• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRITIK SANAD DAN MATAN Diajukan untuk me

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KRITIK SANAD DAN MATAN Diajukan untuk me"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1

KRITIK SANAD DAN MATAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Quranic Exegesis and Hadith

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Prof.Dr. Salman Harun Prof.Dr.Munzier Suparta, MA

Dr. Hamka Hasan Dr. Fuad Thohari, M.Ag

Oleh: Khairani Hasibuan NIM.21161200100061

dan Ulul Azmi NIM. 31161200100085

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

2

KRITIK SANAD HADIS Oleh : Khairani Hasibuan

Pendahuluan

Hadis merupakan sumber hukum yang kedua setelah al-Quran, selain sebagai sumber hukum juga berfungsi sebagai penjelas, perinci dan penafsir al-Quran. Oleh karena itu otentitas sumber hadis sangat penting. Untuk menilai keotentikan hadis tersebut ada dua komponen yang sangat perlu diperhatikan yaitu sanad dan matan, dimana antara sanad dan matan memiliki hubungan fungsional yang menentukan eksistensi dan kualitas hadis tersebut.

Kritik sanad dan matan telah melalui sejarah yang panjang dimulai pada zaman Nabi Muhammad saw. dengan metode yang sederhana, kemudian berlanjut kepada era ke

khalifahan dimana setelah terjadinya fitnah ‘Utsman bin Affan berkembang kritik sanad,

sebelumnya kritik hanya berorientasi kepada keorisinalitasan suatu matan. Kemudian

berkembang lagi pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in yang melahirkan suatu keilmuwan yaitu Ilmu Jarh wa Ta’dil. Namun kritik ini tidak hanya terjadi di kalangan umat islam, tetapi para

orientalis juga melakukan penelitian dan kritikan yang berakhir kepada kekeliruan otentitas dan eksistensi hadis.

Dalam makalah ini penulis memaparkan teori beserta contoh dari sanad hadis dan juga sanggahan yang dilakukan oleh MM. Azami terhadap teori orientalis.

a. Pengertian Kritik Sanad

Adapun secara terminologi ada beberapa pendapat ulama hadis yang dikutip oleh Ibrahim amin. Seperti Al-hakim mengatakan sanad merupakan transmisi dalam hadis, dimana seorang perawi meriwayatkan dari gurunya dengan mendengarnya secara

1Majma’ al-lughah al-arabiyah “al-mu’jam al-wasith”, cet.4 (maktabah asy-syuruq ad-dualiyah, 2004) 944. 2 Abi al husein ahmad bin paris, maqaayis a-lughat, tahqiq : abdul as -salam Muhammad harun, vol.III Dar

Al-Kutub (105

(3)

2

langsung begitu juga dengan guru daripada gurunya yang berakhir kepada nabi. Kemudian, Al-khatib mengatakan periwayatan yang bersambung sampai ke sumbernya,

ibn ‘abd al-barr mengatakan periwayatan yang bersumber dari nabi meskipun bersambung atau terputus. Imam Ibn as-shalah : suatu jalan yang dapat menyampaikan kepada materi hadis5. Kritik sanad menurut ulama hadits yaitu pemilahan hadits-hadits

shahih dari hadits dha’if dan menghukumi perawinya dari segi tsiqoh atau tidaknya.6

b. Urgensi Kritik Sanad Hadis

Sistem sanad ini merupakan spesifik umat islam, umat-umat sebelumnya tidak memiliki sistem ini. Karenanya, otentitas kitab-kitab samawi mereka tidak dapat dipertanggung jawabkan sekarang. Begitu pula ajaran-ajaran yang asli dari para nabi mereka juga tidak dapat ditulis dalam kitab-kitab yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, sebagai penggantinya, yang ada adalah ajaran-ajaran palsu dari para pendusta dengan mengatasnamakan hal itu sebagai ajaran para nabi mereka.

Karenanya, seandainya umat islam tidak memiliki sistem sanad, tentulah alqur’an

dan ajaran-ajaran nabi s.a.w sudah mengalami nasib seperti ajaran para nabi sebelumnya. Maka di sinilah letak nilai dan urgensi sanad dalam agama islam7.

c. Sejarah Perkembangan Kritik Sanad

- Kritik pada masa nabi Muhammad saw

Kritik hadits sudah dimulai pada zaman rasul tetapi masih dalam bentuk yang sederhana karena jika ada suatu perkara para sahabat langsung konfirmasi kepada rasul atau mengklarifikasi hadis tersebut.8

5 Ibrahim amin al-Jafi asy-syahr zuri al-baghdadi, manahij al-muhadditsin fi naqd ar-riwayat at-tarikhiyat,

dubai: dar-alqolam, 2014)78-79.

6 Muhammad Mustafa Al- A’zamy, “Ma nha j Al-Naqd ‘Inda Al-Muha dditsin” (Riyadh: Syirkah Al -Taba’aah Al-Arabiyyah Al-Su’udiyah,1982) H.5

7 Ali Mustafa Yaqub, Kritik Ha dis(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004, cet II), 97-98.

8 Ketika Ali datang dari Yaman bersama Rasulullah seketika itu juga Fatimah memakai pakaian yang

bercorak dan bercelak, ali berkata: dia (Fatimah) segara menghampiri, saya pun meminta fatwa kepada rasul, saya berkata: wahai rasulullah, Fatimah memakai pakaian bercorak dan bercelak, dan Fatimah berkata: saya disuruh oleh nabi saw, kemudian rasul berkata: engkau benar… saya yang menyuruhnya, Muhammad Mustafa Al- A’zamy, Ma nha j Al-Naqd ‘Inda Al-Muha dditsin (Riyadh: Syirkah Al-Taba’aah Al-Arabiyyah

(4)

3 - Pada masa khalifah

Setelah wafatnya rasul kekhalifahan digantikan oleh Abu Bakr As-Shiddiq, dimana perkembangan kritik hadis masih secara umum tetapi sedikit meluas dibandingkan masa rasul dengan cara komparatif yaitu dengan membandingkan dua riwayat atau lebih.

Ibnu hiban berkata yang dikutip oleh MM Azami : bahwa khalifah Umar dan Ali umat Islam, sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu Kritik Hadis, karena untuk mendapatkan legitimasi masing-masing kelompok mencari dukungannya dari hadis nabi saw.10 dalam hal ini Ibnu Sirrin berkata: “Sebelumnya mereka tidak pernah mempertanyakan tentang sanad, tetapi setelah terjadinya fitnah mereka berkata: katakana siapa yang meriwayatkannya, jika hadis tersebut dari ahlus-sunnah maka diterima, jika

dari ahli penyebar bid’ah maka tertolak”11 jika para ulama di samping tetap melakukan kritik matan hadis, juga mulai memberlakukan kritik rawi hadis dimana seorang rawi sebagai pembawa atau periwayat hadis perlu diketahui identitasnya, apakah ia orang yang

taat beragama dan jujur yang kemudian dikenal dengan istilah ‘adil, apakah dia kuat ingatannya dan tidak pelupa, yang kemudian dikenal dengan istilah dhabit dan sebagainya.12

Hal ini didukung oleh pendapat Mm.Azami bahwa Khalifah Umar hanya mengembangkan metode yang telah dilakukan oleh Khalifah Abu Bakr dan pada masa ini para sahabat bertambah dalam mengkritik hadis, seperti sayyidah ‘Aisyah,13 dimana dalam mengkritik hadis beliau membandingkan dengan ayat Al-qur’an, hal ini terjadi ketika umar bin khattab wafat terbunuh, kemudian Ibnu Abbas mengatakan kepada Aisyah bahwa menjelang menghembuskan nafas terakhir Umar berpesan agar tidak

9 Muhammad Mustafa Al- A’zamy, Ma nha j Al-Naqd ‘Inda Al-Muha dditsin (Riyadh: Syirkah Al-Taba’aah

Al-Arabiyyah Al-Su’udiyah,1982), 10-11

10Ali Mustafa Yaqub, Kritik Ha dis(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004, cet II), 3. 11Nur ad-din ‘itr, ma nha j a n-na qd fi ulum a l-ha dis (dimasq: dar al- fikr, 1979), 52 12 Ali Mustafa Yaqub, Kritik Ha dis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004, cet II), 13.

(5)

4

seorangpun dari keluarganya yang menangisinya. Alasannya, karena Umar pernah

mendengar Nabi Saw bersabda “mayat itu akan disiksa karena ia ditangisi keluarganya”. Mendengar berita itu Aisyah langsung berkmentar, “semoga Umar dirahmati

Allah. Rasulullah saw. Tidak pernah bersabda bahwa mayat orang mukmin itu akan

disiksa karena ia ditangisi keluarganya. Beliau hanya bersabda, “sesungguhnya Allah akan menambah siksa mayat orang kafir yang ditangisi keluarganya. “sesungguhnya Allah akan

menambah siksa mayat orang kafir yang ditangisi keluarganya”. Kata Aisyah selanjutnya,

“cukuplah bagi kalian sebuah ayat yang mengatakan bahwa seseorang tidak akan

menanggung dosa orang lain. (Al-An’am :164).14Hal ini memberikan kesan bahwa pada masa Abu Bakar dan Umar masih terfokus dalam kritik matan (Internal) hadis.

- Masa tabi’in

Dengan meluasnya ajaran islam yang diiringi menyebarnya hadis rasul maka terbentuklah madrasah kritik hadis di Irak dan Madinah. Menurut Ibnu Rajab yang dikutip oleh Mm Azami bahwa Ibnu Sirrin merupakan orang pertama yang mengkritik perawi hadis dengan membandingkan ketsiqahan mereka.

Mulainya masa tabi’in terbentuklah kritik hadis dalam versi baru. Rihlatul ‘ilm

14 Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004, cet II), 2-3

15 Perjalanan Jabir Ibn Abdullah Al Anshori r.a. ke Syam selama berbulan -bulan hanya untuk

mencocokkan satu hadis, begitu juga dengan perjalannya ke Mesir.

16 Perjalanan Jar Ibn Hubaisy pada masa kekhalifaan ‘Utsman untuk mendengarkan hadits nabi yang

(6)

5 mereka menyusun biografi perawi dan menyelidiki kelemahannya. Kemudian tiba

setelahnya Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Mu’ayyan, Ali bin al-Madiniy, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Ishaq bin Ibrahim al-Hanzhaliy, Abdullah bin Umar al-Qawariri dan Zuhair bin Harb, mereka menetapkan dasar metode empiris dalam hadis dan menyeleksi perawi hadis.

Kemudian kelompok yang terakhir adalah Muhammad bin Yahya an-Nisabur, Abdullah bin Abdur Rahman ad-Darimi, Abu zar’ah Ubaidillah bin Abdul Karim ar-Razi,

Muhammad bin Isma’il al-Ja’fiy al-Bukhori, Muslim bin al-Hujjaj an-Nisabur dan Abu Dawud Sulaiman As- Sijastani yang mana ke dua kelompok terakhir merupakan puncak dari sejarah kritik hadis, karena disamping karya-karya mereka masih ada sampai sekarang mereka juga membangun hadis dari berbagai aspek. Adapun dua kelompok

sebelumnya mereka sebatas membahas jarh wa ta’dil dan belum menjadi ilmu yang

independen.18

d. Kritik Sanad di kalangan Muhadditsin

Kriteria-kriteria Otentitas hadis kemudian dirumuskan oleh para ulama, bahwa hadis dinyatakan sebagai shahih (otentik) apabila memenuhi empat syarat. Yaitu, ia diriwayatkan dengan sanad (jalur transmisi) yang bersambung sampai pada nabi s.a.w. sanad itu terdiri dari orang-orang yang bertakwa dan kuat ingatanyya, sementara materi hadis itu tidak berlawanan dengan al-qur’an atau Hadis lain yang diriwayatkan dengan sanad yang lebih unggul kualitasnya, dan tidak mengandung unsur-unsur kecacatan. 19

1. دنسلا ل صتا (sanadnya bersambung)

17Ilmu yang membahas tentang cacatnya perawi dan ke ‘adilan mereka dengan lafaz tertentu yang mana lafaz tersebut memiliki derajat ilmu ini merupakan cabang dari ilmu “Rijal al-Hadis”, Abi Hatim Muhammad bin idris bin al-mundzir al-hanzhali ar-razi, al-jarh wa ta’dil, (Beirut: dar-al kutub al ‘ilmiyah, 1952). (ةمدقم) .

18 Muhammad Mustafa Al- A’zamy, Ma nha j Al-Naqd ‘Inda Al-Muha dditsin (Riyadh: Syirkah Al-Taba’aah

Al-Arabiyyah Al-Su’udiyah,1982) 14-17.

(7)

6

Bersambungnya sanad dari awal hingga akhir yang dinisbatkan kepada rasulullah. Ibnu shalah berkata : seorang dari periwayat hadis harus bertemu dengan guru yang diatasnya dengan cara yang masuk akal atau melalui talaqqi,

tidak termasuk didalamnya mursal dan munqati’, mu’allaq, mu’dhal, mudallas dan mursal khofiy bukan termasuk kategori hadis shohih karena tidak bersambungnya sanad disebabkan gugurnya satu perantara atau lebih.20

2. وارلا ةلادع (rawinya adil)

Memahami kualifikasi rawi dari sudut keadilannya, berarti menilai rawi dari

aspek moralitasnya. ‘adil adalah: sifat yang tertanam kuat dalam diri yang membawa pelakunya pada ketetapan taqwa dan muru’ah.21Ke ‘adilan rawi Merupakan unsur yang paling penting diterimanya suatu riwayat, karena rawi harus seorang muslim, baligh, ber’akal, tidak fasiq, hafizh, yang taqwa,

meninggalkan ma’siat dan dusta juga menjaga muru’ah. 22 Ibnu Mubarak

menyatakan bahwa yang dimaksud ‘adil adalah orang yang mendapati dirinya dalam lima hal: a) disaksikan oleh jama’ah, b)tidak minum khamar c) tidak hina dalam agamanya, d) tidak berdusta, e)tidak ada gangguan dalam akalnya.23

3. وارلا طب ض (kemampuan rawi memelihara hadis)

Seorang rawi menjaga hadis dalam hafalan ataupun catatannya.24 4. شلا دع (tidak syadzdz)

21Abdur Rahman dan Elan Sumarna, Metode Kritik Ha dis (Bandung: Remaja Rosdakarya,2013), 28. 22Abu ‘Umar Dan ‘Utsman Ibn abd Ar-Rahman asy-Syahrazawiy, ‘Ulumul al Hadis Li Ibn as Sa la h, tahqiq

: Nur ad Din ‘Itr, (Beirut,: Dar al-Fikr al-Ma’ashir)12.

23 Abdur Rahman dan Elan Sumarna, Metode Kritik Ha dis (Bandung: Remaja Rosdakarya,2013), 31. 24Abu ‘Umar dan ‘Utsman Ibn abd ar-Rahman asy-Syahrazawiy, ‘Ulumul al Hadis Li Ibn as Sa la h, tahqiq :

Nur ad Din ‘Itr, (Beirut,: Dar al-Fikr al-Ma’ashir). 104

(8)

7

Illat artinya penyakit atau sesuatu yang menyebabkan keshahihan suatu hadis ternodai. Illat yang ada pada suatu hadis tidak tampak secara jelas melainkan samar-samar, sehingga sulit ditemukan, kecuali oleh ahlinya. Oleh karena itu, hadis semacam ini akan banyak ditemukan pada tiap rawi yang tsiqat sekalipun. Tiga syarat pertama lebih ditekankan kepada sanad berikut rawinya, sementara dua terakhir untuk sanad, rawi dan matan (redaksi).27

e. Kritik orientalis terhadap sanad

Persyaratan otentitasvhadis telah diterapkan oleh para ulama khususnya ahli-ahli hadis, dalam menyeleksi atau mengkritik hadis. Sejak abad pertama hijriah sampai kira-kira abad ketigabelas hijrah, tanpa ada seorangpun yang mempersoalkan. Dan baru pada tahun 1890 M dunia penelitian hadis dikejutkan dengan munculnya metode “baru” dalam kritik hadis, yaitu setelah terbitnya buku Muhammadenische Studien (muslim study) yang ditulis oleh Ignaz Goldziher28, dimana ia menolak persyaratan-persyaratan atau kriteria-kriteria otentitas hadis yang telah ditetapkan.29

27Abdur Rahman dan Elan Sumarna, Metode Kritik Ha dis (Bandung: Remaja Rosdakarya,2013), 15. 28 Orientalis pertama yang melakukan kajian hadis adalah Ignaz Goldziher dengan karyanya yang

berjudul Muha mmeda nische Studien ( muslim studies) pada tahun 1980. Buku ini merupakan buku induk yang digunakan orientalis dalam mengkaji hadis. Kemudian setelah tiga perempat abad (±70 tahun) muncul juga profesor Schahct untuk meneliti keabsahan hadits adapun karyanya The Origins of Muha mma da n J urisprudence. Ali Mustafa Yaqub, Kritik Ha dis(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004, cet II), 8. Goldzhiher mengatakan bahwa mustahil pada masa awal islam adanya alquran yang jelas tertulis disamping itu ada hadis yang pengajarannya melalui lisan hidup b ersama, walaupun hadits tersebut juga ditulis maka dia akan terkecoh dengan tulisan tersebut.(Ignaz Goldziher, Muslim Studies, Muha mma da nische Studien , terj. C.r. Barber dan s.m. Stem, vol.2, (State University of New York). 181 Kekeliruan Goldziher dalam meneliti hadis: Kesalahannya dalam mendefenisikan hadits, hadis dipahaminya menurut etimologi saja, sehingga memberikan pengertian yang luas (Ignaz Goldzhiher, 17) Pandangannya tentang masyarakat islam pada abad ke-2 dan ke-3 h yang menurutnya disitulah munculnya hadits. Gugatan goldziher kepada az zuhri sebagai pemalsu hadis. Gugatan goldziher terhadap metode kritik Imam Bukhori ( Ali Mustafa Yaub, Kritik Ha dis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 20014, cet.II)

(9)

8

Dibandingkan dengan I.Goldzhiher, J.Schacht memiliki “keunggulan” karena

Schaht sampai pada kesimpulan yang meyakinkan bahwa tidak ada satupun hadis yang otentik dari nabi S.A.W khususnya hadis–hadis yang berkaitan dengan hukum islam. Sementara Goldziher hanya sampai pada kesimpulan yang meragukan adanya otentitas hadis.30

Orientalis berbeda pendapat tentang pemakaian sanad dalam hadis nabi itu dimulai. Menurut Caetani, urwah (94 H) adalah orang yang pertama yang menghimpun Hadis Nabi, tetapi ia tidak menggunakan Isnad, dan tidak pula menyebutkan sumber-sumber selain Al-qur’an. Caetani menyimpulkan bahwa pemakaian sanad baru di mulai pada masa antara Urwah dan Ibnu Ishaq (w 151 H). Oleh karena itu, sebagian besar dari sanad-sanad yang terdapat dalam kitab-kitab Hadis adalah buatan ahli-ahli hadis abad kedua bahkan abad ketiga.31 Perkataan Caetani ini di dukung oleh Springer.

Horovitz : orang-orang yang mengatakan bahwa urwah tidak memakai sanad itu sebeenarnya belum mempelajari kitab-kitab urwah berikut sanad-sanadnya secara lengkap. Pemakaian sanad dalam meriwayatkan hadis sudah dimulai sejak sepertig yang ketiga dari abad pertama Hijriyah. Horovitz membantah keras pendapat Caetani dan Sprenger.32

Josep Schacht mengatakan bahwa tradisi hukum selalu dinisbatkan kepada masa

setelah Syafi’i sekitar pertengahan abad ke-2 H kemudian yang lebih awal yaitu para sahabat untuk mendapatkan legitimasi hukum dengan otoritas yang lebih tinggi, maka dinisbatkan kepada nabi Muhammad. Berikut merupakan bentuk sederhana dari sanad

yang difahami oleh Schaht yang menunjukkan adanya kecenderungan “Projecting Back”.33 Dengan begitu ia menyimpulkan bahwa bagian terbesar dari sanad hadis adalah palsu. Menurutnya, semua orang mengetahui bahwa sanad pada mulanya muncul dalam bentuk yang sangat sederhana, kemudian mencapai tingkat kesempurnaannya pada paruh abad ketiga H dimana apabila kelompok ingin mengaitkan(menisbatkan) pendapatnya

31MM.Azami, Studies in Ea rly Ha dith Litera ture, (Indianapolis :american trust publications, 1978)

h,213-214

32 MM. Azami, hadis nabawi dan sejarah kodifikasinya, terj. Ali Mustafa yakub (studies in early hadith

literature), (Jakarta :pustaka firdaus,2000) 532-534

(10)

9

dengan orang-orang dahulu, maka kelompok trsebut memilih orang dahulu itu dan menaruhnya dalam sanad.34

Schacht telah mempelajari kitab al-Muwatta’ karya imam malik, kitab al-muwatta’ karya imam Muhammad al-syaibani dan kitab al-umm karya imam al-syafi’i. kitab-kitab ini sebenarnya lebih tepat disebut sebagai kitab fikih daripada kitab hadis. Namun

demikian, Schacht telah menggeneralisasikan “hasil kajiannya” terhadap kitab tersebut

sekaligus menerapkannya untuk seluruh kitab-kitab hadis tersebut. Seolah-olah tidak ada kitab yang khusus mengenai hadis, dan seolah-olah tidak ada perbedaan antara watak kitab fikh dan kitab hadis35

Sanggahan terhadap orientalis

- Sanad telah dipakai sejak Nabi SAW. Masih hidup, dan para sahabat telah menggunakannya untuk meriwayatkan hadis tersebut

- Secara umum, pemalsuan hadis trjadi pada decade ke empat dari hijrah Nabi, yaitu dalam masalah politik saja. Karena kelompok-kelompok politik saling bermusuha, sedang diantara mereka ada yang lemah imannya, sedikit pengetahuan agamanya sehingga membuat hadis palsu untuk kelompoknya. Maka sejak saat itu, ahli-ahli hadis lebih hati-hati dalam memilih guru, lebih selektiv dalam mendengarkan hadis dan lebih teliti dalam menerima rawi. Disbanding masa sebelumnya penggunaan sanad mass itu lebih terasa penting

- Sampai sekarang para orientalis belum mendapatkan pilihan yang tepat untuk mempelajari sanad. Sebab tulisan-tulisan Imam Syafi’I dan Abu Yusuf secara jelas membuktikan bahwa karya tulis ahli fikih tidak tepat dijadikan objek sanad hadis. Begitu pula kitab-kitab tarikh dan biografi, sebab kitab-kitab itu tidak hanya sekedar merupakan koleksi dan penyusunan dokumen dengan meniadakan sanad-sanadnya agar peristiwa yang dituturkan dapat beruntun. Jadi penelitian sanad yang dimaksud tidak dapat terpenuhi dalam kitab-kitab tersebut.

34 MM. Azami, hadis nabawi dan sejarah kodifikasinya, terj. Ali Mustafa yakub (studies in early hadith

(11)

10

Oleh karena itu, sanad, hadis dan hal-hal yang berkaitan dengan itu hanya dapat dikaji melalui kitab-kitab hadis saja. Bukan melalui kitab-kitab tarikh, biografi, fikh dan bukan pula melalui kitab-kitab yang berisi hadis-hadis tentang fikh seperti kitab al-muwatta’, karangan imam malik

- Contoh yang dituturkan oleh schahct tentang gejala sanad justru membantah teorinya sendiri. Sebab banyaknya rawi yang tinggal di puluhan negeri yang

berjauhan, denngan sendirinya telah menbantah teori “Projecting Back” dan

pemalsuan sanad sebab hal itu jarang terjadi.36

f. Contoh Kritik Sanad

Hadis ke-16

يإا واح ب

ى ص ي لا نع سنأ نع ةباق يبأ نع يأ ثدح : ق يفقثلا ه لا د ع ثدح : ق ى ث لا نب د حم ثدح ه ي أ : يإا اح دج هيف نك نم اث : ق م س هي ع ه أ ، ها س م هيلإ بحأ هل س

( لا ا ) لا يف ف قي أ ر ي ك رف لا يف عي أ ر ي أ ،ه اإ ه حي ا ءر لا بحي

37

Muhammad b. Mutsanna telah memberitahukan kepada kami, Abdul Wahhab

ats-Tsakofi telah memberitahukan kepada kami dari Abu ilabah dari Anas berkata, Rasululluh

SAW. Bersabda: Tiga hal, barang siapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman,

yaitu menjadikan allah dan rasulnya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka. (H.R. Bukhori)

36MM Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, terj. Ali Mustafa Yakub (Studies In Early Hadith

Literature) (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), 538 dan 581-583.

(12)

11

a. BIOGRAFI PERAWI

1. Al-Bukhori

Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Badzdizabah. Ibnu Athraf al- Ju’fi maulahum, abu Abdullah al Bukhori. Wafat tahun 285 H.

Guru: Ubaidillah bin Musa, Muhammad bin Musa al-Anshari, ‘Affan, Ahmad bin

Khalid al-Wahabiy dsb. Murid: Turmudzi, muslim, an-Nasa’i, Hafsah bin ‘Umar bin al-Harits, Ibnu Nuhas, Hamzah, dsb.

Pendapat ulama:

Ibnu Abi Hatim : la ba’sa bih

Ad Daruqutni : tsiqoh Al- Baghandi : shaduq Ibnu Hibban : tsiqoh. 38

2. Muhammad Al-Mutsanna

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Al-Mutsanna bin Ubaid bin Qais bin Dinar Al-‘Anazy. Beliau dikenal juga dengan panggilan Abu Musa Al-Bashri

Al-Ma’ruf bi Az-zamani. Wafat 252 H.

Guru :Abdullah bin Idris, abi Muawiyah, khalid bin al-harits, yazid bin zural,

Abdul Wahhab Ats-tsaqofi. Murid:Al-jama’ah, Nasai, Abu Zar’ah, Abu Hatim,

Baqi bin Makhlad, Dzakaria Assajiy.

Pendapat ulama:

Abdullah bin Ahmad : tsiqoh

Abu sa’ad al-harawiy dari az-zuhli : hujjah

Abu hatim : hadits shlalih, suduq

An-nasai : la ba’sa bih

Ibn ‘uqdah : kana in itsbat

(13)

12

Khatib : tsiqoh

Maslamah : tsiqoh , mashur39

3. Abdul Wahhab ats-Tsaqofi

Nama lengkapnya adalah Abdul Majid bin ash-Shalt bin ‘Ubaidillah bin al

-Hakam bin abi Al’asi ats—Tsaqofi. Dikenal juga dengan Abu Musa Al-Bashri. W. 194 H.

Guru:Humaid at-tawil, ayyub as-syakhtiyaniy, Ibn ‘Aun, Khalid al -Khadzadzai, Dawud bin Abi Hind, Auf al-‘Arabiy, Ubaidillah bin Umar, Yunus

bin ‘Ubaid, Yahya bin Sa’id dsb. Murid :Asy-Syafi’i, Ahmad, Ali, Yahya, Ishaq,

ibna Abi Syaibah, Abu Khaitsamah, Yundar, Abu Musa, Musdad, Ibrahim bin

Muhammad bin ‘Ar’arah.

Pendapat ulama:

Ayyub : tsiqoh

Ahmad : tsiqoh

Utsman : tsiqoh

Al’ijliy : tsiqoh

Muhammad bin sa’ad : tsiqoh40

4. Ayyub

Nama lengkapnya Ayyub bin Abi Tamimah Kaisani Assakhtayaniyy Abu Bakr al-Bashri. Maula Juhainah. Lahir pada tahun 66 H dan Wafat tahun 131 H.

(14)

13

Guru: Amr bin Salmah al Ajrami, Humaid bin Hilal, Abu Qilabah, Qasyim

bin Muhammad, abd ar-Rahman bin al-Qasim, Nafi’ Maula bin Umar.

Murid:Al-‘Amsasa, Hammadan, Sufyanan, Syu’bah, Abdul Warits, Malik, Ibn Ishaq, Sa’id bin Abi Arubah.

Pendapat Ulama:

Ibnu Abi Khaitsamah : tsioh

Ibnu Sa’ad : hujjah ‘adlan

Abu Hatim : tsiqoh

An-Nasai : tsiqoh tsabat41

5. Abu Qilabah

Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Zaid bin ‘Amr. Dikenal dengan

panggilan Abu Qilabah al-Jaramiy al-Bashriyy. Wafat tahun 107 H.

Guru:

Tsabit bin ad-Dhahak al-Anshari, Samroh bin Jundub, abi Zayd bin ‘Amr bin Akhtab, Zainab bintu Ummu Salamah, Anas bin Malik al-Anshori, Anas bin Malik al- Ka’biy, Ibnu Abbas. Murid: Ayyub, Kholid al-Khadzdzai, Abu Raja Salman Maula bin Qilabah, Yahya bin Abi Katsir, ‘Ashim al-Ahwal, Asy’ats bin Abd ar-Rahman al-Jarmiyy

Pendapat ulama: Ibnu sa’ad : tsiqoh

Ibnu sirrin : terpercaya (haqqan)

Ibnu ‘aun : tsiqoh, rajul shalih

Al-‘ijiliyy : tsiqoh

Abu hatim : la yu’rafu lahu tadlis

(15)

14 Ibnu kharash : tsiqoh

Wafat di syam, 104/107 h.42

6. Anas bin malik

Anas bin malik bin Nadhar bin Dhamdham bin Zaid bin Haram bin Jundala bin

Amir bin Ghammi bin ‘Adi bin Nujjan al-Anshori. Kunyah : Abu Jamzah al-Madani, Khodim Rasulullah saw. Wafat tahun 93 H.

Guru:

Nabi Muhammad saw, Abu Bakar, Umar, Utsman, Abdullah bin Rawahah, Fatimah Azzahra, Tsabit bin Quwais bin Syammas, Abd Ar Rahman bin Auf,

Ibnu Mas’ud, Malik bin Sha’sha’a, Abi Dzar, Ubai bin Ka’ab, Abi Thalhah, Mu’adz bin Jbal, Ubadah Bin Ash Shomit, Ummu Sulalim, Ummu Haram, Ummu Fadhl, Jama’ah. Murid : Hasan Sulaiman at-Taimiy, Abu Qilabah, Abu Mijlaz, Abdul ‘Aziz bin Suhaib.43 Shahabat semuanya ‘adil.44

b. Lambang Periwayatan

Penyandaran berita yang dilakukan oleh setiap pembawa berita dalam mata rantai sanad menggunakan ungkapan kata-kata yang melambangkan pertemuan langsung (muttashil) atau tidaknya. Pada hadis di atas menggunakan ungkapan (نثدح)ungkapan penyampaian periwayatan tersebut pada umumnya digunakan dalam keadaan jika seorang periwayat mendapat hadis secara langsung dan bertemu langsung dari seorang gurunya dan penerimaan secara berjama’ah.45

42Ibnu Hajar al-‘Atskolani asy Syafi’I, Ta hdzibu Ta hdzib (muassasat Ar-risalah), vol. I, 190. 43Ibnu Hajar al-‘Atskolani asy Syafi’I, Ta hdzibu Ta hdzib (muassasat Ar-risalah),

44Nur ad-Din ‘Itr, Manhaj an-Naqd fi Ulum Al-Hadis (Dimasq: Dar al- Fikr, 1979), 52. 45Abdul Majid Khon, Ulumul Ha dis, (Amzah :Jaka

(16)

15

c. Skema Sanad

Dari peneletian diatas dapat disimpulkan bahwa hadis ke-16 yang diriwayatkan oleh Bukhori adalah shahih menurut sanadnya.

Kesimpulan

 Kritik sanad menurut ulama hadits yaitu pemilahan hadits-hadits shahih dari hadits

dha’if dan menghukumi perawinya dari segi tsiqoh atau tidaknya.

 Keshahihan sanad suatu hadis dilihat dari : bersambungnya sanad kemudian

perawinya ‘adil dan dhabit.

 Para orientalis menyimpulkan bahwa sanad hadis itu buatan ulama pada abad ke dua atau ketiga hijriyah, dalam menyanggah hal ini MM.Azami menyatakan bahwa sanad itu sudah digunakan pada zaman Rasulullah.

(17)

16

Daftar pustaka

Majma’ al-Lughah al-Arabiyah al-Mu’jam al-Wasith, cet.4 (Maktabah asy-Syuruq ad-dualiyah, 2004).

Muhammad Mustafa Al- A’zamy, “Manhaj Al-Naqd ‘Inda Al-Muhadditsin” (Riyadh: Syirkah

Al-Taba’aah Al-Arabiyyah Al-Su’udiyah,1982)

Abi al Husein Ahmad bin Paris, Maqayis al-Lughat, Tahqiq : Abdul as-Salam Muhammad Harun, vol.III Dar Al-Kutub

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Amzah :Jakarta, 2013)

Ibrahim Amin al-Jafi asy-Syahr zuri al-Baghdadi, Manahij al-Muhadditsin fi Naqd ar-Riwayat at-Tarikhiyat, Dubai: dar al-Qolam, 2014).

Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004, cet II)

Mustafa Al- A’zamy, Manhaj Al-Naqd ‘Inda Al-Muhadditsin (Riyadh: Syirkah Al-Taba’aah Al-Arabiyyah Al-Su’udiyah,1982)

Nur ad-Din ‘Itr, Manhaj an-Naqd fi Ulum al-Hadis (Dimasq: dar al- Fikr, 1979)

Abi Hatim Muhammad bin Idris bin al-Mundzir al-Hanzhali ar-Razi, al-Jarh wa Ta’dil, (Beirut: dar-al kutub al ‘ilmiyah, 1952)

Abu ‘Umar dan ‘Utsman Ibn abd Ar-Rahman asy-Syahrazawiy, ‘Ulumul al Hadis Li Ibn as

Salah, tahqiq : Nur ad Din ‘Itr, (Beirut,: Dar al-Fikr al-Ma’ashir)

(18)

17

Mahmud Tahhan, Taysir Mustalah Al-Hadits (Jakarta: Dar al-Hikmah,1985) 34.

MM.Azami, Studies in Early Hadith Literature, (Indianapolis :American Trust Publications, 1978)

MM. Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, terj. Ali Mustafa Yakub (Studies In Early Hadith Literature), (Jakarta :Pustaka Firdaus,2000)

Joseph Schacht, The Origins of Muhammad Jurisprudence, (Oxford at The Clarendon Press, 1950)

Ignaz Goldziher, Muslim Studies, Muhammadanische Studien, terj. C.r. Barber dan s.m. Stem, vol.2, (State University of New York)

Muhammad bin Ismail al-Bukhrori, Shahih al-Bukhori, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 2002)

(19)

18

KRITIK MATAN HADITS

a.

Pendahuluan

Aktivitias ilmu kritik matan hadits sudah dimulai pada masa Nabi Saw. akibat bermunculannya (matan-matan) hadits palsu. Aktivitas ini masih intensif sampai tahun ke-7 H. Seiring dengan berjalannya waktu, studi hadits mengalami pergeseran saat mana para ulama lebih memberikan perhatian pada orang-orang yang meriwayatkan hadits. Saat itu, setelah masa sahabat, perhatian diberikan pada aspek sanadnya.

Memasuki abad ke-20 hingga sekarang, atas kesadaran dan hasrat untuk merumuskan dan mengembangkan studi matan hadis dari segi metodologisnya maupun interpretasinya semakin menguat dengan melihat terbitnya sejumlah buku seperti: (1) tahun 1983, dar Afaq di Beirut menerbitkan buku karya Salah ad-Din al-Adlabi yang berjudul Manhaj Naqd al-Matn ‘inda al- ‘Ulama’ al-Hadis an-Nabawi, (2) tahun 1984 di Riyad terbit buku karya Musfir ‘Azm Allah ad-Dumaini yang berjudul Maqayis Naqd al-Mutun as-Sunnah, (3) tahun 1986 di Tunis, Muassasat Abdul Karim

(20)

19

c.

Urgensi

dan Faktor-faktor Perlunya Kritik Matan

Dr. Salahuddin ibn Ahmad al-Adlabi melihat urgensi obyek studi kritik matan ini tampak dari beberapa segi, antara lain:

 Menghindari sikap dan berlebihan dalam meriwayatkan suatu hadis karena adanya ukuran-ukuran tertentu dalam metodologi kritik matan ini.

 Menghadapi kemungkinan adanya kesalahan pada diri para periwayat.

 Menghadapi musuh-musuh Islam yang memealsukan hadits dengan

menggunakan sanad sahih tetapi tidak shahih.

 Menghadapi kemungkinan terjadinya kontradiksi antara beberapa riwayat.49 Sementara untuk faktor-faktor perlunya kritik matan, Al-Adlabi membaginya dalam 2 kategori yaitu, 1) merebaknya pemalsuan pada masa periwayatan dan 2) merebaknya kekeliruan pada masa periwayatan.50

i. Pemalsuan pada Masa Periwayatan

Pemalsuan pada masa periwayatan dapat diklasifikasikan lagi kepada dua perioda, yakni pada masa Nabi Saw dan sesudan Nabi Saw51. Pada masa nabi orang-orang munafik memanfaatkan posisi Nabi Saw. untuk keuntungan-keuntungan mereka dengan membuat pernyataan yang menisbatkan Nabi Saw.

Sedangkan masa setelah Nabi Saw, pemalsuan mulai terjadi pada masa “fitnah

kubra”, yakni pertentangan yang terjadi antara Sahabat Ali dan Muawwiyah. Di

tengah ketegangan itu, ada di antara pengikut masing-masing yang berusaha menjatuhkan lawan dengan cara membuat hadits palsu, agar golongan mereka menjadi

46 https://alkautsarkalebbi.wordpress.com/2013/12/03/kritik-matan-hadits/

47Majma’ al-lughah al -ara iyah al-mu’jam al-wasith , et.4 (makta ah asy-syuruq ad-dualiyah, 2004) 944. 48 Muhammad Toha, Taisir, Musthalah Hadits, hal. 15

(21)

20

semakin mantap dan musuh menjadi semakin lemah. Pernyataan ini dinukil oleh Al-Adlabi dari buku al-Hadis an-Nabawiy, Musthalahuhu Balaghatuhu Kutubuhu karya al-ustadz Muhammad ash-Shabagh.

ii. Merebaknya Kekeliruan pada Masa Periwayatan

Kekeliruan dikategorikan sebab-sebab pemalsuan yang tidak disengaja. Namun demikian hadis yang dipalsukan karena tidak disengaja, tetap dimasukkan sebagai hadits palsu. Kekeliruan ini harus dieliminasi semaksimalnya dan kritik matan adalah salah satu metodologi yang diperlukan untuk eliminasi tersebut.

Kategorisasi kekeliruan ini dapat diklasifikasikan berdasarkan era yang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: 1) kekeliruan pada masa sahabat, 2) kekeliruan pada pascasahabat dan, 3) kekeliruan pada para periwayat.52

d.

Sejarah

dan Perkembangan Kritik Matan Hadits i. Kritik Matan Hadits di Masa Nabi Saw.

Pada buku Kritik Hadits karangan Prof. K.H. Ali Mustafa Yacub M.A 53dibahas tentang kejadian kesalahan periwayatan hadits yang salah yang diterima Umar bin Khattab. Secara naluriah, Umar bin Khattab merasakan kesalahan yang terjadi pada hadits tersebut. Umar Khattab datang pada kesempatan pertama menemui Nabi Saw untuk mengkonfirmasi hadits tersebut. Demikianlah praktek kritik matan sudah terjadi pada saat itu. Pola-pola yang demikian juga dilakukan oleh sahabat-sahabat lain pada masa Nabi Saw.

ii. Kritik Matan di Masa Sahabat

Di kalangan sahabat sendiri, sahabat tidak luput dari kekeliruan dalam periwayatan hadits, karena itulah diperlukan kritik, terlepas dari kritik ini lahir secara alamiah sebagai sifat yang diajarkan nabi. Di bawah ini disebutkan kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi terkait dengan periwayatan hadits di kalangan sahabat: 54

 Sahabat itu meriwayatkan hadits yang didengarnya langsung dari Nabi Saw., tetapi ia tidak tahu kalau hadis itu tidak di-nasakh.

 Dalam meriwayatkan hadits, ia menyertakan komentarnya bersama dengan

redaksi haditsnya itu, sehingga diduga oleh para pendengarnya sebagai

bagian dari hadits. Dan inilah yang dikenal dengan hadits mudraj.

52 Dr. Salahudin ibn Ahmad al -Adlabi, Metodologi Kritik Matan Hadis, GMP, Jakarta, 2004, hal. 46-60 53 Kritik Hadits, Prof. K.H. Ali Mustafa Yacub, MA, Pustaka Firdaus, Jakarta, hal 1 -2.

(22)

21

 Ia mengalami kekeliruan dalam letak suatu kata dalam hadits, atau antara satu hadits dengan hadits lain. Dan inilah yang dikenal dengan hadits maqlub.

 Ia meriwayatkan hadits dengan redaksinya sendiri yang memiliki cakupan lebih luas dari makna yang sebenarnya bersumber (dari) Nabi Saw.

 Tidak sadar dengan pemakaian suatu kata (yang bukan kata asli dari Rasul), yang sebenarnya memiliki perbedaan konotasi.

 Ia meriwayatakan hadits bukan pada jalur yang semestinya, karena telah lupa dengan latar belakang timbulnya hadits itu (sabab alur al-wurud-nya).

 Dia meriwayatkan suatu hadits, secara keliru, yakni yang sebenarnya tidak bersumber dari Nabi Saw., dikatakannya berasal dari beliau.

Sementara di kalangan diluar shabat, kaum munafik hadir untuk membuat kacau kaum muslimin. Mereka hadir dalam bentuk perorangan ataupun kolektif.

Sahabat dan tabi’in sebenarnya tidak lalai dengan pemalsuan hadits. Mereka

bahkan telah berusaha memperkenalkan mereka yang memalsukan hadits kepada masyarakat agar tindakan mereka tidak dicontoh.

Keterpeliharaan hadits pada masa sahabat ini oleh Al-Adlabi 55 bersandar pada

kecermatan khulafa’urrasyidin. Kritik matan dilakukan oleh sahabat yang berdasarkan

intensitasnya Al-Adlabi membaginya dalam dua kelompok besar: 1) Kritik Matan menurut Aisyah r.a dan 2) Kritik matan menurut sahabat lain. 56 positifnya (ta’dil) maupun negatifnya (tajrih). Aktivitas lain dari studi rijal al-hadits ini adalah menilai periwayat dari sela-sela kritik riwayat.

Studi kaidah-kaidah musthala hadits pada umumnya membahas kaidah sanad. Kaidah-kaidah sanad ini sudah dibahas pada bab I terdahulu. Bab mushthalah yang

membahas kritik matan yang meliputi: hadits syudz, hadits munkar, hadits mu’all,

(23)

22

hadits mudltharib, hadits mudraj, hadits maqluh, hadits maudlu dan tanda-tandanya, perkataan sahabat mengenai masalah yang tidak menjadi wilayah akal58

Kriteria dalam kritik matan hadits adalah: 59

1. Tidak bertentangan dengan Alquran

2. Tidak menyerupai perkataan Nabi Saw.

3. Tidak bertentangan dengan fakta sejarah atau sirah nabawiyah yang shahih,

tidak bertentangan dengan akal, kebenaran

e.

Kritik Matan di Tangan Orientalis i. Orientalis Ignaz Goldziher

Ignaz Goldziher, seorang Yahudi, menuduh bahwa penelitian hadits yang dilakukan oleh ulama klasik tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena menggunakan metode kritik sanad, oleh sebab itu Ignaz menawarkan metodologi kritik matan.

ii. Orientalis Joseph Schacht

Joseph Schacht, dinukil oleh Prof. K.H. Ali Mustafa Yacub, MA, menilai sanad hadis dengan mengkontruksi sebuah hadits atau pendapat kepada tokoh-tokoh

dibelakang yang disebutnya sebgai “projecting back”. 60. Dari sini Schacht berpendapat bahwa hadits Nabi Saw tidak dapat dipertanggungjawabkan otentitasnya dengan kata lain palsu.

iii. Orientalis Lain yang Terlibat dalam Kritik Matan

f.

Contoh-contoh Kritik Matan

Di bawah ini ditampilkan contoh-contoh hadits yang tidak lulus kriteria kritik matan yang disampaikan pada butier 1.4.3 di atas.61

1. Bertentangan dengan akal dan kebenaran:

ءا لك نم ء فث ج ن لا

Buah terong itu adalah penawar segala penyakit

2. Tidak menyerupai perkataan Nabi Saw.

اء ضك اًء ض ثيدح ل َ ا

ر ت لي لا ة ظك ًة ظ هفرعت َ ل

58 Dr. Salahudin ibn Ahmad al -Adlabi, Metodologi Kritik Matan Hadis, GMP, Jakarta, 2004, hal. 132 59 Dr. Salahudin ibn Ahmad al -Adlabi, Metodologi Kritik Matan Hadis, GMP, Jakarta, 2004, hal 197-289 60 Prof. K.H. Ali Mustafa Yacub, MA, Kritik Hadis, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1995, hal 22.

61 Prof. Dr. T.M. Hasbi AshShiddieqy, Pokokpokok Ilmu Dirayah Hadits, Bulan Bintang, Jakarta, 1981, hal 366

(24)

23

Sesungguhnya hadits itu mempunyai cahaya (sinar), sebagai sinar matahari, engkau mengenalnya dan ia mempunyai kegelapan sebagai kegelapan malam, engkau tidak mengenalnya.

Hadits ini dinukil Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy dari Al-Baitsul Hatsits.

3. Bertentangan dengan Al-Quran

ة س فاا ةع س نا يندلا ادقم

Umur dunia adalah 7.000 tahun.

Hadits ini bertentangan dengan Al-quran Surat 7 ayat 187.

(25)

24

al-mu’jam al-wasith, Majma’ al-lughah al-arabiyah , cet.4 (maktabah asy-syuruq ad-dualiyah,

2004)

Taisir Musthalah Hadits Mahmud Tahhan, , (Jakarta: Dar al-Hikmah,1985) 34

Dr. Salahudin ibn Ahmad al-Adlabi, Metodologi Kritik Matan Hadis, GMP, Jakarta, 2004

Kritik Hadits, Prof. K.H. Ali Mustafa Yacub, MA, Pustaka Firdaus, Jakarta,

Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, Bulan Bintang, Jakarta,

1981

Referensi

Dokumen terkait

Dugaan sebagai daerah prisma akresi ini dikarenakan banyaknya sesar naik yang dapat ditafsirkan sehingga menjadi kumpulan sesar naik, terdapatnya singkapan batuan bancuh, sedimen

Sedangkan faktor pengganggu diabetes melitus terhadap kejadian stroke iskemik memiliki nilai OR<1 yaitu sebesar 0,29 yakni risiko stroke iskemik pada

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan tulisan yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul

Latar  Belakang:  Tingkat  pengetahuan  tentang  HIV/  AIDS  pada  remaja  yang  tergolong  tinggi,  tetapi  dalam  berpacaran  remaja  tetap  melakukan 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis protozoa yang hidup pada feses dalam usus, insang dan sisik ikan Gurami (Ospronemus gouramy Lacepede) di Budidaya Tambak

Faktor dari dimensi kapal seperti panjang kapal, lebar kapal, dan sarat (draft) kapal yang akan beroperasi pada dermaga memberi pengaruh pada perencanaan

Untuk mendapatkan hasil yang optimum, maka dalam pengemasan bahan pangan, perlu diketahui sifat dan karakteristik bahan yang akan dikemas, sehingga dapat menentukan jenis kemasan

Ada yang secara fanatik mengatakan bahwa reiki-sufi atau reiki berdasarkan metode Moment tidak ada apa-apanya dibandingkan reiki American style, namun ada juga yang berupaya