• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Iklim (Temperatur, Kelembaban, Curah Hujan, Hari Hujan dan Kecepatan Angin) dengan Kejadia Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Iklim (Temperatur, Kelembaban, Curah Hujan, Hari Hujan dan Kecepatan Angin) dengan Kejadia Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Menurut Soedarto (2009), malaria merupakan salah satu penyakit infeksi menular yang masih banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis atau subtropis yang terletak antara 40° Lintang Selatan dan 60° Lintang Utara. Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia dan endemik di 92 negara dengan 41% penduduk dunia berada dalam keadaan risiko. Kelompok potensial terjadinya penyebaran malaria di Sepuluh Negara yaitu: India, Afghanistan, Sri Lanka, Thailand, Afrika, Kamboja, Cina, Filipina, Amerika Indonesia.

Berdasarkan WHO (2008), di dunia terdapat 243 juta kasus malaria dengan 863.000 kematian dan 85% kematian terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun. Transmisi malaria yang tinggi dijumpai di daerah pinggiran hutan di Amerika Selatan (Brasil), Asia Tenggara (Thailand dan Indonesia) dan di seluruh Sub-Sahara Afrika. Menurut WHO (2008), malaria menyebabkan 2.414 kematian setiap hari di dunia, dengan lebih dari 90% kematian terjadi di Sub-Sahara Afrika. Annual Parasite Incidence (API) malaria tertinggi dilaporkan dari Timor Leste

(2)

Data WHO (2012), terdapat 207 juta kasus malaria dimana kira-kira terdapat 627000 kasus meninggal. Diperkirakan 3.4 milliar orang beresiko terkena penyakit malaria, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar 80% kasus malaria terdapat di Afrika.

Di Indonesia kasus malaria juga tersebar luas di berbagai daerah yang ada di Indonesia, karena iklim tropis dan subtropis menjadikan beberapa wilayah di Indoensia merupakan endemis malaria. Menurut WHO (2008), API (Annual Parasite Incidence) Indonesia selama tahun 2008 sebesar 3,82‰ atau mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2007 sebesar 3,10‰.

Berdasarkan Ditjen PP dan PL Depkes RI (2009), KLB dilaporkan terjadi di Pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten), Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, NAD, Sumatera Barat, dan Lampung dengan jumlah penderita 1.869 dan meninggal 11 orang Case Fatality Rate (CFR 0,58%). Angka Kematian (CFR) penderita yang disebabkan malaria untuk semua kelompok umur menurun drastis dari tahun 2004 ke tahun 2006 (dari 10,61% menjadi 1,34%). Namun dari tahun 2006 sampai tahun 2009 CFR cenderung hingga lebih dari dua kali lipat (Depkes RI 2009).

Menurut Ditjen PP dan PL Kepmenkes RI tahun 2012, Annual Parasite Insidence (API) Nasional tahun 2011 adalah 1,75‰. Provinsi dengan API

tertinggi adalah Papua Barat 32,25‰, Papua 23,34‰ dan NTT 14,75‰. Masih

terdapat 11 Provinsi lagi dengan angka API diatas angka nasional seperti Maluku

(3)

Maluku Utara 2,37‰, Kalimantan Selatan 2,29‰, Bangka Belitung 2,28‰,

Kalimantan Barat 1,91‰, dan Gorontalo 1,90‰ (Kepmenkes RI, 2012).

Berdasarkan Riset Kesehatan dasar (Riskesdas, 2013), Insiden Malaria pada penduduk Indonesia tahun 2013 adalah 1,9 persen menurun dibanding tahun 2007 (2,9%), tetapi di Papua Barat mengalami peningkatan tajam jumlah penderita malaria yaitu Prevalensi malaria tahun 2013 adalah 6,0 persen. Lima provinsi dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Papua (9,8% dan 28,6%), Nusa Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%), Papua Barat (6,7% dan 19,4%), Sulawesi Tengah (5,1% dan 12,5%), dan Maluku (3,8% dan 10,7%). Dari 33 provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria di atas angka nasional, sebagian besar berada di Indonesia Timur. Di kawasan lain angka malaria dilaporkan masih cukup tinggi antara lain di Propinsi Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Bengkulu dan Riau.

Menurut Achmadi (2014), banyak faktor yang berkontribusi terhadap kejadian penyakit. Timbulnya penyakit pada masyarakat tertentu pada dasarnya merupakan hasil interaksi antara penduduk setempat dengan berbagai komponen di lingkungannya. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat berinteraksi dengan pangan, air, udara serta serangga. Apabila berbagai komponen lingkungan tersebut mengandung bahan berbahaya seperti bahan beracun ataupun bahan mikroba yang memiliki potensi timbulnya penyakit, maka manusia akan jatuh sakit dan menurunkan kualitas sumber daya manusia.

(4)

malaria, sedangkan kelembaban udara memiliki hubungan yang bermakna dengan kepadatan nyamuk Anopheles per orang per malam (MBR), dan terdapat hubungan yang bermakana antara curah hujan dengan kepadatan Nyamuk Anopheles MBR. Semakin tinggi kepadatan nyamuk Anopheles maka semakin besar kasus malaria pada bulan berikutnya.

Menurut Penelitian Suwito, dkk (2010) yang mengutip pendapat Sukowati, di Indonesia faktor iklim berpengaruh signifikan terhadap risiko penularan penyakit yang ditularkan oleh vektor seperti demam berdarah dan malaria. Menurut Martens yang dikutip oleh Suwito, dkk (2010), Model matematis menunjukkan bahwa peningkatan suhu global 3 oC menjelang tahun 2100 dapat meningkatkan penyakit malaria 50-80 juta per tahun.

Di Sumatera Utara penyakit malaria juga banyak ditemukan dibeberapa daerah diantaranya yang tertinggi (API) di Mandailing Natal (6,88‰), Kaputaten

Gunung Sitoli (3,38‰), Kabupaten Batubara (2,97‰) serta Kabupaten Asahan (1,40‰). Dan terdapat 13 Kabupaten dengan API dibawah 1 salah satunya adalah

Tapanuli Tengah (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2015).

(5)

adalah Anopheles aconitus, dan Anopheles maculatus (Tapanuli Tengah dalam Angka, 2015).

Beberapa Kecamatan yang kasus malarianya tinggi di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah Kecamatan Pinang Sori, Manduamas, Pariaha, Kecamatan Pandan. Pada tahun 2013 jumlah kasus di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah sebesar 3.769 kasus malaria klinis, sedangkan pada tahun 2014 jumlah kasus sebesar 7.068 kasus, dari tahun 2013 ke tahun 2014 terjadi peningkatan kasus sebesar 53,3%. Kasus tertinggi di tahun 2013 terjadi pada bulan Nopember yaitu 251 kasus, sedangkan kasus malaria terendah terjadi pada bulan September yaitu 7 kasus. Kasus tertinggi pada tahun 2014 terjadi pada bulan Juni yaitu 524 kasus, sedangkan kasus terendah terjadi pada bulan Oktober yaitu 180 kasus (Laporan Bulanan Penemuan dan Pengobatan Malaria Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013,2014).

Dengan demikian perubahan iklim khususnya kelembaban, curah hujan, jumlah hari hujan, kecepatan angin dan temperatur perlu untuk diteliti terhadap peningkatan kasus penyakit malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah guna mencegah dan mengendalikan terjadinya peningkatan kasus dan persebaran kasus malaria.

(6)

1.2Rumusan Masalah

Tingginya kasus Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai salah satu Kabupaten yang tinggi kasus malaria bila dibandingkan dengan Kabupaten lain di Sumatera Utara karena adanya pengaruh iklim yang berubah-ubah. Hal inilah yang menjadi kontribusi bagi penulis untuk melakukan penelitian di Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara sehingga dapat dibuat suatu perumusan masalah yaitu belum diketahuinya hubungan perubahan Iklim (temperatur, kelembaban, curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin) dengan kejadian penyakit malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan perubahan Iklim (temperature, kelembaban, curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin) dengan kejadian penyakit malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Natal Tahun 2010-2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran kasus malaria, temperatur, kelembaban, curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin di Kabupaten Tapanuli Tengah perbulan selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2010-2014.

(7)

3. Diketahuinya hubungan temperatur, kelembaban, curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin dengan kejadian malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah perbulan selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2010-2014.

4. Diketahuinya hubungan temperatur, kelembaban, curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin dengan kejadian kasus malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah pertahun selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2010-2014.

1.4Hipotesis

1.4.1 Hipotesis Mayor

Ada hubungan temperatur, kelembaban, curah hujan, jumlah hari hujan, dan kecepatan angin dengan kejadian malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 2010- 2014.

1.4.2 Hipotesis Minor

1. Ada hubungan temperatur udara dengan kejadian malaria perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 2010-2014.

2. Ada hubungan kelembaban udara dengan kejadian malaria perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 2010-2014.

(8)

4. Ada hubungan jumlah hari hujan dengan kejadian malaria perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 2010-2014.

5. Ada hubungan kecepatan angin dengan kejadian malaria perbulan di Kabupaten Tapanuli Tengah selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 2010-2014.

6. Ada hubungan temperatur udara dengan kejadian malaria pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 2010-2014.

7. Ada hubungan kelembaban udara dengan kejadian malaria pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 2010-2014.

8. Ada hubungan curah hujan dengan kejadian malaria pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 2010-2014.

9. Ada hubungan hari hujan dengan kejadian malaria pertahun di Kabupaten Tapanuli Tengah selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 2010-2014.

(9)

1.5Manfaat Penelitian

1. Berguna bagi Kantor Pusat Penanggulangan malaria Kabupaten Tapanuli Tengah dalam melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kasus malaria.

2. Berguna bagi Pemerintah sebagai bahan referensi pembuatan peraturan perundang-undangan dalam mengatasi dan mencegah persebaran penyakit malaria.

3. Manfaat bagi penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam kegiatan penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

1) Terdapat pengaruh antara motivasi terhadap kinerja karyawan dengan presentase sebesar 13,1%, sedangkan sisanya sebesar 86,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang

[r]

(1) Bagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal.. 55 huruf c merupakan unit pelayanan

Ekspor nonmigas bulan Januari 2017 terjadi pada beberapa golongan barang, nilai terbesar adalah golongan lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$144,54 juta diikuti golongan karet

Wakil direktur dan kepala pusat penelitian, pengabdian kepada. masyarakat, dan penjaminan mutu wajib

 Ekonomi Sumatera Barat triwulan IV-2016 bila dibandingkan triwulan IV-2015 ( y-on-y ) tumbuh sebesar 4,86 persen melambat bila dibandingkan periode yang sama

Subbagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75. huruf b mempunyai tugas melakukan

 Nilai ITK di Sumatera Barat pada triwulan I - 2017 diperkirakan sebesar 101,38 artinya kondisi ekonomi akan mengalami peningkatan dengan tingkat optimisme konsumen menurun