• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Terahadap Kesejahteraan Petani Di Desa Dipar Hataran Kecamatan Jorlanghataran Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Terahadap Kesejahteraan Petani Di Desa Dipar Hataran Kecamatan Jorlanghataran Kabupaten Simalungun"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik,

maupun sejumlah aspek kehidupan lainnya. Beberapa masalah yang belum dapat

diselesaikan oleh pemerintah adalah masalah kemiskinan dan pengangguran.

Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang sangat besar dalam bidang

pertanian karena kesuburan lahan dan sebagian besar masyarakatnya adalah petani.

Namun kenyataanya sebagian besar petani masih miskin dan memenuhi kebutuhan

sehari-hari saja mereka tidak mampu. Umumnya para petani miskin tersebut tinggal

di daerah pedesaan. Hal ini menjadikan bahwa daerah pedesaan masih menjadi pusat

kemiskinan baik dari infrastruktur maupun secara ekonomi, informasi dan

pendidikan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2009 jumlah penduduk

miskin di Indonesia tercatat 32,53 juta jiwa (14,15%), dimana 20,65 juta jiwa

penduduk miskin tersebut berada di daerah pedesaan dengan mata pencaharian

utama disektor pertanian. Pada umumnya petani di daerah pedesaan berada pada

skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Pada bulan

Maret 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin turun

menjadi 31,02 juta jiwa (13,33%). Pemerintah telah berhasil menurunkan angka

kemiskinan sebanyak 1,57 juta jiwa (0,82%), namun kemiskinan di daerah pedesaan

akan terus manjadi masalah pokok nasional sehingga penanggulangan kemiskinan

(2)

masyarakat. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan

pedesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada

pengurangan penduduk miskin

2013).

Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyatakan jumlah penduduk miskin

Indonesia per Maret 2013 mencapai 28,07 juta jiwa, turun 520 ribu dibandingkan

September 2012 yang tercatat 28,59 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin atau

penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di

Indonesia mencapai 28,07 juta jiwa (11,37%). Jumlah penduduk miskin di kawasan

perkotaan berkurang 180.000 atau dari 10,51 juta jiwa menjadi 10,33 juta jiwa.

Sedangkan di daerah pedesaan berkurang 350.000 dari 18,09 juta jiwa menjadi 17,74

juta jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk miskin sejak 2006 hanya mengalami

penurunan yaitu dari 36,1 juta jiwa (16,66%) menjadi 28,07 juta jiwa (11,37%) pada

Maret 2013

Penduduk miskin di Sumatera Utara pada Maret 2013 mencapai 1.339.200

jiwa (10,06%), angka ini berkurang sebanyak 39.200 jiwa bila dibandingkan dengan

jumlah penduduk miskin September 2012 yang berjumlah 1.378.400 jiwa (10,41%).

Selama periode September 2012 - Maret 2013, penduduk miskin di daerah pedesaan

berkurang 24.000 orang (dari 709.100 orang pada September 2012 menjadi 685.100

orang pada Maret 2013), sedangkan di daerah perkotaan berkurang 15.200 orang

(dari 669.300 orang pada September 2012 menjadi 654.100 orang pada Maret 2013).

Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2013 adalah 9,98%,

jumlah ini menurun dibanding September 2012 yaitu 10,28%. Begitu juga dengan

(3)

menjadi 10,13% pada Maret 2013. Pada Maret 2013 garis kemiskinan Sumatera

Utara secara total sebesar Rp 284.853 per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan,

garis kemiskinannya sebesar Rp 307.352, dan untuk daerah pedesaan sebesar Rp

263.061 per kapita per bulan. Pada periode September 2012 - Maret 2013, Indeks

Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan

kecenderungan menurun. P1 turun dari 1,82 pada September 2012 menjadi 1,54 pada

Maret 2013, dan P2 turun dari 0,50 pada September 2012 menjadi 0,37 pada Maret

2013. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin

cenderung semakin mendekati garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan

pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit

diakses pada tanggal 04 Juli 2013).

Dilihat dari sisi mata pencaharian penduduk desa, kemiskinan mayoritas

terjadi pada penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal

ini selaras dengan pernyataan Menteri pertanian yang menyatakan bahwa 70%

masyarakat miskin di Indonesia adalah petani. Namun hingga Maret 2011 kondisi

kehidupan para petani di Indonesia masih miskin. Dari sensus pertanian terakhir

tahun 2003, penduduk yang rentan miskin sebanyak 27 juta jiwa, jumlah tersebut

berasal dari petani gurem. Petani gurem ini mengolah tanah garapannya di bawah 0,5

hektar. Hasil proyeksi Serikat Petani Indonesia (SPI) pada tahun 2008 juga mencatat

jumlah petani gurem di Indonesia berjumlah 15,6 juta jiwa (55,1%). Kondisi petani

ini semakin memprihatinkan karena pertanian di Indonesia secara umum masih

subsiten, kepemilikan lahan yang sempit berdampak kepada pendapatan para petani

yang masih rendah. Disatu sisi petani tidak memiliki sertifikat yang biasa digunakan

sebagai agunan. Dengan kondisi ini menjadikan petani terjebak kepada tengkulak

(4)

kondisi tercekik namun itulah solusinya para petani bisa mendapatkan modalnya.

Dalam kondisi seperti ini pemerintah justru mengeluarkan kebijakan melalui

berbagai Undan-undang yang menyimpang dari UUD 1945 pasal 33 dan UUPA 5

tahun 1960. Sebagai contoh UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air yang

mengakibatkan privatisasi sumber air, UU No.18/2004 tentang perkebunan yang

mengakibatkan ratusan petani dikriminalkan, Perpres 36/2005 dan revisi Perpres

67/2006 tentang pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum dan UU

No.27/2007 tentang penanaman modal yang membenarkan pemodal menguasai

secara dominan disektor pertanian pangan dan perkebunan

2013).

Masalah yang paling mendasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah

masalah keterbatasan modal. Sebagian besar petani mengalami kekurangan modal

untuk pertanian dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada umumnya masalah

kemiskinan berhubungan erat dengan masalah pertanian di Indonesia. Sudah sejak

lama Pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan taraf hidup masyarakat petani.

Berbagai bentuk program telah diterapkan untuk membantu petani agar mampu

meningkatkan taraf hidupnya. Berbagai bentuk bantuan juga telah dilaksanakan

mulai dari subsidi pupuk, Kredit Usaha Tani (KUT), dan bantuan-bantuan lainnya.

Namun petani Indonesia masih berpendapatan rendah dan masih berfikir belum

mampu bergerak sendiri dalam melaksanakan usaha taninya.

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di

daerah pedesaan, Bapak Presiden RI pada tanggal 30 April 2007 di Palu, Sulawesi

Tengah, mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

(5)

program PNPM-Mandiri adalah program Pengembangan Usaha Agribisnis

Perdesaan (PUAP). Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)

merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani

pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Program ini

dilaksanakan pada tahun 2008 oleh Departemen Pertanian. Dalam pelaksanaan

program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Departemen

Pertanian, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis

Pedesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor:

545/Kpts/OT.160/9/2007. Menteri Pertanian juga membentuk Komite Pengarah,

Penyuluh Pendamping, dan Penyelia Mitra Tani (PMT). Komite Pengarah adalah

komite yang dibentuk oleh Pemerintahan Desa yang terdiri dari wakil tokoh

masyarakat, wakil dari kelompok tani. Penyuluh Pendamping adalah penyuluh

pertanian yang ditugaskan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk

mendampingi petani, kelompok tani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)

dalam pelaksanaan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Sedangkan

Penyelia Mitra Tani (PMT) adalah individu yang memiliki keahlian di bidang

keuangan mikro yang direkrut oleh Kementerian Pertanian untuk melakukan

supervisi dan advokasi kepada Penyuluh dan Pengelola Gabungan Kelompok Tani

(Gapoktan) dalam pengembangan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan

(PUAP).

Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) merupakan kelembagaan tani

pelaksana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) untuk

penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal

dalam pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP),

(6)

Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)

diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani

untuk mencapai tujuan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)

yaitu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja di daerah

pedesaan.

Sebagai wujud dari pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis

Perdesaan (PUAP) adalah Kabupaten Tanjab Timur. Berkat bantuan dana dari

program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) ini, anggota kelompok

tani dapat mengelola hasil pertanian secara maksimal, sehingga areal pertanian

bertambah, hasil produksi meningkat dan laju pertumbuhan ekonomi semakin

membaik. Sebagai contoh misalnya di Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)

Batanghari, desa Dendang, Kecamatan Dendang. Anggota kelompok tani di desa ini

mengembangkan budidaya tanaman holtikultura jenis kedele, cabe, dan sayur-mayur

lainnya. Sebelum mendapatkan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis

Pedesaan (PUAP) mereka hanya menggunakan modal sendiri dengan hasil produksi

yang pas-pasan. Namun setelah mendapatkan bantuan dana Pengembangan Usaha

Agribisnis Pedesaan (PUAP) hasil panen mereka menjadi meningkat

Program yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian ini diharapkan mampu

untuk meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia. Khususnya petani pedesaan

yang tergolong petani miskin. Program ini diharapkan mampu meringankan para

petani pedesaan dalam bertani. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya

bahwasanya tujuan dari progaram ini akan mampu untuk meningkatkan

(7)

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) sangat

bermanfaat Bagi usaha pertanian di Sumatera Utara. Sebagai contoh adalah

kabupaten Deli Serdang. Modal yang diberikan melalui Gabungan Kelompok Tani

(Gapoktan) itu dimanfaatkan untuk pembelian gabah padi, pupuk, pestisida, dan

obat-obatan. Deli Serdang merupakan sentra pertanian di Sumatera Utara yang

memiliki luas lahan pertanian 90,234 hektar atau 36,27% dari luas daerah Deli

Serdang yang tercatat 249.772 hektar. Pada tahun 2009 tercatat produksi padi

sebesar 391.623 ton, meningkat menjadi 442.645 ton, tahun 2011 meningkat lagi

menjadi 448.545 ton, kemudian pada tahun 2012 menjadi 446.947 ton. Seiring

peningkatan produksi padi yang terus meningkat, maka otomatis berpengaruh

signifikan terhadap produksi beras, di mana tahun 2009 mencapai 254.554 ton, tahun

2010 meningkat menjadi 287.719 ton dan tahun 2011 menjadi 291.554 ton,

sementara tahun 2012 sebesar 290.516 ton

Juni 2013).

Kabupaten Langkat juga mampu menunjukkan peningkatan pengelolaan

program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Dalam kurun waktu

tiga tahun, yaitu dimulai pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, ke 84

Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) penerima dana program Pengembangan

Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Langkat mampu mendapatkan laba sebesar

Rp 729 juta lebih. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) mampu mengelola dana

pokok yang disalurkan dari kegiatan program Pengembangan Usaha Agribisnis

Pedesaan (PUAP) tersebut dengan baik. Pada tahun 2008 lalu, pemerintah pusat

kemudian mengucurkan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan

(8)

dana pokok diterima secara global sebesar Rp 3,5 miliar. Masing-masing Gabungan

Kelompok Tani (Gapoktan) menerima dana sebesar Rp 100.000.000. Hingga akhir

Juli 2011, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut sudah memiliki modal

akhir Rp 3,7 miliar lebih. Hingga akhir Juni 2011, Gabungan Kelompok Tani

(Gapoktan) tersebut sudah mendapatkan laba sebesar Rp 267 juta lebih. Pada 2009

Langkat juga menerima bantuan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis

Pedesaan (PUAP) sebesar Rp 2,7 miliar, yang diperuntukkan kepada 27 Gapoktan

terpilih. Hingga akhir Juli 2011, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut

sudah memiliki modal akhir sebesar Rp 2,9 miliar lebih, atau tercatat hingga akhir

Juli 2011, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut mendapatkan laba sebesar

Rp 287 juta lebih. Pada 2010, 22 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Langkat

yang belum menerima dana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan

(PUAP), kembali menerima dana sebesar Rp 2,2 miliar. Tercatat hingga Juli 2011,

Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut sudah memiliki modal akhir Rp 2,3

miliar lebih, atau tercatat hingga akhir Juli 2011, Gapoktan tersebut mendapatkan

laba dari pengelolaan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) sebesar

Rp 174 juta lebih

Juli 2013)

Penelitian yang relevan tentang pengaruh program Pengembangan Usaha

Agribisnis Pedesaan (PUAP) ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Institut

Pertanian Bogor (IPB) pada Juni 2008. IPB meneliti Gapoktan Rukun Makmur yang

dibentuk oleh tim Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Kabupaten

Bogor. Anggota Gapoktan ini berjumlah 140 orang. Dari penelitian ini dihasilkan

bahwa produksi per hektar gabah kering panen sebelum adanya PUAP yang peroleh

(9)

panen (HGP) yang berlaku di petani adalah Rp.2.200 per kilogram, maka

penerimaan total yang didapat adalah sebesar Rp 9.198.200. Untuk produksi yang

diperoleh setelah adanya program PUAP yaitu 4.576 kilogram dengan rata-rata

penerimaan total sebesar Rp 10.067.200. Perubahan penerimaan ini dinilai positif

bagi pendapatan petani karena adanya peningkatan sebesarnya Rp 869.000.

Peningkatan hasil produksi ini tidak diikuti dengan peningkatan harga produksi

petani. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, adanya perubahan tinggi

rendahnya produksi dikarenakan hasil dari bimbingan penyuluhan yang memberikan

arahan tentang penggunaan dosis pupuk, cara penggunaan, dan waktu pelaksanaan.

Selain itu juga dikarenakan penggunaan pupuk organik. Dari gambaran hasil

peningkatan produksi telah menunjukkan manfaat adanya bantuan dari program

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) kepada petani.

Salah satu desa yang melaksanakan program Pengembangan Usaha

Agribisnis Pedesaan (PUAP) adalah desa Dipar Hataran, Kecamatan Jorlanghataran,

Kabupaten Silamulungun. Masyarakat di desa Dipar Hataran secara mayoritas

adalah petani dan sebagian kecil adalah buruh tani harian. Hampir seluruh wilayah

dari desa tersebut dijadikan perladangan dan persawahan oleh masyarakat setempat.

Sehubungan dengan pekerjaan masyarakat yang sebagian besar adalah petani dan

buruh tani harian, masyarakat di desa Dipar Hataran tergolong masyarakat yang

belum sejahtera (petani miskin).

Kemiskinan yang dialami oleh petani di desa Dipar Hataran diakibatkan oleh

kurangnya modal dan tenaga penyuluh pendamping dalam bertani. Kurangnya modal

mengakibatkan sebagian petani di desa Dipar Hataran meminjam modal untuk

bertani. Modal tersebut akan dilunasi setelah petani tersebut panen dengan bunga

(10)

juga memerlukan penyuluh pendamping dalam bertani untuk meningkatkan hasil

pertaniannya. Rendahnya produksi yang dialami petani desa Dipar Hataran

dikarenakan kurangnya bimbingan penyuluhan yang memberikan arahan tentang

penggunaan dosis pupuk, cara penggunaan, dan waktu pelaksanaan. Dana yang

diberikan pemerintah kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) desa Dipar

Hataran berjumlah Rp 100.000.000, ditambah dengan pemberian pupuk organik dan

pestisida lainnya yang semuanya dimanfaatkan dalam pertanian. Dana ini dicairkan

langsung melalui rekening ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Dengan

bantuan dana ini hasil panen Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) desa Dipar

Hataran meningkat, bahkan petani di desa tersebut sudah bisa mengembangkan

pertaniannya sendiri. Sebelumnya mereka terkendala bahan baku, namun dari dana

ini, kami tidak lagi terkendala bahan baku, karena hasil panen meningkat. Awalnya

kelompok tani menganggap bantuan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis

Pedesaan (PUAP) itu sebagai dana segar yang digelontorkan secara cuma-cuma oleh

pemerintah. Namuan setelah mendapat pembinaan secara kolektif dari tim teknis,

Gapoktan desa Dipar Hataran menyadari dan merasakan manfaatnya.

Pengelolaan bantuan yang diberikan pemerintah mampu meningkatkan

semangat para petani desa Dipar Hataran dalam proses pertanian. Menurut ketua

Gabungan Kelompok Tani desa Dipar Hataran, Hingga akhir Juni 2013, Gabungan

Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut telah mendapatkan berbagai keuntungan dari

pengelolaan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) ini.

Peran pemerintah dalam program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan

(PUAP) dapat terlihat dari peningkatan kesejahteraan masyarakat petani di desa

Dipar Hataran. Bantuan dana dan penyuluhan kepada Gabungan Kelompok Tani

(11)

memaksimalkan kinerja petani setempat untuk mengelola lahan yang dimilki dan

bantuan dana yang diberikan. Masyarakat desa Dipar Hataran menggunakan

kesempatan pada saat penyuluhan untuk mengetahui cara bertani yang lebih maju

dan lebih baik. Pengetahuan yang diperoleh melalui penyuluh pendaming akan

dimanfaatkan petani untuk meningkatkan pendapatannya.

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) yang dibuat

oleh pemerintah untuk mengatasi masalah serta mengurangi kemiskinan di

Indonesia. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang merupakan bentuk

pemberdayaan petani dari Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan

(PUAP) ini mampu meningkatkan hasil tani dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat petani di daerah pedesaan. Penulis tertarik untuk meneliti program

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Desa Dipar Hataran yang

hasilnya dituangkan dalam skripsi dengan judul: “ Pengaruh Program

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Terhadap Kesejahteraan Petani Di Desa Dipar Hataran Kecamatan Jorlanghataran Kabupaten Simalungun ”.

1.2 Perumusan Masalah

Suatu penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah. Dengan demikian

dalam penelitian perlu ditegaskan pokok masalah. Berdasarkan latar belakang

masalah penelitian yang telah diuraikan maka masalah penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut: “apakah ada pengaruh program Pengembangan Usaha

(12)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh dari

pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di desa

Dipar hataran Kecamatan Jorlanghataran Kabupaten Simalungun.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka:

a. Pengembangan konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) dan masalahnya

b. Pengembangan model pemberdayakan masyarakat petani miskin pedesaan

dan pemecahan masalah kemiskinan petani.

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun rencana dan hasil penelitian ini dituliskan sebagai laporan penelitian

menurut sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan teori – teori yang mendukung dalam penelitian ini,

kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian, tipe penelitian,

(13)

digunakan seta teknik pengumpulan data dan teknik analisis data

yang ditetapkan.

BAB IV : GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan deskripsi lokasi penelitian atau sejarah singkat dan

gambaran umum dari lokasi penelitian.

BAB IV : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan

analisisnya.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini memuat kesimpulan penelitian dan saran yang

direkomendasikan penulis berdasarkan kesimpulan penelitian yang

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 27 Nopember 2013, peneliti melakukan wawancara dengan 10 remaja putri yang sudah menstruasi dan

 Bumi,bulan & matahari berada dalam satu garis lurus.  Bulan menghalang cahaya matahari sampai ke bumi.  Sebahagian bumi mengalami gerhana penuh manakala. yang lain

Jenova, R., 2009, Uji Toksisitas Akut yang diukur dengan Penentuan LD 50 Ekstrak Herba Putri Malu (Mimosa pudica L.) terhadap Mencit BALB/C , Falkutas Kedokteran

melalui manajemen user account berbasis mikrotik DIAN ADE KURNIA, M.KOM. Senin, JAM 17.00

pada Perpres Nomor 54 Tahun 2010 an mengacu pada Keputusan Menteri ang Standart Pedoman Pengadaan Jasa Gugur yang meliputi Administrasi, kegiatan tersebut

Syifa,Dava,Elvin ) Kesya, Reyhan, ,Dava).. 15 Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi yang berhubungan dengan rancangan peningkatan anak

Kerja sama antar karyawan dalam perusahaan terjalin dengan solid dan teratur sehingga mampu mengerjakan pekerjaan sesuai dengan job description .Budaya organisasi yang

Ratio Setiap pemegang 6 saham lama berhak atas 1 HMETD, dimana setiap 1 HMETD memberikan hak untuk membeli 1 saham baru.. HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU (HMETD) PT INDOSPRING