BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini
merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun
sebagai bahan makanan pokok padi dapat digantikan/disubstitusi oleh bahan
makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan
nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan yang lain (Aak,
1990).
Padi (Oryza Sativa L), termasuk ke dalam sub family Oryzoidae, family Orizeac.
Dari sejak berkecambah sampai panen, tanaman padi memerlukan 3-6 bulan. Sistem
akar padi digolongkan ke dalam akar serabut. Batang terdiri dari beberapa ruas yang
dibatasi oleh buku. Daun dan tunas (anakan) tumbuh pada buku. Padi dapat tumbuh
baik di daerah-daerah yang berhawa panas dan udaranya banyak mengandung uap
air. Di Indonesia padi ditanam dari dataran rendah sampai 1300 meter di atas
permukaan laut. Tanaman padi banyak membutuhkan air, maka padi ditanam di
musim hujan, baik sebagai padi ladang atau padi gogo. Di musim kemarau bisa juga
padi ditanam di sawah akan tetapi hanya pada sawah yang dapat drainase secara
teratur (Fitriadi, 1998).
Benih padi adalah gabah yang dihasilkan dengan cara dan tujuan khusus untuk
disemaikan menjadi pertanaman. Kualitas benih ditentukan oleh prosesnya, mulai
pengeringan, penyimpanan benih sampai fase pertumbuhan di persemaian (Arsanti,
1995).
Salah satu kunci budidaya padi terletak pada kualitas benih yang memiliki daya
kecambah tinggi (90-100%), sehat, dan murni. Benih yang memiliki persyaratan
tersebut diharapkan akan menghasilkan bibit yang kekar (vigorous), seragam, dan
sehat. Berdasarkan persyaratan kualitas, benih padi yang ditanam harus yang
bermutu tinggi (Suparyono dan Setyono, 1993).
Dalam hal pertanaman, benih menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik
Indonesia Nomor: 39/Permentan/OT. 140/8/2006 dibagi atas beberapa kelas, di
antaranya.
1. Benih Penjenis (Breederseeds/BS) adalah benih yang dihasilkan di bawah
pengawasanpara pemulia dengan prosedur baku yang memenuhi standar
sertifikasi sistem mutu sehingga tingkat kemurnian geneticvarietas terpelihara
dengan baik. Bentuk benih penjenis ini dapat berupa pohon induk pemulia
ataupun organ vegetative. Dimana benih selanjutnya digunakan sebagai bahan
dasar untuk memproduksi benih selanjutnya.
2. Benih Dasar/BD (Foundationseeds/FS) adalah benih yang dihasilkan dari
turunan benih penjenis yang dipelihara sehingga identitas dan tingkat kemurnian
varietas dapat memenuhi standar mutu benih bina yang ditetapkan. Pada
perbanyakan vegetatif, benih ini dapat berupa kebun sumber mata temple
(Entress) dan biasanya diproduksi oleh lembaga perbenihan (pemerintah).
3. Benih Pokok/BP (Stock seeds/SS) adalah benih yang dihasilkan dari perbanyakan
memenuhi standar mutu bina yang ditetapkan dan disebarkan oleh balai-balai
benih dan merupakan turunan dari benih dasar.
4. Benih Sebar/BS atau benih reproduksi/BR (Extension seeds/ES) dapat diproduksi
dari benih pokok, benih dasar atau benih penjenis yang memenuhi standar mutu
bina. Merupakan benih yang dihasilkan oleh kebun-kebun benih atau petani
penangkar
Produksi benih di daerah penelitian adalah Benih Dasar, Benih Pokok, dan Benih
Sebar. Untuk Benih Penjenis, Penangkar mendapatkanya dari balai penelitian.
2.2. LandasanTeori
2.2.1 Produksi.
Menurut Sadono Sukirno (2005), fungsi produksi adalah hubungan antara
faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakanya. Faktor-faktor-faktor produksi
seperti yang dijelaskan dapat dibedakan kedalam empat golongan yaitu, tenaga kerja,
tanah, modal, dan keahlian keusahawan. Dalam teori ekonomi, dalam menganalisis
mengenai produksi selalu dimisalkan bahwa tiga faktor produksi yang belakangan
dinyatakan (tanah, modal, dan keahlian keusahawanan) adalah tetap jumlahnya.
Menurut Kartasapoetra (1985), secara kenyataan bahwa rakyat Indonesia di
pelosok-pelosok tanah air dan yang tinggal di kota-kota, dari dahulu hingga sekarang
merupakan rakyat yang mampu berproduksi, tetapi secara kenyataan pula hanya
sebagian kecil pula yang mampu mengembangkan produksinya, sedangkan sebagian
yang lainya merupakan usahawan – usahawan perorangan yang sulit
kemiskinan, hal ini dikarenakan : 1) modal yang mereka miliki sangat terbatas 2)
pengetahuan ekonomi mereka sangat terbatas, 3) usaha hanya di tujukan untuk
menanggulangi kesulitan hidup keluarga, 4) cara dan teknik pemasaran produksi
yang menguntungkan belum dikuasai dengan wajar, 5) kesadaran untuk menyatukan
usaha sehingga merupakan suatu usaha yang besar masih kurang.
Secara umum, istilah “produksi” diartikan sebagai penggunaan atau pemanfaatan
sumberdaya yang mengubah suatu komoditas menjadi komoditas lainnya yang sama
sekali berbeda, baik dalam pengertian apa, di mana, atau kapan komoditas-komoditas
itu dialokasikan, maupun dalam pengertian apa yang dapat dikerjakan oleh
konsumen terhadap komoditas itu (Miller dan Meiners, 1997).
Produksi dapat didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktivitas ekonomi
dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan demikian, kegiatan
produksi tersebut adalah mengombinasikan berbagai masukan untuk menghasilkan
keluaran (Agung, dkk., 2008).
Fungsi produksi adalah abstraksi yang menggambarkan suatu proses produksi.
Fungsi produksi adalah sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari berbagai
macam kemungkinan-kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh suatu
perusahaan (Beattie dan Taylor, 1996).
Dalam ilmu ekonomi dikenal dengan yang namanya fungsi produksi yang
menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik dengan faktor-faktor produksi.
Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi ini ditulis sebagai berikut:
Y = f (X1,X2, X3,…., Xn)
Dimana :
Y = hasil produksi fisik
X1, …, Xn = faktor-faktor produksi
(Mubyarto, 1994).
Faktor produksi dalam suatu usaha pertanian mencakup tanah, modal, dan tenaga
kerja. Tanah merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanpa tanah rasanya
mustahil usahatani dapat dilakukan. Dalam tanah dan sekitar tanah masih banyak lagi
faktor yang harus diperhatikan, seperti luas lahan, topografi, kesuburan, keadaan
fisik, lingkungan, lereng, dan lain sebagainya (Daniel, 2002).
Perkaitan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan disebut
dengan fungsi produksi. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan kepada empat
golongan, yaitu tenaga kerja, modal, tanah, dan keahlian keusahawanan. Untuk
faktor-faktor produksi usahatani meliputi bibit/benih, tenaga kerja, luas lahan, pupuk,
pengendali hama penyakit dan gulma serta faktor lainnya. (Sukirno, 1996).
Hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk. Produk produksi dalam bidang
pertanian atau lainnya dapat bervariasi, antara lain disebabkan karena perbedaan
kualitas. Hal ini dimengerti karena kualitas yang baik dihasilkan oleh proses
produksi yang dilaksanakan dengan baik dan begitu juga sebaliknya kualitas
produksi menjadi kurang baik bila usahatani tersebut dikelola dengan kurang baik
pula (Soekartawi, 2002).
Soekartawi (2001), mengemukakan bahwa prinsip optimalisasi penggunaan faktor
seefisien mungkin. Dalam terminologi ilmu ekonomi, maka pengertian efisien ini
dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu : 1) efisiensi teknis. 2) efisiensi alokatif
(efisiensi harga), 3) efisiensi ekonomi. Kondisi efisiensi harga yang sering dipakai
sebagai patokan yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian
rupa, sehingga nilai produk marginal suatu input sama dengan harga faktor produksi
tersebut. Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi
teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi maksimum.
Dikatakan efisiensi ekonomi jika usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis
dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga.
Peningkatan produksi hanya akan tercapai, selain adanya kegairahan kerja para
petani adalah juga karena pihak pemerintah mampu memberikan pembinaan,
pengarahan, dan penyuluhan tentang pola kerja yang menguntungkan (efektif) jenis
dan kualitas benda yang harus diproduksi, cara dan teknik pengolahan, dan
pengelolaan yang berkaitan dengan itu. Karena para petani menginginkan
terwujudnya peningkatan produksi, dimana mereka dapat memperoleh peningkatan
pendapatan dan peningkatan taraf hidupnya maka segala pembinaan pengarahan dan
penyuluhan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dalam pembinaan, pengarahan dan
penyuluhan terkandung pengetahuan yang mudah diserap oleh mereka
(kartasapoetra, 1985)
Strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran dan rencana yang
komprehensif. Strategi yang mengintegrasikan segala sumber daya dan kemampuan
yang bertujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi. Jadi strategi adalah
pegangan untuk bekerja, berjuang dan berbuat untuk memenangkan kompetisi.
Untuk menentukan mana yang terbaik tersebut akan tergantung pada kriteria yang
digunakan.
Proses penyusunan rencana strategis melalui tiga tahap yaitu:
1. Tahap pengumpulan data
2. Tahap analisis
3. Tahap pengambilan keputusan
Tahap pengumpulan data ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan
pengumpulan data, tetapi juga suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis. Data
dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan data internal yang diperoleh dari
dalam perusahaan, model yang dapat digunakan dalam tahap ini yaitu:
- Matriks faktor strategi internal
- Matriks faktor strategi eksternal
(Soepeno, 1997).
2.2.2 Kemitraan
Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan sangat
ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika
bisnis. Dalam konteks ini pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan
tersebut harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami bersama dan dianut
sangat bervariasi, tetapi merupakan representasi pelaku ekonomi seperti produsen,
pedagang, eksportir, pengolah, pemerintah daerah/pusat, perguruan tinggi, lembaga
riset lain, lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya (Darmono, 2004).
Kemitraan bukan sebuah pengaturan resmi berdasarkan kontrak. Kemitraan adalah
sebuah cara melakukan bisnis dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sa ma
lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama. Kemitraan menggantikan hubungan
pembeli atau pemasok teradisional dengan suatu derajat kerjasama dan saling
percaya serta memanfaatkan keahlian setiap mitra usaha guna memperbaiki
persaingan secara keseluruhan (Linton, 1997).
Kemitraan menyediakan banyak manfaat dan kegunaan dari fungsinya yaitu sebagai
berikut:
1. Membangun hubungan jangka panjang.
2. Memperbaiki kinerja bisnis jangka panjang.
3. Perencanaan produk yang difokuskan.
4. Kesadaran pelanggan ditingkatkan
5. Membuka saluran- saluran penjualan.
6. Mengendalikan biaya-biaya penjualan
(Linton, 1997).
2.2.3 Analisis SWOT
Rangkuti (2008) mengemukakan strategi sebagai alat untuk mencapai tujuan
perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut,
maupun adiktif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan
kelemahan internal yang dapat mempengaruhiorganisasi. Menurut Umar (2008),
strategi merupakan tindakan yang bersifat senantiasa meningkat dan terus-menerus,
serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para
pelanggan di masa mendatang.
Tujuan utama strategi dalam setiap kegiatan adalah mencapai keberhasilan. Dalam
mencapai tujuanya itu keberhasilan, ada beberapa elemen strategi yang harus
dipenuhi. Pertama, tujuan yang diformulasikan secara sederhana, konsisten dan
berjangka panjang. Kedua, pengertian mendalam terhadap lingkungan persaingan.
Ketiga, penilaian objektif terhadap sumber daya dan implementasi yang efektif
(David, 2006).
Analisis SWOT dapat digunakan secara deskriptif dan secara kuantitatif. Penggunaan
analisis SWOT secara deskriptif yaitu hanya menjelaskan bagaimana pengembangan
suatu organisasi tanpa menjelaskan strategi faktor-faktor internal dan eksternalnya.
Sedangkan penggunaan analisis SWOT secara kuantitatif yaitu menjelaskan dengan
terperinci faktor-faktor internal dan eksternalnya dengan menggunakan bobot dan
bagaimana strategi pengembangan tersebut bermanfaat bagi suatu usaha atau
organisasi. Analisis SWOT ditujukan untuk mengidentifikasi berbagai faktor internal
dan faktor eksternal untuk merumuskan strategi (Pearce dkk, 2009).
Perumusan strategi didasarkan pada analisis yang menyeluruh, yaitu :
1. Analisis Internal
Setiap perusahaan perlu menilai kekuatan dan kelemahannya dibandingkan para
pesaingnya. Penilaian tersebut dapat didasarkan pada faktor-faktor seperti teknologi,
sumber daya finansial, kemampuan kemanufakturan, kekuatan pemasaran dan basis
pelaggan yang dimiliki. Strenght (kekuatan) adalah keahlian dan kelebihan yang
dimiliki oleh perusahaan pesaing.
Analisis Kelemahan (Weaknesses)
Merupakan keadaan perusahaan dalam menghadapi pesaing mempunyai keterbatasan
dan kekurangan serta kemampuan menguasai pasar, sumber daya serta keahlian.Jika
orang berbicara tentang kelemahan yang terdapat dalam tubuh suatu satuan bisnis,
yang dimaksud ialah keterbatasan atau kekurangan dalam hal sumber, keterampilan
dan kemampuan yang menjadi penghalang serius bagi penampilan kinerja organisasi
yang memuaskan. Dalam praktek, berbagai keterbatasan dan kekurangan
kemampuan tersebut bisa terlihat pada sarana dan prasarana yang dimiliki atau tidak
dimiliki, kemampuan manajerial yang rendah, keterampilan pemasaran yang tidak
sesuai dengan tuntutan pasar, produk yang tidak atau kurang diminta oleh para
pengguna atau calon pengguna dan tingkat perolehan keuntungan yang kurang
memadai.
2. Analisis Eksternal
Analisis Peluang (Opportunity)
Setiap perusahaan memiliki sumber daya yang membedakan dirinya dari perusahaan
membutuhkan sejumlah besar modal untuk dapat dimanfaatkan. Dipihak lain,
perusahaan-perusahaan baru bemunculan. Peluang pemasaran adalah suatu daerah
kebutuhan pembeli di mana perusahaan dapat beroperasi secara menguntungkan.
Analisis Ancaman (Threats)
Ancaman adalah tantangan yang diperlihatkan atau diragukan oleh suatu
kecenderungan atau suatu perkembangan yang tidak menguntung-kan dalam
lingkungan yang akan menyebabkan kemerosotan kedudukan perusahaan. Pengertian
ancaman merupakan kebalikan pengertian peluang.Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa ancaman adalah faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan suatu
satuan bisnis.
Jika tidak diatasi, ancaman akan menjadi ganjalan bagi satuan bisnis yang
bersangkutan baik untuk masa sekarang maupun di masa depan. Dengan melakukan
kedua analisis tersebut maka perusahaan dikenal dengan melakukan analisis SWOT
(Kotler, 2000).
2.3. PenelitianTerdahulu
Salsabila (2015) dengan judul penelitian “Analisis Finansial Usaha Penangkaran
Benih Padi Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober tahun 2014 di Kabupaten
Serdang Bedagai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) penyelenggaraan usaha
penangkaran benih padi terdiri dari persemaian, pengolahan lahan, penanaman,
pemeliharaan, panen dan pengolahan benih serta diawasi oleh petugas Badan
benih pokok dan benih sebar perhektar per satu kali musim tanam adalah Rp Rp
19.451.544,4, Rp 9.712.277,7 dan Rp 9.328.388,2. Sedangkan penerimaan yang
diperoleh untuk tiga kelas benih tersebut adalah Rp 49.500.000, Rp 26.060.126,5 dan
Rp 25.271.414,3 sehingga diperoleh pendapatan untuk tiga kelas benih tersebut
adalah Rp 30.048.455,5, Rp 16.347.848 dan Rp 15.943.025,7. (3) Nilai R/C dan B/C
untuk benih dasar adalah 2,62 dan 1,62, untuk benih pokok adalah 2,68 dan 1,68
sedangkan untuk benih sebar adalah 2,71 dan 1,71. Nilai R/C > 1 dimana setiap Rp 1
biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaaan sebesar Rp 2,62 untuk benih
dasar, Rp 2,68 untuk benih pokok dan Rp 2,71 untuk benih sebar yang artinya usaha
penangkaran benih padi layak untuk dikembangkan dan memiliki prospek yang
bagus untuk ke depannya. Sedangkan nilai B/C untuk benih dasar sebesar 1,62, benih
pokok sebesar 1,68 dan benih sebar sebesar 1,71. Nilai B/C > 0 dimana setiap Rp 1
biaya yang dikeluarkan akan memberikan pendapatan sebesar Rp 1,62 untuk benih
dasar, Rp 1,68 untuk benih pokok dan Rp 1,71 untuk benih sebar artinya usahatani
penangkaran benih padi ini dan layak untuk diusahakan dan menguntungkan.
Berdasarkan hal tersebut disarankan kepada pemerintah untuk membantu penangkar
dalam bentuk permodalan, membeli kelebihan benih dari penangkar dan menetapkan
kepastian harga jual benih padi bersertifikat/bermutu, supaya merangsang petani
untuk menjadi penangkar benih dan kebutuhan benih di Kabupaten Serdang Bedagai
dapat terpenuhi. Disarankan kepada penangkar untuk memperbaiki cara penanaman
dan budidaya agar produktivitas yang dihasilkan dapat lebih tinggi dan
2.4. Kerangka Pemikiran
Perkembangan usaha tani penangkaran benih tidak terlepas dari faktor-faktor
keragaan sumber daya, yakni sumber daya alam dan lingkungan, sumber daya
manusia, sumber daya sosial dan kelembagaan serta sumber daya buatan. Setelah
dilakukan pengumpulan data keragaman sumber daya di Kabupaten Deli Serdang
maka dapat diidentifikasi faktor eksternal dan faktor internal yang berkaitan dengan
usaha tani penangkaran benih. Faktor strategis internal adalah kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki oleh daerah.Faktor strategi eksternal adalah peluang dan
ancaman yang mungkin dihadapi oleh daerah penelitian.Faktor eksternal dan faktor
internal tersebut kemudian dianalisis dengan analisis SWOT.
Analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) merupakan salah satu
alat analisis strategi pengembangan. Analisis SWOT mengidentifikasi berbagai
faktor untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman
(threats).Kemudian dapat ditentukan strategi apa yang dapat mengembangkan usaha
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema kerangka pemikiran berikut ini:
Gambar 1.Kerangka pemikiran strategi peningkatan produksi usahatani
penangkaran benih padi
Keterangan : : Ada pengaruh
Peningkatan produksi penangkaran benih padi
Strategi Peningkatan produksi penangkaran benih padi
Faktor Internal FaktorEksternal