BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Inflamasi adalah respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Lima ciri
khas dari inflamasi adalah kemerahan, panas, pembengkakan, nyeri dan hilangnya
fungsi (Kee dan Hayes, 1996).
Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung
meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature. Sementara ini banyak
orang beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat atau obat tradisional relatif
lebih aman dibandingkan obat sintesis. Agar penggunaannya optimal, perlu
diketahui informasi yang memadai tentang tanaman obat. Informasi yang
memadai akan membantu masyarakat lebih cermat untuk memilih dan
menggunakan suatu produk obat tradisional atau tumbuhan obat dalam upaya
kesehatan (Prayoga, 2008).
Siwak merupakan tumbuhan yang berasal dari Arab Saudi dan
negara-negara Afrika. Kayu siwak adalah kayu pembersih gigi alami yang digunakan
untuk melindungi gigi dan gusi yang banyak dijual selama musim haji. Kayu
siwak juga sering disebut sebagai miswak, stik pembersih gigi, atau araak
(Mutiadewi, 2004). Pada awalnya, siwak sendiri merupakan tanaman obat yang
digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Buah dan daunnya
digunakan sebagai obat reumatik topikal, dan penawar racun. Daunnya digunakan
sebagai tonik pada saluran cerna, diuretik, analgesik, antelmintik, antiinflamasi,
antipiretik, pengurang gejala asma dan batuk, serta penguat gigi. Daun siwak
memiliki rasa yang pahit, sehingga masyarakat luas lebih sering menggunakan
batangnya (Khatak, dkk., 2010).
Menurut Alali dan Al-Lafi (2003), siwak mengandung minyak atsiri dan
berbagai senyawa kimia lainnya antara lain, senyawa organik trimetilamin,
alkaloid (salvodorine), flavonoid, antraquinon, tanin, saponin, sterol, vitamin C
dan senyawa an-organik yaitu klorida, kalsium, sejumlah besar fluorida, silika dan
sulfur.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu siwak memiliki
kemampuan sebagai antibakteri (Amalia, 2013), efek yang baik terhadap
kesehatan gigi dan gingiva (Mutiadewi, 2004), dan antiinflamasi (Hoor, dkk.,
2014). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hoor, dkk., menyebutkan bahwa
ekstrak etanol kayu siwak memiliki aktivitas antiinflamasi yang baik pada dosis
500 dan 700 mg/kg bb. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk
menguji efek antiinflamasi dari ekstrak etanol kayu siwak (EEKS) terhadap tikus
putih yang diberikan secara oral, dan kemudian membandingkannya dengan obat
sintesis.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
a. apakah EEKS mempunyai efek antiinflamasi terhadap telapak kaki tikus
yang diinduksi λ-karagenan?
b. apakah EEKS mempunyai efek antiinflamasi yang sebanding dengan
natrium diklofenak?
1.3Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesisnya adalah:
a. EEKS mempunyai efek antiinflamasi terhadap telapak kaki tikus yang
diinduksi λ-karagenan.
b. EEKS mempunyai efek antiinflamasi yang sebanding dengan natrium
diklofenak.
1.4Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. efek antiinflamasi EEKS terhadap telapak kaki tikus yang diinduksi λ
-karagenan.
b. perbandingan efek antiinflamasi EEKS dengan natrium diklofenak.
1.5Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek
antiinflamasi dari EEKS terhadap telapak kaki tikus yang diinduksi λ-karagenan
sehingga menambah pengetahuan dan wawasan obat antiinflamasi alami yang
berasal dari tumbuhan.
1.6Kerangka Pikir Penelitian
Dalam penelitian ini yang disebut variabel bebas yaitu serbuk simplisia
kayu siwak, ekstrak etanol kayu siwak, kontrol positif (Natrium diklofenak),
kontrol negatif (Na CMC) dan variasi dosis ekstrak etanol kayu siwak, sedangkan
variabel terikat adalah karakteristik simplisia, skrining fitokimia, dan uji efek
antiinflamasi pada tikus (Gambar 1.1).
Variabel bebas Variabel terikat Parameter
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian Simplisia
Kayu Siwak
Ekstrak Etanol Kayu Siwak
1. Makroskopik 2. Mikroskopik 3. Kadar air
Kayu Siwak dosis 200 mg/kg bb, 400 mg/kg bb, 600 mg/kg bb