• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gugatan Pembatalan Merek Dagang Terkenal yang Telah Kadaluarsa Jangka Waktunya Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gugatan Pembatalan Merek Dagang Terkenal yang Telah Kadaluarsa Jangka Waktunya Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERLINDUNGAN HAK MEREK DI INDONESIA

A. Kedudukan Hak Merek dalam Hukum Kebendaan

Hak merek merupakan bagian dari Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI).

Hak kekayaan intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang

bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio

manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda immateril. Benda tidak

berwujud,21

Merek adalah tanda yang berupa gambar nama, kata,

hurufhuruf,angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur unsur tersebut yang namun sebelum membahas mengenai kedudukan hak merek dalam

hukum kebendaan di Indonesia, terlebih dahulu haruslah dipahami mengenai

ruang lingkup dari hak merek. Di mana pembahasan mengenai ruang lingkup hak

merek ini, penulis akan membahas mengenai pengertian hak merek, jenis-jenis

hak merek, serta fungsi dari hak merek.

1. Pengertian Hak Merek

Sebelum menelusuri tentang merek lebih jauh, maka terlebih dahulu

dipahami tentang pengertian merek, agar dapat berpedoman pada pengertian yang

sama dalam melakukan pembahasan, guna memperoleh hasil atau paling tidak

mendekati sasaran yang hendak dicapai. Dalam Pasal 1 angka 1 UU Merek 2001

Tentang Merek diberikan pengertian atau batasan tentang merek sebagai berikut :

21

(2)

memiliki daya pembedaan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang

atau jasa.

Selain dari pengertian merek menurut Undang-undang merek tersebut

diatas, beberapa sarjana ada juga memberikan pendapatnya tentang merek, yaitu :

a. H.M.N. Purwo Sutjipto, "Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu

benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain

yang sejenis".22

b. Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Vollmar, "Suatu merek pabrik atau

merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau

di atas bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan

barang-barang yang sejenis lainnya".23

c. K. Soekardono, "Merek adalah sebuah tanda (Jawa: ciri atau tengger)

dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga

dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam

perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau

diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain".24

d. Essel R. Dillavou, Sarjana Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh

Pratasius Daritan, merumuskan dan memberi komentar bahwa:

No complete, definition can be given/or a trade mark generally it is any sign, symbol mark, work or arrangement of words in the form of a label adopted and used by a manufacturer of distributor to designate his particular goods, and which no other person has the legal right to use it,

22

H.M N. Purwo Sutjipto, Pengertian Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia(Djambatan,1983), hlm. 82.

23

Mr. Tirtaamidjaya, Pokok-Pokok Hukum Perniagaan (Djambatan,1962), hlm. 80. 24

(3)

Originally, the sign or trade mark, indicated origin, but to day it is used more as an advertising mechanism.25

e. Iur Soeryatin, "Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang

yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu, barang

yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai: tanda asal,

nama, jaminan terhadap mutunya." Terjemahan bebas :

(Tidak ada definisi yang lengkap yang dapat diberikan untuk suatu merek dagang, secara umum adalah suatu lambang, simbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata di dalam bentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh seseorang pengusaha atau distributor untuk menandakan barang-barang khususnya, dan tidak ada orang lain mempunyai hak sah untuk memakainya desain atau trade mark menunjukkan keaslian tetapi sekarang itu dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan)

26

f. Poerwadaminta, memberikan arti merek sebagai;

1) Cap (tanda) yang menyatakan nama dan sebagainya, misalnya : pisau

ini tidak ada mereknya, merek took, merek obat nyamuk.

2) Keunggulan, kegagalan, kualitas, misalnya, jatuh (turun) merek,

mendapat nama buruk, sudah tidak gagah (megah) lagi, bermerek,

bercap, bertanda dan sebagainya.27

7. A.B. Loebis, Merek adalah nama atau tanda yang dengan sengaja digunakan

untuk menandakan hasil/barang suatu perusahaan/perniagaan dari

seseorang/badan dari pada barang perniagaan sejenis milik orang/badan lain.28

25

Pratasius Daritan, Hukum Merek dan Persengketaan Merek di Indonesia, Skripsi, Tidak Dipublikasikan, hlm. 7.

26

Suryatin, Hukum Dagang I dan II (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), hlm. 84. 27

Poerwadaminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1974), hlm. 647.

28

(4)

8. Suryodiningrat, Barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dengan

dibungkus dan pada bungkusya itu dibubuhi tanda tulisan dan/atau perkataan

untuk membedakannya dari barang-barang sejenis hasil pabrik pengusaha lain.

Tanda itu disebut merek perusahaan.29

Menurut Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, merek merupakan alat

untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh sesuatu perusahaan.

Pengertian itu menekankan pada fungsi merek untuk membedakan antara barang

dan jasa yang sejenis. Mengenai daya pembeda menurut Sudargo Gautama

memberikan ilustrasi bahwa suatu merek harus dapat memberikan penentuan atau

individuali sering barang yang bersangkutan, sehingga pihak ketiga dapat

membedakan merek yang satu dengan merek yang lain.30

Any sign, or any combination of sign, capable of distinguishing the goods or services of one undertaking from those of undertaking, shall be capable of constituting a trademark. Such signs, in particular words, including personal names, letters, numerals, figurative elements and combinations of colours as well any combination of such signs, shall be eligible for registration as trademarks.

Dalam Pasal 15 TRIPs dikatakan bahwa yang disebut suatu merek adalah:

31

Pengertian merek yang terdapat dalam persetujuan TRIPs tersebut pada

umumnya telah dipakai oleh beberapa negara dalam berbagai

peraturan-perundangan di bidang merek, seperti yang terdapat dalam undang-undang merek

Australia yang termuat dalam Trade Marks Act 1955 yang kemudian pada tahun

1995 diganti dengan Trade Marks Act 1995. Demikian juga yang terdapat dalam

29

Suryodiningrat, RM, Pengantar Ilmu Hukum Merek(Jakarta:PradnyaParamitha, 1975), hlm. 30.

30

Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia(Bandung: Alumni, 1977), hlm. 34. 31

Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Pembaharuan Hukum

(5)

Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek yang kemudian diubah dan

disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997.

Pasal 6 ayat 1 Trade Mark Act 1955 Australia pada intinya menyatakan :

A mark used or proposed to be used in relation to goods or services for the purpose of indicating, or so as to indicate, a connection in the course of trade between the goodsor services and a person who has the right, either as proprietor or as registered user to use the mark, whether with or without an indication of the identity of that person.32

A sign used, or intended to be used, to distinguish goods or services dealth

with or provided in the course I of trade by a person from goods or

services so dealth with or provided by any other person.

Tidak jauh dari pengertian itu, dalam Pasal 17 Trade Marks Act 1995

Australia mengenai merek diberikan pengertian sebagai berikut:

33

a. merupakan suatu tanda;

Mengenai beberapa rumusan pengertian merek di atas, maka ada beberapa

unsur yang harus dipenuhi untuk suatu merek. Unsur itu adalah :

b. mempunyai daya pembeda;

c. digunakan dalam perdagangan;

d. digunakan pada barang atau jasa yang sejenis.

Terhadap pendapat-pendapat sarjana tersebut, maupun dari peraturan

merek itu sendiri, secara umum penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa yang

diartikan dengan perkataan merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan

barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan

seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang atau

32

Mc Keough and Steward, Intellectual Property in Australia(Butterworths, Melbourne,1991), hlm. 331.

33

(6)

jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda

maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan

perdagangan barang atau jasa.34

Sesuai dengan apa yang tercantum dalam UU Merek 2001 maka jenis-jenis

merek yaitu merek dagang dan merek jasa. Pasal 1 butir 4 ada menyebutkan

tentang merek kolektif. Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat

dikatakan sebagai jenis merek yang baru oleh karena merek kolektif ini

sebenarnya juga terdiri dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini 2. Jenis merek

Undang-Undang Merek Tahun 2001 ada mengatur tentang jenis-jenis

merek, yaitu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 dan 3

Undang-UU Merek 2001.

Pasal 1 butir 2 UU Merek 2001, mengatakan :

“Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama

atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis

lainnya.”

Pasal 1 butir 3 UU Merek Tahun 2001, menyatakan :

“Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan

oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan

hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.”

34

(7)

pemakaiannya digunakan secara kolektif. Pengklasifikasian merek semacam ini

kelihatannya diambil alih dari Konvensi Paris yang dimuat dalam Pasal 6 sexies.35

a. Kelas 35 : Advertising and Business

Sebenarnya pengakuan terhadap merek jasa belum begitu lama.

Perkembangan yang ditandai dari Konvensi Nice atau dikenal dengan The Nice

Convention of the International Classification of Good and Service for the

Purposes of the Registration of Mark (1957). Mulai dari Konvensi Nice, maka

pengakuan untuk pendaftaran merek jasa kemudian berkembang di beberapa

Negara lainnya. Di Indonesia, pendaftaran merek jasa baru dapat dilakukan mulai

tahun 1992, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang

Merek.

Semua negara yang mengatur adanya pendaftaran untuk merek jasa, pada

dasarnya akan melandaskan daripada klasifikasi jasa yang ditetapkan dalam

Konvensi Nice, terdiri sebanyak 8 kelas yang meliputi;

b. Kelas 36 : Insurance and Financial

c. Kelas 37 : Construction and Repair

d. Kelas 38 : Communication

e. Kelas 39 : Transportation and Storage

f. Kelas 40 : Material Treatment

g. Kelas 41 : Educational and Entertainment

h. Kelas 42 : Miscellaneous.36

35Ibid.,

hlm.346. 36

(8)

Berbeda deng

dipercaya menjadi motif pendorong

merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produk (kemasannya), melainkan

juga merek termasuk yang ada di dalam hati konsumen dan bagaimana konsumen

mengasosiasikannya.

R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis, yaitu :

a. Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja. Misalnya : Good Year,

Dunlop, sebagai merek untuk ban mobil dan ban sepeda.

b. Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak

pernah, setidak-tidaknya jarang sekali dipergunakan.

c. Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan.

Misalnya : rokok putih merek “Escort” yang terdiri dari lukisan

iring-iringan kapal laut dengan tulisan dibawahnya “Escort”;

Teh wangi merek “Pendawa” yang terdiri dari lukisan wayang kulit

pendawa dengan perkataan dibawahnya “Pendawa Lima”.37

a. Cara yang oleh siapa pun mudah dapat dilihat (beel mark)

Soekardono mengemukakan pendapatnya bahwa, tentang bentuk atau

wujud dari merek itu undang-undang tidak memerintahkan apa-apa, melainkan

harus berdaya pembeda, yang diwujudkan dengan :

b. Merek dengan perkataan (word mark)

c. Kombinasi dari merek atas penglihatan dan merek perkataan.38

37

R.M Suryodiningrat, Aneka Milik Perindustrian, Edisi pertama(Bandung: Tarsito, 1981), hlm.15.

38

(9)

Di samping jenis merek sebagaimana ditentukan diatas ada juga

pengklasifikasian lain yang didasarkan kepada bentuk atau wujudnya. Bentuk dan

wujud itu menurut Suryatin dimaksudkan untuk membedakannya dari barang

sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka terdapat

beberapa jenis merek yaitu :

a. Merek lukisan (beel mark)

b. Merek kata (word mark)

c. Merek bentuk (form mark)

d. Merek bunyi-bunyian (klank mark)

e. Merek judul (title mark)

Suryatin berpendapat bahwa jenis merek yang paling baik untuk Indonesia

adalah merek lukisan. Adapun jenis merek lainnya, terutama merek judul kurang

tepat untuk indonesia, mengingat bahwa abjad Indonesia tidak mengenal huruf ph,

sh. Dalam hal ini merek kata dapat juga menyesatkan masyarakat banyak

umpamanya: “Sphinx” dapat ditulis secara fonetis (menurut pendengaran),

menjadi “Sfinks” atau “Svinks”.39

Selain itu saat ini juga dikenal merek dalam bentuk tiga dimensi (three

dimensional trademark) seperti merek pada produk minuman Coca-Cola dan

Kentucky Fried Chicken. Di inggris perusahaan Coca-Cola telah mendaftarkan

bentuk botol merek sebagai suatu merek.40

39

Suryatin, Op.Cit, hlm. 87. 40

OK.Saidin.Op.Cit, hlm. 347-348.

(10)

produk yang dipresentasikan oleh bentuk, ukuran dan warna tidak dapat

dikategorikan sebagai merek.41

a. tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan

seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum

dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya; 3. Fungsi Merek

Berdasarkan definisi merek, fungsi utama dari suatu merek adalah untuk

membedakan barang-barang atau jasa sejenis yang dihasilkan oleh suatu

perusahaan lainnya, sehingga merek dikatakan memiliki funsi pembeda. Di dalam

website Direktorat Jenderal HaKI dikemukakan bahwa pemakaian merek

berfungsi sebagai:

b. sebagian alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup

dengan menyebut mereknya;

c. sebagai jaminan atas mutu barangnya;

d. menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan.

Selain fungsi pembeda, dari berbagai literatur ditemukan bahwa merek

mempunyai fungsi-fungsi lain sebagai berikut :42

a. Menjaga persaingan usaha yang sehat.

Hal ini berlaku dalam hal menjaga keseimbangan antar kepentingan

pelaku usaha dan kepentingan umum dengan menumbuhkan iklim usaha

yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat dan

menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang

41

Lihat Smith Kline French Laboratories Australia Ltd versus Pengadilan Merek, 1967, 116 CLR 628

42

(11)

dan mencegah persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku

usaha dengan menciptakan efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha;

b. Melindungi konsumen.

Berdasarkan UU Merek 2001 di dalam konsiderannya menyebutkan

bahwa salah satu tujuan diadakannya undang-undang ini adalah utuk

melindungi khalayak ramai terhadap peniruan barang-barang. Dengan

adanya merek, para konsumen tidak perlu lagi menyelidiki kualitas dari

barangnya. Apabila merek telah dikenal baik kualitasnya oleh para

konsumen dan membeli barang tersebut, konsumen akan yakin bahwa

kualitas dari barang tersebut adalah baik sebagaimana yang

diharapkannya;

c. Sebagai sarana dari pengusaha untuk memperluas bidang usahanya

merek dari barang-barang yang sudah dikenal oleh konsumen sebagai

tanda utuk barang yang bermutu tinggi akan memperlancar usaha

pemasaran barang bersangkutan;

d. Sebagai sarana untuk dapat melihat kualitas suatu barang.

Kualitas barang tentunya tidak selalu baik atau dapat memberikan

kepuasan bagi setiap orang yang membelinya. Baik atau buruknya kualitas

suatu barang tergantung dari produsen sendiri dan penilaian yang

diberikan oleh masing-masing pembeli. Suatu merek dapat memberi

kepercayaan kepada pembeli bahwa semua barang yang memakai merek

tersebut, minimal mempunyai mutu yang sama seperti yang telah

(12)

e. untuk memperkenalkan barang atau nama barang.

Merek mempunyai fungsi pula sebagai sarana untuk memperkenalkan

barang ataupun nama barangnya (promosi) kepada khalayak ramai. Para

pembeli yang telah mengenal nama merek tersebut, baik karena

pengalamannya sendiri ataupun karena telah mendengarnya dari pihak

lain, pada saat membutuhkan barang tersebut cukup dengan mengingat

nam mereknya saja. Misalnya, seseorang ingin membeli minuman

bermerek Fanta, maka cukup hanya menyebut Fanta saja;

f. untuk memperkenalkan identitas perusahaan.

Ada kalanya suatu merek digunakan untuk memperkenalkan nama

perusahaan yang menggunakan mereknya. Misalnya, merek dagang

Djarum, Djarum adalah merek yang digunakan oleh perusahaan rokok

Djarum.

Pembahasan mengenai definisi, jenis dan fungsi merek tersebut di atas

dapat dihubungkan dengan kedudukan hak merek dalam hukum kebendaan di

Indonesia. Jika ditelusuri lebih jauh, HKI sebenarnya merupakan bagian dari

benda, yaitu benda tidak berwujud (benda immateril). Benda dalam kerangka

hukum perdata dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai kategori salah satu

diantara kategori itu, adalah pengelompokan benda ke dalam klasifikasi benda

berwujud dan benda tidak berwujud. Untuk hal ini dapatlah dilihat batasan benda

yang dikemukakan oleh pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(selanjutnya disebut KUH Perdata), yang berbunyi : menurut paham

(13)

dikuasai oleh hak milik. Untuk pasal ini kemudian Prof. Mahadi menawarkan,

seandainya dikehendaki rumusan lain dari pasal ini dapat diturunkan kalimat

sebagai berikut: yang dapat menjadi objek hak milik adalah benda dan benda itu

terdiri dari barang dan hak.43

Selanjutnya sebagaimana diterangkan oleh Mahadi barang yang

dimaksudkan oleh Pasal 499 KUH Perdata tersebut adalah benda materil

(stoffelijk voorwerp), sedangkan hak adalah benda immateril. Uraian ini sejalan

dengan klasifikasi benda menurut Pasal 503 KUH Perdata, yaitu penggolongan

benda ke dalam kelompok benda berwujud (bertubuh) dan benda tidak berwujud

(tidak bertubuh). Ada suatu benda tak berwujud yang terdapat pada hak merek,

jadi bukan seperti apa yang terlihat atau terjelma dalam setiap produk. Yang

terlihat atau yang terjelma itu adalah, perwujudan dari hak merek itu sendiri yang

ditempelkan pada produk barang dan jasa.44

Sebagai contohnya, para konsumen berlomba-lomba untuk mengkonsumsi

bumbu masak dengan merek “X” ketinbang bumbu masak dengan merek “Y”.

Padahal jika bumbu masak dengan merek “X” itu kemudian diganti dengan merek

“Y”, dengan komposisi resep yang sama, konsumen juga tidak akan merasa

kecewa. Jadi ada sesuatu yang “tak terlihat” dalam hak merek itu. Itulah hak

kekayaan immateril (tidak berwujud) yang selanjutnya dapat berupa hak atas

intelektual. Dalam kerangka ini hak merek termasuk dalam kategori hak atas

kekayaan perindustrian (Industri Eigendom) atau Industrial Property Rights.45

43

Mahadi, Hak Milik dalam Sistem Hukum Nasional(Jakarta: BPHN, 1998), hlm. 65. 44

OK. Saidin,Op.Cit, hlm. 331. 45Ibid.,

(14)

B. Perlindungan Hak Merek di Indonesia

Perlindungan hukum atas merek semakin menjadi hal yang penting

mengingat pesatnya perdagangan dunia dewasa ini. Imbasnya menjadi sulit untuk

membedakan satu produk dengan dengan produk lainnya untuk diberikan

perlindungan merek dengan perlindungan desain produk. Di Inggris, bahkan

Australia, pengertian merek justru berkembang pesat dengan mengikutsertakan

bentuk tampilan produk di dalamnya. Peraturan merek yang pertama kali

diterapkan di Inggris adalah hasil adopsi dari Perancis tahun 1857, dan kemudian

membuat peraturan tersendiri, yakni Merchandise Act tahun 1862 yang berbasis

hukum pidana. Tahun 1883 berlaku Konvensi Paris mengenai hak milik Industri

(paten dan merek) yang banyak diratifikasi negara maju dan negara berkembang.

Kemudian tahun 1973 lahir pula perjanjian Madrid, yakni perjanjian internasional

yang kemudian disebut Trademark Registration Treaty.46

Sejarah tentang Undang-Undang Merek di Indonesia dimulai pada Tahun

1961 yang menggantikan Reglement Industriele Eigendom Kolonien Stb. 1912

Nomor 545 jo. Stb. 1913 Nomor 214. Perkembangan berikutnya, Tahun 1992

lahir Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (lembaran Negara

1992 No. 81) yang berfungsi mencabut Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 yang

kemudian direvisi tahun 1997 dan 2001 dengan menyesuaikan terhadap TRIPs,

yaitu UU Merek 2001. Dengan undang-undang ini terciptalah pengaturan merek

46

(15)

dalam satu naskah (single-text) sehingga lebih memudahkan masyarakat

menggunakannya.47

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masalah penggunaan merek terkenal

oleh pihak yang tidak berhak, masih banyak terjadi di Indonesia dan kenyataan

tersebut benar-benar disadari oleh pemerintah, tetapi dalam praktek banyak sekali

kendala-kendala sebagaimana dikatakan oleh A Zen Umar Purba (mantan Dirjen

HaKI) bahwa law enforcement yang lemah. Hal itu tidak dapat dilepaskan dari sisi

historis masyarakat Indonesia yang sejak dahulu adalah masyarakat agraris,

sehingga terbiasa segala sesuatunya dikerjakan dan dianggap sebagai milik

bersama, bahkan ada anggapan dari para pengusaha home industri bahwa merek

adalah mempunyai fungsi sosial. Pada satu sisi keadaan tersebut berdampak

positif tetapi pada sisi lain justru yang anggapan demikian itu menyebabakan

masyarakat kita sering berpikir kurang ekonomis dan kurang inovatif.48

Agar suatu merek mendapat perlindungan hukum maka merek tersebut

harus didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI).

Karena disebutkan dalam perjanjian TRIPs dan di dalam Pasal 3 UU Merek 2001

bahwa merek terdaftar memiliki hak eksklusif untung melarang pihak ketiga yang Perlindungan hukum merek yang diberikan baik kepada merek asing atau

lokal, terkenal atau tidak terkenal hanya diberikan kepada merek yang terdaftar.

Untuk itu setiap pemilik merek diharapkan agar mendaftarkan mereknya ke Dirjen

Haki agar dapat memperoleh perlindungan hukum terhadap mereknya

47Ibid,

hlm. 36. 48

(16)

tanpa izin dan sepengetahuan pemilik merek tersebut untuk memakai merek yang

sama untuk barang dan/atau jasa yang telah didaftarkan terlebih dahulu.49

Adapun yang dimaksud dengan hak khusus yang diberikan negara kepada

pemilik merek yang terdaftar meliputi:50

Hak atas merek di Indonesia didasarkan atas pemakaian pertama dari

merek tersebut. Bagi mereka yang mendaftarkan mereknya dianggap oleh

undang-undang sebagai pemakai merek pertama dari merek tersebut kecuali kalau dapat

dibuktikan lain dan dianggap sebagai yang berhak atas merek yang bersangkutan.

Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh)

tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permohonan merek 1. Menciptakan hak tunggal (sole or single right)

Hukum atau undang-undang memberi hak tersendiri kepada pemilik merek.

Hak itu terpisah dan berdiri sendiri secara utuh tanpa campur tangan pihak lain;

2. Mewujudkan hak monopoli (monopoly right)

Siapapun dilarang meniru, memakai, dan mempergunakan dalam perdagangan

barang dan jasa tanpa izin pemilik merek;

3. Memberi hak paling unggul (superiror right)

Hak superior merupakan hak yang diberikan doktrin hak paling unggul bagi

pendaftar pertama. Oleh karena itu, pemegang hak khusus atas suatu merek

menjadi unggul dari merek orang lain untuk dilindungi.

49

Sudargo Gautama, Hak Merek Dagang Menurut Perjanjian TRIPs-GATT dan Undang-Undang Merek RI, (Citra Aditya Bakti: Bandung, 1994), hlm. 19.

50

(17)

bersangkutan. Atas permohonan pemilik merek jangka waktu perlindungan merek

terdaftar dapat diperpanjang setiap kali untuk jangka waktu yang sama.

Perlindungan hukum berdasarkan sistem first to file principle diberikan

kepada pemegang hak merek terdaftar yang ‘beritikad baik’ bersifat preventif

maupun represif. Perlindungan hukum preventif dilakukan melalui pendaftaran

merek, dan perlindungan hukum represif diberikan jika terjadi pelanggaran merek

melalui gugatan perdata maupun tuntutan pidana dengan mengurangi

kemungkinan penyelesaian alternatif diluar pengadilan.

Perlindungan hukum yang dimaksud dapat berupa perlindungan yang

bersifat preventif maupun represif, adalah sebagai berikut :

1. Perlindungan hukum preventif

Perlindungan hukum preventif di sini ialah perlindungan sebelum terjadi

tindak pidana atau pelanggaran hukum terhadap merek dan merek terkenal. Dalam

hal ini sangat bergantung pada pemilik merek untuk mendaftarkan mereknya agar

mendapat perlindungan hukum.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam upaya preventif adalah :51

a. Faktor hukum.

Undang-Undang Merek 2001 bertujuan untuk lebih memberikan

perlindungan hukum bagi pemegang hak atas merek dagang terkenal

asing. Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 5 UU Merek 2001

menentukan bahwa merek tidak dapat didaftar apabila merek tersebut

mengandung salah satu unsur di bawah ini :

51

(18)

1) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

2) tidak memiliki daya pembeda;

3) telah menjadi milik umum; atau

4) merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang

dimohonkan pendaftarannya.

Selain itu Pasal 6 ayat (1) huruf b menambahkan, bahwa : Permohonan

harus ditolakoleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut mempunyai

persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah

terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis. Ketentuan

tersebut juga dapat diberlakukan untuk barang dan jasa yang tidak sejenis.

b. Faktor aparat Direktorat Merek.

Aparat Direktorat Merek, Direktorat Jenderal HKI bertugas untuk

memeriksa permohonan pendaftaran merek. Hal yang paling mendasar

yang perlu dicermati oleh aparat Direktorat Merek adalah agar tidak terjadi

suatu pendaftaran merek tertentu yang sama atau menyerupai dengan

merek merek milik pihak lainnya.

Perlindungan merek diberikan kepada pemilik merek terdaftar. Namun

demikian, dimungkinkan pula perlindungan terhadap merek tidak terdaftar dengan

syarat bahwa merek tersebut termasuk dalam kategori merek terkenal. Dengan itu

maka jelaslah bahwa pemilik merek terkenal akan memperoleh perlindungan

hukum secara preventif dengan adanya berbagai persyaratan permohonan

(19)

melalui inisiatif pemilik merek tersebut dapat juga ditempuh melalui penolakan

oleh kantor merek terhadap permintaan pendaftaran merek yang sama pada

pokoknya dengan merek terkenal.

2. Perlindungan hukum represif

Pengertian perlindungan hukum represif adalah perlindungan yang

dilakukan untuk menyelesaikan atau menanggulangi suatu peristiwa atau kejadian

yang telah terjadi, yaitu berupa pelanggaran hak atas merek. Perlindungan hukum

yang bersifat represif dilakukan jika terjadi pelanggaran hak atas merek melalui

gugatan perdata dan atau tuntutan pidana. Bahwa pemilik merek terdaftar

mendapat perlindungan hukum atas pelanggaran hak atas merek baik dalam wujud

gugatan ganti rugi atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan

penggunaan merek tersebut maupun berdasarkan tuntutan hukum pidana melalui

aparat penegak hukum.

Terhadap perlindungan hukum yang sifatnya represif, pemberian sanksi

yang jelas dan tegas bagi pelaku pelanggaran merek sesuai dengan

Undang-Undang Merek yang berlaku, juga harus dilaksanakan oleh aparat penegak hukum

secara konsisten. Konsistensi ini akan memberikan jaminan kepastian hukum

khususnya bagi pemegang hak atas merek dagang terkenal asing di Indonesia.

Pemilik merek terdaftar juga memiliki hak untuk mengajukan permohonan

pembatalan pendaftaran merek terhadap merek yang ia miliki yang didaftarkan

orang lain secara tanpa hak.

Selanjutnya, mengingat merek merupakan bagian dari kegiatan

(20)

peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga sehingga diharapkan sengketa merek

dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat. Sejalan dengan itu, harus pula

diatur hukum acara khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa merek seperti

juga bidang hak kekayaan intelektual lainnya. Adanya peradilan khusus untuk

masalah merek dan bidang-bidang hak kekayaan intelektual lain, juga dikenal di

beberapa negara lain, seperti Thailand. Dalam undang-undang inipun pemilik

merek diberi upaya perlindungan hukum lain, yaitu dalam wujud penetapan

sementara pengadilan untuk melindungi mereknya guna mencegah kerugian yang

lebih besar. Disamping itu, untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam

penyelesaian sengkera, dalam undang-undang ini dimuat ketentuan tentang

arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.52

Membicarakan tentang pengaturan tentang merek terkenal, maka akan

dilihat dan dicermati ketentuan perundang-undangan tentang merek, mulai

C. Merek Dagang Terkenal

Merek dagang terkenal di Indonesia merupakan sesuatu yang tidak baru

lagi untuk dibahas. Sejak peraturan kolonial dulu, hal ini telah menjadi

pembahsan yang cukup menarik untuk diperbincangkan terkait perlindungan

hukumnya, dimana para pemilik hak merek terkenal menginginkan untuk

mendapat perlindungan hukum yang khusus terhadap hak mereka. Untuk itu perlu

kita bahas mengenai sejarah pengaturan merek dagang terkenal di Indonesia agar

kita dapat memahami merek dagang terkenal lebih dalam lagi.

52

(21)

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek, Undang-Undang Nomor

19 Tahun 1992 tentang Merek, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 Merek,

UU Merek 2001.

Undang-Undang Merek yang berlaku untuk Indonesia sebelum berlakunya

Undang-Undang Merek yang sekarang ini adalah Undang-Undang Nomor 21

Tahun 1961 Tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (selanjutnya

disingkat UU Merek 1961), yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961 dan

mulai belaku tanggal 11 Nopember 1961.53

Sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengganti undang-undang

kolonial dengan undang-undang asli Indonesia, pemerintah Soekarno memulai

inisiatif reformasi hukum. Beberapa undang-undang baru ditetapkan dan

diberlakukan. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961

tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan yang berlaku sejak 11

November 1961. Tujuan UU Merek 1961 ini adalah untuk melindungi

kepentingan publik dari barang-barang palsu atau tiruan. Undang-Undang Merek

1961 mengadopsi sebagian besar ketentuan dalam Reglement Industrieele

Undang-Undang Merek 1961 ini menggantikan peraturan tentang merek

yang sebelumnya berlaku, yaitu peraturan dari zaman Belanda yang terkenal

dengan nama “Reglement Industrieele Eigendom tahun 1912” (Reglement tentang

Hak Milik Perindustrian Tahun 1912), Stb. 1912 No. 545 yang mulai berlaku

sejak tahun 1913. Dengan berlakunya UU Merek 1961, maka peraturan tentang

merek jaman Belanda tersebut tidak berlaku lagi.

53

(22)

Eigendom (Staatsblad van Nederlandsch-lndie No.545). Satu-satunya perubahan

adalah berkurangnya jangka waktu perlindungan merek dari 20 tahun menjadi 10

tahun.

Undang-Undang Merek 1961 tidak merumuskan atau memberi pengertian

tentang merek terkenal. Disamping itu, perlu dicatat bahwa merek-merek terkenal

yang mayoritas dimiliki perusahaan asing tidak dilindungi secara khusus dalam

UU Merek 1961. Tujuan utama undang-undang tersebut adalah melindungi

kepentingan publik semata (dan tidak melindungi kepentingan pemilik merek

secara spesifik). Walaupun begitu, pengadilan di Indonesia menciptakan

yurisprudensi yang memberikan proteksi bagi pemakai pertama merek di

Indonesia yang bertindak atas dasar itikad baik. Dengan demikian, perlindungan

merek di Indonesia diberikan kepada mereka yang bisa membuktikan bahwa

mereka adalah pemakai merek pertama di Indonesia yang beritikad baik dan

kepentingan publik tidak dirugikan oleh merek-merek mereka.

Menanggapi hal-hal tersebut, pada bulan Juni 1987 Menteri Kehakiman

mengeluaran Surat Keputusan Menteri No. M.02-IIC.01.01 tahun 1987

menyangkut merek terkenal (well known trade marks). Berdasarkan keputusan ini,

merek terkenal adalah merek yang telah lama dikenal dan digunakan dalam

periode waktu yang cukup lama untuk jenis-jenis barang tertentu di wilayah

Indonesia. Pendaftaran registrasi merek yang mirip dengan merek terkenal untuk

jenis barang yang sama harus ditolak oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta. Akan

tetapi, Surat Keputusan Menteri tersebut belum bisa memuaskan banyak pemilik

(23)

tidak terbatas pada jenis barang yang sama, namun mencakup pula semua jenis

produk.

Pada tahun 1991 Menteri Kehakiman mengeluarkan Surat Keputusan No.

M.03-HC.02.01 tahun 1991 mengenai penolakan permohonan pendaftaran merek

terkenal atau merek yang mirip merek milik orang lain atau milik badan lain.

Surat keputusan ini menggantikan Surat Keputusan Menteri No.M.02-IIC.01.01

tahun 1987. Surat Keputusan tahun 1991 ini memperluas proteksi merek terkenal

hingga mencakup pula barang-barang yang tidak sejenis dan memberikan

perlindungan bagi merek terkenal yang digunakan di Indonesia dan/atau di luar

negeri.54

Pengadilan dalam praktiknya seringkali tidak sepakat dengan SK tersebut.

Sebagai gambaran, setelah dikeluarkannya SK Menteri Kehakiman tahun 1991,

Direktorat Merek menolak 4.304 aplikasi registrasi merek terkenal yang diajukan

oleh unauthorized parties. Namun, beberapa di antara mereka menentang

keputusan tersebut dan membawa kasusnya ke pengadilan. Dalam kebanyakan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehakiman tahun 1991 ini banyak menuai

kritik, di antaranya SK tersebut dinilai cenderung dibuat atas dasar tekanan para

pemilik merek dari negara Barat dan melampaui ketentuan dalam Article 6bis

Paris Convention karena memberikan perlindungan bagi pemilik merek terkenal

yang belum menggunakan mereknya di Indonesia atau tidak memiliki bukti

pemakaian di Indonesia. SK tersebut juga dinilai bertentangan dengan kriteria

pemakaian merek sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU Merek 1961.

54

(24)

kasus, pengadilan justru memenangkan un-authorizedparties tersebut dan

memerintahkan Direktorat Merek untuk menerima aplikasi mereka untuk

registrasi merek.

Tahun 1992 pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor

19 Tahun 1992 tentang Merek. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1

April 1993. Perubahan mendasar dalam undang-undang baru ini terlihat pada

fokusnya yang beralih dari proteksi kepentingan konsumen menjadi proteksi

merek dagang, termasuk perlindungan khusus bagi merek terkenal. Menariknya,

undang-undang ini keluar seiring dengan maraknya bisnis waralaba di Indonesia.

Perubahan lainnya menyangkut sistem perlindungan yang semula "first to use"

diganti "first to register". Sistem baru ini dipandang lebih bagus karena mampu

memberikan kepastian hukum yang lebih besar dibandingkan sistem "first to use".

Perubahan berikutnya berkenaan dengan lingkup perlindungan yang semula hanya

mencakup barang, UU Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek memperluasnya

hingga mencakup barang, jasa, dan merek kolektif. Undang-Undang baru ini juga

menetapkan hukuman penjara hingga 7 tahun dan/atau denda hingga Rp. 100 juta

untuk pelanggaran hak merek.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek telah memberikan

perlindungan khusus bagi merek terkenal (khususnya untuk kelas produk yang

sama), maka pada tanggal 27 Oktober 1993 Menteri Kehakiman membatalkan

Surat Keputusan No. M.03-HC.02.01 tahun 1991. Sayangnya, Undang-Undang ini

tidak memberikan definisi tentang merek terkenal. Dalam perkembangannya,

(25)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang

Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun

1997 tentang Merek, perlindungan khusus bagi merek terkenal diperluas hingga

mencakup semua kelas produk. Kriteria merek terkenal disebutkan dalam

ketentuan Pasal 6 ayat 3 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997 sebagaimana

ditegaskan dalam penjelasannya: memperhatikan pengetahuan umum masyarakat,

penentuannya juga didasarkan pada reputasi merek yang bersangkutan yang

diperoleh karena promosi yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai dengan

bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara (jika ada).

Tanggal 1 Agustus 2001, undang-undang merek terbaru disahkan oleh

pemerintah, yakni UU Merek 2001. Undang-Undang ini sebagai pengganti

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997, dan berlaku sejak tanggal disahkan.

Undang-Undang Merek 2001 ini juga melindungi merek terkenal (well know

mark), Menurut penjelasan Pasal 6 ayat 1 huruf UU Merek 2001, kriteria untuk

menentukan bahwa suatu merek barang atau jasa sudah masuk dalam katagori

merek terkenal (well know mark) adalah dilihat dari : Dengan memperhatikan

pengetahuan umum masyarakat tentang merek tersebut, Dengan memperhatiakn

reputasi merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan

besar-besaran, Investasi dibeberapa negara didunia yang dilakukan oleh pemiliknya dan

disertai bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara.

Mencermati kriteria merek terkenal sebagaimana diatur dalam UU Merek

2001 tersebut di atas, kiranya masih belum jelas ukuran pengetahuan umum

(26)

dikenal luas, dan luas disini juga perlu ada kejelasan ukurannya. Disamping itu

juga, pengetahuan umum masyarakat tentu berbeda-beda antara masyarakat yang

tingkat pendidikannya rendah dengan masyarakat yang tingkat pendidikannya

tinggi. Begitu pula mengenai reputasi merek terkenal yang diperoleh karena

promosi yang gencar dan besar-besaran, ini memerlukan pembuktian akan adanya

kegiatan promosi tersebut. Promosi yang gencar dan besar-besaran disini, apa

ukurannya, apakah karena hampir setiap hari dipromosikan/diiklankan atau ada

ukuran-ukuran lainnya.

Indonesia untuk acuan yang dipakai dalam membahas perlindungan merek

terkenal adalah Pasal 6 bis Konvensi Paris,55

55

Indonesia meratifikasi Konvensi Paris versi Stockholm melalui Keputusan Presiden Nomor24 Tahun1979 tetapi dengan menyampingkan Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 1 sampai dengan Pasal 12.Dapat ditafsirkan, untuk pasal-pasal tersebut yang diikuti adalah Konvensi Paris versi Londonsebagaimana yang telah diikuti oleh Belanda pada jaman penjajahan yang kemudian diikuti Indonesia,walau saat itu Indonesia telah merdeka.

yang menafsirkan secara implisit

yaitu, apabila merek-merek itu telah didaftarkan di berbagai negara dan telah

dipergunakan dalam kurun waktu lebih dari 20 (dua puluh) tahun maka dapat

dianggap sebagai merek terkenal. Pasal 6 bis Konvensi Paris ini kemudian

diadopsi kedalam Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3) Trade Related Aspect of

Intellectual Property Rights (TRIP’s):

(2) Article 6 bis of the Paris Convention (1967) shall apply, mutatis mutandis to services, in the dermining whether a trademarks is well known, member shall take account of the knowledge of a trademarks in the relevant sector of the publish including knowledge in the member of the promotion of the trademarks.

Terjemahan bebas:

(27)

(3) Article 6 bis of the Paris Convention (1967) shall apply, mutatis mutandis to goods or services which are not similar to those in respect of which trademarks is registered, provided that use that trademarks in relation to those goods or services would indicate a connection between those goods or services and the owner of the regitered trademarks and provided that the interest of the owner of the registered trademarks are likely to be damage by such use.

(Artikel 6 bis Konvensi Paris tahun 1967 menerapkan unsur mutatis mutandis terhadap barang dan jasa yang tidak serupa dengan barang dan jasa yang ada hubungannya dengan merek-merek yang terdaftar, jika pengunaan merek-merek tersebut dalam hubungannya dengan barang dan jasa tersebut mengindikasikan adanya suatu hubungan antara barang-barang dan jasa tersebut dan pemilik merek-merek yang terdaftar tersebut dan jika kepentingan si pemilik merek-merek yang sudah terdaftar tersebut mungkin akan terganggu oleh penggunaan merek tersebut).

Dalam bukunya Abdulkadir Muhammad menyatakan bahwa:

“Merek terkenal adalah merek dagang yang secara umum telah dikenal dan dipakai pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau badan, baik di wilayah Indonesia maupun di luar negeri. Dengan pengertian bahwa bila masyarakat menyenangi suatu merek bukan berarti yang disenangi itu hanya mereknya saja namun barang yang menggunakan merek tersebut diyakini barang yang bermutu tinggi yang sesuai dengan selera masyarakat”. Dapat disimpulkan bahwa barang ber-merek adalah barang yang bermutu tinggi sehingga mencerminkan mutu barang yang tinggi dan dikenal masyarakat melalui promosi yang gencar dan terus-menerus seperti melalui iklan yang menarik.”56

56

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hlm. 230.

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, hingga sekarang belum didapati

definisi merek terkenal yang dapat diterima secara umum, Pasal 16 ayat (2) Trade

RelatedAspect of Intellectual Property Rights (TRIP’s) sendiri hanya berhasil

membuat kriteria sifat keterkenalan suatu merek dengan memperhatikan faktor

pengetahuan tentang merek dikalangan tertentu dalam masyarakat, termasuk

pengetahuan negara peserta tentang kondisi merek yang bersangkutan, yang

(28)

Ketentuan Pasal 12 ayat (2) Trade Related Aspect of Intellectual Property

Rights (TRIP’s) kemudian di adopsi oleh penjelasan Pasal 6 UU Merek 2001,

walaupun belum berhasil membuat defenisi merek terkenal, namuntelah mencoba

memberikan kriteria merek terkenal. Penjelasan Pasal 6 UU merek 2001, kriteria

merek terkenal selain memperhatikanpengetahuan umum masyarakat, penentuan

juga didasarkan pada reputasi merek yang bersangkutan yang diperoleh karena

promosi yang dilakukan oleh pemiliknya disertai dengan bukti pendaftaran merek

tersebut dibeberapa negara.

World Intellectual Property Organization (WIPO), memberikan

rekomendasi mengenai kriteria merek terkenal sebagai berikut:57

1. the degree of knowledge or recognition of the mark in the relevant sector of

public;

2. the duration, extent and geographical area of any use of the mark;

3. the duration, extent and geographical area of any promotion of the mark,

including advertising or publicity and the presentation, at fairs or exhibitions,

of the goods and/or services to which the mark applies;

4. the duration and geographical area of any registrations, and/or any

applications for registration, of the mark, to the extent that they reflect use or

recognition of the mark;

5. the rcord of successful enforcement of rights in the mark, in particular, the

extent to which the mark was recognized as well known by competent

authorities;

57

Referensi

Dokumen terkait

implementasi Perda Kabupaten Tabalong Nomor 08 Tahun 2002 Tentang Pencegahan, Larangan, dan Pemang- gulangan Perbuatan Tuna Susila di Kecamatan Kelua Kabupaten

Pada hutan alam campuran diameter pohon inti ditetapkan menjadi 20 cm keatas dengan jumlah pohon inti 25 batang per ha (tidak 40 batang per ha lagi seperti Tabel 1

Pemograman PHP memberikan kemudahan bagi server untuk mengolah data dan informasi baru dengan cepat. Melalui media internet, diharapkan fungsi Modul Graph Online sebagaimana

Di masa globalisasi ini dimana-mana orang sangat membutuhkan informasi baik berupa suara maupun tulisan, arus informasi yang makin deras itu sekarang sudah tidak mengenal kata

%HUGDVDUNDQ ODWDU EHODNDQJ GLDWDV PDND SHQHOLWLDQ ³0HPEDQJXQ %XGD\D Wirausaha Melalui Peran ,EX 8QWXN 0HQLQJNDWNDQ 1LODL 7DPEDK (NRQRPL .HOXDUJD´ SHUOX GLODNXNDQ Secara rinci

Mulai dari kurikulum sampai pada sistem penyelenggaraannya mengalami perubahan, misalnya dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kemudian menjadi Kurikulum

[r]