BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Sukun
Pada dasarnya sukun tergolong tanaman tropik sejati dengan tempat tumbuh terbaik di dataran rendah yang beriklim panas. Selain di dataran rendah, sukun juga tumbuh di berbagai tempat karena daya adaptasinya yang tinggi. Tanaman ini tumbuh baik di daerah basah, tetapi dapat juga tumbuh di daerah yang sangat kering asalkan ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup. Bahkan pada musim kemarau, sukun dapat tumbuh dan berbuah dengan lebat (Harmanto, 2012). 2.1.1 Sistematika tumbuhan
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Urticales Suku : Moraceae Marga : Artocarpus
Jenis : Artocarpus altilis (Depkes RI, 1997) 2.1.2 Nama daerah
2.1.3 Morfologi tumbuhan
Tumbuhan sukun memiliki tinggi 10-25 m, batang bulat, percabangan simpodial, bergetah, permukaan kasar dan berwarna coklat. Daunnya tunggal, berseling, ujung runcing, tepi bertoreh, panjang 50-70 cm, lebar 25-50 cm, pertulangan menyirip, tebal, permukaan kasar dan berwarna hijau. Bunga dari sukun berumah satu, bunga jantan silindris dengan panjang 10-20 cm berwarna kuning, bunga betina bulat dengan garis tengah 2-5 cm dan berwarna hijau. Buahnya semu majemuk, bulat dengan diameter 10-20 cm, berwarna hijau, mempunyai akar tunggang yang berwarna coklat (Depkes RI, 1997).
2.1.4 Kandungan kimia
Daun sukun mengandung golongan senyawa flavonoid, steroid, saponin dan tanin. Serta pada skrining fitokimia menunjukan adanya golongan senyawa flavonoid, tanin, saponin, steroid dan polifenol (Puspasari, dkk., 2014).
2.1.5 Khasiat tumbuhan
Umumnya, masyarakat menggunakan daun sukun untuk mengobati penyakit liver, hepatitis, sakit gigi, gatal-gatal, jantung, dan ginjal. Selain itu, daun sukun juga dapat digunakan sebagai ramuan obat obat gosok untuk kulit yang bengkak dengan cara membakarnya, kemudian abu hasil pembakaran dicampur minyak kelapa dan kunyit (Harmanto, 2012).
Daun tumbuhan sukun berkhasiat untuk mengobati penyakit seperti liver, ginjal, hipertensi, pembengkakan limpa dan gatal-gatal (Depkes RI, 1997).
2.2 Kulit
bagian kulit yang kelihatan dari luar yang disebut epidermis beratnya 0,05-0,5 kg (Putro, 1997).
Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja,1997).
2.2.1 Struktur kulit
Kulit terdiri dari tiga lapisan, berturut-turut mulai dari yang paling luar adalah sebagai berikut:
a. lapisan epidermis b. lapisan dermis
c. lapisan subkutan (Wasitaatmadja, 1997)
Gambar 2.1 Struktur anatomi kulit (Saurabh, dkk., 2014) 2.2.1.1Epidermis
a. Lapisan tanduk (stratum korneum), stratum korneum merupakan lapisan paling luar yang tersusun dari sel mati berkreatin dan memiliki sawar kulit pokok terhadap kehilangan air. Apabila kandungan air pada lapisan ini berkurang, maka kulit akan menjadi kering dan bersisik.
b. Lapisan lusidum (stratum lusidum), lapisan ini tersusun dari beberapa lapisan transparan dan di atasnya terdapat lapisan tanduk dan bertindak juga sebagai sawar, pada umumnya terdapat pada telapak tangan dan kaki.
c. Lapisan granulosum (stratum granulosum), lapisan ini terdiri dari 2 sampai 3 lapisan sel dan terletak di atas lapisan stratum spinosum dan berfungsi untuk menghasilkan protein dan ikatan kimia stratum korneum.
d. Lapisan spinosum (stratum spinosum), lapisan spinosum merupakan lapisan yang paling tebal dari epidermis. Sel diferensiasi utama stratum spinosum adalah keratinosit yang membentuk keratin.
e. Lapisan basal (stratum basale), lapisan basal merupakan bagian yang paling dalam dari epidermis dan tempat pembentukan lapisan baru yang menyusun epidermis. Lapisan ini terus membelah dan sel hasil pembelahan ini bergerak ke atas membentuk lapisan spinosum. Melanosit yang membentuk melanin untuk pigmentasi kulit terdapat dalam lapisan ini.
Pada lapisan epidermis terdapat (Mitsui, 1997):
a. Keratinosit, yang berfungsi untuk membentuk lapisan yang tahan terhadap zat kimia dan biologis.
b. Melanosit, yang berfungsi memproduksi melanin. Sel ini tersebar di antara sel basal di lapisan basal.
2.2.1.2Dermis
Lapisan dermis merupakan lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang sedang tumbuh (Anderson, 1996).
Dermis merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata 3-5 mm. Dermis terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin. Serabut kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia tanpa lemak. Pada dermis terdapat adneksa kulit, seperti folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono dan Latifah, 2007).
Kolagen adalah zat pengisi kulit yang membuat kulit menjadi kencang. Seiring bertambahnya usia, produksi kolagen semakin berkurang dan mengakibatkan kulit menjadi kering dan berkerut. Selain denga krim anti-aging, kolagen dapat dipacu produksinya dengan olahraga dan nutrisi yang baik (Sulastomo, 2013).
2.2.1.3Subkutan
Lapisan subkutan adalah lapisan yang terletak di bawah dermis dan mengandung sel-sel lemak yang dapat melindungi bagian dalam organ dari trauma mekanik dan juga sebagai pelindung tubuh terhadap udara dingin, serta sebagai pengaturan suhu tubuh (Prianto, 2014).
Lapisan subkutan terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposus, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan saluran getah bening. Tebal jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasi, di abdomen 3 cm, sedangkan di daerah kelopak mata dan penis sangat tipis. Lapis lemak ini juga berfungsi sebagai bantalan (Wasitaatmadja, 1997).
Lapisan ini terdiri atas jaringan konektif, pembuluh darah dan sel-sel penyimpanan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur lainnya. Jumlah lemak dalam lapisan ini akan meningkat bila makan berlebihan, sebaliknya bila tubuh memerlukan energi yang banyak maka lapisan ini akan memberikan energi dengan cara memecah simpanan lemaknya (Putro, 1997). 2.2.2 Fungsi kulit
Kulit memiliki berbagai fungsi bagi tubuh, diantaranya adalah: 1. Proteksi (pelindung)
Adalah kulit yang tampak kasar, kusam, kulit mudah bersisik, terasa kaku, id k
2. Thermoregulasi (menjaga keseimbangan temperatur tubuh)
Kulit akan menjaga suhu tubuh agar tetap optimal. Keringat yang keluar pada saat suhu udara panas berfungsi untuk mendinginkan tubuh. Keluarnya keringat adalah salah satu mekanisme tubuh untuk menjaga stabilitas temperatur.
3. Organ sekresi
Kulit juga berfungsi sebagai organ untuk melepaskan kelebihan air dan zat-zat lainnya, seperti NaCl, amonia, dan lain-lain.
4. Persepsi sensoris
Sebagai alat peraba, kulit akan bereaksi pada perbedaan suhu, sentuhan, rasa sakit, dan tekanan.
5. Absorpsi
Beberapa zat tertentu bisa diserap masuk ke dalam tubuh melalui kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).
2.2.3 Jenis-jenis kulit
Ditinjau dari sudut pandang perawatan, kulit terbagi atas lima bagian (Noormindhawati, 2013):
a. Kulit normal
Merupakan kulit ideal yang sehat, memiliki pH normal, kadar air dan kadar minyak seimbang, tekstur kulit kenyal, halus dan lembut, pori-pori kulit kecil. b. Kulit berminyak
tidak elastis, dan mudah berkeriput. d. Kulit kombinasi
Merupakan jenis kulit kombinasi yaitu antara kulit wajah kering dan berminyak. Pada area T cenderung berminyak, sedangkan pada derah pipi berkulit kering. e. Kulit sensitif
Adalah kulit yang memberikan respons secara berlebihan terhadap kondisi tertentu, misalnya suhu, cuaca, bahan kosmetik atau bahan kimia lainnya yang menyebabkan timbulnya gangguan kulit seperti kulit mudah menjadi iritasi, kulitmenjadi lebih tipis dan sangat sensitif.
2.3 Penuaan Dini
Proses penuaan berlangsung sejalan dengan kemunduran fungsi organ tubuh setelah masa kematangan tercapai. Akibat dari proses penuaan akan cepat tampak di kulit (Kusumadewi, 2002). Penuaan merupakan proses fisiologi yang tidak terhindarkan yang pasti dialami oleh setiap manusia. Proses ini bersifat ireversibel yang meliputi seluruh organ tubuh termasuk kulit. Kulit merupakan salah satu jaringan yang secara langsung akan memperlihatkan penuaan (Putro, 1997).
Proses penuaan kulit pada dasarnya ada dua macam, yaitu: 1. Penuaan kronologi (chonological aging )
Penuaan kronologi terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Proses ini terjadi karena adanya perubahan struktur, fungsi, dan metabolik kulit khususnya lapisan dermis dan epidermis seiring dengan bertambahnya usia. Perubahan ini ditandai oleh berkurangnya kelenjar minyak, kulit tampak kering, munculnya kerutan dan bintik-bintik hitam tanda penuaan.
2. Paparan cahaya (photoaging)
Photoaging terjadi karena berkurangnya kolagen dan serat elastis kulit akibat
paparan sinar ultraviolet. Kolagen adalah komposisi utama lapisan kulit dermis. Lapisan dermis merupakan lapisan kulit yang berperan untuk bertanggung jawab pada sifat elastisitas dan halusnya kulit. Kedua sifat ini merupakan kunci suatu kulit disebut indah dan awet muda. Apabila produksi kolagen menurun pada lapisan dermis kulit, maka kulit akan terlihat kering dan tidak elastis lagi (Muliyawan dan Suriana, 2013).
2.3.1 Penyebab penuaan dini
Banyak faktor yang ikut berpengaruh dalam proses penuaan dini, baik faktor intrinsik (dari dalam tubuh sendiri) maupun faktor ekstrinsik (lingkungan). Beberapa faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
2.3.1.1Faktor intrinsik (intrinsic factor)
1. Umur
Umur adalah faktor fisiologik yang menyebabkan kulit menjadi tua. Umur bertambah setiap hari dan secara perlahan tetapi pasti proses menua terjadi. 2. Ras
Berbagai ras manusia mempunyai perbedaan struktural dan faal tubuh dalam perannya terhadap lingkungan hidup sehingga mempunyai kemampuan berbeda dalam mempertahankan diri, misalnya dalam jumlah pigmen melanin pada kulit. Orang kulit putih lebih mudah terbakar sinar matahari daripada kulit berwarna sehingga pada kulit putih lebih mudah terjadi gejala-gejala kulit menua secara dini.
3. Genetik
Para ahli yakin bahwa faktor genetik juga berpengaruh terhadap proses penuaan dini. Faktor genetik menentukan kapan menurunnya proses metabolik dalam tubuh dan seberapa cepat proses menua itu berjalan.
4. Hormonal
Hormon tertentu dalam tubuh manusia mempunyai peran penting dalam proses pembentukan sel baru dan proses metabolik untuk mempertahankan kehidupan sel secara baik. Pada wanita yang menopause, penurunan produksi esterogen akan menurunkan elastisitas kulit. Hormon androgen dan progesteron meningkatkan proses pembelahan sel epidermis, waktu pergantian atau regenerasi sel, produksi kelenjar sebum, dan pembentukan melanin. Berkurangnya hormon-hormon tersebut akan menunjukkan gejala penuaan dini yang lebih jelas.
5. Faktor-faktor lain
2.3.1.2Faktor ekstrinsik (extrinsic factor)
Lingkungan hidup manusia yang tidak nyaman bagi kulit dapat berupa suhu, kelembaban, polusi, dan terutama sinar ultraviolet. Sinar matahari adalah faktor lingkungan terbesar yang dapat mempercepat proses penuaan dini karena sinar matahari dapat merusak serabut kolagen kulit dan matriks dermis sehingga kulit menjadi tidak elastis, kering, dan keriput atau sering disebut dengan photoaging. Kontak dengan bahan kimia tertentu dalam waktu yang cukup lama dapat mempercepat penuaan kulit, seperti pemakaian detergen dan pembersih yang mengandung alkohol berlebihan akan menghilangkan lemak pada permukaan kulit sehingga menyebabkan kekeringan pada kulit (Putro, 1997).
Beberapa gaya hidup juga memicu terbentuknya kerutan pada wajah, di antaranya adalah konsumsi alkohol yang berlebihan menyebabkan kulit terdehidrasi sehingga mempermudah munculnya kerutan. Posisi tidur yang salah juga berperan dalam terbentuknya kerutan. Kerutan di area pipi dan dagu pada umumnya muncul akibat posisi tidur yang menyamping sedangkan posisi tidur telungkup dapat menyebabkan terbentuknya kerutan di area dahi. Banyaknya frekuensi kedipan mata serta kebiasaan menyipitkan mata menyebabkan otot-otot di sekitar alis dan dahi bekerja lebih keras sehingga memperparah kerutan di area dahi (Setiabudi, 2014).
2.3.2 Tanda-tanda penuaan dini
Tanda-tanda penuaan kulit, antara lain:
2. Kulit menjadi tipis akibat berkurangnya kemampuan untuk membentuk sel baru di lapisan kulit.
3. Kulit terasa kasar, kusam dan bersisik akibat berkurangnya kemampuan kulit untuk melepaskan sel kulit lama untuk diganti sel kulit baru. Sehingga kulit mati menumpuk pada permukaan kulit.
4. Kulit menjadi kendor dan tidak elastis akibat menurunnya kemampuan serat kulit terutama kolagen, sehingga menimbulkan kerut dan gelambir.
5. Warna kulit berbercak-bercak akibat berkurangnya daya pigmentasi sel melanosit dan daya distribusi melanin ke seluruh lapisan kulit. Gangguan pigmentasi pada rambut menyebabkan terjadinya uban.
6. Terjadinya kelainan kulit, bila gangguan tersebut terjadi lebih banyak dan lebih jelas (Wasitaatmadja, 1997).
2.4 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah molekul atau atom yang sifat kimianya sangat tidak stabil. Senyawa ini memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan, sehingga senyawa ini cenderung reaktif menyerang molekul lain untuk mendapatkan elektron guna menstabilkan atom atau molekulnya sendiri. Serangan ini menyebabkan timbulnya senyawa abnormal yang memicu terjadinya reaksi berantai sehingga merusak sel dan jaringan-jaringan tubuh. Radikal bebas merupakan penyebab penuaan dini pada kulit, karena serangan radikal bebas pada jaringan dapat merusak asam lemak dan menghilangkan elastisitas, sehingga kulit menjadi kering dan keriput (Muliyawan dan Suriana, 2013).
adalah organ terbesar pada tubuh kita dan mempunyai peran penting, seperti penghalang fisik terhadap faktor mekanis, kimia, panas dan mikroba yang dapat mempengaruhi fisiologis tubuh (Lalitha dan Jayanthi, 2014).
2.5 Antioksidan
Antioksidan adalah salah satu senyawa yang dapat menetralkan dan meredam radikal bebas dan menghambat terjadinya oksidasi pada sel sehingga mengurangi terjadinya kerusakan sel, seperti penuaan dini (Hernani dan Raharjo, 2005).
Dalam mengatasi bahaya yang timbul akibat radikal bebas, tubuh mengembangkan mekanisme perlindungan untuk mencegah pembentukan radikal bebas dan peroksidasi lipid maupun memperbaiki kerusakan yang terjadi, termasuk pada kulit. Kulit secara alamiah menggunakan antioksidan untuk melindungi dari efek kerusakan dari sinar matahari. Sistem perlindungan ini terdiri dari antioksidan endogen yaitu enzim-enzim berbagai senyawa yang disintesis oleh tubuh dan antioksidan eksogen yang diperoleh dari bahan makanan seperti vitamin C, vitamin E, flavonoid dan lain sebagainya. Antioksidan bekerja melindungi kulit baik intraseluler maupun ekstraseluler (Deny, dkk., 2006).
Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik. Senyawa polifenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).
jaringan senyawa radikal bebas ini mengorbankan dirinya teroksidasi menstabilkan atom atau molekul radikal bebas, sehingga sel-sel pada jaringan kulit terhindar dari serangan radikal bebas. Oleh karena itu, produk-produk perawatan kulit selalu mengandung senyawa antioksidan sebagai salah satu bahan aktif. Termasuk produk-produk anti-aging, yang juga mengandalkan antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang menjadi salah satu faktor penyebab penuaan dini (Muliyawan dan Suriana, 2013).
2.6 Flavonoid
Senyawa flavonoid merupakan senyawa polifenol yang mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu 2 cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Markham, 1988). Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O-glikosida; pada senyawa tersebut satu gugus hidroksil flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula (atau lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosilasi menyebabkan flavonoid kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air (cairan); sifat terakhir ini memungkinkan penyimpanan flavonoid di dalam vakuola sel (Markham, 1988).
Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar yang larut dalam pelarut polar. Adanya gula yang terikat pada flavonoid (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air (Markham, 1988).
Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, yang dapat menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun nonenzim. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida, dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak (Robinson, 1995).
2.7 Anti-Aging
Anti berarti menahan atau melawan, sementara aging berarti umur/penuaan, maka apabila diartikan secara harfiahnya anti-aging adalah menahan atau melawan penuaan. Anti-aging adalah sebuah proses yang berguna untuk mencegah, memperlambat atau membalikkan efek penuaan agar dapat membantu siapa saja hidup lebih lama, lebih sehat dan lebih bahagia (Fauzi dan Nurmalina, 2012).
2.8 Krim
Menurut Farmakope Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Ditjen POM RI, 1995).
Krim dapat diformulasikan dalam 2 tipe yaitu tipe m/a emulsi minyak dalam air dan tipe a/m atau air dalam minyak. Kedua fase yang berbeda dalam krim distabilkan dengan penambahan surfaktan (Ansel, 1989). Krim tipe emulsi minyak dalam air lebih disukai konsumen karena tidak memberikan kesan lengket dan berminyak serta lebih mudah dibersihkan (Mishra, dkk., 2014).
2.9 Skin Analyzer
Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk
mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi yang dihubungkan melalui komputer untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit. Tambahan sensor kamera yang terpasang pada
skin analyzer menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).
Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer
Parameter Hasil
Moisture (Kadar air)
Dehidrasi Normal Hidrasi
0-29 30-50 51-100
Evenness (Kehalusan)
Halus Normal Kasar
0-31 32-51 52-100
Pore (Pori)
Kecil Beberapa besar Sangat besar
0-19 20-39 40-100
Spot (Noda)
Sedikit Beberapa noda Banyak noda
0-19 20-39 40-100
Wrinkle (Kerutan)
Tidak berkeriput Berkeriput Banyak keriput
0-19 20-52 53-100