• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Pengertian Typhoid Abdominalis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A. Pengertian Typhoid Abdominalis"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Typhoid Abdominalis

Typhoid Abdominalis (demam typhoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).

Typhoid Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai dengan gangguan pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran, disebabkan oleh Salmonella typhosa dan hanya didapatkan pada manusia (Rampengan, 2007)

Typhoid Abdominalisadalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhosa (nugroho, 2011). Typhoid Abdominalis adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B, dan C (widoyono, 2008) . Menurut (widoyono, 2008) Sumber penularan penyakit ini adalah melalui air dan makanan. Kuman Salmonella dapat bertahan lama dalam makanan. Penggunaan air minum secara masal yang tercemar bakteri sering menyebabkan terjadinya (KLB) kejadian luar biasa . vektor berupa serangga juga berperan dalam sumber penularan penyakit.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Typhoid Abdominalis adalah infeksi akut yang menyerang pada saluran pencernaan

(2)

yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi, yaitu sejenis bakteri gram negatif yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan terkadang disertai dengan gangguan kesadaran pada klien.

B. Anatomi dan fisiologi Sistem Pencernaan

(3)

Sistem pencernaan berurusan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkannya untuk di asimilasi oleh tubuh. Saluran pencernaan yang panjangnya 8-9 meter pada orang dewasa ini dimulai dari mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan berakhir di anus (Pearce, 2008). Saluran cerna dapat dikatakan berada di luar tubuh. Zat-zat gizi yang berasal dari makanan harus melewati dinding saluran cerna agar dapat diabsorbsi ke dalam aliran darah. Berikut ini adalah urutan saluran pencernaan dari mulut sampai anus (Almatsier, 2002) :

1. Mulut

Proses pencernaan dimulai di mulut. Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri dari dua bagian luar yang sempit, atau vestibula,yaitu ruang diantara gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awal farink. Disaat kita mengunyah, gigi geligi memecah makanan menjadi bagian-bagian kecil, sementara makanan bercampur dengan cairan ludah untuk memudahkan proses menelan. Ketika ditelan, makanan melewati epiglotis, suatu katup yang mencegah makanan masuk trakeake paru-paru. Makanan yang telah ditelan dinamakan bolus yang segera masuk ke dalam farink.

2. Esofagus ke lambung

Esofagus adalah sebuah tabung berotot yang panjangnya dua puluh sampai dua puluh lima sentimeter, diatas dimulai dari farink, sampai pintu masuk kardiak lambung bawah. Terletak di belakang trakhea dan di depan tulang

(4)

punggung. Setelah makanan masuk ke farink maka palatum lunak naik untuk menutup nares posterior, glotis menutupoleh kontraksi otot-ototnya. Makanan berjalan dalam esofagus karena kerja peristaltik, lingkaran didepan serabut otot makanan mengendor dan yang dibelakang makanan berkontraksi. Maka gelombang peristaltik mengantarkan bola makanan ke lambung. Bolus dalam lambung bercampur dengan cairan lambung dan di giling halus menjadi cairan yang dinamakan kimus. Lambung kemudian sedikit demi sedikit menyalurkan kimus melalui sfingter pilorus ke dalam usus halus, setelah itu sfingter pilorus menutup.

3. Usus halus

Usus halus adalah segmen yang paling panjang dari saluran Gastrointestinal, yang jumlah panjangnya kira-kira dua per tiga dari total saluran (Smeltzer, 2001). Usus halus terletak di daerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar. Pada bagian atas usus halus, kimus melewati lubang saluran empedu, yang meneteskan cairan ke dalam usus halus berasal dari dua alat, yaitu kantong empedu dan pankreas. Usus halus dibagi dalam beberapa bagian :

a. Usus dua belas jari (Duodenum)

Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm. Berbentuk sepatu kuda, dn kepalanya mengelilingi kepala pankreas. Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke dalam duodenum pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika, atau ampula Vateri, sepuluh sentimeter dari pilorus

(5)

b. Usus kosong (Jeujunum )

Jeujunum menempati dua perlima sebelah atas dari usus halus yang selebihnya. Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.

c. Usus penyerapan (Ileum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Di dalam ileum terjadi proses absorbsi. Absorbsi makanan yang telah dicernakan selurunya berlangsung di dalam usus halus melalui dua saluran, yaitu pembuluh darah kapiler dan saluran limfe di vili di sebelah dalam permukaan usus halus.

Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh darah, epitelium, dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid. Lakteal sentralis berakhir menjadi usus buntu, sedangkan jaringan otot datar melaluinya, dan pembuluh darah kapiler mengitarinya. Kemudian selurunhnya diselimuti oleh membran dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair atau kimus, dan lemak diabsorbsi ke dalam lakteal. Lemak yang telah diabsorbsi kemudian berjalan melalui banyak pembuluh limfe ke reseptakulum khili dan kemudian oleh saluran torasika ke dalam aliran darah.

(6)

4. Usus besar ( kolon )

Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rectum). Panjang usus besar kira-kira satu setengah meter, merupakan bagian akhir dari saluran cerna sebagai tempat ,mengumpulkan sisa makanan padat, tempat mengabsorbsi air dan mineral tertentu serta tempat pertumbuhan bakteri. Sisa makanan ditahan oleh kolon hingga keluar dalam bentuk feces. Makanan paling lama ditahan di dalam kolon, sering sampai dua puluh empat jam. Karena kontraksi peristaltik dan sgmentasi bergerak lebih lambat dalam kolon, bakteri mendapat kesempatan untuk berkembang biak. Bakteri mendapat makanan dari sisa makanan yang ada dalam kolon.

Bakteri dalam kolon dapat membentuk beberapa jenis vitamin yang sebagian diabsorbsi oleh tubuh. Sebagian kecil vitamin B dan K diduga diperoleh melalui absorbsi ini. Disamping itu bakteri kolon menghasilkan gas sebagai sisa produk metabolisme makanan. Bila gas ini tertumpuk akan dikeluarkan melalui anus. Kolon memberi tubuh kesempatan terakhir untuk mengabsorbsi air serta natrium dan klorida. Bila tidak berhasil akan menimbulkan Diare. Ini hanya terjadi pada keadaan khusus.

5. Usus buntu ( sekum )

Sekum terletak di daerah iliaka kanan menempel pada otot iliopsoas. Dari sini kolon naik melalui daerah sebelah kanan lumbal dan disebut kolon ascenden. Dibawah hati berbelok pada tempat yang disebut flexsura hepatika, lalu berjalan melalui tepi daerah epigastrik dan umbilikal sebagai kolon

(7)

tranversum. Di bawah limpa membelok sebagai flexsura sinistra atau flexsura lienalis dan kemudian berjalan melalui daerah kanan lumbal sebagai kolon desenden.

6. Umbai cacing ( appendiks )

Umbai cacing atau appendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Appendiks juga terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti usus yang lainnya, hanya lapisan submukosa berisi sejumlah besar jaringan limfe, yang dianggap mempunyai fungsi yang sama dengan tonsil. Dalam appendiks jika mengalami suatu inflamasi atau peradangan disebut appendiksitis, dan harus dilakukan appendiktomi.

7. Rektum dan anus

Rektum ialah sepuluh sentimeter terbawah dari usus besar, dimulai pada kolon sigmoid dan berakhir pada saluran anal yang kira-kira 3 cm panjangnya. Saluran ini berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh otot internal dan external. Otot-otot rektum menahan sisa makanan ini hingga tiba waktunya untuk dikeluarkan oleh tubuh. Pada sat itu otot rektum mengendor dan sisa makanan keluar melalui sfingter terakhir, yaitu anus yang membuka.

C. Etiologi

Typhoid Abdominalis disebabkan oleh kuman Salmonella typhosa, basil gram negatif, tidak berkapsul yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Terdapat 3 bioserotipe Salmonella typhosa, yaitu paratyphi A, paratyphi B, dan paratyphi C Kuman ini mempunyai tiga antigen yang penting untuk

(8)

pemeriksaan laboratorium, yaitu Antigen O ( somatik ) , Antigen H ( flagela ) , dan Antigen V1 ( kapsul ) (Ngastiyah, 2005).

Bakteri ini akan mati pada pemanasan 57ºC selama beberapa menit. Menurut (Mansjoer, 2000) , Salmonella Typhi memasuki tubuh akibat makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Manusia merupakan satu-satunya reservoir sejati S. Typhi, di alam dan orang-orang dengan typhoid atau pembawa kuman kronis sebagai bertindak sebagai sumber infeksi utama. Terdapat dua sumber penularan S.typhi , yaitu pasien dengan demam typhoid dan yang paling sering, adalah karier.

D. Patofisiologi

Masuknya kuman Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Penularan kuman ini dapat melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, feces , lalat yang membawa kuman tersebut, dan muntahan dari penderita Typhoid. Sebagian kuman dimusnahkan di lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak (Soegijanto, 2002). Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri

ileum distal dan kuman tersebut mengeluarkan endotoksin yang selanjutnya kuman masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteriemia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa yang selanjutnya akan dilakukan fagositosis.

(9)

Pada proses fagosit ini, kuman yang dapat difagosit akan mati, sedangkan yang tidak difagosit akan tetap hidup dan menyebabkan bakteriemia kedua. Kuman yang masuk ke aliran darah akan menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hiperemia. Selanjutnya kuman masuk ke dalam usus halus dan menyebabkan peradangan sehingga menimbulkan nausea dan vomitus serta adanya anorexia masalah tersebut akan menyebabkan intake klien yang tidak adekuat dan kebutuhan nutrisi yang kurang dari tubuh yang bisa menyebabkan diare sehinggas diperlukan bedrest untuk mencegah kondisi klien akan menjadi bertambah buruk. Selanjutnya kuman masuk ke dalam hepar yang selanjutnya mengeluarkan endotoksin yang akan merusak hepar sehingga terjadi hepatomegali dan juga mengakibatkan splenomegali yang disertai dengan meningkatnya SGOT/SGPT. Selain itu, kuman dapat menyebar ke hipotalamus yang menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan hipertermi sehingga klien akan mengalami malaise dan akhirnya mengganggu aktivitasnya (Muttaqin, 2011).

E. Manifestasi klinik

Manifestasi klinis Typhoid Abdominalis tergantung dari virulensi dan daya tahan tubuh. Masa inkubasi rata-rata sekitar 10 hari , pada penderita yang khas dan tidak diobati dengan antimikroba maka penyakit ini berlangsung selama 4 minggu (Mansjoer, 2000). Dengan tahapan sebagai berikut:

(10)

1. Minggu pertama.

Keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam yang remiten suhu tubuh menurun pada siang hari dan kembali naik pada malam hari, nyeri kepala, pusing , nyeri otot, anoreksia,nausea dan vomitus, obstipasi atau diare, dan bradikardi (Dermawan & Rahayuningsih, 2010).

2. Minggu kedua.

Gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam kontinue, terus-menerus, bradikardi relatif, lidah coated tongue (kotor di tengah, tepi dan ujung merah tremor), delirium, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.

3. Minggu ketiga.

Pada minggu ketiga panas suhu tubuh klien mulai berangsur-angsur normal. Peningkatan uji Widal pada minggu keduan dan ketiga memastikan diagnosa pasti typhoid, diare “pea soup

4. Minggu keempat.

Fase minggu keempat adalah masa penyembuhan, kembalinya keadaan suhu tubuh menjadi normal dan menghilangnya gejala-gejala yang terjadi selama masa inkubasi dari kuman.

(11)

F. Komplikasi

Pada Typhoid Abdominalis, demam yang lama akan menyebabkan kelemahan yang hebat, penurunan berat badan, dan banyak kekurangan zat gizi. Beberapa komplikasi yang terjadi pada typhoid :

1. Komplikasi intestinal

Yaitu komplikasi yang terjadi di dalam usus yang akan mengakibatkan organ yang berkaitan mengalami suatu gangguan yang lain.

a. Pendarahan usus

Erosi pembuluh darah di plak peyer yang nekrotik di dalam dinding usus dapat menyebabkan perdarahan pada traktus intestinal. Darah samar di dalam feceslazim ditemukan pada 20% penderita typhoid. Sedangkan darah dalam jumlah yang besar dijumpai pada 10% penderita. Biasanya perdarahan hebat merupakan komplikasi lanjut, yang sering terjadi selama minggu kedua atau ketiga penyakit. Penurunan mendadak dalam tekanan darah atau suhu tubuh dimungkinkan merupakan manifestasi pertama perdarahan (Guerrant, 1991).

b. Perforasi usus

Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritonium, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat

(12)

dalam keadaan tegak. Nyeri di kuadran kanan bawah abdomen menjadi manifestasi dini tersering.

c. Peritonitis

Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dan dinding abdomen yang menegang.

2. Komplikasi ekstraintestinal.

Yaitu komplikasi yang terjadi di luar usus dan mengakibatkan gangguan yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhy yang sudah menyebar ke organ yang ada di luar usus.

a. Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan,sepsis), miokarditis,trombosis, dan tromboflebitis.

b. Darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

c. Paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

d. Hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis. e. Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis. f. Tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.

g. Neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrom Guillain-Bare, psikosis, dan sindrom katatonia.

Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan

(13)

toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna (Mansjoer, 2000).

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan typhoid sampai saat ini masih menganut trilogi , yaitu : 1. Istirahat dan perawatan profesional.

Perawatan ini bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan.

a. Pasien harus tirah baring ( bed rest ) sampai minimal 7 hari bebas demam.

b. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan kondisi kekuatan pasien.

c. Posisi klien perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus dan rasa tidak nyaman.

d. Defekasi dan BAK perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin.

2. Diet.

a. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.

b. Makanan tidak boleh yang mengandung serat dan tidak merangsang dan menimbulkan gas.

c. Bila kesadaran menurun, diberikan makanan cair, melalui sonde lambung.

(14)

d. Pada penderita yang akut, dapat diberi bubur saring. Banyak penderita tidak menyukai bubur saring, karena tidak sesuai dengan selera mereka, sehingga mereka hanya makan sedikit dan ini berakibat pada keadaan umum dan gizi penderita semakin mundur dan masa penyembuhan menjadi lama. (Juwono, 1983) Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa(pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada penderita typhoid.

e. Diperbolehkan dengan makanan lunak jika kesadaran dan nafsu makan baik serta bebas demam.

3. Pemberian Obat-obatan.

Untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman, antibiotik yang dapat digunakan :

a. Klorampenikol

Klorampenikol adalah antibiotik yang dipilih dalam pengobatan demam typhoid. Efeknya mengurangi lama rawat dari penyakit dan menekan angka kejadian kematian. Klorampenikol paling efektif di tahap awal infeksi. Sayangnya, kekambuhan sering terjadi setelah pengobatan secara intensif dengan klorampenikol, karena obat ini kurang efektif dalam mencegah infeksi yang bersifat karier. Dosis yang dianjurkan 50-100 mg/kgBB/hari, selama 10-14 hari. (Stewart, 1968).

(15)

b. Kotrimoksazol

Kelebihan Kotrimoksazol antara lain dapat digunakan untuk kasus yang resisten terhadap klorampenikol, penyerapan di usus cukup baik, dan kemungkinan timbulnya kekambuhan pengobatan lebih kecil dibandingkan klorampenikol. Kelemahannya adalah dapat terjadi skin rash (1-15%). Dosis yang dianjurkan 30-40 mg/kgBB/hari untuk Sulfametoksazol dan 6-8 mg/kgBB/hari untuk Trimetpprin, diberikan dalam 2 kali pemberian, selama 10-14 hari. c. Ampisilin / amoksisilin

Berlawanan dengan klorampenikol, Ampicillin terbukti menunjukkan hasil yang baik pada pengobatan yang bersifat karier, tetapi untuk memunculkan efek tersebut butuh pengobatan awal dalam beberapa bulan. Dosis yang dianjurkan : Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari, untuk Amoksisilin 100mg/kgBB/hari. (Stewart, 1968)

d. Kortikosteroid

Kortikosteroid hanya diberikan dengan indikasi yang tept karena dapat menyebabkan pendarahan usus dan relaps. Tetapi, pada kasus berat penggunaan kortikosteroid dapat menurunkan angka kematian.

(16)

H. Pengkajian fokus

1. Identitas

Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.

2. Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan oleh klien typhoid biasanya mengeluh adanya demam.

3. Riwayat penyakit sekarang

Umumnya yang dirasakan pada klien dengan typhoid adalah demam, perut terasa mual, adanya anorexia, diare atau konstipasi,dan bahkan menurunnya kesadaran.

4. Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan apakah klien sebelumnya pernah mengalami typhoid atau penyakit menular yang lain.

5. Riwayat penyakit keluarga

Ditanyakan apakah keluarga pernah menderita penyakit yang sama atau penyakit yang lainnya.

6. Pola-Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.

(17)

b. Pola nutrisi dan metabolik

Adanya nausea dan vomitus serta anorexia akan mempengaruhi status gizi. Pengukuran TB dan BB jika memungkinkan akan memperlihatkan adanya penurunan atau peningkatan status gizi klien.

c. Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas klien akan terganggu akibat adanya malaise serta keterbatasan latihan yang mewajibkan klien untuk bed rest.

d. Pola istirahat dan tidur

Frekuensi dan kebiasaan tidur klien akan terganggu karena adanya proses peningkatan suhu tubuh.

e. Pola eliminasi

Klien dengan typhoid mengalami masalah pada pola eliminasi karena kurangnya intake asupan nutrisi dan kondisi yang mewajibkan untuk bedrest, maka klien akan beresiko besar untuk terkena konstipasi.

f. Pola hubungan

Akibat dari proses infeksi tersebut secara langsung akan mempengaruhi hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal. g. Pola persepsi dan konsep diri

Akan terjadi perubahan jika klien tidak memahami cara yang efektif untuk mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri

(18)

yang meliputi (Body Image, identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri).

h. Pola reproduksi dan seksual

Pada pola reproduksi dan seksual pada klien yang sudah menikah akan mengalami perubahan.

i. Pola mekanisme koping

Masalah timbul jika klien tidak efektif dalam mengatasi masalah kesehatannya.

j. Pola nilai dan kepercayaan

Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu kebiasaan ibadahnya.

7. Pemeriksaan fisik

a. B1 (Breathing) : biasanya tidak ada masalah, tetapi pada kasus berat bisa didapatkan komplikasi yaitu adanya pneumonia.

b. B2 (Blood) : TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit pucat, akral dingin, penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi, kadang terjadi anemia, leukopeni pada minggu awal, nyeri dada, dan kelemahan fisik.

c. B3 (Brain) : Pada klien dengan typhoid biasanya terjadi delirium dan diikuti penurunan kesadaran dari composmentis ke apatis,somnolen hingga koma pada pemeriksaan GCS.

(19)

d. B4 (Bladder) : pada kondisi berat akan terjadi penurunan output respon dari curah jantung.

e. B5 (Bowel)

I : lidah kotor, terdapat selaput putih, lidah hiperemis, stomatitis, muntah,kembung, adanya distensi abdomen dan nyeri abdomen, diare atau konstipasi.

Au : penurunan bising usus kurang dari 5x/menit pada minggu pertama dan selanjutnya meningkat akibat adanya diare.

Per : didapatkan suara tympani abdomen akibat adanya kembung. Pal : adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi adanya infeksi pada minggu kedua. Adanya nyeri tekan pada abdomen. f. B6 (Bone) : adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise.

Kelemahan umum. Integumen : timbulnya roseola (emboli dari kuman dimana didalamnya mengandung kuman Salmonella Ttyphosa , yang timbul diperut, dada, dan bagian bokong), turgor kulit menurun, kulit kering (Muttaqin, 2011).

8. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan feces

Pengambilan biakan feces dan urine dilakukan karena penyebaran Salmonella sampai ke empedu, pemeriksaan ini positif biasanya pada minggu kedua dan ketiga.

(20)

Biakan darah biasanya positif pada minggu pertama pada perjalanan penyakit. Kadang terjadi anemia akibat proses inflamasi. c. Kolonoskopi

Mengidentifikasi adanya perubahan lumen dinding (menyempit/ tidakteratur), menunjukkan obstruksi usus.

d. Pemeriksaan serologi

Merupakan reaksi serologis yang didasarkan antara reaksi aglutinasi antara antigen Salmonella dan antibodi yang terdapat pada serum penderita. Titer O : 1/200. Titer H : 1/400. atau Kenaikan titer 4 kali 1 (satu) minggu berikutnya.

(21)

I. Pathways keperawatan

Salmonella typhi

Feces Muntahan lalat Makanan Lambung HCL Hidup Mati Usus Berkembang

Di Plaque peyeri Mengeluarkan Endotoksin Ileum distal

asimtomatik Bakteriemia primer

Menyebar ke organ RES (hati dan limpa) Sumber :(Soegijanto, 2002)

Difagosit tidak difagosit

Mati Bakteriemia sekunder

Darah Usus halus Hipothalamus Hepar

Roseola peradangan menekan Hepato dan

Dan Lidah thermoregulasi splenomegali

Hiperemia

demam remiten Endotoksin merusak hepar Hiperperistaltik usus

Diare

Mudah lelah SGOT/SGPT meningkat Mual dan muntah bedrest

Anorexia konstipasi

HIPERTERMI Defisit volume cairan

Intoleransi aktivitas Resiko/aktual Nutrisi

(22)

J. Diagnosa keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhosa. 2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan intake dan output

yang tidak seimbang.

3. Resiko/aktual nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat akibat mual,muntah dan anorexia. 4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi pada

usus halus.

5. Gangguan pola eliminasi : diare berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus.

6. Gangguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus.

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

(Capernito, 2000) K. Fokus Intervensi dan Rasional(Capernito, 2000).

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhosa.

Tujuan : suhu tubuh normal

Kriteria hasil : Suhu tubuh normal, nadi dan RR normal, tidak ada pusing.

Intervensi :

(23)

R : Untuk mengetahui tanda-tanda kenaikan suhu yang mungkin terjadi infeksi.

b. Anjurkan klien untuk berpakaian tipis dari bahan yang menyerap keringat..

R : supaya klien merasa nyaman, karena bahan pakaian yang tipis akan mengurangi evaporasi tubuh.

c. Monitor Intake dan Output klien.

R : Untuk mengamati perbaikan dan perburukan dari klien. d. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan 2-3 liter/hari.

R : Sebagai rehidrasi dari cairan yang hilang dari penguapan tubuh, mual, muntah dan diare.

e. Memberikan kompres dengan air biasa ( suhu normal ).

R : Agar lebih mudah untuk memindahkan panas dari klien ke handuk kompres.

f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi antibiotik dan antipiretik.

R : Antibiotik untuk mengurangi proses infeksi dan antipiretik untuk menurunkan panas tubuh.

2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan intake dan output yang tidak seimbang.

(24)

Kriteria hasil : deficit cairan dapat teratasi dan tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor baik, membrane mukosa baik.

Intervensi :

a. Monitor status nutrisi klien.

R : mengetahui adanya tanda-tanda perbaikan dan perburukan dari klien.

b. Anjurkan klien untuk banyak minum.

R : Untuk mengganti cairan yang hilang akibat diare. c. Monitor intake dan output klien.

R : sebagai dasar tindakan banyaknya rehidrasi yang dibutuhkan klien.

d. Kolaborasi dengan pemberian cairan melalui IV.

R : membantu mengganti cairan intravaskuler yang berkurang. e. Kolaborasi dengan dokter apabila terjadi tanda-tanda shock.

R : sebagai terapi lanjutan apabila terjadi tanda-tanda shock.

3. Resiko/aktual nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat akibat mual,muntah dan anorexia.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, nutrisi klien dapat terpenuhi, BB tetap atau bertambah, tidak ada anorexia dan mual muntah.

(25)

Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda mal nutrisi, adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan, mual dan muntah berkurang, tidak ada anorexia.

Intervensi :

a. Monitor status nutrisi klien.

R : Sebagai dasar awal tindakan keperawatan.

b. Jelaskan pada klien tentang pentingnya makanan untuk membantu proses penyembuhan.

R : meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat nutrisi sehingga memotivasi klien agar mau makan.

c. Tawarkan klien snack yang disukai. R : Untuk menambah nafsu makan klien. d. Jaga kebersihan oral pasien.

R : Dapat memberi rasa nyaman pada mulut sehingga dapat menambah nafsu makan.

e. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.

R : Menghindari rasa mual dan keinginan untuk muntah.

f. Berikan asupan nutrisi sesuai dengan diet (diet lembek, rendah serat, dan bumbu yang tidak merangsang).

R : Supaya memudahkan klien untuk menelan makanan dan tidak menyebabkan mual.

(26)

4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi pada usus halus.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, rasa nyaman klien terpenuhi.

Kriteria hasil : Nyeri berkurang atau hilang, ekspresi wajah rileks tanda-tanda vital normal, skala nyeri 1-0.

Intervensi :

a. Kaji intensitas nyeri (faktor presipitasi, kualitas, lokasi, skala, durasi).

R : untuk mengetahui intensitas nyeri klien. b. Kaji respon klien terhadap nyeri yang dialami.

R : mengetahui sejauhmana nyeri mempengaruhi aktivitas klien. c. Ajarkan klien untuk relaksasi dan distraksi.

R : untuk membantu mengurangi nyeri secara non farmakologi d. Berikan klien posisi yang nyaman.

R : untuk menambah kenyamanan klien. e. Kolaborasi dengan pemberian analgesik.

R : untuk mengurangi rasa nyeri secara farmakologis

5. Gangguan pola eliminasi : diare berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola eliminasi klien kembali normal.

(27)

Kriteria hasil : BAB normal, Feses (konsistensi dan frekuensi) normal, mencegah daerah rectal agar tidak iritasi, turgor kulit normal.

a. Identifikasi faktor penyebab diare. R : Sebagai awal tindakan pengobatan.

b. Monitor BAB (warna, jumlah, frekuensi, dan konsistensi dari feces).

R : Mengetahui pola BAB klien. c. Monitor TTV dan KU klien.

R : Mengetahui adanya tanda dan gejala shock pada klien. d. Anjurkan klien untuk minum 2-3 liter setiap hari.

R : Untuk merehidrasi cairan yang keluar akibat diare. e. Kolaborasi pemberian cairan IV

R : Mengganti cairan pada intravakuler dan intrerstitial. f. Kolaborasi dengan Dokter untuk terapy anti diare.

R : Anti diare membantu mengurangi diare.

6. Gangguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pola eliminasi kembali normal.

Kriteria hasil : BAB normal, rasa tidak nyaman berkurang, tidak ada massa.

(28)

a. Identifikasi penyebab timbulnya konstipasi. R : Menentukan dasar awal tindakan keperawatan. b. Ganti posisi klien tiap 2 jam sekali.

R : Mengurangi resiko konstipasi lanjutan karena aktivitas yang kurang.

c. Pertahankan intake cairan 2-3 liter setiap hari.

R : memenuhi cairan dan memperbaiki konsistensi feces.

d. Kolaborasi dengan ahli gizi dengan pemberian diet tinggi serat dan rendah lemak.

R : Tinggi serat memudahkan pengeluaran feces. e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian laksatif

R : membantu mengeluarkan feces.

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat peningkatan metabolisme sekunder.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan,klien dapat mandiri dan aktivitas klien kembali normal.

Kriteria hasil : aktivitas klien tetap normal, kelemahan fisik berkurang Intervensi :

a. Kaji respon pasien terhadap aktivitas.

R : untuk mengetahui perubahan-perubahan aktivitas yang dialami oleh klien.

(29)

R : Untuk mempercepat proses penyembuhan c. Batasi pengunjung yang datang

R : agar klien tidak terganggu dalam beristirahat

d. Bantu klien untuk beraktivitas sehari-hari sesuai dengan kebutuhan klien.

R : memberikan rasa nyaman, karena kebutuhan klien dapat terpenuhi dengan dibantu oleh perawat ataupun keluarga.

e. Ajarkan aktivitas yang dapat dilakukan klien secara bertahap

R : Agar tidak mengganggu bedrest pada proses penyembuhan klien.

Gambar

Gambar 1 . Sistem Pencernaan Tubuh Manusia

Referensi

Dokumen terkait

[r]

penurunan tingkat nyeri ibu post sectio caesarea yang dibuktikan dengan nilai p (0,001)< 0,05 dan ada perbedaan antara kelompok kontrol yang hanya di

Perbedaan antara hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan sejumlah penelitian terdahulu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain seperti

Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60% (enam

Tape adalah produk yang dihasilkan dari proses fermentasi, di mana terjadi suatu perombakan zat pati yang ada dalam bahan makanan diubah menjadi bentuk yang

Oleh karena itu, perhitungan manfaat (benefit) merupakan faktor vital dalam memutuskan suatu rencana pembangunan atau pengembangan suatu proyek, dalam penelitian ini akan

Masalahnya, kalangan gay dan lesbi di Indonesia tidak membina kontak yang intensif dengan kalangan gay atau lesbian Barat, sehingga dari sedikit sekali jumlah ‘gay’ atau

Kemampuan STM yang hanya mampu menyimpan paling banyak 7 item data (padahal masih banyak info lain yang akan masuk) menyebabkan info yang telah masuk dalam STM berkurang