1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekam padi merupakan salah satu residu dari pengolahan padi yang perlu ditangani lebih lanjut atau dilakukan pemanfaatan ulang. Komposisi kimiawi sekam paling besar adalah karbon organik, yaitu 45%-50%. Komposisi karbon organik yang tinggi mengindikasikan bahwa banyaknya kandungan selulosa sekam. Sekam padi merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa seperti biomassa lainnya dan juga mengandung silika yang tinggi. Kandungan kimia sekam padi terdiri atas 45%-50% selulosa, 25%-30% lignin, dan 15%-20% silika (Prabawati, 2008).
Selulosa merupakan bahan organik yang melimpah, penggunaan polimer ini sebagai bahan dasar kimia dimulai sejak 150 tahun yang lalu, dengan penemuan turunan selulosa yang pertama. Selulosa dihasilkan dari alam yang bergabung dengan lignin dan hemiselulosa, sehingga perlu dihilangkan dengan menggabungkan transformasi dan pemecahan secara kimia, dan meningkatkan komponen selulosa dalam bentuk padatan (Halim, 1999).
Selulosa adalah komponen utama penyusun dinding sel. Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan glukosa yang terikat dengan ikatan β-1,4 glikosidik dengan rumus (C6H10O5)n, dengan n adalah derajat
polimerisasinya. Struktur kimia ini yang membuat selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut, sehingga tidak mudah didegradasi secara kimia/mekanis. Molekul glukosa disambung menjadi molekul besar, panjang dan berbentuk rantai dalam suatu susunan menjadi selulosa. Semakin panjang suatu rangkaian selulosa,
2
maka rangkaian selulosa tersebut memiliki serat yang lebih kuat (Setyawan, 2010).
Molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan memiliki kecenderungan kuat untuk membentuk ikatan hidrogen intramolekul dan intermolekul. Ketersediaan selulosa dalam jumlah besar akan membentuk serat yang kuat, tidak larut dalam air, tidak larut dalam pelarut organik, dan berwarna putih (Fengel dan Wagener, 1995).
Carboxymethyl cellulose (CMC) merupakan turunan selulosa yang paling
banyak digunakan pada berbagai industri, seperti industri makanan, farmasi, detergen, tekstil dan produk kosmetik sebagai pengental, penstabil emulsi atau suspensi dan bahan pengikat (Habibi, dkk, 2010).CMC merupakan suatu derivat selulosa yang dapat larut dalam air, baik panas maupun dingin. Purvitasari (2004) menambahkan bahwa CMC merupakan koloid hidrofilik yang efektif untuk mengikat air sehingga memberikan tekstur yang seragam, meningkatkan kekentalan, dan cenderung membatasi pengembangan. CMC dibuat dari selulosa yang direaksikan dengan larutan NaOH, kemudian selulosa alkalis tersebut direaksikan dengan sodium monokloroasetat (Glicksman, 2000).
Karboksimetil selulosa telah banyak digunakan dan bahkan memiliki peranan yang penting dalam berbagai aplikasi seperti pada bidang pangan, kimia, perminyakan, pembuatan kertas, tekstil, dan bangunan. Khusus dibidang pangan, CMC dimanfaatkan sebagai stabilizer, thickener, adhesive, dan emulsifier. CMC pada berbagai industri seperti: detergen, cat, keramik, tekstil, kertas dan makanan. Fungsi CMCpada bidang formulasi adalah sebagai pengental, penstabil emulsi atau suspensi dan bahan pengikat. Jenis CMC yang berada dipasaran ada beberapa
3
jenis yaitu jenis teknis, murni dan untuk makanan atau farmasi (Arum, dkk., 2005).
Natrium CMC dalam bidang teknologi formulasi digunakan dalam sediaan oral dan topikal. Larutan kental digunakan untuk mensuspensikan serbuk untuk aplikasi topikal, oral dan parenteral. Natrium CMC dapat juga digunakan sebagai bahan pengikat danbahanpenghancur tablet dan juga penstabil emulsi (Rowe, dkk., 2003).
Proses pembuatan natrium CMC melalui dua tahap reaksi, pertama reaksi alkalisasi dan kedua reaksi eterifikasi. Pada reaksi tahap pertama, yaitu alkalisasi merupakan reaksi antara selulosa dengan larutan soda (basa) menjadi alkali selulosa, selulosa bersifat larut dalam larutan soda. Sedangkan tahap kedua, yaitu eterifikasi merupakan reaksi antara alkali selulosa dengan senyawa natrium kloro asetat menjadi natrium karboksi metil selulosa (Natrium CMC) yang membentuk larutan kental (Linda, 2012).
Penelitian pembuatan carboxymethylcellulosedari selulosa telah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan bahandari beberapa jenis tanaman, yaitu selulosa dari eceng gondok (Pitaloka, dkk, 2015), selulosa dari tongkol jagung manis (Melisa, dkk, 2014), selulosa dari alang-alang (Prabawati, 2008).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti pemanfaatan α-selulosa dari sekam padi (Oryza sativa L.) sebagai bahan baku
pembuatan Natrium CMC.
4 1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
a. Apakah natrium karboksimetil selulosa dapat dibuat dari sekam padi ?
b. Apakah natrium karboksimetil selulosa dari sekam padi mempunyai karakteristik yang sama bila dibandingkan dengan natrium karboksimetil selulosa komersial ?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka hipotesis penelitian pada penelitian ini adalah:
a. Natrium karboksimetil selulosa dapat dibuat dari sekam padi.
b. Natrium karboksimetil selulosa dari sekam padimempunyai karakteristik yang sama dengan natrium karboksimetil selulosa komersial.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a. Membuat natrium karboksimetilasi selulosa dari sekam padi.
b. Membandingkan karakteristiknatrium karboksimetil selulosa sekam padi dengan natrium karboksimetil selulosa komersial.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pemanfaatan sekam padi sebagai bahan dasar dalam pembuatan carboxymethylcelluloseyang akan menambah nilai ekonomis dari sekam padi.