota yang bersangkutan, akan tetapi juga berbagai imbalan lainnya seperti bonus pada akhir tahun, haiah pada hari-hari besar tertentu, dan bahkan juga oleh banyak organuisasi niaga pemilikan sejumlah saham perusahaan.

3. Untuk kepentingan mutasi pegawai. Prestasi kerja seseorang di masa lalu merupakan dasar bagi pengambilan keputusan mutasi baginya di masa depan, apapun bentuk mutasi tersebut seperti promosi, alih tugas, alih wilayah maupun demosi

4. Guna menyusun program pendidikan dan pelatihan, baik yang dimaksudkan untuk mengatasi berbagai kekurangan dan kelemhan maupun untuk mengembangkan potensi karyawan yang ternyata belum sepenuhnya digali dan yang terungkap melalui prestasi kerja

5. Membantu para pegawai menentukan rencana kariernya dan dengan bantuan bagian kepegawaian menyusun program pengembangan karier yang paling tepat, dalam arti sesuai dengan kebutuhan para pegawai dan dengan kepentingan organisasi.

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa tujuan penilaian prestasi kerja

adalah meningkatkan kemampuan karyawan selama periode tertentu, mengetahui

tentang diri karyawan, identifikasi faktor penghambat kerja, menetapkan

kebijakan strategis, memberikan dorongan kepada pegawai agar lebih giat dalam

bekerja sesuai dengan tugas yang telah diberikan, mutasi pegawai, dan bahan

pengambilan keputusan.

2.2.2 Manfaat Penilaian Prestasi Kerja

Selain tujuan penilaian prestasi kerja, Yuli (2005, 91) juga menjelaskan

manfaat dari penilaian prestasi kerja yaitu:

a. Manfaat bagi manajer penilai.

b. Dengan melakukan penilaian yang objektif, penilai (manajer) akan mudah mengidentifikasi beberapa hal mengenai karyawan yang dinilai.

(6)

d. Karyawan akan memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan pandangannya, mengetahuai kekuatan dan kelemahan dirinya.

e. Manfaat bagi organisasi

f. Penilaian prestasi kerja akan mampu meningkatkan kinerja individu, meningkatkan kinerja departemen, adanya efisiensi, meningkatkan kualitas produksi/pelayanan.

Penilaian pegawai perlu dilakukan karena penilaian pegawai memiliki

manfaat ganda, yaitu bagi pegawai dan bagi perusahaan: Manfaat penilaian

prestasi kerja bagi pegawai (Wursanto 1995, 86) antara lain:

a. Menciptakan iklim kehidupan perusahaan, yang dapat menjamin kepastian hukum bagi pegawai

b. Memberikan dorongan kepada pegawai untuk lebih giat dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya

c. Melatih pegawai untuk selalu berdisplin dalam segala hal. Manfaat penilaian pegawai bagi perusahaan antara lain:

d. Dapat mengetahui kelemahan-kelemahan yang dialami oleh setiap pegawai

e. Hasil penilaian dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menempatkan pegawai sesuai dengan bidang dan tugasnya

f. Memudahkan dalam menentukan apakah suatu latihan dibutuhkan untuk mengembangkan keterampilan pegawai.

Dari penjelaan diatas, dapat dinyatakan bahwa manfaat penilaian prestasi

kerja bermanfaat bagi manajer penilai, bagi karyawan, dan bagi organisasi.

Sehingga dapat membantu organisasi mengetahui kelemahan-kelemahan yang

dialami oleh setiap pegawai.

2.2.3 Proses Penilaian Prestasi Kerja

Proses penilaian prestasi kerja merupakan hal penting dalam penilaian,

maka proses-proses penilaian harus dilakukan dengan mekanisme yang benar

sesuai standar operasional presedur.

Menurut Dessler (2010, 327) proses penilaian prestasi kerja terdiri dari

(7)

1. Mendefinisikan pekerjaan. Mendefinisikan pekerjaan berarti memastikan bahwa pemimpin dan bawahan setuju dengan kewajiban dan standar pekerjaannya

2. Menilai kinerja. Penilaian kinerja berarti membandingkan kinerja sesungguhnya dari bawahan anda dengan standar yang telah ditetapkan, hal ini biasanya melibatkan beberapa jenis formulir peringkat.

3. Memberikan umpan balik. Penilaian kinerja biasanya membutuhkan sesi umpan balik. Dalam hal ini, atasan dan bawahan mendiskusikan kinerja dan kemajuan karyawan, dan membuat rencana untuk pengembangan apapun yang dibutuhkan.

Sedangkan menurut Hariandja (2005, 199) penilaian prestasi kerja

harus dikaitkan dengan usaha pencapaian hasil kerja yang diharapkan, maka

sebelumnya harus ditentukan tujuan-tujuan setiap pekerjaan, kemudian penentuan

standar kinerja serta ukurannya, diikuti dengan penentuan metode penilaian

pelaksanaan dan evaluasi.Proses penilaian prestasi kerja tersebut yaitu:

1. Penentuan Sasaran

Penentuan sasaran sebagaimana disebutkan harus spesifik, terukur, menantang, dan didasarkan pada waktu tertentu. Di samping itu perlu pula diperhatikan proses penentuan sasaran tersebut, yaitu diharapkan sasaran tugas individu dirumuskan bersama-sama antara atasan dan bawahan. Setiap sasaran merupakan sasaran yang diturunkan atau diterjemahkan dari sasaran yang lebih tinggi. Jadi sasaran unit adalah bagian dari sasaran perusahaan.

2. Penentuan Standar Prestasi Kerja

Pentingnya penilaian prestasi kerja menghendaki penilaian tersebut harus benar-benar objektif, yaitu mengukur prestasi kerja karyawan yang sesungguhnya, yang disebut dengan job related. Artinya, pelaksanaan penilaian harus mencerminkan pelaksanaan prestasi kerja yang sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang mencerminkan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan.

Untuk itu sistem penilaian prestasi kerja harus : a. Mempunyai standar

Mempunyai standar berarti mempunyai dimensi-dimensi yang menunjukan perilaku kerja yang sedang dinilai, yang umumnya diterjemahkan dari sasaran kerja, misalnya hasil kerja berupa barang yang dihasilkan, kuantitas atau kualitas, kehadiran di tempat kerja, kepatuhan terhadap peraturan atau prosedur dan lain-lain.

(8)

Ukuran yang dapat dipercaya dengan pengertian bilamana digunakan oleh orang lain atau beberapa orang dalam waktu yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang sama, misalnya : ukuran kuantitas yang baik berarti sesuai dengan target, ukuran kualitas yang baik berarti tidak ditemukan barang yang cacat, ukuran kehadiran yang baik berarti tidak pernah absen kerja tanpa alas an dan lain-lain.

c. Mudah digunakan

Penilaian prestasi kerja harus praktis dalam arti mudah digunakan dan dipahami oleh penilai dan yang dinilai.

3. Penentuan Metode dan Pelaksanaan Penilaian

Metode yang dimaksudkan disini adalah pendekatan atau cara serta perlengkapan yang digunakan seperti formulir dan pelaksanaannya. Metode- metode itu seperti metode perbandingan, tes dan lain-lain. 4. Evaluasi Penilaian

Merupakan pemberian umpan balik kepada karyawan mengenai aspek-aspek hasil kerja yang harus diubah dan dipertahankan serta berbagai tindakan yang harus diambil, baik oleh perusahaan maupun karyawan dalam upaya perbaikan kinerja pada masa yang akan datang.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses penilaian prestasi

kerja merupakan hal penting dalam usaha pencapaian hasil kerja yang diharapkan,

maka proses-proses penilaian harus dilakukan dengan mekanisme yang benar

sesuai standar operasional presedur

2.2.4 Metode Penilaian Prestasi Kerja

Penilaian prestasi kerja dapat dilakukan dalam berbagai cara atau metode.

Metode penilaian yang dilakukan organisasi tentunya tergantung pada sasaran

yang ingin dicapai. Beberapa metode dapat digunakan untuk menilai prestasi kerja

namun tidak ada satu pun metode yang paling baik untuk semua organisasi. Oleh

karena itu metode penilaian prestasi kerja dapat berbeda-beda tergantung pada apa

yang menjadi tujuan dilaksanakan penilaian kerja dan hal yang ingin dicapai

(9)

Menurut Hariandja (2005, 204) pada dasarnya metode penilaian prestasi

kerja dikelompokan atas dua, yaitu :

1. Penilaian yang berorientasi pada masa lalu

Metode penilaian yang berorientasi pada masa lalu diartikan sebagai penilaian perilaku kerja yang dilakukan pada masa lalu sebelum penilaian dilakukan. Melalui hasil penilaian tersebut dapat dilakukan usaha untuk mengubah perilaku kerja atau pengembangan karyawan. Beberapa metode terdiri dari :

a. Rating Scale

Penilaian yang didasarkan pada suatu skala, dari sangat memuaskan, memuaskan, cukup, sampai kurang memuaskan, pada standar-standar hasil kerja seperti inisiatif, tanggung jawab, hasil kerja secara umum dan lain-lain. Penilaian dilakukan oleh seorang penilai yang biasanya atasan langsung, yang dilakukan secara subjektif. Kemudian untuk memudahkan pengelompokan karyawan yang baik atau buruk, skala tersebut diberi bobot.

b. Check List

Penilai yang didasarkan pada suatu standar hasil kerja yang sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian penilai memeriksa apakah karyawan sudah memenuhi atau melakukannya. Standar-standar hasil kerja misalnya karyawan hadir dan pulang tepat waktu, karyawan bersedia bilamana diminta untuk lembur, karyawan patuh pada atasan dan lain-lain. Penilai disini adalah atasan langsung. Hampir sama dengan Rating Scale, setiap standar penilaian dapat diberikan bobot sesuai dengan tingkat kepentingan standar tersebut.

c. Critical Incident

Dengan metode ini penilai yang didasarkan pada perilaku khusus yang dilakukan di tempat kerja, baik perilaku yang baik maupun perilaku tidak baik. Penilaian dilakukan melalui observasi langsung ke tempat kerja, kemudian mencatat perilaku-perilaku kritis yang tidak baik atau baik, dan mencatat tanggal dan waktu terjadinya perilaku tersebut. d. Skala Penilaian Berjangkar Perilaku

Penilaian yang dilakukan dengan menspesifikasi hasil kerja dalam dimensi- dimensi tertentu. Selanjutnya masing-masing dimensi diidentifikasi berdasarkan perilaku tertentu, baik perilaku yang sangat diharapkan atau perilaku tidak baik. Kemudian mengurutkan dan memberi nilai pada jenis- jenis perilaku tersebut sesuai dengan kepentingannya secara subjektif.

e. Observasi dan Tes Kerja

Penilaian yang dilakukan melalui tes di lapangan. f. Metode Perbandingan Kelompok

(10)

distribution), pemberian poin atau angka (point allocation method) dan metode perbandingan dengan karyawan lain.

2. Penilaian yang berorientasi masa depan

Metode penilaian masa yang akan datang diartikan dengan penilaian akanpotensi seorang karyawan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang. Metode-metode penilaian ini terdiri dari :

a. Penilaian Diri Sendiri

Penilaian karyawan untuk diri sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat mengidentifikasikan aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. Pelaksanaannya, perusahaan atau atasan penilai mengemukakan harapan-harapan yang diinginkan dari karyawan pada perusahaan, tujuan perusahaan dan tantangan yang dihadapi perusahaan. Kemudian berdasarkan informasi tersebut karyawan dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku yang perlu diperbaiki. Salah satu kebaikan dari metode ini adalah dapat mencegah terjadinya perilaku membenarkan diri. Metode ini disebut pendekatan masa depan sebab karyawan akan memperbaiki diri dalam melakukan tugas-tugas untuk masa yang akan datang dengan lebih baik.

b. Management By Objective (MBO)

Sebuah program yang melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan sasaran-sasaran yang dicapainya, yang dapat dilakukan melalui prosedur, atasan menginformasikan tujuan yang dicapai unit kerjanya yang merupakan terjemahan dari tujuan yang lebih atas, dan tentunya dengan tantangan-tantangan yang mungkin dihadapi dalam pencapaian tujuan tersebut. Kemudian setiap individu menentukan tujuan masing-masing yang dirundikan dengan atasan dalam periode waktu tertentu, berikut tantangan- tantangan yang akan dihadapi dan bagaimana cara mengatasi tantangan tersebut. Dalam proses pencapaian tujuan, atasan dapat membantu dalam bentuk memberi umpan balik. Pada akhir periode yang ditentukan, atasan dan bawahan melakukan evaluasi tentang pencapaian tujuan tersebut. Kelebihan dari metode ini sebagaimana tersirat di dalamnya adalah standar kerja jelas, ukuran kinerja jelas dapat menunjukan bimbingan dan dukungan yang akan diberikan dalam penigkatan prestasi kerja serta pengembangan karyawan.

c. Penilaian Secara Psikologis

Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan oleh para ahli psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan intelektual, motivasi, dan lain-lain yang bersifat psikologis. Penilaian ini biasanya melalui serangkaian tes psikologi seperti tes kecerdasan, tes kecerdasan emosional, dan tes kepribadian, yang dilakukan melalui wawancara atau tes-tes tertulis.

(11)

Assessment Centre atau pusat penilaian adalah penilaian yang dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar. Proses pelaksanaannya dilakukan dengan interview mendalam, tes psikologi, pemeriksaan latar belakang, penilaian rekan kerja, diskusi terbuka, dan mensimulasikan pekerjaan dalam bentuk pengambilan keputusan dari suatu masalah untuk mengetahui kekuatan- kekuatan, kelemahan-kelemahan, dan potensi seseorang. Assessment centre biasanya dilakukan di suatu tempat yang terpisah dari tempat kerja dan membutuhkan waktu yang lama dan tentu saja biaya yang besar.

Sedangkan menurut Panggabean(2002, 68-70), metode penilaian pretasi

kerja karyawan pada dasarnya terdiri dari :

1. Rating Scales

Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisiatif, ketergantungan, kematangan dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh hasil perbandingan dari pekerjan yang telah dilakukan setiap karyawan dengan hasil perbandingan yang akan datang, kemudian diperoleh peringkat karyawan, dengan peringkat inilah perusahaan akan dapat menentukan karyawan yang mempunyai prestasi karja yang baik. 2. Critical Incidents

Dengan metode ini, penilai harus mencatat semau kejadian mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukan ke dalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya.

3. Essay

Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang berkenaan dengan orang atau karyawan yang sedang dinilainya

4. Work Standards

Metode ini membadingkan kinerja karyawan dengan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Standar mencerminkan hasil yang normal dari rata- rata pekerjaan dalam menuliskannya dengan baik.

5. Rangking

(12)

Dalam metode ini diasumsikan bahwa karyawannya dapat dikelompokan ke dalam lima kategori yaitu dari kategori yang paling baik (10%), kemudian yang baik (20%), yang cukupan (40%), yang buruk 20%, dan sisanya(10%). Kelemahan dari metode ini adalah apabila hampir semua karyawan dalam bagianya mempunyai kinerja yang sangat memuaskan, maka akan sangat sulit untuk membaginya ke dalam lima kategori, begitu pula jika yang terjadi kebalikannya.

7. Forced-choice and Weighted Cheklist Performance Report

Laporan ini memerlukan penilain untuk memilih karyawan mana yang dapat mewakili kelompoknya. Faktor yang dinilai adalah perilaku karyawan. Dan penilai memberikan nilai positif atau negatif. Namun, penilai tidak perduli dengan bobot penilainnya. Sebagaimana halnya dengan metode forced distribution, dalam metode ini sulit mengetahui faktor apa yang mengakibatkan mereka masuk dalam kategori sangat berprestasi. Begitu pula sebaliknya, faktor apa yang mengakibatkan mereka masuk ke dalam kategori sangat tidak berprestasi.

8. Behaviorally Anchored Scale

Merupakan metode penilaian berdasarkan catatan penilai yang menggabarkan perilaku karyawan yang sangat baik atau sangat jelekdalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja.

9. Metode Pendekatan Management By Objective(MBO)

Dalam pendekatan ini, setiap karyawan dan penyedia secara bersama-sama menentukan sasaran organisasi, tujuan individu dan sara-saran untuk meningkatkan produktivitas organisasi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode penilain prestasi

kerja merupakan cara-cara untuk menilai prestasi kerja berdasarkan tujuan

organisasi. Metode penilaian prestasi kerja dikelompokkan menjadi dua, yaitu

penilaian yang berorientasi pada masa lalu dan penilaian yang berorientasi masa

depan.

2.2.5 Hambatan Penilaian Prestasi Kerja

Didalam suatu penilaian prestasi kerja karyawan terdapat suatu masalah

yang dihadapi oleh seorang penilai, dimana seorang penilai harus dapat

(13)

Menurut Handoko (2008,140) ada 5 kendala dalam melakukan

penilaian prestasi kerja, yaitu:

1. Hallo Effect

Hallo effect terjadi bila pendapat pribadi penilai tentang karyawan mempengaruhi pengukuran prestasi kerja. Sebagai contoh, bila sorang atasan senang kepada seorang karyawan, maka pandangan ini bisa mengubah estimasi atasan terhadap prestasi kerja karyawan. Masalah ini paling mudah terjadi bila para penilai harus mengevaluasi teman- teman mereka.

2. Kesalahan Kecenderungan Terpusat

Banyak penilai yang tidak suka menilai para karyawan yang efektif atau yang tidak efektif, dan sangat baik atau sangat jelek, sehingga penilaian prestasi kerja cenderung dibuat rata-rata pada formulir penilaian ekstrim dan dekat dengan nilai-nilai tengah.

3. Bias Terlalu Lunak dan Terlalu Keras

Kesalahan terlalu lunak (leniency bias) disebabkan oleh kecenderungan penilai untuk terlalu mudah memberikan nilai baik dalam evaluasi prestasi kerja karyawan. Kesalahan terlalu keras (strickness bias) adalah sebaliknya, yang terjadi karena penilai cenderung terlalu ketat dalam evaluasi mereka. Kedua kesalahan ini pada umumnya terjadi bila standar-standar prestasi tidak jelas.

4. Prasangka Pribadi

Faktor-faktor yang membentuk prasangka pribadi terhadap seorang atau kelompok bisa mengubah penilaian. Sebab-sebab prasangka pribadi lain yang mempengaruhi penilaian mencakup faktor senioritas, kesukuan, agama, kesamaan kelompok dan status sosial. 5. Pengaruh Kesan Terakhir

Bila mengunakan ukuran-ukuran prestasi kerja subjektif, penilaian sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan karyawan yang paling akhir (recency effect). Kegiatan-kegiatan terakhir baik atau buruk cenderung lebih diingat oleh penilai.

Sedangkan menurut Sirait (2006, 152) hambatan penilaian prestasi

kerja, yaitu:

a. Halo Effect

Terjadi jika perasaan/pendapat pribadi si penilai dilibatkan dalam penilaian karyawan, biasanya pada saat penilai harus mengevaluasi sahabat atau orang yang tidak disukai. Penilai (rater) yang baik harus bersifat netral dalam penilaian. Pengawasan pelaksanaan penilaian dapat mengurangi masalah ini.

(14)

Terjadi jika penilai tidak berani memberi nilai rendah atau tinggi, sehingga nilai yang diberikan cenderung di tengah-tengah (rata- rata).

c. Leniency & Strictness Biases

Leniency dihasilkan jika penilai cenderung memberikan nilai yang tinggi terhadap karyawan dinilai. Sedangkan strictness biases terjadi jika penilai cenderung memberikan nilai rendah kepada karyawan.

d. Recency Effect

Penilai menggunakan ukuran subjektif. Pada saat penilaian, cenderung dipengaruhi oleh tindakan karyawan yang terakhir dan paling diingat, sehingga tindakan- tindakan dan kejadian pada masa lalu dianggap tidak ada.

Untuk mengatasi permasalahan yang timbul saat penilaian prestasi kerja

karyawan, Sirait (2006, 155) mengemukakan 3 (tiga) cara dalam meminimalisir

pengaruh masalah tersebut :

1. Memahami masalah yang dihadapi, hal ini membantu untuk mencegah datangnya permasalahan itu sendiri.

2. Memilih alat penilaian prestasi kerja yang tepat.

3. Latih pengawas (supervisor) dan penilai (rater) untuk menghilangkan kesalahan- kesalahan penilaian. Latihan untuk penilai menyangkut tiga hal, yaitu :

a. Bias (biases) dan penyebabnya harus dijelaskan.

b. Peranan penilaian prestasi kerja harus dijelaskan, bahwa hal penilaian ditujukkan untuk hal- hal yang objektif.

c. Penilai harus mempraktekkan dalam bentuk latihan penilaian.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hambatan penilain prestasi

kerja merupakan suatu masalah yang dihadapi oleh seorang penilai, dimana

seorang penilai harus dapat mengetahui dan harus dapat mengatasi

masalah-masalah yang dihadapinya.

2.2.6Indikator Penilaian Prestasi Kerja

Penilaian prestasi kerja harus memiliki indikator tertentu mengenai sifat

(15)

Menurut Mathis dan Jackson (2006, 378) terdapat beberapa indikator

dalam mengukur prestasi kerja karyawan yaitu :

1. Kualitas kerja

Meliputi segi ketelitian dan kerapihan kerja, kecepatan penyelesaian pekerjaan, ketepatan waktu dan kecakapan.

2. Kuantitas kerja

Merupakan kemampuan secara kuantitaif dalam mencapai target atau basil kerja atas tugas-tugas, seperti kemampuan menyusun rencana, kemampuan melaksanakan perintah/instruksi.

3. Kehadiran

Adalah aktifitas para karyawan di dalam kegiatan rutin kantor maupun acara-acara lain yang ada kaitannya dengan kedinasan.

4. Kerjasama

Yaitu kemampuan karyawan dalam melakukan kerjasama dengan setiap orang baik vertikal maupun horisontal.

5. Inisiatif

Kemampuan untuk memutuskan dan melakukan sesuatu yang benar tanpa harus diberi tahu, mampu menemukan apa yang seharusnya dikerjakan terhadap sesuatu yang ada disekitar.

Nasution (2000, 99) menyatakan bahwa ukuran yang perlu di perhatikan dalam

prestasi kerja antara lain:

1. Kualitas kerja

Kriteria penilaiannya adalah ketepatan kerja, keterampilan kerja, ketelitian kerja, dan kerapian kerja

2. Kuantitas kerja

Kriteria penilaiannya adalah kecepatan kerja 3. Disiplin kerja

Kriteria penilaiannya adalah mengikuti instruksi atasan, mematuhi peraturan perusahaan, dan ketaatan waktu kehadiran

4. Inisiatif

Kriteria penilaiannya adalah selalu aktif atau semangat menyelesaikan pekerjaan tanpa menunggu perintah atasan artinya tidak pasif atau bekerja atas dorongan dari atasan

5. Kerjasama

(16)

Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa prestasi kerja seorang

dapat di ukur dari kualitas kerja, kuantitas kerja, inisiatif, kehadiran, disiplin dan

kerjasama.

2.3 Pustakawan

Pustakawan merupakan petugas perpustakaan yang memegang peranan

penting dalam penyelenggaraan perpustakaan.Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI)

menyatakan bahwa:

Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.

Sedangkan dalam Peraturan Menteri dan Aparatur Negara No. 9 tahun 2014 ,

dinyatakan bahwa:

Pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi instansi pemerintah dan atau unit tertentu lainnya

Dalam Undang-undang RI No. 43 tahun 2007 tentang perpustakaan dinyatakakan

bahwa:

Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.

Dari uraian diatas,bahwa pustakawan merupakan orang yang bekerja

diperpustakaan, namun tidak semua orang yang bekerja di perpustakaan disebut

pustakawan, melainkan hanya yang memiliki keahlian dan keterampilan yang

(17)

kemudian akan melakukan kegiatan di perpustakaan, dokumentasi,dan pada

lembaga lain yang bergerak dalam pengelolaan informasi. Pustakawan juga

merupakan jabatan fungsional yang diberi tunjangan khusus yaitu tunjangan

fungsional pustakawan.

2.4 Kinerja Pustakawan

Kinerja pustakawan adalah hasil kerja atau prestasi kerja yang dicapai oleh

seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas yang harus diemban

oleh pustakawan dalam upaya mencapai tujuan perpustakaan.

Kinerja pustakawan pertama sekali diatur dalam Keputusan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara (KEP MENPAN) No.18 tahun 1988 tentang

Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya yang menyatakan jabatan

fungsional pustakawan terdiri dari pustakawan tingkat terampil dan pustakawan

tingkat ahli. Dengan jabatan fungsional yang berbeda maka berbeda pula tugas

yang diemban tiap-tiap pustakawan. Sejak KEP MENPAN No. 18 tahun 1988

diterbitkan, dalam pelaksanaanya dilapangan ada beberapa kendala yangdi jumpai

oleh pustakawan antara lain bobot angka kredit persatuan kegiatan dari butir-butir

kegiatan yang dirasakan terlalu rendah, jenis dan jumlah butir kegiatan

pustakawan yang tercakup dalan keputusan tersebut juga dianggap masih kurang.

Untuk mengatasi kendala tersebut kantor MENPAN bersama Perpustakaan

Nasional berupaya menyempurnakan/ menata kembali keputusan tersebut dengan

menerbitkan keputusan MENPAN Nomor 33 tahun 1998 tentang jabatan

fungsional pustakawan dan angka kreditnya. Jabatan fungsional pustakawan

(18)

dengan keluarnya Keputusan Presiden No. 87 tahun 1999, nama jabatan

fungsional pustakawan juga perlu disesuaikan kembali berdasarkan ketentuan

yang diatur dalam KEPPRES tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, terbit

keputusan MENPAN No. 132 tahun 2002 tentang jabatan fungsional pustakawan

dan dan angka kreditnya yang mengatur kembali tentang tim penilai, nama jabatan

dan lain-lain yang berhubungan seperti pembebasan sementara dan pemberhentian

dari jabatan. Kemudian direvisi kembali sehingga terbitlah Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PERMENPAN)

Nomor 9 tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka

Kreditnya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa jabatan fungsional

pustakawan dan angka kreditnya mengalalami perubahan, yaitu:

1. Kepmenpan Nomor 33 tahun 1988 tentang jabatan

fungsionalpusakawan dan angka kreditnya

2. Kepmenpan Nomor 132 tahun 2002 tentang jabatan fungsional

pustakawan dan angka kreditnya

3. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 9 tahun 2014 tentang jabatan funsionaal pustakawan

dan angka kreditnya

Jabatan fungsional pustakawan mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab,

wewenang, dan hak untuk melaksanakan kegiatan kepustakawan. Dalam

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

(19)

Pustakawan mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan di bidang kepustakawan yang meliputi, pengelolaan perpustakaan, pelayanan perpustakaan, pengembangan sistem kepustakawan. Selain tugas pokok juga mempunyai tugas lain, yaitu pengembangan profesi dan tugas penunjang.

Tugas pokok pustakawan yaitu melaksanakan kegiatan dibidang

kepustakawanan diatur pada bab II, bagian ketiga, pasal 4 yaitu:

1. Pengelolaan Perpustakaan

Kegiatan yang meliputi perencanaan, monitoring, dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan perpustakaan.

2. Pelayanan Perpustakaan

Kegiatan memberikan bimbingan dan jasa perpustakaan dan informasi kepada pemustaka meliputi pelayanan teknis dan pelayanan pemustaka 3. Pengembangan Sistem Kepustakawanan

Pengembangan sistem kepustakawanan tingkat ahli meliputi kegiatan menyempurnakan sistem kepustakawan yang meliputi pengkajian kepustakawan, pengembangan kepustakawanan, penganalisian/ pengkritisian karya pustakawan, dan penelaahan pengembangan sistem kepustakawanaan. Pengembangan sistem kepustakawanan pustakawan tingkat terampil meliputi kegiatan menyempurnakan sistem kepustakawanan yang meliputi sosialisasi dan promosi perpustakaan.

Rincian kegiataan pustakawan menurut PER MENPAN No. 9 tahun 2014 adalah:

1. Rincian kegiatan Pustakawan Tingkat Terampil sesuai jenjang jabatan: a. Pustakawan Pelaksana, meliputi golongan II b- II d

1. Mengumpulkan data untuk persiapan perencanaan penyelenggaraan perpustakaan

2. Menghimpun alat seleksi bahan perpustakaan

3. Mengidentifikasi bahan perpustakaan untuk pengadaan 4. Membuat desiderata

5. Meregistrasi bahan perpustakaan

6. Menyusun daftar tambahan bahan perpustakaan (accession list); 7. Memverifikasi data bibliografi

8. Melakukan katalogisasi deksriptif salinan 9. Melakukan alih data bibliografi secara manual 10.Melakukan alih data bibliografi secara elektronik 11.Membuat kelengkapan bahan perpustakaan

12.Mengeluarkan koleksi perpustakaan dari jajaran koleksi dalam rangka pelestarian

13.Merawat koleksi perpustakaan bersifat pencegahan

(20)

16.Melakukan layanan peminjaman dan pengembalian koleksi, dan 17. Melakukan layanan perpustakaan keliling.

b.Pustakawan Pelaksana Lanjutan, meliputi golongan III a- III b 1. Mengolah data untuk persiapan perencanaan penyelenggaraan

perpustakaan

2. Menyusun rencana kerja operasional sebagai peserta/anggota 3. Melakukan monitoring penyelenggaraan Perpustakaan 4. Melakukan katalogisasi deksriptif tingkat satu

5. Mengelola data bibliografi dalam bentuk kartu katalog 6. Mengelola data bibliografi dalam bentuk basis data 7. Membuat kliping

8. Mengidentifikasi kerusakan koleksi perpustakaan 9. Merawat koleksi perpustakaan bersifat penanganan

10.Mereproduksi Koleksi perpustakaan dalam bentuk elektronik 11.Menyediakan koleksi di tempat

12.Melakukan layanan bahan pandang dengar 13.Melakukan layanan story telling

14.Membuat statistic perpustakaan

15.Menyusun materi publisitas berbentuk poster, spanduk, pembatas buku stiker, dan sejenisnya

16.Menyelenggarakan pameran sebagai penata pameran, dan 17.Menyelenggarakan pameran sebagai pemandu pameran di dalam

negeri.

c. Pustakawan Penyelia, meliputi golongan III c- III d 1. Menyusun rencana kerja operasional sebagai koordinator 2. Melakukan evaluasi penyelenggaraan Perpustakaan

3. Melakukan survei sederhana kebutuhan informasi Pemustaka 4. Melakukan katalogisasi deksriptif tingkat dua

5. Melakukan validasi katalogisasi deskriptif;

6. Membuat anotasi Koleksi Perpustakaan berbahasa Indonesia 7. Melakukan klasifikasi ringkas dan menentukan tajuk subjek 8.Melakukan validasi klasifikasi ringkas dan tajuk subjek 9.Melakukan layanan referensi cepat (quick reference) 10.Melakukan layanan penelusuran informasi sederhana 11.Melakukan layanan orientasi Perpustakaan

12.Melakukan layanan penyebaran informasi terbaru/kilat (current awareness service)

13.Melaksanakan penyuluhan tatap muka dalam kelompok tentang kegunaan dan pemanfaatan Perpustakaan kepada Pemustaka

14.Melaksanakan penyuluhan massal tentang kegunaan dan pemanfaatan perpustakaan,

15.Menyelenggarakan pameran sebagai panitia.

(21)

1. Mengumpulkan data untuk persiapan perencanaan penyelenggaraan perpustakaan

2. Mengidentifikasi koleksi perpustakaan untuk penyiangan

3. Melakukan katalogisasi deskriptif bahan perpustakaan tingkat tiga 4. Membuat kata kunci

5. Membuat cadangan data (backup) 6. Mengelola basis data (data maintenance)

7. Membuat anotasi koleksi perpustakaan berbahasa daerah 8. Membuat anotasi koleksi perpustakaan berbahasa asing

9. Membuat abstrak indikatif koleksi perpustakan berbahasa Indonesia 10.Membuat abstrak indikatif koleksi perpustakaan berbahasa daerah 11.Menyusun literatur sekunder berupa bibliografi tercetak/elektronik 12.Menyusun literatur sekunder berupa indeks tercetak/elektronik 13.Menyusun literatur sekunder berupa kumpulan abstrak

tercetak/elektronik

14.Menyusun literatur sekunder berupa bibliografi beranotasi tercetak/elektronik

15.Melakukan pelestarian informasi koleksi mikrofis 16.Melakukan pelestarian informasi koleksi mikrofilm 17.Melakukan pelestarian informasi koleksi foto 18.Mengelola layanan sirkulasi

19.Mengelola layanan pinjam antar Perpustakaan (inter library loan service)

20. Mengelola layanan Koleksi Perpustakaan bukan buku (non book materials service)

21. Mengelola layanan story telling

22. Mengelola layanan bagi Pemustaka berkebutuhan khusus

23. Menyusun dan menyebarkan informasi terseleksi dalam bentuk lembar lepas secara cetak/elektronik

24. Membuat statistik Kepustakawanan

25. Melakukan pengkajian Kepustakawanan bersifat sederhana (teknis operasional)

26. Melakukan sosialisasi Perpustakaan dan Kepustakawanan sebagai penyaji

27. Melakukan publisitas melalui media cetak dalam bentuk berita 28. Melakukan publisitas melalui media cetak dalam bentuk

brosur/leaflet/spanduk dan sejenisnya

29. Melakukan publisitas melalui media elektronik dalam bentuk membuat naskah siaran radio

30. Melakukan publisitas melalui media elektronik dalam bentuk membuat naskah dan mengunggah melalui web (intranet/ internet); dan 31. menyelenggarakan pameran sebagai panitia.

b. Pustakawan Muda, meliputi golongan III c- III d

(22)

2. Menyusun rencana kerja operasional sebagai peserta/anggota 3. Melakukan monitoring penyelengaraan Perpustakaan

4. Melakukan survei kebutuhan informasi Pemustaka 5. Melakukan seleksi Koleksi Perpustakaan

6. Mengevaluasi Koleksi Perpustakaan untuk penyiangan

7. Melakukan klasifikasi kompleks dan menentukan tajuk subjek bahan perpustakaan

8. Membuat tajuk kendali nama badan korporasi 9. Membuat tajuk kendali nama orang

10. Membuat tajuk kendali nama geografi 11. Menyunting data bibliografi

12. Membuat abstrak indikatif koleksi perpustakan berbahasa asing 13. Membuat abstrak informatif koleksi perpustakan berbahasa Indonesia 14. Membuat abstrak informatif Koleksi Perpustakaan berbahasa daerah 15. Menyusun literatur sekunder berupa direktori tercetak/elektronik 16. Melakukan pelestarian fisik Koleksi Perpustakaan

17. Melakukan pelestarian informasi Koleksi Perpustakaan dalam format digital

18. Melakukan bimbingan Pemustaka dalam bentuk pendidikan Pemustaka 19. Melakukan penelusuran informasi kompleks

20. Membina kelompok pembaca

21. Menyusun dan menyebarkan informasi terseleksi dalam bentuk paket informasi secara tercetak/elektronik

22. Melakukan pengkajian Kepustakawanan bersifat sederhana (taktis operasional)

23. Memberi konsultasi Kepustakawanan yang bersifat konsep kepada perorangan

24. Melaksanakan penyuluhan tentang pemanfaatan Perpustakaan sebagai penyaji

25. Melaksanakan penyuluhan tentang pengembangan Kepustakawanan sebagai penyaji

26. Melakukan publisitas melalui media elektronik dengan menyiarkan naskah melalui radio

27. Menyelenggarakan pameran sebagai pemandu di dalam negeri

c. Pustakawan Madya, meliputi golongan IV a- IV c

1. Menyusun rencana kerja strategis sebagai peserta/anggota 2. Menyusun rencana kerja operasional sebagai koordinator 3. Melakukan evaluasi penyelenggaraan perpustakaan 4. Mengelola koleksi perpustakaan hasil penyiangan

5. Melakukan validasi katalogisasi deskriptif bahan perpustakaan tingkat tiga

6. Membuat panduan pustaka (pathfinder)

7. Melakukan validasi klasifikasi kompleks dan tajuk subjek Bahan perpustakaan

(23)

9. Melakukan validasi data di pangkalan data

10.Membuat abstrak informatif koleksi perpustakaan berbahasa asing 11. Melakukan bimbingan pemustaka dalam bentuk literasi informasi 12. Mengelola layanan e-resources

13. Melakukan bimbingan penggunaan sumber referensi

14. Melakukan pengkajian kepustakawanan bersifat kompleks (strategis sektoral)

15. Membuat prototip/model perpustakaan diakui untuk lingkup kelembagaan

16. Memberi konsultasi kepustakawanan yang bersifat konsep kepada institusi

17. Mengidentifikasi potensi wilayah untuk penyuluhan tentang pemanfaatan perpustakaan

18. Melaksanakan penyuluhan tentang pemanfaatan perpustakaan sebagai narasumber

19. Melakukan sosialisasi perpustakaan dan kepustakawanan sebagai narasumber

20. Melakukan publisitas melalui media cetak dalam bentuk sinopsis 21. Melakukan publisitas melalui media elektronik dalam bentuk

membuat naskah siaran televisi

22. Melakukan publisitas melalui media elektronik dalam bentuk menyiarkan naskah melalui televisi

23. Melakukan publisitas melalui media elektronik dalam bentuk membuat naskah film dalam bentuk audio visual

24. Menyelenggarakan pameran sebagai pemandu di luar negeri 25. Menyelenggarakan pameran sebagai perancang desain 26. Menganalisis/membuat kritik karya sistem kepustakawanan.

d. Pustakawan Utama, meliputi golongan IV d- IV e 1. Menyusun rencana kerja strategis sebagai koordinator

2. Melakukan pengkajian kepustakawanan bersifat kompleks (strategis nasional)

3. Membuat prototip/model perpustakaan yang dipatenkan 4. Melakukan pengembangan prototip/model perpustakaan 5. Membangun jejaring perpustakaan tingkat nasional 6. Membangun jejaring perpustakaan tingkat internasional 7. Mengidentifikasi potensi wilayah untuk penyuluhan tentang

pengembangan kepustakawanan

8. Melaksanakan penyuluhan tentang pengembangan perpustakaan sebagai narasumber

9. Menyempurnakan karya kepustakawanan 10.Menelaah sistem kepustakawanan

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 dalam pasal 32

(24)

1. Memberikan layanan prima terhadap pemustaka 2. Menciptakan suasana perpustakaan yang kondusif, dan

3. Memberikan keteladanan dan menjaga nama baik lembaga dan kedudukannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa kinerja pustakawan sudah

diatur dalam Peraturan menteri pendayagunaan aparatur negara, didalam

Permenpansetiap pustakawan berbeda tugasnya sesuai dengan jabatan

fungsionalnya.

2.5 Knowledge

Konsep pengetahuan dibedakan dengan konsep ilmu, informasi dan

pembelajaran, namun masih ada kaitannya satu sama lain. Konsep pengetahuan

diambil dari kata Knowledge, yang artinya pengetahuan. Dalam kamus Microsoft

Encarta yang disitir oleh Yusup (2012, 4-5) memaknai knowledge dengan

beragam arti yaitu:

1. Information in mind, kesadaran akan memiliki informasi, fakta, ide, kebenaran, atau prinsip-prinsip tertentu.

2. Specific information, sadar akan informasi spesifik yang eksplisit, misalnya tentang situasi atau fakta tertentu.

3. All the can be known, artinya semua ide, fakta, prinsip, kebenaran, dan lain-lain yang bisa dipelajari sepanjang waktu.

4. learning through experience or study, pengenalan atau pemahaman yang diperoleh melalui pengalaman atau studi.

5. Dalam konteks komunikasi, bermakna juga sebagai transmisi informasi, termasuk layanannya, penyimpanannya, terutama dalam organisasi yang besar.

Dari uraian diatas, dapat dinyatakan bahwa pengetahuan adalah adanya kesadaran

akan adanya tambahan informasi, ide, fakta dalam diri seseorang yang diperoleh

(25)

Dalam konteks informasi, pengetahuan adalah kebiasaan, keahliaan atau

kepakaran, keterampilan, pemahaman, atau pengertian, yang diperoleh dari

pengalaman, latihan, atau melalui usaha dan bakat tertentu.

Davenport dan Prusak membedakan antara data, informasi dan

pengetahuan yaitu: “Knowledge is neither data nor information, though it is

related to both, and the differences between these terms are often a matter of

degree”. Yang berarti bahwa pengetahuan bukanlah data atau informasi, meskipun

demikian kedua istilah ini saling berkaitan, perbedaan antara dua istilah ini sering

disamakan. Pengetahuan mempunyai pengertian yang lebih luas, lebih dalam

dibandingkan dengan data dan informasi. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman,

nilai-nilai, konteks informasi dan wawasan yang luas. Didalam suatu organisasi,

pengetahuan tidak hanya diperoleh dari berbagai dokumen atau repositori tetapi

juga dari rutinitas organisasi, proses, praktek dan norma-norma.

Menurut Nonaka yang dikutip oleh Nawawi (2012, 21) pengetahuan

adalah “justified true believe”. seorang individu membenarkan (justifies)

kebenaran atas kepercayaannya berdasarkan observasinya mengenai suatu hal.

pengetahuan memiliki 3 hal penting, seperti yang ditulis oleh Nawami (2012, 22):

1. Knowledge merupakan kumpulan informasi mengenai intuisi, pengalaman (experience) dan urutan kegiatan (procedure) 2. Knowledge diorganisir dan dianalisis hingga dapat dimengerti dan

diaplikasikan.

3. Knowledge digunakan sebagai pedoman untuk berpikir, bertingkah laku, berkomunikasi, memecahkan masalah dan mengambil keputusan.

Pada dasarnya, terdapat dua tipe pengetahuan yang ada pada diri manusia

(26)

pengetahuan tacit sifatnya sangat personal yang sulit diformulasikan sehingga sulit dikomunikasikan kepada orang lain. Kira-kira masih dalam batin seseorang, ide, dan pendapat yang bisa muncul, namun sulit diukur, misalnya ide kreatif yang dikemukakakan secara lisan, bentuknya bisa jadi berupa gagasan, persepsi, cara berpikir, wawasan, keahlian ataa kemahiran, dan sebagainya, sedangkan pengetahuan explisit dapat diungkapkan dengan kata-kata dan angka, disebarkan dalam bentuk data, spesifikasi, dan buku petunjuk. Bentuk pengetahuan ini sudah terdokumentasikan atau terformalisasikan, mudah disimpan, diperbanyak, disebarluaskan, dan dipelajari. Contoh: manual, buku, laporan, dokumen, surat, dan sebagainya.

Pengertian lain mengenai tacit dan explicit knowledge juga dinyatakan oleh

Nawawi (2012, 23) bahwa “tacit knowledge adalah sesuatu yang kita ketahui dan

alami, tetapi sulit untuk diungkapkan secara jelas dan lengkap, sedangkan explicit

knowledge hasil tacit knowledge yang terdokumentasikan”.

Dalam kamus terjemahan arti pengetahuan tacit dan explicit adalah :

1. Pengetahuan tacit: tersimpan dalam pikiran manusia, sulit

diformulasikan (misalnya keahliaan seseorang), penting untuk kreatifitas dan inovasi, di konversikan ke eksplisit dengan eksternalisasi 2. Pengetahuan explisit: dapat dikodifikasi/formulasi, di konversikan ke tacit dengan pemahaman dan penyerapan, misalnya dokumen, database, materi audio visual.

Pengetahuan tacit dan explisit tidak dapat dipisahkan satu sama lain, keduanya

saling melengkapi, berinteraksi dalam lingkungan hubungan antar manusia, dan

disebut proses konversi pengetahuan. Menurut Yusup ( 2012, 34-35)

Konversi terdiri atas empat tahap yaitu: socialization, externalization, combination, and internalization.

1. Socialization maksudnya dalah transfer pengetahuan tacit diantara individu melalui observasi, peniruan, persepsi komunikasi, dan praktik. 2. Externalization yaitu jenis pengetahuan yang dipicu oleh dialog atau

refleksi kolektif dan sering lahir atas dasar analogi dan metafor yang menerjemahkan pengetahuan tacit kedalam prosedur dan dokumen, termasuk melalui proses komunikasi bermedia.

(27)

4. Internalization proses menerjemahkan pengetahuan explisit kedalam pengetahuan tacit secara individual.

Gambar 2.1 Spiral Pengetahuan.

Dalam gambar diatas dijelaskan bahwa proses perjalanan pengetahuan dari

tacit ke explisit melalui dialog, yang artinya komunikasi dialogis, dati tacit ke

tacit melalui sosialisasi , dari explisit ke tacit dikatakan sebagai internalisasi dan

akhirnya kombinasi dari semuanya, didalam kombinasi akan terdapat sorting,

penambahan, pengklasifikasian, penciptaan metodologi, dan praktik-praktik

terbaik dalam organisasi.

2.6Knowledge Sharing

Knowledge sharing adalah suatu konsep yang menggambarkan kondisi

interaksi antar orang, bisa dua orang atau lebih, dalam bentuk proses komunikasi

yang bertujuan untuk pengembangan diri setiap anggotanya.

Pengertian Knowledge Sharing menurut Yusup (2012, 36) menyatakan

bahwa:

knowledge sharing adalah proses yang sistematis dalam mengirimkan, mendistribusikan, dan mendiseminasikan pengetahuan dan konteks multidimensi dari seorang atau organisasi kepada orang atau organisasi lain yang membutuhkan melalui metoda dan media yang variatif sehingga pengetahuan baru akan tercipta.

(28)

Knowledge sharing terjadi antar individu dalam suatu komunitas, dimana

individu berinteraksi dan berbagi pengetahuan dengan individu lainnya

melalui ruang maya, atau tatap muka, community of practice, grup, forum

dan sejenisnya, sehingga unit analisis dalam berbagi pengetahuan ialah

individu.

Menurut Tsui (2006, 5) bahwa: “knowledge sharingis defined as the process of

exchangingknowledge (skills, experience, and understanding) among researchers,

policymakers, and service providers”. Yang berarti bahwa berbagi pengetahuan

merupakan suatu proses pertukaran pengetahuan (keterampilan, pengalaman, dan

pemahaman) diantara para peneliti, pembuat kebijakan, dan penyedia layanan.

Dimana proses ini bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan atau eksploitasi

pengetahuan dan untuk mendorong penciptaan pengetahuan baru sebagai hasil

pembelajaran dan kombinasi dari berbagai pengetahuan yang berbeda.

Knowledge sharing tidak selalu dalam bentuk kegiatan formal pada suatu

organisasi atau perusahaan. Pada saat santai pun proses berbagi pengetahuan

dapat terjadi. Contohnya ketika istirahat makan siang, di pagi hari menjelang

masuk kerja, dan disore hari ketika selesai bekerja, semuanya bisa menjadi tempat

dalam proses knowledge sharing.

Faktanya, knowledge sharing yang efektif memerlukan pengidentifikasian

sebuah komunitas yang peduli tentang topik dan peningkatan kemampuan mereka

untuk berpikir bersama-sama, tetap berhubungan, berbagi ide, menghasilkan

(29)

Pasaribu (2009, 113) memberikan contoh implementasi knowledge sharing pada

PT. PLN (Persero)

proses sharing pengetahuan pada PT. PLN memerlukan diskusi kelompok hingga terbentuknya community of practitces (COP) di PLN. Ciri best practices yang dimiliki perusahaan dalam bentuk knowledge baik tacit maupun explicit yang dapat di sharingkan antara per orang atau antar unit-unit pelaksana, dan selanjutnya pengetahuan tersebut digunakan dilapangan yang merupakan suatu proses yang harus dipastikan pelaksanaanya. Hasil diskusi-diskusi COP tersebut menjadi acuab yang bisa dalam bentuk manual, Standar operasinal Prosedur, informasi pengetahuan, dan lain-lain yang diedarkan melalui website KM PLN, dan selanjutnya digunakan di tempat kerja.

Keberhasilan kegiatan knowledge sharing dimulai dari perencanaan yaitu

kebutuhan apa yang diperlukan oleh para pustakawan, apa yang ingin mereka

tahu, dan bagaimana mereka ingin mengetahui pengetahuan tersebut. Dengan

mengetahui hal ini kegiatan knowledge sharing akan lebih mudah dilakukan.

Knowledge sharing diperlukan untuk menyebarluaskan pengetahuan

seseorang. Ketika seseorang melepaskan pengetahuannya untuk dimiliki oleh

orang lain, si pemilik pengetahuan tidak akan kehilangan pengetahuannya justru

pengetahuan tersebut akan semakin besar karena pengetahuan tersebut tidak

dimiliki seorang diri namun dimiliki semua rekan kerjanya.

Pengetahuan yang dibagikan ketika melakukan knowledge sharing ialah

pengetahuan tacit dan explisit. Seseorang yang membagikan idenya pada saat

diskusi berarti ia telah melepaskan pengetahuan yang ada dalam pikirannya

kepada orang lain dalam hal ini dia bertindak sebagai si pemberi pengetahuan,dan

ketika orang lain menangkap pengetahuan tersebut akan berubah menjadi

pengetahuan kembali bagi si penerima, sehingga dia menerima sebuah

(30)

Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa yang dimaksud dengan knowledge

sharing ialah sebuah proses yang mengirimkan atau membagikan pengetahuan,

ide, pengalaman seseorang kepada orang lain sehingga terciptalah pengetahuan

baru.

2.6.1 Tujuan Knowledge Sharing

Pada dasarnya kegiatan knowledge sharing dilakukan untuk membantu

seseorang akan kesulitan yang dihadapinya. Dengan keadaan sadar atau tidak,

kegiatan knowledge sharing kebanyakan dilakukan secara informal. Bertukar

pikiran, berkonsultasi, berdiskusi, berdialog dengan orang lain, pada hakikatnya

sedang melakukan pekerjaan knowledge sharing. Seseorang akan banyak

menerima masukan dari orang lain, ketika sedang melakukan knowledge sharing.

Menurut Gurteen yang disitir oleh Yusup ( 2012, 37) menyatakan bahwa

kegiatan knowledge sharing dilakukan dengan tujuan:

1. Produk-produk intangible (non material): contohnya ide, proses, informasi tumbuh dan berkembang secara luas dan sulit dideskripsikan, padahal sangat dominan dalam organisasi.

2. Kegiatan knowledge sharing dilakukan dengan tujuan meningkatkan kreativitas anggota organisasi untuk mengembangkan diri secara terus-menerus

3. Mengurangi kesenjangan pengetahuan diantara pegawai pada suatu organisasi/lembaga

4. Untuk menularkan arah dan kebijakan organisasi kepada para penerusnya (generasi selanjutnya) karena tidak selamanya orang bekerja pada satu lembaga seumur hidup

5. Mempermudah penyelesaian permasalahan yang dihadapi oleh organisasi, karena terkadang seseorang tidak memahami apa yang diketahuinya, sehingga dibutuhkan pihak lain untuk diajak kerja sama 6. Membantu organisasi/lembaga menemukan sasaran-sasaran misinya.

(31)

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dinyatakan bahwa tujuan knowledge

sharing dapat meningkatkan kreativitas anggota, pengembangan diri secara

terus-menerus, mempermudah penyelesaian masalah, dan membantu organisasi dalam

menjalankan misinya.

2.6.2 Manfaat Knowledge Sharing

Proses berbagi pengetahuan sebenarnya sudah jamak dilakukan dalam

kehidupan sehari-hari. Ketika kita bertanya dan mendapatkan jawaban yang kita

butuhkan, sebenarnya kegiatan itu adalah salah satu contoh berbagi pengetahuan.

Disamping itu juga berbagi pengetahuan menolong para karyawan untu

menyelesaikan masalah-masalah yang peli didalam pekerjaannya

sehari-harikarena melalui knowledge sharing seseorang dapat menerima pengetahuan

atau solusi yang sudah terbukti berdasaran pengalaman rekan kerjanya.

Kegiatan saling berbagi pengetahuan dapat membukakan kesempatan

untuk mengeksplorasi pengetahuan untuk mendapatkan atau menciptakan

pengetahuan baru. Lumbantobing ( 2011, 27) manfaat dari knowledge sharing

adalah:

1. Menciptakan kesempatan yang sama bagi anggota organisasi untuk Mengakses pengetahuan dan mempelajarinya

2. Meningatkan kepatan belajar atau mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh dan mempelajari pengetahuan baru

3. Mempercepat penyelesaian tugas atau masalah, karena penyelesaian tidak lagi dimulai dari titik nol

4. Menyelesaikan suatu masalah dengan memanfaatkan metode yang sudah terbukti efektif di unit atau di tempat lain

5. Meyediakan bahan dasar bagi inovasi berupa pengetahuan yang bervariasi dan multiperspektif

Dari penjelasan diatas, bahwa dapat dinyatakan bahwa manfaat dari

(32)

anggota organisasi, mempercepat penyelesaian tugas, dan mengurangi waktu

untuk mempelejari pengetahuan baru.

2.6.3 Strategi Knowledge Sharing

Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan

pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi suatu aktivitas dalam kurun

waktu tertentu. Didalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki

tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip

pelaksanaan gagasan secara rasional, efesien dalam pendanaan, dan memiliki

taktik untuk mencapai tujuan secara efektif.

Kegiatan knowledge sharing juga membutuhkan strategi agar tujuan

berbagi pengetahuan dapat tercapai. Yuliazmi yang disitir oleh Febrianti (2012,

34-35) membagi beberapa strategi pembentukan sistem untuk memperbaiki

kegiatan saling berbagi pengetahuanadalah sebagai berikut:

1. Knowledge map, memetakan dimana knowledge berada dalam perusahaan, rincian tentang siapa mengetahui apa dan berada dimana 2. Talk space, menyediakan tempat yang bertujuan untuk memberikan

kesempatan bagi pegawai untuk berbicara dengan yang lain dalam suasana informal

3. Smart office layout, merancang ruang kerja yang dapat memberikan kontribusi bagi lingkungan yang efektif untuk kegiatan pembelajaran 4. Dedicated Knowledge-Sharing event, mengadakan kegiatan “knowledge

fair” atau forum untuk saling berbagi pengetahuan. Memberikan kesempatan bagi pegawai yang tidak pernah bertemu dalam kegiatan kerja sehari-hari untuk saling bertukar. Dalam hal ini struktur yang tidak terlalu ketat paling baik dalam konteks knowledge sharing, sehingga peserta dapat menentukan cara masing-masing dalam memenuhi kebutuhannya.

(33)

6. Knowledge leader, menentukan pihak yang dapat menggunakan sumber daya, menguasai logika dari knowledge-sharing, memonitor partisipasi pegawai dan menjadi contoh dari sikap saling berbagi.

7. A change in culture. Menciptakan budaya dimana pegawai sangat ingin membagi knowledge yang mereka miliki. Hal ini merupakan tantangan mengingat sifat dasar dari saling berbagi adalah suka rela. Cara termudah adalah dengan menghilangkan penghalang dari kegiatan penyebaran knowledge”.

8. Room for tension, disebut juga fusion, creative abrasion atau creative tension. Menyatukan pegawai dari bagian yang berbeda untuk bersama-sama menyelesaikan suatu permasalahan. Hal ini dibutuhkan karena pembelajaran dan solusi inovatif kerap terjadi saat seseorang dikondisikan untuk meluaskan pemikiran mereka dalam cara yang baru.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa strategi merupakan

faktor yang penting yang mempengaruhi keberhasilan suatu aktivitas/kegiatan.

Dalam melaksanakan kegiatan knowledge sharing pun strategi sangat dibutuhkan,

dimulai dari pemetaan pengetahuan, pengetahuan apa yang dibutuhkan organisasi

sampai penyatuan ide yang berbeda.

2.6.4 Cara-Cara Melakukan Knowledge Sharing

Pengetahuan bisa tercipta secara terprogram lewat interaksi antar orang,

baik langsung ataupun tidak langsung. Pengetahuan bisa diperoleh melalui hasil

interaksi antar orang seperti diskusi tanpa sengaja, dalam forum diskusi kelompok

terbatas dikalangan top management, akademisi, mahasiswa,kelompok diskusi

ilmiah terbatas, kongres, seminar dan sebagainya.

Menurut Tsui (2006, 30) penyebaran pengetahuan dapat dilakukan dengan

berbagai cara yaitu:

1. Diskusi ilmiah

(34)

berdiskusi maka pengetahuan tacit seseorang akan terbagi kepada rekannya sehingga akan menciptakan pengetahuan baru.

2. Seminar

Penyebaran pengetahuan juga dapat dilakukan dengan seminar, biasanya seminar bersifat ilmiah dan fokus pada sebuah topik tertentu, dimana semua peserta yang hadir dapat berpartisipasi secara aktif. Dengan melakukan kegiatan seminar otomatis pengetahuan pun akan terbagi, tujuan seminar ini adalah mencari suatu pemecahan,oleh karena itu suatu seminar selalu diakhiri dengan kesimpulan atau keputusan-keputusan yang merupakan hasil pendapat bersama, yang selalu diikuti dengan rekomendasi. Tacit knowledge dapat berubah bentuk menjadi explicit knowledge dalam seminar karena notulen yang membuat kesimpulan dalam seminar.

3. Pelatihan

Pelatihan di pandu oleh pelatih dan ada yang mempraktikkannya. Strategi ini sangat efektif dalam menyebarkan pengetahuan, karena secara langsung pengetahuan tersebut dibagikan dan dipraktekkan bukan secara teori saja. Contohnya yang tidak mengetahui bagaimana cara mengoperasikan komputer, maka metode knowledge sharing yang cocok untuk ini adalah dengan cara pelatihan. Selain itu training juga membantu peserta memperbaiki prestasi dalam kegiatannya terutama mengenai keterampilan.

4. Rapat kerja

Rapat merupakan suatu bentuk media komunikasi kelompok resmi yang bersifat tatap muka, yang dapat dipakai untuk pengambilan keputusan secara musyawarah untuk mufakat. Biasanya rapat dipimpin oleh pimpinan organisasi untuk memecahkan permasalahan. Rapat biasanya dilakukan secara rutin didalam suatu organisasi karena organisasi perlu ide-ide baru dalam meningkatkan kinerja organisasi.

5. Workshop

Workshop juga merupakan cara untuk membagi pengetahuan seseorang kepada orang lain. Workshop atau lokakarya yaitu suatu acara dimana beberapa orang berkumpul untuk memecahkan masalah tertentu dan mencari solusinya. Lokakarya biasanya pertemuan para ahli untuk membahas masalah praktis atau yang bersangkutan dengan pelaksanaan di bidang keahliannya.

6. Penggunaan media interaktif

Penggunaan media interaktif merupakan kegiatan berbagi pengetahuan melalui sistem informasi yang ada di organisasi dan disesuaikan sesuai dengan kebutuhan organisasi, seperti teleconference, email, intranet, web discussion-forum, web conference.

Sedangkan menurut Amriani (2014, 16) bahwa kegiatan knowledge

(35)

1. komunitas

2. forum dan meeting

3. workshop, training, dan seminar 4. Pekan raya pengetahuan

Yusup ( 2012, 402) meyatakan bahwa kegiatan knowledge sharing dapat

terjadi melalui kegiatan seperti dibawah ini:

1. Pada saat istirahat makan siang, banyak hal baru dapat diperoleh dari obrolan ini. Tidak ada catatan atau perekaman dalam obrolan ini, namun banyak pengetahuan baru yang didapatkan. Jenis pengetahuan baru yang dimaksud umumnya dalam bentuk tacit knowledge. Knowledge sharing banyak terjadi dalam kegiatan-kegiatan informal seperti di rumah makan, di tempat olahraga dan tempat lainnya.

2. Komunikasi informal, sehabis rapat formal, atau sehabis memberikan sajian materi diskusi ilmiah pada forum-forum ilmiah, atau ketika sedang berada pada suatu situasi yang tidak resmi. Kita sering mendapat pengetahuan baru dari pertemuan dengan orang yang tidak dikenal sebelumnya di tempat-tempat tersebut.

3. Observasi, banyak pengetahuan baru kita peroleh melalui kegiatan observasi ke lapangan, dengan cara antara lain menyerap data dan informasi baru, mendapatkan kesimpulan baru, atau memperoleh keyakinan baru dari kegiatan observasi ini.

4. Konsultasi, seseorang atau siapapun bisa bertanya atau konsultasi dengan orang lain yang dianggap lebih mengetahui akan permasalahan menyangkut kepentingannya. Hasil dari konsultasi semacam ini bisa menghasilkan pemahaman baru atau pengetahuan baru bagi orang-orang yang melakukan konsultasi tadi, bakan menurut sudut pandang komunikasi, pihak konsultannya pun bisa mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru dari proses komunikasi lisan dengan klien nya 5. Presentasi ilmiah, ketika kita menghadiri kegiatan seminar ilmiah,

banyak pengetahuan baru yang kita dapatkan darinya, apalagi jika sang pemateri memiliki kemampuan penyajian yang memadai dan berpengalaman di bidangnya.

6. Rapat pleno, merupakan kegiatan rapat yang biasanya dihadari oleh seluruh atau sebagian besar anggota suatu organisasi. Dalam rapat ini biasanya disampaikan visi, misi, atau hal-hal pokok yang dianggap sebagai keputussan kelompok, untuk diangkat menjadi suatu keputusan bersama.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa untuk membagikan

pengetahuan, terdapat banyak cara yang digunakan, baik secara formal maupun

(36)

presentasi ilmiah, rapat pleno. Semua kegiatan ini untuk memperoleh pengetahuan

baru

2.6.5Hambatan Melakukan Knowledge Sharing

Knowledge sharing bukanlah suatu proses yang terjadi begitu saja.

Knowledge sharing memerlukan rekayasa, fasilitas dan fasilitator sehingga proses

dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai hambtan untuk

membagikan pengetahuan harus dapat diatasi untuk menjamin efektivitas dari

knowledge sharing di dalam dan antar suatu organisasi.

Cabrera yang disititr oleh Lumbantobing (2011,30) menguraikan empat

hambatan dalam knowledge sharing yaitu:

Kurangnya waktu, jarak geografis, kurangnya kemampuan serta jarak kognitif yakni perbedaan perspektif terkait perbedaan kewarganegaraan dan bahasa, maupun perbedaan kerangka mental dan konseptual karena disiplin dan departemen yang berbeda.

Sedangkan Christensen yang disitir oleh Lumbantobing (2011,34)

membagi permasalahan dalam knowledge sharing dalam tiga jenis yaitu:

1. Dilema sosial

Masalah yang ditimbulkan oleh dilema sosial biasanya disebabkan oleh perilaku manusia, yaitu rendahnya keinginan untuk berbagi, belum terbangunnya hubungan antara penerima dan pengirim pengetahuan, tidak adanya pengetahuan tentang pengetahuan itu sendiri, adanya gengsi atau rasa malu untuk mengakui ketidaktahuannya sendiri, rendahnya trust dalam organisasi, adanya kekuatiran dan ketakutan yang dirasakan pekerja terhadap posisinya atau posisi yang ingin dicapainya jika dia membagi pengetahuannya

2. Dilema pengetahuan

(37)

3. Kombinasi keduanya

Hambatan dalam melakukan knowledge sharing diakibatkan oleh kelengketen pengetahuan atau sulitnya memindahkan knowledge dan tidak adanya identitas bersama. Perbedaan bahasa merupakan penghambat knowledge sharing khususnya dalam perusahaan multinasional.

Dalam knowledge sharing, komunikasi sering menjadi hambatan seperti

yang dikemukakan oleh Gitosudarmo ( 1993, 109) yaitu:

1. Dipihak penerima biasanya terjadi keadaan, mendengar apa yang diharapkan untuk didengar. Hal ini sering terjadi dan mengakibatkan apa yang dipesankan oleh pengirim tidak dapat ditangkap secara baik oleh si penerima

2. Menolak atau tidak memperhatikan hal-hal yang tidak bertentangan dengan pengetahuannya atau memang belum diketahuinya

3. Sering terjadi perbedaan persepsi antara si penerima dengan si pengirim, sebuah kata yang dimaksud oleh si pengirim sebagai A dapat ditangkap oleh si penerima sebagai B atau C

4. Sebuah kata yang sama dapat yang berbeda bagi kelompok orang lain 5. Sering pula terjadi tekanan suara yang salah, gerak anggota badan yang

tidak sesuai dengan isi pesan yang akan disampaikan

6. Pengaruh emosi juga sering mengganggu penangkapan seperti: marah, humor, menakutkan, menyenangkan, dan sebagainya

7. Gangguan fisik, misalnya volume suara yang sangat lemah. Atau terlalu kuat, kebisingan, kesepian atau terjadi kerusakan pada alat transmisinya sehingga suaranya terganggu.

Dapat dinyatakan bahwa hambatan komunikasi dapat menghambat proses

terjadinya knowledge sharing, karena ketika berkomunikasi pihak penerima

menolak hal-hal yang baru, terjadinya perbedaan persepsi, pengaruh emosi dan

gangguan fisik.

2.7 Penelitian yang Relevan

Penelitian berjudul Pengaruh Knowledge Sharing Terhadap Kinerja

Pustakawan pada BPAD Prov. Sumatera Utara ini menggunakan dua penelitian

lain yang memiliki keterkaitan dengan tema yang diangkat oleh peneliti sebagai

(38)

1. Peneliti pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Dita Hidayatunnisa

(2014) yang berjudul Pengaruh Knowledge sharing terhadap kinerja pegawai

pada PT Indonesia Power Pusat. Teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah menggunakan teknik analisis regresi linear sederhana dengan alat bantu

kuesioner. Dari hasil penelitian diketahui bahwa: 1. Knowledge sharing pada

PT Indonesia Power Pusat berada pada kategori tinggi yaitu 79%, 2. Kinerja

pegawai pada PT Indonesia Pusat berada pada kategori tinggi yaitu 83%, 3.

Pengaruh Knowledge sharing sebesar 13% untuk menjadi salah satu faktor

yang dapat meningkatkan kinerja pegawai diantara faktor-faktor lain yang

penulis tidak teliti.

2. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Hendri Rudiyanto (2012) yang berjudul

Pengaruh Knowledge Sharing Behavior Terhadap Kinerja Pegawai Staf

Administrasi PT Guna Layan Kuasa (Gulaku) Kantor Pusat Jakarta. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa : 1. Terdapat pengaruh yang positif dan

signifikan atas Knowledge sharing behavior terhadap kinerja pegawai Staf

Administrasi PT Guna Layan Kuasa (Gulaku) Kantor Pusat Jakarta. 2. Dapat

diketahui nilai R square adalah sebesar 0,12 . Hal ini menunjukkan bahwa

Knowledge sharing berpengaruh sebesar 12% terhadap kinerja pegawai Staf

Administrasi PT Guna Layan Kuasa (Gulaku) Kantor Pusat Jakarta. Sedangkan

sisanya sebesar 78 % diakibatkan oleh variabel lain yang tidak digunakan

Gambar

Gambar 2.1 Spiral Pengetahuan.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Serta 11 orang siswa belum menunjukkan indikator kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan sehingga mereka masuk dalam tingkat ke-0 (tidak kreatif). Setelah memberikan tes

Menurut (Depkes RI, 2009 dalam Pedoman P4K dengan Stiker) P4K merupakan kepanjangan dari Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi, yang

Berdasarkan rumusan masalah yang pertama yaitu sarana dan prasarana belajar pada mata pelajaran ekonomi kelas XI Ips di Sma Negeri 1 Sungai ambawang akan dibahas sebagai

the students’ listening comprehension by using dictogloss technique was improved.The students showed better result in the process of the students in determining general

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik universal precautions pada perawat dalam upaya pencegahan risiko

Pengolahan data yang akan digunakan adalah (a) untuk menjawab sub masalah 1 tentang keterampilan pemberian penguatan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Fokus masalah dalam penelitian ini adalah melihat bagaimana gambaran penerapan faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan anak Sekolah Dasar tentang safety