• Tidak ada hasil yang ditemukan

JAWABAN UJIAN KOMPREHENSIF SEMESTER GENA (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JAWABAN UJIAN KOMPREHENSIF SEMESTER GENA (2)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

JAWABAN UJIAN KOMPREHENSIF

SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2015/2016 PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN

Mata Uji : Anatomi Manajemen Pendidikan dan Manajemen Satuan Pendidikan

JAWABAN SOAL BAGIAN A

1. Konsekwensi manajemen/administrasi pendidikan bagian dari manajemen/ administrasi negara pada berbagai tingkatan dalam rangka penataan pendidikan agar apa yang menjadi tujuannya tercapai secara efektif dan efisien.

Jawab:

Administrasi pendidikan ialah segenap proses pengarahan dan pengintegrasian segala sesuatu, baik personel, spritual maupun material yang bersangkut paut dengan pendidikan, jadi dalam proses administrasi pendidikan segenap usaha orang-orang yang terlibat di dalam proses pencapaian tujuan pendidikan itu di integrasikan, diorganisasi dan dikioordinasi secara efektif, dan semateri yang diperlukan dan yang telah ada dimanfaatkan secara efesien.

Administrasi negara adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan aparatur negara/pemerintah untuk mencapai tujuan negara secara efisien. Administrasi negara merupakan suatu bahasaan ilmu sosial yang mempelajari tiga elemen penting kehidupan bernegara yang meliputi lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif serta hal-hal yang berkaitan dengan publik yang meliputi kebijakan publik, tujuan negara dan etika yang mengatur penyelenggara negara. Terdapat hubungan interaktif antara administrasi negara dengan lingkungan sosialnya, diantara berbagai unsur lingkungan sosial, unsur budaya merupakan unsur yang paling banyak mempengaruhi penampilan (performance) administrasi negara.

Dari dua pengertian di atas pada dasarnya administrasi pendidikan memiliki kepentingan tertentu terhadap administrasi negara. Administrasi pendidikan yang berkembang kearah kematangan secara integral tak lepas dari pengaruh administrasi negara. Secara simultan, desain dan inovasi berkembang dalam suatu pola keseimbangan yaitu terwujudnya kondisi kehidupan pendidikan yang merata dalam setiap daerah. Hal tersebut dipandang sebagai faktor manusia (human fector) yang berhubungan dengan sumber daya manusia (SDM) dan mengandung makna mendalam atas semua potensinya, sehingga manusia tumbuh dan berkembang untuk mengatasi permasalahan manusia itu sendiri.

(2)

mempunyai feeling, hati nurani, rasa cinta, persahabatan, loyalitas, taat, kejujuran, etos kerja, dan sebaginya yang menjadikan manusia secara total dan utuh.

Jika dilihat dari sudut administrasi pendidikan akan ditemui dua tataran yaitu:

a. Pada suatu pendidikan seperti administrasi sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi serta kursus-kursus.

b. Administrasi pendidikan pada pemerintahan seperti tinggkat kecamatan, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat pada tingkat nasional

Dengan demikian administrasi pendidikan adalah mencakup semua kegiatan yang di jalankan pada semua tataran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah di tentukan. Bagi orang-orang tertentu oleh orlosky keseluruhan “mosaic” administrasi ini di sebut sebagai tingkatan tertinggi aktipitas manusia (the highest order of human actifiti by some). Unsur-unsur manusia atau (human elements) yang berhubungan dengan administrasi pendidikan ialah anak didik, orang tua siswa, guru, konselor, kepala sekolah, supervisor, petugas-petugas lainnya, pejabat dan pegawai kantor urusan pendidikan pada pemerintahan secara vertikal dan horizontal pada pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat, masyarakat yang berkepentingan persekolahan dan sebagainya.

Hubungan antar keduanya sebagai sistem dapat dilihat dari hubungan bagian-bagian dari sistem itu (komponen) secara fungsional dan interaksinya satu sama lain. Dengan meninjau komponen-komponen dan hubungan satu dengan yang lainnya, akan dapat di temukan kekurangan dan kelemahan sistem organisasi dan sistem pelayanan sehingga dapat menetapkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk memperbaiki sistem atau pengembangan sistem administrasi. Hubungan antar manusia dalam administrasi sekolah merupakan bentuk kerja sama personal sekolah untuk mencapai tujuan sekolah.

Tujuan umum yang akan di capai dalam hubungan keduanya itu adalah pembentukan kepribadian murid sesuai tujuam pendidikan nasional dan tingkat perkembangannya, tujuan instruksional umum, dan tujuan instruksional khusus yang pencapaiannya melalui proses penguasaan materi pelajaran. Sedangkan administrasi sekolah merupakan suatu proses atau siklus pengelolaan penyelenggaraan sekolah mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian tentang usaha sekolah untuk mencapai tujuannya.

Dari tujuan umum tersebut dapat dilihat antara administrasi pendidikan dan administrasi nengara ada lima kegiatan pokok yang saling berkaitan yaitu : a. Menentukan apa yang akan di jadikan sasaran oleh organisasi, menentukan

tujuan dan sasaran tiap bidang, menentukan apa yang harus dilakukan manusia dalam administrasi untuk mencapainya dan menjadikan sasaran itu efektif dengan membicarakannya bersama anggota organisasi.

b. Mengorganisir seluruh kegiatan manusia dalam administrasi termasuk menggolongkan, membagi pekerjaan, membentuk struktur tugas-tugas organisasi.

(3)

d. Melakukan pengukuran tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam organisasi, termasuk menganalisis, menilai, dan menapsirkan hasil kerja baik secara individu maupun kelompok dalam organisasi secara keseluruhan, dan

e. Mengembangkan kemampuan dan keterampilan orang-orang dalam organisasi itu termasuk manajernya sendiri.

2. Pendapat tentang adanya kebijakan pengelolaan SMA/SMK yang sebelumnya pada pemerintah Kabupaten/ Kota di alihkan kepada Pemerintah Provinsi dalam bentuk Undang-Undang, dan apa persyaratan yang harus dipenuhi secara manajeril agar kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan baik?

Jawab:

a. Pengalihan pengeloaan SMA/SMK yang diundangan

Kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pelimpahan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari Pemerintah Kabupaten/Kota ke Pemerintah Provinsi memang perlu di Undang-Undangkan, hal ini di dasarkan pada aspek-aspek tentang dokumen, para tenaga didik, jumlah tenaga didik, sarana prasana dan jumlah sekolah yang tidak sedikit. Hal tersebut juga akan berdampak kepada pengelolaan anggaran yang ada di Pemerintah Provinsi.

Selain dari hal tersebut diatas pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK perlu di undangkan untuk menekan dampak yang mungkin akan terjadi seperti:

1) Munculnya perlawanan secara tersembunyi dari Kabupaten/Kota terhadap proses pengalihan ini dan perlawanan terbuka dan terorganisasi terhadap aturan ini.

2) Kemungkinan terjadinya konflik antara Kabupaten/Kota dengan Provinsi yang sama-sama daerah otonom.

3) Pola dekonsentrasi pengelolaan SMA/SMK ke Provinsi yang pernah terjadi sebelum reformasi adalah kesulitan pengawasan dan pembinaan, tentu bukan perkara gampang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. Pola dekonsentarasi pada era sebelum reformasi memungkinkan untuk menjadi tolak ukur pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tersebut.

Dari segi harapan pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari Kabupaten/Kota ke provinsi yang perlu di undangkan, seperti:

1) Tercukupinya anggaran baik untuk gaji, operasional maupun pengembangan kualitas SMA/SMK mengingat sebagai daerah otonom keharusan mengalokasikan 20% anggaran untuk pendidikan selama ini lebih banyak dipakai untuk bantuan ke Kabupaten/Kota.

2) Karier dan pengalaman PNS yang mengabdi di SMA-SMK menjadi terbuka ke jenjang yang lebih tinggi.

3) Standardisasi kualitas SMASMK akan menjadi lebih mudah dilakukan karena pengelolaannya pada satu tangan.

(4)

Implikasi terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pengalihan pengelolaan SMA/SMK masing-masing jenjang pemerintahan menjadi fokus. Pemerintah Kabupaten/Kota bisa memaksimalkan anggaran dan sumber dayanya untuk melaksanakan program wajib belajar 9 tahun, di sekolah-sekolah yang menjadi kewenangannya. Pemerintah provinsi bisa mempersiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan daerahnya melalui SMK yang dikelolanya serta membuat standar yang jelas untuk mereka yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Pemerintah pusat bisa berkonsentrasi mengembangkan pendidikan tinggi yang sesuai dengan kebutuhan zaman.

b. Persyaratan yang harus dipenuhi secara manajeril agar kebijakan pelimpahan wewenang tersebut dapat terlaksana dengan baik

Kebijakan menurut Undang-Undangan Nomor 23 Tahun 2014 yang salah satunya tentang pelimpahan pengelolaan SMA/SMK dari Pemerintah Kabupaten/Kota ke Pemerintah Provinsi agar dapat terlaksana dengan baik menyangkut harus melihat empat faktor pengalihan kewenangan tentang penyelenggaraan, pengelolaan dana, pertanggung-jawaban dan pelaporan, pembinaan dan pengawasan, pemeriksaan, serta sanksi-sanksi. Selain itu menjabarkan apa dan bagaimana yang meliputi:

1) Prinsip pendanaan.

2) Perencanaan dan penganggaran. 3) Penyaluran dan pelaksanaan; dan

4) Pengelolaan barang milik negara hasil pelaksanaan pelimpahan wewenang.

Pemerintah provinsi yang menjadi wewenangan untuk mengelola juga harus mencermati masalah crusial yang terkait dengan alih kewenangan yang harus ditangani dengan hati-hati dan perhitungan cermat, diantaranya:

1) Penempatan

Kepala sekolah, seleksi pengawas, birokrasi pendidik dan ketenaga kependidikan. Pengurusan dan pengelolaan yang tepat terhadap sumber daya insani pendidikan adalah prasyarat utama bagi tercapainya kualitas pendidikan. Pengabaian, termasuk dalamnya intervensi politik dan birokrasi tidak profesional, terhadap SDM kepala sekolah, guru, pengawas dan tenaga kependidikan adalah bencana bagi peningkatan kualitas pendidikan.

2) Dana APBD untuk Pendidikan

Berkenaan dana pendidikan yang berasal dari APBD. Masih banyak pemerintah daerah yang belum kuat menunjukkan keberpihak pada biaya pendidikan. Walaupun jumlah 20 persen APBD untuk pendidikan masih ada perdebatan apakah gaji termasuk atau tidak, namun realitasnya APBD Sumatera Barat masih jauh dari harapan.

3) Dana pendidikan.

(5)

penghimpunan dana pendidikan melalui CSR perusahaan dan pemilik modal di rantau dan sumber lain yang memungkinkan.

3. Suatu konsep akademis bagaimana strategi untuk menghentingkan perilaku seperti yang di uraikan pada soal nomor 3 bagian A di dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia, tanpa mereduksi misi dan usaha untuk memberikan pendidikan terbaik kepada semua anak bangsa dimana pun berada.

Jawab:

Pendidikan merupakan investasi peradaban, begitulah adagium atau jargon klasik yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi dunia pendidikan. Sebab di dalamnya tersirat suatu pesan ideologis-edukatif bahwa pendidikan yang akan menentukan masa depan dan dinamika peradaban dunia. Life is education, hidup adalah pendidikan, begitulah ‘orang modern’ menyebut dunia pendidikan. Seiring dengan isu globalisasi, humanisasi, dan demokratisasi serta tuntutan dunia global yang terus bergulir mempengaruhi dunia pendidikan, menyebabkan dunia pendidikan di berbagai negara, termasuk Indonesia, terus berupaya memformulasi dan memikirkan ulang terhadap sistem pendidikan yang selama telah ini dijalankan.

Telah banyak upaya perubahan dan inovasi sistem pendidikan yang telah diusahakan pemerintah untuk mendongkrak mutu pendidikan demi mengimbangi berbagai kebutuhan kehidupan masyarakat modern maupun tuntutan perkembangan dunia global. Mulai dari bongkar pasang kurikulum, dari CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), hingga KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), bahkan yang terbaru dikeluarkannya Kurikulum 2013 sebagai penyempurnaan dari KTSP. Perubahan paradigma manajemen pendidikan mulai dari konsep Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management), manajemen life skill, hingga Manajemen Berbasis Masyarakat(Community Based Management).

Tetapi sayang, berbagai upaya tersebut bukan malah memperbaiki kualitas dan sistem pendidikan yang ada. Justru sebaliknya, sistem pendidikan nasional sering mengalami disorientasi dan kehilangan visi, bahkan kadang menimbulkan kontroversi yang tidak kunjung selesai. Akibatnya, dunia pendidikan nasional terus mengalami masalah yang sampai detik ini pun belum jelas solusi alternatifnya yang pasti, bahkan seringkali kebijakan di dalamnya mendapatkan kritik dan gempuran dari berbagai pihak karena sering tidak populis dan penuh kontroversial, seperti kebijakan kontroversial dengan tetap mempertahankan adanya pelaksanaan UN (Ujian Nasional), penyempurnaan kurikulum dengan lahirnya Kurikulum 2013 baru-baru ini.

Dari uraian di atas yang berkaitan pada uraian soal nomor 3 bagian A, maka konsep akademis strategi untuk menghentikan perilaku yang telah dijelaskan di dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia tanpa mereduksi nilai dan usaha untuk memberikan pendidikan terbaik kepada semua anak bangsa dimanapun mereka berada baik dipelosok atau dikota, di ujung sumatera atau di jawa. Konsep akademis dalam bentuk strategis yang dapat merubah pola pikir yang diuraikan pada soal dapat berupa “Pendidikan Alternatif sebagai Pilihan”.

(6)

masih banyak bentuk-bentuk lain yang bisa dikembangkan daerah dengan segala bentuknya yang bervariasi dan bisa disebut dalam konteks ini. Di sisi lain, sistem pendidikan alternatif ini perlu dikembangkan dan diterapkan untuk memerdekakan pendidikan yang selama ini terjebak dalam belitan birokrasi yang sebenarnya justru merugikan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat berlangsungnya proses pendidikan, justru kehilangan arah dan tujuan utama yakni menciptakan manusia yang berbudaya. Bahkan standar pendidikan nasional yang diterapkan secara tidak masuk akal dan menyamaratakan semua siswa, menjadikan sekolah sebagai institusi pendidikan formal yang bahkan tidak menyentuh sisi pendidikan dan mementingkan pembelajaran. Akibatnya, tujuan utama pendidikan menjadi terlupakan. Orangtua dan siswa serta para guru menjadi mengedepankan nilai dibanding kualitas pribadi dan minat siswa. Inilah yang banyak terjadi dalam pendidikan sekolah yang justru sangat mengkhawatirkan masa depan dunia pendidikan (khususnya sekolah-sekolah formal) selama ini. Sekolah sebagai institusi pendidikan tidak memiliki kebebasan untuk mengelola sendiri sekolahnya.

Untuk memperbaiki semua itu, kita harus berani keluar dari sistem pendidikan nasional yang sebenarnya banyak berorientasi pada aspek kognitif (baca: nilai akademik) dari ketiga aspek pendidikan (kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang seharusnya berjalan bersama-sama. Di sisi lain, kita juga harus berani angkat kaki dari pengelolaan pendidikan yang lebih mengarah pada tertib administrasi saja, bukan filosofi pendidikan seutuhnya yang seperti seharusnya ada dalam ruh dunia pendidikan. Bila tidak, maka yang terjadi sistem pendidikan nasional akan terus mengalami masalah dalam upaya mendongkrak mutu pendidikan, yang pada gilirannya nanti pelan tapi pasti akan menghancurkan bangsa ini sendiri.

Di samping adanya gagasan tentang manajemen pendidikan alternatif ini dicarikan juga landasan atau basis pengelolaan pendidikan yang lebih relevan dalam konteks kehidupan yang lebih demokratis dan humanistik. Secara sederhana, pengertian manajemen pendidikan dapat dikatakan sebagai upaya mobilisasi segala sumber daya pendidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan. Lebih mendalam lagi, seperti ungkapan Husaini Usman (2004: 6) manajemen pendidikan dapat kita rumuskan sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mengembangkan kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

(7)

mendapatkan output dan outcome pendidikan yang berkualitas dengan daya saing yang cukup tinggi pula.

Konsep MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) masih cukup strategis diaplikasikan dan diimplementasikan dalam pengelolaan suatu pendidikan. Tetapi sayang, konsep itu tidak didukung dengan sosialisasi yang optimal serta peraturan yang tegas, termasuk pelaksanaanya di lapangan, sehingga manfaatnya hanya dapat dirasakan oleh lembaga sekolah yang telah memiliki infrastruktur dan suprastruktur yang kuat dan mapan. Ditambah lagi, UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS ternyata tidak menyebutkan secara eksplesit bagaimana manajemen pendidikan nasional harus dikembangkan dan dilaksanakan. Akhirnya yang terjadi usaha pemerintah itu tidak maksimal dan pudar seiring dengan makin banyaknya masalah yang menimpa negeri ini. Dari sinilah gagasan untuk mencari landasan pengelolaan pendidikan alternatif lahir sebagai bentuk solusi alternatif pula bagi penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang birokratik-sentralistik dan serba hegemonik sebagaimana disinggung di atas.

JAWABAN SOAL BAGIAN B

1. Model manajemen yang dikembangkan Jika menjadi Kepala Sekolah seperti yang tersebut pada uraian soal nomor 1 bagian B oleh Dinas Pendidikan untuk segera menerapkan kurikulum 2013.

Jawab:

Model yang akan diupayakan untuk dikembangkan pada uraian nomor 1 bagian B terdapat 2 model pengembangan kurikulum, yaitu: yang pertama The Grass Roots Model dan yang kedua Beauchamp’s System Model, yang diuraikan sebagai berikut:

a. The grass roots model

Model pengembangan ini merupakan inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model grass on the roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass roots, akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.

(8)

1) Menyadari adanya masalah

Pendekatan grass roots biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakan ketidakcocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar siswa sehingga kita merasa terganggu, dan lain sebaginya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak mungkin penerapan kurikulum 2013 dapat berlangsung di SMP Negeri Lubuk Penyamun.

2) Mengadakan refleksi

Kalau dirasa adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literatur yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan latar belakangnya. Dengan pemahaman tersebut, akan memudahkan bagi guru dalam mendesain lingkungan yang dapat mengaktifkan siswa memperoleh pengalaman belajar.

3) Mengajukan hipotesis atau jawaban sementara.

4) Menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan.

5) Mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi.

b. Beauchamp’s system model

Lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum ini yang sesuai dengan pelaksanaan penerapan kurikulum pada SMP Negeri 40 Lubuk Panyamu, yaitu:

1) Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicangkup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi ataupun seluruh negara. Penetapan arena ini ditentuan oleh wewenang yang dimilik oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikululm, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum hanya mencakup satu daerah kabupaten saja sebagai pilot proyek.

2) Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu : (1) para ahli pendidikan /kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang dari luar, (2) para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih, (3) pada profesional dalam sistem pendidikan, (4) profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.

(9)

lima langkah, yaitu ; (1) membentuk tim pengembangan kurikulum, (2) mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang digunakan, (3) studi pengajaran tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru, (4) merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru, (5) penyusunan dan penulisan kurikulum baru.

4) Implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau penulisan kurikulum. 5) Evaluasi kurikulum. Langkah ini minimal mencakup empat hal, yaitu

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan Konsep Pengelolaan Sumberdaya pesisir secara terpadu serta menerapkannya ke dalam perencanaan

Cukup terampil jika menunjukkan sudah ada usaha untuk menerapkan konsep/prinsip dan penyelsaian pemecahan masalah yang relevan berkaitan dengan operasi matriks